Kasus: Tipikor

  • Abdul Mu’ti Minta Tidak Ada Lagi Penyalahgunaan Dana PIP

    Abdul Mu’ti Minta Tidak Ada Lagi Penyalahgunaan Dana PIP

    Jakarta

    Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) RI, Abdul Mu’ti meminta agar tidak ada lagi pihak yang menyalahgunakan dana Program Indonesia Pintar (PIP). Dia mengatakan pihak-pihak yang menyalahgunakan dana PIP akan langsung ditindak secara hukum.

    “Itu kan sudah dilakukan oleh Irjen ya (penanganan), sudah dilakukan oleh Irjen dan kami berharap agar semua pihak dapat mengikuti prosedur tentang penyaluran PIP itu jangan sampai ada pihak yang menyalahgunakan,” kata Abdul Mu’ti di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025).

    Mu’ti juga meminta masyarakat agar ikut berperan aktif dalam mengatasi penyalahgunaan dana PIP ini. Dia mengatakan masyarakat bisa ikut melaporkan jika menemukan adanya penyalahgunaan dana PIP oleh pihak-pihak di lembaga pendidikan.

    “Dan tentu saja kalau misalnya memang ada penyalahgunaan tolong masyarakat menyampaikan kepada kami untuk kami tindak lanjuti dengan pemeriksaan yang lebih lanjut saya kira demikian ya,” ujar Mu’ti.

    Sebagai informasi, kasus penyalahgunaan dana PIP ini sempat terjadi di Kota Bandung, Jawa Barat. Korupsi dana PIP ini dilakukan oleh Ketua dan Bendahara Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Bagasasi Bandung.

    Kejari Kota Bandung pun akhirnya menjebloskan MYA dan MFA ke penjara. Ketua dan bendahara yayasan STIA Bagasasi Bandung ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi dana Program Indonesia Pintar (PIP) kuliah.

    Dalam keterangannya, Kajari Kota Bandung Irfan Wibowo mengatakan, MYA dan MFA punya status hubungan ayah dan anak. Keduanya diduga telah memotong bantuan dana PIP untuk mahasiswa pada tahun anggaran 2021-2022.

    “Setelah serangkaian penyidikan, kami menetapkan dua orang tersangka berinisial MYA dan MFA pada dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan pengelolaan dana PIP STIA Bagasasi Bandung,” katanya dilansir detikJabar, Jumat (24/1).

    Irfan menyatakan, modus yang keduanya lakukan yaitu memotong dana PIP yang digunakan untuk biaya hidup atau living cost mahasiswa penerima beasiswa. Pemotongan itu kemudian disamarkan dengan cara menerapkan biaya pendaftaran, biaya bangunan, biaya prospek, tabungan semester, semiloka hingga kunjungan studi.

    “Atas penetapan tersangka, selanjutnya Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kota Bandung menitipkan kedua tersangka MYA dan MFA ke Rutan Kelas 1 Kebon Waru Bandung selama 20 hari ke depan,” tegasnya.

    Kasi Pidsus Kejari Kota Bandung Ridha Nurul Ihsan menambahkan, pemotongan dana PIP diterapkan dengan besaran variatif. Mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 3 juta untuk seorang penerima beasiswa yang bisa mencapai Rp 11,5 juta.

    (aik/aik)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Wartawan Dapat Perlakuan Tak Menyenangkan Saat KPK Geledah Rumah Eks Anggota DPR Ahmad Ali

    Wartawan Dapat Perlakuan Tak Menyenangkan Saat KPK Geledah Rumah Eks Anggota DPR Ahmad Ali

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah milik mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai NasDem, Ahmad Ali, pada Selasa (4/2/2025). Penggeledahan berlangsung di kediaman Ahmad Ali yang berlokasi di Komplek Intercon, Jalan Taman Kebon Jeruk Utama, Kembangan, Jakarta Barat.

    Selama KPK geledah rumah Ahmad Ali, awak media yang tengah meliput kejadian ini mengalami sejumlah kendala.

    Beberapa jurnalis mengaku mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari pihak penghuni rumah.

    Salah satu di antaranya bahkan mencoba merampas ponsel milik wartawan yang sedang merekam jalannya penggeledahan.

    Berdasarkan pantauan Beritasatu.com di lokasi pada Selasa petang, terlihat lima kendaraan milik KPK sudah berada di dalam area rumah politisi senior Partai NasDem tersebut.

    Selain itu, dua kendaraan lainnya terparkir di luar kediaman, menandakan bahwa operasi penggeledahan ini dilakukan dengan pengamanan yang cukup ketat.

    Dari hasil penggeledahan di dalam rumah Ahmad Ali, tim penyidik KPK menyita sejumlah barang bukti yang diduga berkaitan dengan kasus yang sedang diselidiki. Barang-barang yang diamankan meliputi dokumen penting, barang bukti elektronik, tas, serta sebuah jam tangan.

