Kasus: Tipikor

  • Polisi Ungkap Modus Petugas KPK Gadungan yang Peras Mantan Bupati Rote

    Polisi Ungkap Modus Petugas KPK Gadungan yang Peras Mantan Bupati Rote

    Jakarta, Beritasatu.com – Polisi berhasil mengungkap peran tiga petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gabungan yang mencoba memeras mantan Bupati Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), menggunakan dokumen palsu. Ketiga pelaku KPK gadungan yang kini telah diamankan adalah AA (40), seorang wiraswasta; JFH (47), juga wiraswasta; dan FFF (50), seorang ASN Dinas Kehutanan Provinsi NTT.

    Modus operandi petugas KPK gadungan ini melibatkan pembuatan dokumen palsu untuk meyakinkan korban. AA bertugas membuat akun WhatsApp dengan identitas Ketua KPK Setyo Budiyanto serta memproduksi surat penyelidikan palsu. Ia kemudian mengirimkan tangkapan layar dokumen tersebut kepada korban untuk menipu seolah-olah surat tersebut resmi.

    Sementara itu, JFH berperan sebagai penyidik KPK gadungan yang menemui seorang saksi bernama Albert Da Silva. JFH meyakinkan Albert bahwa mantan Bupati Rote sedang dalam pengawasan KPK terkait dugaan korupsi. “Untuk memperkuat kebohongannya, tersangka menunjukkan dokumen palsu sebagai bukti,” ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat, AKBP Muhammad Firdaus, Jumat (7/2/2025).

    Peran FFF, yang merupakan ASN Dinas Kehutanan Provinsi NTT, adalah menyiapkan dokumen terkait dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan anggaran dana silva senilai Rp 20 miliar. Dokumen ini kemudian diserahkan kepada JFH untuk memperkuat skenario penipuan mereka.

    Sebelumnya, ketiga petugas KPK gadungan ini ditangkap di sebuah hotel di kawasan Kemayoran oleh pegawai asli KPK, sebelum akhirnya kasus ini dilimpahkan ke Polres Metro Jakarta Pusat. “Pada Rabu, 5 Februari 2025, sekitar pukul 18.00 WIB, ketiga pelaku diamankan di Golden Boutique,” jelas AKBP Firdaus.

    Firdaus juga mengungkapkan bahwa dokumen palsu yang digunakan para pelaku adalah surat perintah penyelidikan (sprindik) bernomor 13-A-01/II/2025, tertanggal 29 Januari 2025. Dokumen ini menjadi alat utama mereka dalam menekan korban untuk menyerahkan sejumlah uang.

    Polisi kini masih mendalami kasus petugas KPK gadungan ini dan menghimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap aksi penipuan yang mengatasnamakan lembaga hukum.

  • 3 Orang Jadi Tersangka Kasus Pemerasan Modus Pegawai KPK Gadungan, Salah Satunya Oknum ASN
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        7 Februari 2025

