Kasus: Tipikor

  • Kubu Hasto Sebut Penyidik KPK Diduga Langgar Hukum dalam Kasus Sekjen PDIP – Halaman all

    Kubu Hasto Sebut Penyidik KPK Diduga Langgar Hukum dalam Kasus Sekjen PDIP – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penasehat Hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis mengungkapkan bagaimana penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) patut diduga melakukan pelanggaran hukum ketika menersangkakan kliennya.

    Todung mendasarkan pendapatnya itu pada fakta persidangan praperadilan di PN Jakarta Selatan pada Jumat (7/2/2025) kemarin, yang menghadirkan dua saksi, yakni Agustiani Tio Fridelina dan Kusnadi.

    Dia menjelaskan. dalam pemeriksaan terhadap Saksi Agustiani Tio dan Kusnadi terdapat tekanan agar para saksi menyebut nama Hasto Kristiyanto. 

    Bahkan Saksi Agustiani Tio mengatakan ia sempat diiming-imingi sejumlah uang sebelum pemeriksaan berjalan agar nama Hasto Kristiyanto disebut terlibat dalam perkara ini.

     “Dengan demikian, dari Jawaban KPK dan fakta persidangan hari ini semakin terang benderang terungkap sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan KPK dalam menersangkakan Hasto Kristiyanto,” kata Todung Mulya Lubis dalam keterangan resminya, Sabtu (8/2/2025).

    Todung juga menyebut, pihaknya juga berpendapat KPK melakukan tindakan ‘daur ulang’ bukti lama yang sudah tidak relevan, hingga membangun cerita berdasarkan imajinasi bukan berdasarkan bukti, serta melakukan tekanan-tekanan terhadap Saksi agar menyebut nama Hasto Kristiyanto.

    Kata Todung, sejumlah persoalan hukum ini sangat merusak tatanan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. 

    “Dukungan dari semua pihak untuk upaya pemberantasan korupsi tidak boleh dirusak dan dinodai dengan praktik-praktik terlarang dan tidak beretika dalam penegakan hukum seperti yang terjadi saat ini. Dan, terutama jangan sampai penegakan hukum dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis,” terang Todung.

    Dia lantas mencontohkan sejumlah imajinasi dan daur ulang oleh pihak penyidik KPK.

    Pada halaman 12 sampai dengan 17 di Jawaban KPK, Penyidik menguraikan sejumlah tuduhan tentang peran dan keterlibatan Hasto. 

    KPK menyebutkan Hasto Kristiyanto memerintahkan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah di kantor DPP PDIP dan mengatakan ‘tolong kawal surat DPP PDI Perjuangan yang keluar berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI, amankan keputusan partai’.

    Hal ini jelas bukanlah perbuatan melawan hukum, justru posisi Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP memiliki tugas untuk memastikan surat DPP PDIP yang dibuat berdasarkan Putusan Mahkamah Agung agar ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku.

    Artinya, kata Todung, KPK seolah-olah memframing bahwa perintah ini adalah bagian dari rangkaian suap yang dilakukan untuk meloloskan Harun Masiku.

    “Padahal justru sesungguhnya Klien Kami sebagai petugas partai sedang memperjuangkan hak dan kewenangan partai yang dijamin oleh Putusan Mahkamah Agung dan bahkan ditegaskan oleh Fatwa MA,” ujar Todung.

    Selain itu, lanjut Todung, KPK membangun tuduhan berdasarkan imajinasi dan bukan berdasarkan bukti bahwa seolah-olah Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah melaporkan pada Hasto Kristiyanto terkait kesepakatan dengan Harun Masiku tentang dana operasional ke KPU, dan hal tersebut dipersilakan oleh Hasto. 

    KPK juga meneruskan cerita dengan menguraikan seolah-olah Hasto mempersilakan dan menyanggupi untuk menalangi dana operasional ke KPU, dan rangkaian cerita lainnya sebagaimana tertuang pada poin 6 di halaman 13-16.

    Cerita dan konstruksi perkara versi KPK tersebut telah diuji di persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan hasilnya telah dituangkan pada Putusan dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio dan Saeful Bahri. 

    “Menjadi pertanyaan, apa maksud KPK kembali menguraikan cerita lama yang sudah tidak terbukti di pengadilan dalam proses praperadilan ini? Bukti yang digunakan pun adalah bukti-bukti lama di bulan Januari 2020,” tandas Todung.

    Hingga berita ini diturunkan Tribunnews.com belum ada konfirmasi dari pihak KPK.

  • Praperadilan Hasto: Saksi Agustiani Sebut Ditawari Rp2 Miliar untuk Lakukan Hal Ini

    Praperadilan Hasto: Saksi Agustiani Sebut Ditawari Rp2 Miliar untuk Lakukan Hal Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang pernah menjadi terpidana kasus suap Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina dihadirkan sebagai saksi dalam sidang praperadilan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Jumat (7/2/2025). 