    Setelah penggeledahan selesai, seluruh kendaraan KPK yang berada di dalam rumah, beserta dua kendaraan yang sebelumnya terparkir di luar, langsung bergerak menuju Gedung Merah Putih KPK di Jakarta Selatan.

    Sebelumnya, tim penyidik KPK mengatakan, penggeledahan itu terkait tindak pidana pencucian uang mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari).

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika membenarkan adanya penggeledahan oleh pihaknya hari ini. Dia mengonfirmasi lokasi yang digeledah yakni rumah Ahmad Ali.

    “Benar ada kegiatan penggeledahan perkara tersangka RW (Kukar). Lokasi penggeledahan adalah rumah Ahmad Ali,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika kepada awak media, Selasa (4/2/2025).

    KPK belum membeberkan soal temuan yang berhasil diperoleh dari penggeledahan ini. Hasilnya dapat disampaikan KPK ketika agenda penggeledahan telah rampung.

    Penggeledahan rumah Ahmad Ali oleh KPK ini menjadi bagian dari rangkaian penyelidikan yang sedang dilakukan oleh lembaga antirasuah dalam upaya mengungkap dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan anggota DPR tersebut dalam kasus Rita Widyasari.

  • KPK Geledah Rumah Politikus NasDem Ahmad Ali Terkait Kasus Eks Bupati Kukar Rita Widyasari

    KPK Geledah Rumah Politikus NasDem Ahmad Ali Terkait Kasus Eks Bupati Kukar Rita Widyasari

    loading…

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah politikus Partai NasDem, Ahmad Ali, Selasa (4/2/2025). FOTO/DOK.SINDOnews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menggeledah rumah politikus Partai NasDem, Ahmad Ali , Selasa (4/2/2025). Penggeledahan ini tekait kasus dugaan korupsi yang menyeret eks Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari.

    Penggeledahan itu dibenarkan Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi awak media. “Benar ada kegiatan Penggeledahan perkara tersangka RW,” kata Tessa kepada wartawan, Selasa (4/2/2025).

    Tessa belum merinci lokasi rumah Ahmad Ali yang digeledah. Termasuk apa saja yang disita dari giat tersebut.

    Untuk diketahui, KPK telah menyita sejumlah uang dari berbagai pihak terkait kasus dugaan korupsi yang menyeret eks Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari. Tessa menyatakan, penyitaan dilakukan pada 10 Januari 2025. Adapun, uang yang disita dari mata uang rupiah hingga asing.

    “Dalam mata uang rupiah sebesar Rp350.865.006.126,78, uang ini disita dari 36 rekening (atas nama tersangka dan atas nama pihak pihak terkait lainnya),” kata Tessa melalui keterangan tertulisnya, Selasa (14/1/2025).

    Kemudian, dalam mata uang dolar Amerika sebesar USD6.284.712,77, yang disita dari 15 rekening dan dalam mata uang dolar Singapura sebesar SGD2.005.082,00.

    “Penyitaan dilakukan karena diduga uang yang tersimpan dalam rekening tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana terkait dengan perkara tersebut di atas,” ujarnya.

    Jika ditotal, jumlah uang yang disita itu lebih dari Rp400 miliar.

    Rita sendiri telah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Pondok Bambu Jakarta setelah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6 Juli 2018. Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110.720.440.000 dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek. Saat ini, KPK masih melakukan penyidikan terkait kasus TPPU dengan tersangka Rita.

    (abd)

  • Kejati Jabar Sita 6 Objek Milik Yayasan Margasatwa di Kebun Binatang Bandung!

    Kejati Jabar Sita 6 Objek Milik Yayasan Margasatwa di Kebun Binatang Bandung!

    JABAR EKSPRES  – Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) melalui Asisten Pidana Khusus (Aspidsus), resmi melakukan penyitaan terhadap 6 objek milik Yayasan Margasatwa yang berada di kawasan Kebun Binatang Bandung atau Bandung Zoo.

    Penyitaan terhadap 6 objek tersebut menurut Kasipidsus Kejati Jabar, Dwi Agus Afrianto dilakukan sesuai dengan surat penetapan penyitaan yang dikeluarkan langsung oleh Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung.

    “Jadi pada hari Kamis kemarin setelah mendapat surat penetapan sita dari Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, tim segera bergerak ke lokasi, dan ada 6 titik (objek) milik Yayasan Margasatwa yang kita lakukan penyitaan,” ucapnya saat ditemui di Kantor Kejati Jabar, Selasa (4/2/2025).

    Dalam penyitaan tersebut, Kejati Jabar melakukannya kepada beberapa bangunan seperti kantor operasional yayasan, gedung, hingga gudang.

    BACA JUGA:Kasus Kebun Binatang Bandung, Begini Tanggapan Pemkot Bandung

    Dimana menurut Agus, keenam objek yang merupakan beberapa bangunan tersebut disita lantaran selama ini telah berdiri di lahan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.