    3 Orang Jadi Tersangka Kasus Pemerasan Modus Pegawai KPK Gadungan, Salah Satunya Oknum ASN Megapolitan 7 Februari 2025

    3 Orang Jadi Tersangka Kasus Pemerasan Modus Pegawai KPK Gadungan, Salah Satunya Oknum ASN
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Polisi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dengan modus pegawai komisi pemberantasan korupsi (KPK) gadungan.
    Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus mengungkapkan dari ketiga tersangka, salah satu di antaranya merupakan oknum aparatur sipil negara (ASN).
    “Dari empat pelaku yang diamankan, tim gelar perkara menetapkan tiga tersangka dengan inisial AA (40) wiraswasta, JFH (47) wiraswasta, dan FFF (50) ASN Dinas Kehutanan Pemprov NTT,” kata Firdaus, dalam konferensi pers di Polres Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2025).
    Firdaus mengatakan, modus operandi yang dilakukan ketiga tersangka adalah membuat dokumen surat perintah penyidikan (sprindik) palsu dengan nomor Sprindik 13-A-01/II/2025, tanggal 29 Januari 2025.
    Ketiga tersangka, kata Firdaus, memiliki peran yang berbeda dalam melancarkan aksinya.
    “Tersangka AA membuat akun WhatsApp Ketua KPK, Setyo Budiyanto,menggunakan
    handphone
    -nya dan menunjukkan kepada korban untuk meyakinkan dokumen sprindik dan surat panggilan itu adalah benar,” jelas Firdaus.
    Selanjutnya, tersangka AA membuat surat penyelidikan untuk meyakinkan korban agar menunjukkan
    screenshot
    percakapan WhatsApp terkait dengan surat perintah penyelidikan dan surat panggilan. Surat ini ditujukan kepada mantan Bupati Rote, Leonard Hening.
    “Lalu, peran JFH mengaku sebagai penyidik KPK yang menemui saksi Albert Da Silva dan mengatakan bahwa saat ini sedang ada laporan atau penanganan di KPK,” ungkap Firdaus.
    Firdaus berujar, JFH meyakinkan korban dengan menjelaskan dan menunjukkan dokumen surat bukti laporan atau dokumen lainnya agar dipercaya mantan Bupati Rote sedang diproses di KPK.
    “FFF menyiapkan dokumen terkait dan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan Bupati Rote, yaitu dalam anggaran dana silpa yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp 20 miliar dan mengirimkan kepada JFH,” tutur dia.
    Firdaus menegaskan, ketiga tersangka itu melakukan pemalsuan surat panggilan dari lembaga KPK terhadap mantan Bupati Rote.
    Pemalsuan dokumen
    tersebut dibuat melalui aplikasi Pixel Lab.
    Firdaus mengatakan, penyidik menjatuhkan tiga tersangka tersebut dengan Pasal 51 Jo Pasal 35 UU ITE dan Pasal 263 KUHP dengan ancaman pidana 12 tahun penjara.
    Sebelumnya diberitakan, Polres Metro Jakarta Pusat menangkap tiga orang, AS (45), JFH (47), dan AA (40), yang diduga terlibat dalam
    pemalsuan dokumen
    surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat panggilan sebagai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gadungan.
    “Pemalsuan dokumen sprindik dan surat panggilan dari KPK yang dilakukan oleh tiga orang pelaku,” ungkap Kasat Reskrim Polres Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus, saat dikonfirmasi pada Kamis (6/2/2025).
    Ketiga pelaku ditangkap di sebuah hotel di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Rabu malam sekitar pukul 19.15 WIB.
    Pemalsuan ini terungkap setelah dokumen tersebut dikirimkan kepada salah satu mantan bupati. Setelah ditelusuri, berkas yang diterima ternyata palsu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejari Tetapkan Rekanan Dinkes Kabupaten Mojokerto Jadi Tersangka

    Kejari Tetapkan Rekanan Dinkes Kabupaten Mojokerto Jadi Tersangka

    Mojokerto (beritajatim.com) – Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana BLUD Puskesmas di Wilayah Kabupaten Mojokerto tahun anggaran 2021-2022 senilai Rp5,2 miliar di Kabupaten Mojokerto memasuki babak baru. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto menetapkan satu tersangka yakni rekanan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Mojokerto.

    Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana BLUD Puskesmas di Wilayah Kabupaten Mojokerto tahun anggaran 2021-2022 ini dinyatakan naik ke tahap penyidikan pada November 2023 lalu. Ini setelah jaksa penyidik mengantongi keterangan lebih dari 60 orang saksi termasuk para kepala puskesmas dan Kepala Dinkes Kabupaten Mojokerto.

    Hal ini menindaklanjuti surat perintah penyelidikan Kepala Kejari Kabupaten Mojokerto Nomor : PRINT-1200/M.5.23.Fd.1/08/2023 tertanggal 23 Agustus 2023. Dari audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) ditaksir kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp5 miliar lebih.

    Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Kabupaten Mojokerto, Denata Suryaningrat membenarkan, pihaknya telah menetapkan satu tersangka dalam Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Dana BLUD Puskesmas di Wilayah Kabupaten Mojokerto. “Kita sudah menetapkan satu tersangka yakni rekanan Dinkes dan Puskesmas,” ungkapnya, Jumat (6/2/2025).