    Sebagaimana diketahui, Komisi Pemebrantasan Korupsi (KPK) menetapkan hasto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka pada pengembangan kasus tersebut. Hasto pun melawan status tersangkanya itu melalui gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

    Pada sidang pemeriksaan, Agustiani Tio dihadirkan sebagai salah satu saksi. Dia sebelumnya telah menyelesaikan hukuman pidananya pada kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, atau bebas murni sejak April 2023. 

    Perempuan yang juga mantan kader PDIP itu mengaku mendapatkan intimidasi dari penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti saat diperiksa dalam pengembangan kasus Harun Masiku tersebut. 

    “Ada lagi begini yang mengintimidasi bagi saya, ‘Bu Tio itu berapa lama sih hukumannya?’ Saya bilang vonis saya empat tahun. ‘Eh Bu Tio, Bu Tio itu menerima empat tahun itu cepat loh itu, ringan loh itu empat tahun’,” tutur Agustina kepada Hakim, dikutip Sabtu (8/2/2025). 

    Dia lalu menceritakan bahwa Rossa diduga mengancamnya dengan menjerat pasal 21 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) atau terkait dengan perintangan penyidikan. 

    “Terus dia bilang ‘Eh bukan berarti Bu Tio tak bisa lagi loh saya tambah hukumannya, Bu tio tahu kan pasal 21, bu Tio bisa saya kenakan pasal 21.’ Ya sudah lah saya bilang saat ini sudah Lillahi Ta’ala, kalau memang saya masuk lagi berarti Allah menakdirkan saya masuk lagi, kemudian dia keluar sambil mukul meja,” ujar Agustina. 

    DITAWARI RP2 MILIAR

    Selain dugaan intimidasi, Agustina mengaku diiming-imingi uang Rp2 miliar sebelum menjalani pemeriksaan di KPK sebagai saksi pada 6 Januari 2025. 

    Agustina tidak memerinci siapa orang dimaksud, namun dia mengaku diminta untuk memberikan keterangan sejujur-jujurnya kepada penyidik KPK terkait dengan kasus yang kini menjerat Hasto. Dia mengaku bahwa iming-iming uang itu ditujukan untuk memperbaiki ekonominya.

    “Tapi saya jawab saat itu, maaf, karena laki laki, saya panggilnya mas saat itu. ‘Maaf mas saya ini sudah menceritakan yang sejujurnya dan sesungguhnya. Saya tinggal nanti menunggu kalau KPK memanggil saya nanti ketemu, kalau saya tahu saya pasti akan jawab jujur kok. Saya pasti akan menjawab yang sesungguhnya’. Jadi saya bilang gitu sehingga transaksi itu tidak pernah terjadi,” kata Agustina kepada Hakim. 

    Untuk diketahui, Agustina pada 2020 lalu ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Dia bersama anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan kader PDIP Harun Masiku dan Saeful Bahri selaku pemberi. 

    Namun, saat ini hanya Harun yang belum dibawa ke proses hukum lantaran masih berstatus buron sejak 2020. 

    Kini, KPK telah mengembangan penyidikan kasus itu dengan menetapkan Hasto dan Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru. Atas penetapannya sebagai tersangka, Hasto lalu mengajukan praperadilan.

    Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail menyampaikan bahwa kliennya memohon kepada Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan agar mengabulkan seluruh permohonan praperadilan yang diajukan. Salah satunya yakni menyatakan perbuatan Termohon yakni KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka adalah perbuatan sewenang-wenang. 

    “Menyatakan bahwa perbuatan Termohon yang menetapkan Pemohon sebagai tersangka merupakan perbuatan sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum dan harus dinyatakan batal,” ujar Maqdir membacakan petitum permohonan praperadilan di ruangan sidang PN Jakarta Selatan. 

  • Hasto Ajukan Praperadilan, Pengacara: KPK Diduga Bangun Tuduhan Berdasarkan Imajinasi

    Hasto Ajukan Praperadilan, Pengacara: KPK Diduga Bangun Tuduhan Berdasarkan Imajinasi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Penasehat hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Todung Mulya Lubis menduga adanya pelanggaran hukum oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penetapan tersangka kliennya.

    “Dugaan itu sesuai pada fakta persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (7/2), yang menghadirkan dua saksi, yakni mantan narapidana kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina dan staf Hasto, Kusnadi,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

    Todung menjelaskan dalam pemeriksaan terhadap kedua saksi tersebut, terdapat tekanan agar para saksi menyebut nama Hasto. Bahkan, lanjut dia, Agustiani mengatakan sempat dijanjikan sejumlah uang sebelum pemeriksaan berjalan agar nama Hasto disebut terlibat dalam perkara ini.