    “Kita sudah pastikan bahwa 6 aset (objek) ini bukan milik Pemkot Bandung. Sehingga pengadilan menyetujui atas susulan kami untuk melakukan sita. Jadi Kami sudah pastikan bahwa ini bukan milik Pemkot tapi dibangun di atas tanah Pemkot,” ungkapnya.

    Lebih jauh, Agus memastikan bahwa tindakan penyitaan ini tidak akan menggangu terhadap operasional Kebun Bintang Bandung. Bahkan pihaknya juga, masih tetap memberikan kesempatan kepada yayasan untuk tetap mengelola Kebun Binatang atau Bandung Zoo tersebut.

    “Kami selaku penyidik, tidak melarang mereka tetap beroperasi. Tapi kami akan mengusulkan (ke depannya) untuk bisa dikelola oleh pihak ketiga yang lebih tepat karena yayasan yang saat ini sedang menghadapi dugaan tindak pidana korupsi. Jadi kami berharap ke depannya ada yayasan atau pihak ketiga yang lebih kompeten lagi,” pungkasnya.

    BACA JUGA:Kejati Jabar Tahan Dua Tersangka Kasus Kebun Binatang Bandung, Negara Rugi Rp 25 Miliar

    Sebelumnya, Kejati Jabar pada beberapa waktu lalu resmi menetapkan dua orang tersangka dalam penyalahgunaan atas tanah yang berlokasi di kawasan Kebun Binatang Bandung.

  • Cegah Tindakan Korupsi, Mendagri Teken Kerja Sama Pengawasan Perizinan Daerah – Page 3

    Cegah Tindakan Korupsi, Mendagri Teken Kerja Sama Pengawasan Perizinan Daerah – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menandatangani Nota Kesepahaman tentang Kerja Sama dalam Pengawasan Penyelenggaraan Perizinan di Daerah.

    Penandatanganan dilakukan Mendagri bersama Jaksa Agung, Kapolri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (BPPIK), yang selanjutnya dirangkaikan dengan Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Gedung Sasana Bhakti Praja, Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Selasa (4/2/2025).

    Mendagri menjelaskan Nota kesepahaman ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengawasan perizinan di daerah. Selain itu, untuk mengatasi hambatan birokrasi, membangun koordinasi antara pihak dalam pencegahan tindak pidana, serta memastikan standar biaya dan waktu perizinan sesuai ketentuan.

    Ia berharap penandatanganan kerja sama ini membuat pengawasan penyelenggaraan perizinan di daerah menjadi lebih baik.

    “Kita harapkan kerja sama ini membuat pengawasan akan lebih baik dalam rangka untuk mencegah tindak pidana korupsi dalam perizinan,” ujar Mendagri.

     

    Langkah ini juga bertujuan untuk mempermudah dunia usaha dalam mengurus perizinan. Sebab, kemudahan perizinan menjadi salah satu fokus utama Presiden Prabowo Subianto dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Oleh karena itu, kolaborasi berbagai pihak diperlukan agar penyelenggaraan perizinan berjalan lebih optimal.

    “Memang salah satu atensi Bapak Presiden adalah mempermudah perizinan berusaha untuk mendorong ekonomi,” jelas Mendagri.

    Mendagri menyadari, meski telah ada Mal Pelayanan Publik (MPP), sistem Online Single Submission (OSS), serta layanan terpadu satu pintu di daerah, tapi tak sedikit pelayanan perizinan yang masih dilakukan secara manual. Kondisi ini meningkatkan risiko pungutan liar, gratifikasi, dan suap sehingga perlu diawasi.

    Karena itu, selain memperkuat sistem perizinan, Mendagri menekankan pentingnya pengawasan internal oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta pengawasan eksternal oleh Kepolisian, Kejaksaan, KPK, dan BPPIK.

    “Kemudian untuk itulah pada pagi hari ini akan melaksanakan MoU,” tandas Mendagri.

    Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut penandatanganan nota kesepahaman ini sebagai bentuk komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi dalam memperbaiki sistem perizinan di daerah serta mempermudah investasi.

    “Harapannya bahwa sistem atau investasi, kemudian usaha, industri, dan sebagainya akan lebih mudah,” ucap Setyo.

     

    (*)

  • RUU BUMN: ‘Proteksi Berlapis’ Direksi – Komisaris Perusahaan Pelat Merah

    RUU BUMN: ‘Proteksi Berlapis’ Direksi – Komisaris Perusahaan Pelat Merah

    Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan memberikan proteksi berlapis kepada pegawai, direksi, hingga dewan komisaris.

    Mereka dikeluarkan dari rumpun penyelenggara negara hingga adanya adopsi business judgement rule yang memungkinan keputusan bisnis yang ditempuh oleh direksi BUMN tidak bisa dipidanakan.

    RUU BUMN telah saat ini telah disahkan oleh DPR. Implementasi beleid baru tersebut akan segera berlaku setelah diundangkan dan diteken oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Dalam catatan Bisnis, amandemen UU BUMN itu sejatinya telah dibahas sejak era Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi). Namun pengesahannya berlangsung di era Prabowo. Rapat paripurna pengesahan RUU BUMN dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

    “Apakah RUU No.19/2003 tentang BUMN dapat disetujui dan disahkan menjadi undang-undang?,” tanya Dasco yang dijawab setuju oleh peserta rapat.