    Masih kata Kasi Intel, satu orang tersangka tersebut berinisial YF (34). Dari hasil audit BPK yang dilakukan dari bulan Juli sampai bulan Desember 2024 ditemukan kerugian sekitar Rp5 miliar lebih. Modus yang dilakukan tersangka bermacam-macam, mulai dari pemalsuan dokumen dan sebagiannya.

    “Ada 28 puskesmas. Puskesmas dalam kegiatan itu tidak ada kontraknya, kegiatan tersebut berupa pengiputan keuangan. Istilahnya input laporan keuangan, untuk hasilnya nanti outpunnya laporan keuangan. Seperti pendamping desa. Tidak sesuai dengan RAB (Rencana Anggaran Belanja). Jadi antara RAB yang ada dengan realisasinya itu berbeda,” jelasnya.

    Kasi Intel menjelaskan, total kerugian negara (total loss) dalam kasus tersebut mencapai Rp5 miliar lebih. Menurutnya, kemungkinan tersangka lain sangat dimungkinkan namun pihaknya menunggu proses di persidangan karena kasus tersebut murni dari rekanan Dinkes Kabupaten Mojokerto dan puskesmas.

    “Dia (tersangka) adalah koordinator rekanan. Total ada sekitar 20 rekanan, dia koordinatornya. Saat ini masih proses pemberkasan, setelah ini kita tingkatkan ke Dikkhusus. Nanti kita akan melakukan pemeriksaan ulang, baru nanti pemberkasan. Setelah pemberkasan tahap II, masalah ditahan nanti tergantung pimpinan,” tegasnya.

    Tersangka YF disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [tin/kun]

  • Polda Metro Jaya Didemo Adili Jokowi dan Keluarga, Kok Bisa?

    Polda Metro Jaya Didemo Adili Jokowi dan Keluarga, Kok Bisa?

    GELORA.CO -Entah apa alasan massa Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) lebih percaya Polda Metro Jaya ketimbang KPK, Kejaksaan Agung, dan bahkan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri untuk mengusut dugaan korupsi mantan Presiden Joko Widodo dan keluarga? Mungkinkah karena lebih percaya Polda Metro Jaya yang kini dipimpin Irjen Karyoto bisa bekerja profesional melakukan pengusutan kasus yang mereka tuntut?

    Massa ARM menggeruduk Polda Metro Jaya Jumat siang, 7 Februari 2025. Massa yang berjumlah sekitar 500 orang menuntut untuk mengusut sejumlah pelanggaran hukum yang terjadi di era pemerintahan Jokowi, termasuk kasus dugaan korupsi yang menyeret keluarga Jokowi.

    Massa menilai kasus-kasus tersebut mangkrak ditangani aparat penegak hukum akibat tidak bekerja profesional.

    “Keinginan kami datang ke Polda agar Polri netral di dalam berbagai penanganan (kasus),” kata koordinator aksi Devis Mamesah di sela-sela aksi.

    Dia menekankan perlunya kepolisian untuk tidak pandang bulu dalam menindak berbagai kasus yang diduga kuat menyeret nama Jokowi, termasuk juga yang terkait dengan keluarganya.

    Devis merinci kasus-kasus yang diduga kuat terkait dengan Jokowi antara lain dugaan korupsi dana hibah Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPMKS), pengadaan bus TransJakarta, korupsi dana KONI, dan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

    Diketahui, kasus dugaan korupsi BPMKS yang menyeret Jokowi sempat dilaporkan ke KPK pada medio Agustus 2012. Adapun terkait korupsi DJKA, berdasarkan pengakuan terdakwa Yofi Okatrisza di dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, bahwa ada pengondisian proyek jalur kereta api untuk menutupi kebutuhan dana pemenangan Jokowi pada Pilpres 2019. Lalu, korupsi pengadaan bus Transjakarta terjadi saat Jokowi menjabat sebagai Gubernur Jakarta.

    Adapun kasus-kasus lainnya yakni jatah tambang Blok Medan dan dugaan gratifikasi penggunaan jet pribadi yang sudah ramai diberitakan terkait anak dan menantu Jokowi, yakni Kahiyang Ayu, Kaesang Pangarep, dan Bobby Nasution.