    Sekadar catatan, rancangan Revisi Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN versi DPR menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara. Ketentuan mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN.

    Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut: “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”

    Adapun Pasal 87 angka 5 menyatakan bahwa pegawai BUMN juga bukan penyelenggara negara. Namun demikian, aturan itu hanya melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

    Sementara, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat. 

    Menariknya, ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN.

    Itu artinya tidak ada celah dari undang-undang lain untuk mengintervensi status BUMN bukan sebagai penyelenggara negara.

    Ketentuan ini juga berlaku terhadap UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), terutama Pasal 2, yang mengkategorikan pegawai BUMN sebagai penyelenggara negara. Aturan inilah yang sering menjadi rujukan penegak hukum untuk menindak oknum di BUMN.  

    Business Judgement Rule 

    Selain status penyelenggara negara, poin lainnya yang masuk dalam amandemen UU BUMN adalah business judgement rule (BJR). Prinsip ini memungkinan seorang direksi BUMN kebal hukum kendati keputusaan yang diambil terindikasi melanggar undang-undang bahkan merugikan negara. 

    “Pengaturan terkait business judgement rule atau aturan yang melindungi kewenangan direksi dalam pengambilan keputusan juga mendapat perhatian khusus dalam RUU BUMN,” demikian keterangan yang dilansir Antara, Minggu (2/2/2025).

    Melansir Kemenkeu Learning Center, business judgement rule adalah prinsip hukum yang diadopsi dari tradisi common law di Amerika. Prinsip BJR melindungi direksi BUMN dari risiko penuntutan hukum atas keputusan bisnis yang telah ditempuh.

    Isu BJR menjadi bahan perdebatan belakangan ini. Apalagi, banyak petinggi atau direksi BUMN yang terjerat perkara hukum karena salah atau keputusan yang ditempuh merugikan keuangan negara. Salah satunya bekas Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.

    Ketentuan mengenai BJR itu diatur dalam RUU BUMN, terutama Pasal 9F. Ada dua usulan frasa dalam pasal tersebut. DPR meminta supaya direksi dapat dimintai pertanggungjawaban hukum atas kerugian BUMN. Namun demikian, dalam pembahasan, pemerintah meminta frasa itu diubah menjadi anggota direksi tidak dapat diminta ganti kerugian investasi. Ketentuan ini juga mencakup kepada Dewan Pengawas dan Dewan Komisaris.

    “Pengaturan terkait Business Judgement Rule yang dapat memberikan manfaat bagi pelaksanaan aksi korporasi BUMN dalam rangka meningkatkan kinerja BUMN,” Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini.

    Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto sepakat dengan rencana pemerintah dan DPR untuk mengadopsi prinsip business judgement rule dalam amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    Fitroh berpendapat bahwa semua penegak hukum perlu berhati-hati dalam menerapkan Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi alias Tipikor khususnya dalam aktivitas bisnis. Pasal 2 dan 3 UU Tipikor memuat frasa bahwa korupsi tidak hanya terkait upaya memperkaya diri sendiri, tetapi juga mencakup tindakan untuk memperkaya orang lain.

    “Saya termasuk yang sepakat harus benar-benar hati-hati, dalam menerapkan pasal 2 atau 3 khususnya dalam bisnis, harus benar-benar ada niat jahat dan bukan sekedar asal rugi menjadi korupsi. Sebagaimana pernah saya sampaikan dalam fit and proper test,” ujar Fitroh kepada Bisnis, Minggu (2/2/2025).

    Di sisi lain, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengemukaan bahwa isu mengenai direksi BUMN bukan penyelenggara negara masih sebatas wacana. “Ini kan masih bersifat wacana.”

    “Saat ini kita masih berpegang pada UU No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN pada penjelasan Pasal 2 angka 7,” pungkas Harli.  

  • Disertasi Humas PN Jaksel Djuyamto: Tersangka yang Ditetapkan Hakim Tak Bisa Ajukan Praperadilan – Halaman all

    Disertasi Humas PN Jaksel Djuyamto: Tersangka yang Ditetapkan Hakim Tak Bisa Ajukan Praperadilan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto mengusulkan agar majelis hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi jika dalam persidangan terbukti memiliki keterlibatan.

    Gagasan itu Djuyamto ia tuangkan dalam karya ilmiah disertasi berjudul ‘Model Pengaturan Penetapan Tersangka oleh Hakim Pada Tindak Pidana Korupsi Berbasis Hukum Responsif’.

    Disertasi itu dibuat guna mendapatkan gelar Doktor atau Strata 3 (S3) dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo dan telah dipaparkan dalam sidang terbuka promosi di Aula Gedung 3 (Gedung Amiek Sumindriyatmi) UNS Solo, Jumat (31/1/2025).

    Dalam salah satu poin disertasinya, Djuyamto mengatakan jika seseorang sudah ditetapkan oleh hakim sebagai tersangka melalui proses persidangan, tidak dapat mengajukan praperadilan.

    “Dalam disertasi saya, untuk status tersangka oleh hakim menurut saya tidak boleh dilakukan praperadilan,” ucap Djuyamto kepada Tribunnews, Senin (3/2/2025).

    Sebab dijelaskan Djuyamto, dalam aturan hukum acara pidana yang berlaku saat ini, proses praperadilan dilakukan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan status tersangka seseorang yang disematkan oleh penyidik.

    Menurut dia, proses praperadilan itu dilakukan hanya untuk menguji secara formil penetapan status seseorang tersebut.

    “Sedangkan kalau alat bukti yang digunakan oleh hakim yang menjadi fakta di persidangan itu alat buktinya sudah dikaji baik dari sisi formil maupun materilnya, jadi tidak boleh lagi di praperadilan status tersangka yang ditetapkan oleh hakim,” jelasnya.

    Akan tetapi untuk memenuhi sisi hak asasi seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh hakim, dalam disertasinya itu Djuyamto menilai bahwa seseorang itu harus tetap dilindungi melalui aturan hukum acara.

    Adapun salah satu perlindungan yang diberikan yakni kata Djuyamto, seseorang tersebut tidak bisa diadili atau di sidang oleh hakim yang pada saat itu telah menetapkan dirinya sebagai tersangka.

    Hal itu menurut dia, agar menciptakan proses peradilan yang adil dan untuk menghindari adanya conflict of interest.

    “Karena kan dia (hakim) yang menetapkan sebagai tersangka, jadi mau tidak mau harus terbukti. Itu sebagai perlindungan, perlindungan dia tidak dalam lembaga praperadilan tapi tidak boleh diadili oleh hakim yang sama,” ujarnya.

    Sering Terjadi Tebang Pilih

    Terkait disertasi ini Djuyamto juga telah mengungkap alasannya membuat gagasan agar hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka.

    Menurut dia, gagasan itu ia buat lantaran selama ini Jaksa Penuntut Umum kerap kerap melakukan tebang pilih dalam menghadirkan saksi ataupun tersangka dalam proses di Pengadilan.

    “Bahkan orang-orang yang seharusnya menjadi saksi kemudian tidak menjadi saksi apalagi sebagai tersangka yang kemudian itu menimbulkan ketidakadilan,” kata Djuyamto.

    Padahal menurut dia, hakim yang memeriksa perkara di Pengadilan pada dasarnya telah mengetahui pihak-pihak yang sejatinya terlibat dalam unsur tindak pidana terutama korupsi.

    Hal itu kata dia berdasarkan fakta-fakta yang tertuang selama proses persidangan yang sedang berlangsung.

    “Saya selaku hakim Tipikor juga sering menemukan fakta-fakta seperti itu adanya ketidakadilan di persidangan karena ada orang yang harusnya jadi saksi, ada orang yang jadi tersangka dalam perkara yang sedang saya periksa itu ternyata tidak diajukan,” jelasnya.

    Meski telah mengetahui adanya keterlibatan seseorang dalam perkara korupsi, namun Djuyamto menuturkan dengan peraturan yang ada saat ini majelis hakim tidak bisa bertindak lebih jauh selain menjatuhkan vonis terhadap terdakwa yang diajukan penuntut umum.

    Sebab saat ini kata dia, belum terdapat aturan yang memberi kewenangan agar hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka jika dalam fakta persidangan terbukti terlibat.

    Selama ini kata Djuyamto, dalam ketentuan hukum acara pidana yang berlaku, penetapan seseorang sebagai tersangka masih merupakan wewenang dari aparat penegak hukum seperti kepolisian dan Kejaksaan.

    “Jadi kalau kita maknai hanya tugas hakim sebagai hanya menegakkan hukum, ya sudah selesai mungkin kalau kita menerapkan hukum acara konvensional tadi. Kita hanya duduk manis untuk katakanlah tinggal terima beres, artinya hasil penyidikan, hasil penuntutan kemudian kita yaudahlah keadilan prosedural saja yang dihadirkan Jaksa ya itu yang kita putus,” tuturnya.

    Lebih jauh kata Djuyamto, sejatinya telah ada aturan yang memuat kewenangan hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka.

    Hal itu kata dia diatur dalam Pasal 36D Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan.

    Dari aturan tersebut bahkan Djuyamto menyebut ia pernah menetapkan seseorang sebagai tersangka saat dirinya memimpin proses sidang di Pengadilan Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB).

    Pada saat itu kata dia, seseorang tersebut ditetapkan sebagai tersangka meskipun kala itu tidak berstatus sebagai saksi di persidangan.