    “Kita mendukung Polri untuk kembali ke rakyat, bukan untuk suatu bagian atau suatu kelompok yang salah,” kata Devis.

    Dalam aksinya, massa membawa atribut antara lain spanduk bertuliskan “Adili Jokowi” dan “Usut KKN & Hukum Dinasti Jokowi”.

    Aksi massa ARM sempat membuat lalu lintas di depan pintu masuk Polda Metro arah Sudirman ke Senayan sempat tersendat. Tampak sejumlah petugas kepolisian mengawal jalannya aksi hingga massa membubarkan diri.

    Di tengah terik matahari massa bergantian menyampaikan orasi di atas mobil komando.

  • Presiden Prabowo Beri Ultimatum ke Pejabat Negara, Kader Partai Demokrat: Mari Kita Dukung

    Presiden Prabowo Beri Ultimatum ke Pejabat Negara, Kader Partai Demokrat: Mari Kita Dukung

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Presiden RI, Prabowo Subianto, memberikan ultimatum kepada seluruh aparat penegak hukum dan institusi negara.

    Ultimatum tersebut meminta agar para pejabat negara membersihkan dirinya masing-masing dari tindak pidana korupsi.

    Ini dilakukan Presiden Prabowo agar bisa menyukseskan program-program pemerintah.

    Prabowo memperingatkan bahwa ia bakal menindak aparat yang menghalang-halangi kebijakan yang disiapkan pemerintah untuk membantu rakyat Indonesia.

    Terkait hal ini, Kader Partai Demokrat, Benny K Harman menyambut baik pernyataan dari orang nomor satu Indonesia itu

    Ia menyebut ini sebagai langkah yang baik agar kedepannya Pemerintahan di Indonesia bisa bersih.

    “Luar biasa pernyataan dan penegasan Bpk Presiden Prabowo,” tulis Benny dicuitan akun X pribadinya dikutip Jumat (7/2/2025).

    “Kepada para pejabat negara diminta utk segera bersihkan diri sebelum dibersihkan,” tuturnya.

    Benny pun dengan tegas mendukung langkah dan ultimatum yang diberikan oleh Presiden Prabowo agar ke depannya cita-cita Indonesia bisa tercapai.

    “Mari kita dukung Presiden Prabowo agar cita-cita Indonesia Raya terwujud. Medeka! #RakyatMonitor#,” terangnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • Polisi ungkap peran tiga pegawai KPK gadungan yang diduga memeras

    Polisi ungkap peran tiga pegawai KPK gadungan yang diduga memeras

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Pusat (Jakpus) mengungkapkan tiga peran pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gadungan yang diduga berniat memeras mantan Bupati Rote Ndao periode 2009-2014 dan 2014-2019 Leonard Haning.

    “Ketiga pelaku berinisial AA, JFH, dan FFF mempunyai peran masing-masing,” kata Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus di Jakarta, Jumat.

    Tersangka AA (40) berperan membuat akun aplikasi “WhatsApp” dengan mengatasnamakan Ketua KPK Setyo Budiyanto untuk menjalankan aksinya.

    Selain itu, AA juga membuat surat perintah penyidikan (sprindik) palsu yang memerintahkan penyelidikan terhadap mantan bupati Rote Ndao atas dugaan kasus korupsi. AA juga membuat surat panggilan dari KPK.

    Tidak hanya itu, AA kata Firdaus juga meyakinkan korban dengan menunjukkan tangkapan layar perintah dari Ketua KPK untuk tidak lanjut dari kasus mantan bupati Rote Ndao.

    “Sementara untuk JFH berperan sebagai penyidik KPK yang menemui utusan dari mantan Bupati Rote Ndao Leonard Haning,” katanya.

    Selain kedua tersangka, Polres Metro Jakarta Pusat juga menciduk tersangka lainnya berinisial FFF yang merupakan ASN di Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

    Menurut dia, peran dari FFF yaitu menyiapkan beberapa dokumen terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan bupati Rote Ndao, berupa dana silpa dengan kerugian negara Rp20 miliar.

    “Ketiganya bertujuan mendapatkan keuntungan dari tindak pidana pemalsuan sprindik KPK,” katanya.

    Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Pusat (Jakpus) menangkap tiga orang pegawai KPK gadungan di sebuah hotel yang diduga hendak memeras mantan Bupati Rote Ndao periode 2009-2014 dan 2014-2019 Leonard Haning.

    Ketiga pelaku ini berinisial AA, JFH, dan FFF. Ketiganya diamankan di dua lokasi berbeda yang pertama yaitu AA dan JFH diamankan di Hotel Golden Boutique Jakarta Pusat, pada Rabu (5/2) sekitar pukul 18.00 WIB.

    Sementara untuk pelaku FFF, kata Firdaus diamankan di Hotel Oasis Amir Senen, Jakarta Pusat.

    Menurut dia, ketiga pelaku ini menyamar sebagai anggota KPK dan berniat memeras mantan Bupati Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur.

    Akibat perbuatannya ketiga tersebut dikenakan pasal 51 ayat (1) Jo. pasal 35 UU RI no 1 tahun 2024 tentang perubahan atas UU RI No 11 Tahun 2008 tentang informasi elektronik dengan ancaman kurungan penjara paling lama 12 tahun penjara.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

  • Sidang Praperadilan Hasto: Eks Bawaslu Ungkap Tekanan dari Penyidik KPK

    Sidang Praperadilan Hasto: Eks Bawaslu Ungkap Tekanan dari Penyidik KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina mengeklaim mengalami intimidasi saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKBP Rossa Purbo Bekti. Ia mengaku diancam dengan Pasal 21 UU Tipikor terkait dugaan perintangan penyidikan.

    Pernyataan ini disampaikan saat Tio menjadi saksi dalam sidang praperadilan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Jumat (7/2/2025). Tio sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi dalam kasus yang menyeret Hasto, tepatnya pada 6 dan 8 Januari 2025.

    Tio menjelaskan awalnya ia diperiksa penyidik KPK bernama Prayitno. Pemeriksaan berlangsung normal hingga AKBP Rossa tiba-tiba masuk ke dalam ruangan dan langsung menginterogasinya dengan nada menekan.

    “Tiba-tiba ada orang masuk yang belakangan saya ketahui bernama Pak Rossa. Dia langsung bertanya, ‘Hyatt, tolong jelaskan Hyatt.’ Saya tidak paham maksud pertanyaannya,” ujar Tio dalam persidangan.

    Tio mengaku semakin tertekan setelah Rossa mengancam akan menjeratnya dengan pasal perintangan penyidikan.

    “Dia bilang, ‘Ayo kita adu, siapa yang lebih kuat. Sampai berapa lama sih Bu Tio bisa tahan?’ Saya menjawab, ‘Astaghfirullah, lillahi ta’ala, saya tidak mengerti maksudnya’,” ungkapnya saat bersaksi di sidang praperadilan Hasto Kristiyanto.

    Selain itu, Rossa juga disebut menyinggung masa hukuman yang pernah dijalani Tio dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024.

    “Dia bilang, ‘Bu Tio itu vonisnya berapa lama?’ Saya jawab, ‘Empat tahun.’ Lalu dia berkata, ‘Itu cepat loh, Bu Tio. Bukan berarti hukuman Bu Tio tidak bisa ditambah lagi. Bu tahu kan pasal 21?’” lanjut Tio.

    Merasa diintimidasi, Tio mengaku pasrah dengan proses hukum yang dijalaninya. “Saya serahkan semuanya kepada Allah. Kalau saya harus masuk lagi, berarti itu sudah takdir saya,” tuturnya.

    KPK telah menetapkan Hasto Kristiyanto dan tangan kanannya, Donny Tri Istiqomah (DTI), sebagai tersangka dalam kasus ini. Penetapan tersebut merupakan hasil pengembangan dari kasus yang sebelumnya menjerat mantan caleg PDIP Harun Masiku (HM).

    Dalam perkara ini, Hasto diduga terlibat dalam upaya penyuapan anggota KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan, bersama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan pada Desember 2019. Suap tersebut bertujuan agar Harun bisa ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024.

    Selain itu, Hasto Kristiyanto juga diduga melakukan berbagai upaya untuk menghambat penyidikan KPK dalam kasus ini sehingga dijerat dalam dugaan perintangan penyidikan.