    “Karena berdasarkan fakta di persidangan dari perkara pokok yang saya periksa ternyata ada disebut sebut nama seseorang yang berdasarkan alat bukti, alat buktinya itu ya fakta di persidangan yang sudah saya periksa, keterangan saksi, keterangan terdakwa maupun bukti bukti dokumen,” kata dia.

    Penerapan itupun kata dia menjadi satu-satunya yang pernah diterapkan oleh seorang hakim yang dimana menetapkan seseorang sebagai tersangka.

    Berdasarkan aturan tersebut, Djuyamto menilai semestinya hakim bisa diberi kewenangan lebih yakni berwenang menetapkan seseorang sebagai tersangka dalam konteks perkara tindak pidana korupsi.

    “Iya, alasan rasionalitasnya di situ, kenapa alasan hakim perlu diberikan kewenangan seperti itu. Saya berpikir kalau di UU 18 2013 saja bisa diterapkan, mestinya dalam perkara tipikor yang notabene adalah perkara ekstra ordinary crime seharusnya juga bisa dong, kan begitu,” ungkapnya.

    Atas dasar itu Djuyamto berharap dalam rancangan Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana ataupun Hukum Acara Tindak Pidana Korupsi, hakim bisa diberikan kewenangan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka jika dalam perjalanannya terbukti terlibat.

    “Tentu harapan penulis tentu (hakim) diberikan kewenangan untuk itu. Karena kalau tidak ada dasar hukum acara yang memberikan kewenangan itu tentu tidak boleh,” ujarnya.

  • Rawan Muncul Tindak Pidana Korupsi, BPOM Minta Ada Pegawai KPK Bertugas di Kantornya – Halaman all

    Rawan Muncul Tindak Pidana Korupsi, BPOM Minta Ada Pegawai KPK Bertugas di Kantornya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengunjungi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta Selatan, Senin (3/2/2025).

    Dalam kesempatan tersebut, selain membahas tentang Memorandum of Understanding (MoU) antar-instansi, BPOM juga meminta ada petugas KPK bertugas di kantornya.

    “Ingin bertekad menjadi lembaga yang bersih, lembaga yang bebas korupsi. Nah, caranya bagaimana? Kami mengundang, tadi dengan Ketua KPK dan seluruh pimpinan, untuk berkantor di Badan Pengawas Obat dan Makanan,” kata Kepala BPOM, Taruna Ikrar di gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/2/2025).

    Taruna mengatakan hal tersebut dilakukan untuk agar BPOM menjadi lembaga yang bebas dari korupsi.

    “Kita tahu dalam konteks kelembagaan Badan Pengawas Obat dan Makanan itu memiliki kontribusinya kepada negara kita hampir Rp 6 ribu triliun kemudian ratusan triliun hubungannya dengan kosmetik, suplemen, dan obat-obatan,” ungkapnya.

    Selain itu, berdasarkan aturan, BPOM menghasilkan hingga jutaan sertifikat.

    Sertifikat mulai dari clinical trial, research and development, cara pembuatan obat yang baik, cara pembuatan pangan, distributornya juga kami sertifikasi, dan seterusnya.

    “Kita memiliki potensi besar dalam konteks kontribusi keuangan negara, berarti juga punya potensi mengalami apa yang kita sebut dengan kemungkinan gratifikasi, kemungkinan penyelewengan-penyelewengan lain, dan mungkin korupsi,” tuturnya.

    Sehingga, kerja sama yang baik dengan KPK sangat diperlukan agar BPOM tetap mendapatkan predikat yang baik dan bebas dari korupsi.

    “Yang pertama, kalau ada kami punya pegawai yang terlibat, baik itu korupsi, kolusi, ataupun penyelewengan penyelewengan lain, kami bisa tindak. Tapi bagaimana kalau yang melakukan itu, menggoda itu adalah industri? Karena kita tahu ada ratusan ribu industri, baik itu obat, pangan, suplemen, kosmetik, dan sebagainya, merupakan stakeholder-nya Badan Pengawas Obat dan Makanan,” jelasnya.

  • Eks Dirut Ari Prabowo Ariotedjo Ungkap PT Antam Rugi Rp 400 Miliar Imbas Korupsi Peleburan Cap Emas – Halaman all

    Eks Dirut Ari Prabowo Ariotedjo Ungkap PT Antam Rugi Rp 400 Miliar Imbas Korupsi Peleburan Cap Emas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Direktur Utama PT Antam Tbk sekaligus ayah Menteri Pemuda dan Olahraga RI Dito Ariotedjo, Ari Prabowo Ariotedjo hadir sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi kerja sama pemurnian dan lebur cap emas UBPP LM Antam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/2/2025).

    Dalam kesaksiaanya, Ari Prabowo mengungkap PT Antam Tbk mengalami kerugian mencapai Rp 400 miliar imbas dugaan korupsi tersebut.

    Adapun dalam sidang ini duduk sebagai terdakwa dari pihak swasta yang menjalin kerja sama dengan PT Antam Tbk.