  • KPK Panggil Pejabat OJK hingga Tenaga Ahli Heri Gunawan di Kasus CSR BI

    KPK Panggil Pejabat OJK hingga Tenaga Ahli Heri Gunawan di Kasus CSR BI

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil saksi untuk diperiksa terkait dengan kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia atau BI. 

    Terdapat empat saksi yang dijadwalkan untuk diperiksa KPK hari ini, Jumat (7/2/2025). Beberapa di antaranya adalah Analis Junior Hubungan Kelembagaan Otorita Jasa Keuangan (OJK) Dhira Kraina Jayanegara, Pengawas Utama di Departemen Pemeriksaan Khusus dan Pengawasan Perbankan Daerah OJK Ferial Ahmad Alhoreibi serta Anggota Badan Supervisi Otoritas Jasa Keuangan Mohammad Jufrin. 

    Kemudian, KPK turut memanggil Tenaga Ahli Anggota DPR RI periode 2019-2024 Heri Gunawan, Helen Manik. 

    “KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK [tindak pidana korupsi] dana CSR di Bank Indonesia. Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Jumat (7/2/2025). 

    Adapun KPK sebelumnya pernah memeriksa Heri Gunawan pada Desember 2024 lalu. Selain Heri, turut diperiksa saat itu pada hari yang sama yakni anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Satori. Keduanya merupakan anggota Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR pada periode lalu. 

    Penyidik KPK telah menggeledah dan menyita sejumlah barang bukti terkait dengan kasus tersebut di dua rumah masing-masing milik Heri dan Satori.

    Tidak hanya itu, penyidik KPK juga telah menggeledah salah satu ruangan direktorat di Kantor OJK serta ruangan Gubernur BI Perry Warjiyo pada Desember 2024 lalu. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa lembaga antirasuah menduga dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan.

    KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya. 

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun, kata Asep, diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan. 

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa. 

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan.

    Lembaga antirasuah mendalami bagaimana pemilihan yayasan penerima dana PSBI itu. Ada dugaan yayasan dimaksud mendapatkan dana CSR bank sentral melalui rekomendasi, atau karena terafiliasi dengan anggota Komisi XI DPR. 

    Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso memastikan bahwa penyaluran CSR BI dilakukan dengan tata kelola/ketentuan yang benar. 

    “Proses pemberian PSBI senantiasa dilakukan sesuai tata kelola/ketentuan yang benar, mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan menjunjung tinggi prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan kemanfaatan,” tuturnya, Minggu (29/12/2024).

  • Rubicon hingga Duit Miliaran Disita KPK dari Japto Soerjosoemarno    
        Rubicon hingga Duit Miliaran Disita KPK dari Japto Soerjosoemarno

    Rubicon hingga Duit Miliaran Disita KPK dari Japto Soerjosoemarno Rubicon hingga Duit Miliaran Disita KPK dari Japto Soerjosoemarno

    Jakarta

    KPK menggeledah rumah Ketua Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila (PP) Japto Soerjosoemarno terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. Ada sejumlah barang yang disita dari rumah Japto.

    Penggeledahan dilakukan pada Selasa (4/2/2025) sejak sore hingga malam. KPK mengatakan penggeledahan dilakukan untuk mengumpulkan bukti tambahan dan keperluan pemulihan aset atau asset recovery.

    “Selain alat bukti tambahan untuk pemenuhan unsur perkara yang sedang ditangani, penyidik juga melakukan tindakan tersebut dalam rangka asset recovery,” ucap Jubir KPK Tessa Mahardhika pada Kamis (6/2/2025).

    Namun, Tessa belum menjelaskan apa kaitan Japto dengan kasus Rita. Dia juga belum mengungkap apakah barang-barang yang disita itu milik Japto atau milik orang lain.

    Tessa mengatakan ada sebelas mobil yang disita dari penggeledahan di rumah Japto. Selain itu, ada uang dalam pecahan rupiah dan valuta asing senilai Rp 56 miliar yang disita.