    Mereka di antaranya, Lindawati Effendi, Suryandi Lukmantara, Suryadi Jonathan, James Tamponawas, Ho Kioen Tjay, Djudju Tanuwidjaja, dan Gluria Asih Rahayu.

    Ari menjelaskan, ketika baru menjabat pada Mei 2017, ia mendapat laporan bahwa perusahaan pelat merah itu meraup keuntungan sebesar Rp 8 miliar.

    Namun selang beberapa bulan yakni Juni hingga Juli 2017, laporan keuangan perusahaan mengalami penurunan drastis bahkan hingga merugi mencapai Rp 400 miliar.

    Atas dasar itu Ari pun langsung menggelar rapat evaluasi bersama pemimpin dewan direksi di UBPP LM Antam guna membahas kerugian tersebut pada 18 Juli 2017.

    “(Hasil rapat direksi) macam-macam mungkin diantaranya kalau terkait dengan ini penghentian pada jasa lebur cap untuk pihak ketiga (swasta) bukan untuk Antam, untuk pihak luar,” kata Ari.

    Lebih jauh Ari juga menjelaskan, bahwa dalam rapat direksi itu dirinya menyoroti progres kerja sama lebur cap yang dilakukan UBPP LM dan pihak swasta sangat signifikan.

    Namun, keuntungan yang didapat justru relatif kecil yakni sekitar Rp 4 juta per kilogram emas.

    Hal itu kata Ari berbanding terbalik dengan tingkat penjualan atau trading emas yang juga dilakukan Butik Antam yang mengalami penurunan.

    Padahal menurut Ari, biasanya trading emas di Butik PT Antam mampu meraih keuntungan sebesar Rp 20 juta per kilogram emas.

    “Progres atau pencapaian butik di kita itu di bawah target,” jelasnya.

    Sementara itu dalam laporan semester I tahun 2017, penjualan emas di butik Antam yang merupakan produk mereka sendiri hanya mencapai 2 ton.

    Hal ini berbanding terbalik dengan jasa lebur emas yang notabene bukan murni produk Antam yang bisa meraup 2,7 juta ton hanya dalam setengah tahun.

    “Akhirnya waktu itu kita putuskan ya tadi dalam rangka mengejar kerugian Antam dan sebagainya maka mulai sekarang kita putuskan kita melakukan trading sendiri, jadi kesempatan jasa itu kita hentikan,” ucapnya.

    Adapun dalam perkara ini selain 7 terdakwa dari klaster swasta juga terdapat 6 terdakwa yang merupakan mantan pejabat UBPP LM Antam yang menjalani sidang dengan berkas berbeda.

    Mereka yakni Tutik Kustiningsih, Herman, Dody Martimbang, Abdul Hadi Aviciena, M Abi Anwar, dan Iwan Dahlan.

    Sehingga total terdapat 13 terdakwa dalam kasus korupsi kerja sama pemurnian dan lebur cap emas di UBPP LM Antam tersebut.

    dalam perkara ini, 13 terdakwa tersebut telah didakwa merugikan negara mencapai Rp 3,3 Triliun Jaksa penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung terkait korupsi kerja sama pemurnian dan cap emas secara ilegal di Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Antam tahun 2010-2022.

    “Yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 3,3 triliun,” ungkap jaksa penuntut Kejagung membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2025) lalu.

    Jaksa menyebut modus kerja sama yang dilakukan terdakwa Tutik dan lima pejabat penerusnya, yakni dengan melekatkan logo ‘LM’, nomor seri, dan dilengkapi dengan sertifikat yang mencantumkan label London Bullion Market Association (LBMA). Logo, nomor seri, dan label LBMA itu dilekatkan terhadap emas para pelanggan.

    “Sehingga menjadi kompetitor atau pesaing bagi produk manufacture dan mempengaruhi pangsa pasar PT Antam, yang mengakibatkan hilangnya pendapatan yang seharusnya diterima UBPP LM PT Antam,” urai jaksa.

    Atas perbuatannya, para terdakwa diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

  • Kasus Cap Emas Ilegal, Eks Dirut Ungkap PT Antam Rugi 400 Miliar pada Semester I 2017
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Februari 2025

    Kasus Cap Emas Ilegal, Eks Dirut Ungkap PT Antam Rugi 400 Miliar pada Semester I 2017 Nasional 3 Februari 2025

    Kasus Cap Emas Ilegal, Eks Dirut Ungkap PT Antam Rugi 400 Miliar pada Semester I 2017
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Utama (Dirut) PT
    Antam
    periode Mei 2017-Desember 2019, Ari Prabowo Ariotedjo mengungkapkan bahwa perusahaan pelat merah tersebut mengalami kerugian Rp 400 miliar pada semester pertama 2017.
    Informasi ini disampaikan Ari ketika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi bisnis cap emas Logam Mulia (LM) milik PT Antam secara ilegal dengan tujuh terdakwa dari pihak swasta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (3/2/2025).
    “Ini kita bicara Antam secara keseluruhan ya, keuntungan
    antam
    itu Rp 8 miliar. Pas bulan Juni-Juli, saya mendapat laporan bahwa hasil semester 1 laba rugi Antam turun menjadi Rp 400 miliar. Jadi kita rugi Rp 400 miliar,” kata Ari dalam sidang, Senin.
    Ari mengatakan, saat itu dirinya baru sekitar dua bulan menjabat Direktur Utama PT Antam. Pihaknya bersama manajemen baru kemudian melakukan evaluasi dan melihat potensi bisnis-bisnis di Antam yang ada.
    Dengan tujuan, PT Antam bisa mengejar dan membalikkan kondisi kerugian Rp 400 miliar menjadi positif.
    Dewan Direksi PT Antam kemudian menggelar rapat dengan Unit Logam Mulia. Dalam pertemuan itu disebutkan bahwa kegiatan di Unit Logam Mulia untung namun tidak banyak.
    Saat itu, direksi kemudian menyoroti perbedaan kegiatan
    trading
    (penjualan) Antam dan kegiatan bisnis jasa lebur cap emas yang dilakukan Unit Bisnis Pengolahan & Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM).
    Pada semester pertama 2018, penjualan Butik Emas Logam Mulia (BELM) milik PT Antam di bawah target. Seharusnya, pada pertengahan tahun butik sudah menjual sekitar 5 ton.
    “Tapi pencapainnya itu baru 2 ton-an. Jadi 50 persen,” ujar Ari.
    Sementara, kegiatan lebur cap emas yang satu tahun hanya ditarget 2 ton, pada pertengahan tahun sudah mencapai 2,7 ton.
    “Jauh, dua tiga kali melebihi dari target,” katanya.
    Menurut Ari, dewan direksi kemudian mencermati lebih jauh dan mendapati bahwa bisnis lebur cap emas hanya memberikan keuntungan sekitar Rp 4 juta per kilogram.
    Sementara itu, harga jual emas milik Antam sendiri saat itu sekitar Rp 500 juta per kilogram dengan keuntungan Rp 20 juta.
    “Secara laba juga kalau secara
    trading
    kita bisa dapat Rp 20 juta per kilo, secara apa namanya lebur cap hanya mendapat Rp 4 juta,” ujarnya.
    Dewan direksi kemudian memutuskan menghentikan kegiatan bisnis lebur cap emas di UBPP LM tersebut. Sebab, ternyata kegiatan bisnis lebur cap emas itu menciptakan kompetitor bagi PT Antam sendiri.
    Kompetitor muncul karena emas yang dilebur dan dicap LM milik PT Antam berasal dan menjadi barang milik pihak ketiga atau swasta. Sementara, kegiatan
    trading
    PT Antam menggunakan emas impor premium.
    Namun, keduanya sama-sama menggunakan cap LM milik PT Antam.
    “Ya menciptakan kompetitor karena kita menjual produk yang sama, yang satu dengan modal antam emasnya adalah dari impor dengan harga yang premium, sementara yang satu emasnya asalnya dari para toko emas atau siapa pun,” kata Ari.
    Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung menyeret 13 terdakwa. Dengan rincian tujuh orang eks pejabat UBPP LM PT Antam dan enam pihak swasta.
    Persidangan 13 terdakwa itu dipisah menjadi dua yakni, klaster eks pejabat Antam dan pihak swasta.
    Ketujuh mantan pejabat Antam itu adalah Vice President UBPP LM periode 5 September 2008 sampai 31 Januari 2011, Tutik Kustiningsih; Vice President UBPP LM periode 1 Februari 2011 sampai 28 Februari 2013, Herman.
    Kemudian, Vice President, Business Unit Head atau General Manager UBPP Logam Mulia periode 1 Maret 2013 sampai dengan 14 Mei 2013, Tri Hartono; Senior Executive Vice President Logam Mulia Business Unit Head UBPP LM periode 15 Mei 2013 sampai 31 Juli 2017, Dodi Matimbang.
    Lalu, General Manager (SVP) UBPP LM Antam, Abdul Hadi Aviciena, periode 1 Agustus 2017 sampai 5 Maret 2019; General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 6 Maret 2019 sampai 31 Desember 2020, Muhammad Abi Anwar; dan General Manager (SVP) Logam Mulia Business Unit periode 1 Januari 2021 sampai 30 April 2022, Iwan Dahlan.
    Namun, dari tujuh terdakwa itu hanya Herman, Muhammad Abi Anwar, Tuti Kustiningsih, Abdul Hadi Aviciena, juga Dodi Matimbang yang mengajukan eksepsi.
    Sementara itu, pihak swasta yang menikmati cap merek LM PT Antam ilegal itu adalah Lindawati Effendi, Suryadi Lukmantara, James Tamponawas, Djudju Tanuwidjaja, Ho Kioen Tjay, Gluria Asih Rahayu, dan pelanggan pemurnian lainnya.
    Perbuatan para terdakwa disebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 3.308.079.265.127,04.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.