    “Penyidik menggeledah dan melakukan penyitaan 11 kendaraan bermotor roda empat, uang dalam bentuk rupiah dan valas senilai kurang lebih Rp 56 miliar dan ada juga penyitaan dalam bentuk dokumen dan barang bukti elektronik,” kata Tessa Mahardhika.

    Mobil-mobil yang disita itu terdiri dari berbagai merek. Di antaranya terdapat mobil Mercedes-Benz (Mercy) hingga Jeep Rubicon.

    “Penyidik melakukan penyitaan terhadap 11 mobil dengan beragam jenis, di antaranya Jeep Gladiator Rubicon, Landrover Defender, Toyota Land Cruiser, Mercedes-Benz, Toyota Hilux, Mitsubishi Coldis, dan Suzuki,” ujar Tessa.

    Pemuda Pancasila Hormati KPK

    Pemuda Pancasila telah buka suara terkait penggeledahan itu. PP menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK.

    “Kami menghormati proses hukum yang berlaku dan yang terpenting kita harus mengedepankan asas praduga tak bersalah,” kata Sekjen PP Arif Rahman saat dihubungi, Kamis (6/2/2025).

    Arif mengatakan Japto menghormati KPK yang profesional dalam menjalankan tugas. Dia mengatakan Japto tidak merasa keberatan atas penggeledahan tersebut.

    “Beliau juga menyampaikan bahwa respek terhadap KPK karena sangat kooperatif dan profesional dalam menjalankan tugas,” ujarnya.

    Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Arif mengatakan Japto berpesan agar seluruh kader PP berpikir positif dan tak bereaksi berlebihan. Japto, katanya, berharap kader PP mendoakan agar masalah tersebut dapat segera selesai.

    “Tidak ada sama sekali (protes) tidak ada arahan khusus beliau hanya meminta seluruh kader untuk berpikir positif jangan bereaksi berlebihan, tetap semangat menjalankan aktivitas organisasi,” kata dia.

    Kasus Rita Widyasari

    Rita telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada 2017. Dia kemudian diadili dalam kasus gratifikasi.

    Pada 2018, Rita divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Rita juga dihukum membayar denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan dan pencabutan hak politik selama 5 tahun.

    Hakim menyatakan Rita terbukti menerima gratifikasi Rp 110 miliar terkait perizinan proyek di Kutai Kartanegara. Rita mencoba melawan vonis itu.

    Upaya Rita kandas setelah Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali (PK) pada 2021. Rita telah dieksekusi ke Lapas Pondok Bambu.

    Selain kasus gratifikasi, Rita masih menjadi tersangka kasus dugaan TPPU. Pada Juli 2024, KPK mengungkap Rita juga menerima duit dari pengusaha tambang.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan Rita mendapatkan gratifikasi dalam bentuk pecahan mata uang dolar Amerika Serikat (AS). Rita Widyasari memperoleh USD 5 per metrik ton dari perusahaan batu bara.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • KPK Sita Uang Rp3,49 Miliar hingga Jam Tangan Mewah dari Rumah Ahmad Ali

    KPK Sita Uang Rp3,49 Miliar hingga Jam Tangan Mewah dari Rumah Ahmad Ali

    loading…

    KPK menyita uang Rp3,49 miliar, tas dan jam mewah dari kediaman politisi Partai Nasdem, Ahmad Ali. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menyita uang Rp3,49 miliar dari kediaman politisi Partai Nasdem, Ahmad Ali (AA). Penyitaan dilakukan usai tim penyidik menggeledah kediamannya yang berlokasi di daerah Kembangan, Jakarta Barat.

    Penggeledahan ini terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat eks Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengungkapkan, selain uang juga turut diamankan jam tangan branded.

    Baca Juga

    “Dari lokasi tersebut, penyidik menyita uang dalam bentuk rupiah dan valas senilai Rp3,49 miliar, dokumen, barang bukti elektronik, dan juga ada tas dan jam tangan branded,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (6/2/2025).

    Tessa tidak menjelaskan secara detail perihal jumlah tas dan jam tangan branded yang disita. Termasuk perkiraan nominal dari aksesoris tersebut. Tessa hanya menyebutkan, penggeledahan tersebut berlangsung selama enam jam, yakni dari pukul 10.00-16.00 WIB.

    (cip)