    “Dengan demikian, jawaban KPK dan fakta persidangan kemarin semakin terang benderang terungkap sejumlah pelanggaran hukum yang dilakukan KPK dalam menetapkan status tersangka Hasto,” kata Todung.

    Dirinya juga berpendapat adanya tindakan “daur ulang” bukti lama yang sudah tidak relevan dan membangun cerita berdasarkan imajinasi bukan berdasarkan bukti dalam kasus itu.

    Ia pun mencontohkan tindakan “daur ulang” yang dilakukan oleh pihak KPK, yakni meneruskan cerita dengan menguraikan seolah-olah Hasto mempersilakan dan menyanggupi untuk menalangi dana operasional ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan rangkaian cerita lainnya.

    Cerita dan konstruksi perkara versi KPK tersebut, diungkapkan ia, telah diuji di persidangan pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan hasilnya telah dituangkan pada putusan dengan terdakwa Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, dan Saeful Bahri.

  • Kasus Pagar Laut Tangerang, Penegakan Hukum Harus Berbasis Data dan Fakta – Halaman all

    Kasus Pagar Laut Tangerang, Penegakan Hukum Harus Berbasis Data dan Fakta – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Hukum dan Politik, Pieter C Zulkifli, menyatakan penegakan hukum terhadap kasus pagar laut di perairan Tangerang, Banten, harus berdasarkan data dan fakta.

    Ia mengatakan penanganan kasus ini dapat menjadi cerminan bagaimana hukum bisa dijalankan tidak sesuai ketentuan jika tidak berbasis pada data dan fakta yang kuat.

    “Ketika lembaga penegak hukum bertindak atas dasar asumsi tanpa melakukan penyelidikan yang mendalam, kepercayaan publik terhadap sistem hukum akan semakin terkikis,” kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (8/2/2025).

    Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini mengingatkan tentang legalitas sertifikat tanah di wilayah perairan yang seharusnya ditangani dengan pendekatan regulasi yang jelas, bukan sekadar opini maupun tekanan politik.

    Jika hukum dipermainkan atas kepentingan tertentu, kata dia, maka bukan hanya keadilan yang terancam, tetapi juga stabilitas investasi dan kepastian hukum.

    Diberitakan, Kejaksaan Agung tengah menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (HGB) di wilayah berdirinya pagar laut di Tangerang. 

    Saat ini, penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) tengah berupaya meminta sejumlah dokumen kepada Kepala Desa Kohod, Arsin. 

    Dokumen yang diminta adalah Buku Letter C Desa Kohod terkait kepemilikan atas hak di areal pemasangan pagar laut di perairan laut Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Sprinlidik bernomor PRIN-01/F.2/Fd.1/01/2025.

    Diketahui dokumen yang diminta adalah Buku Letter C Desa Kohod terkait kepemilikan atas hak di areal pemasangan pagar laut di perairan laut Kabupaten Tangerang.

    Pieter Zulkifli mengingatkan pihak Kejagung tidak tergesa-gesa menyimpulkan adanya tindak korupsi dalam kasus ini tanpa melakukan penyelidikan mendalam.

    Jika dugaan ini tidak berdasar, konsekuensinya bukan hanya mencederai kredibilitas institusi hukum, tetapi juga menciptakan ketidakpastian hukum yang berdampak luas.

    “Masyarakat pun mempertanyakan, bagaimana mungkin wilayah perairan bisa memiliki sertifikat tanah? Apakah ada pelanggaran regulasi atau justru pemerintah sendiri yang tidak konsisten dalam menafsirkan hukum? Pertanyaan ini harus dijawab dengan pendekatan hukum yang jelas, bukan sekadar opini dan asumsi belaka,” kata dia.

    Pieter juga menyoroti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam penanganan sertifikasi di wilayah pagar laut Tangerang. 

    “Sikap represif tanpa mempertimbangkan berbagai aspek lainnya justru berpotensi merugikan kepentingan negara. Logika hukum yang digunakan haruslah berbasis regulasi yang berlaku, bukan hanya berdasarkan kepentingan politik atau tekanan publik sesaat,” katanya.

    Dia menerangkan berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, hak atas tanah tidak hanya terbatas pada daratan tetapi juga mencakup wilayah perairan atau perbatasan pesisir.

    Proses pengajuan hak ini bahkan harus melalui Kementerian Kelautan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

    Selain itu, dalam Pasal 1 angka (7) PP Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan/atau Hak atas Tanah, disebutkan bahwa perizinan terkait kegiatan yang memanfaatkan ruang laut adalah legalitas yang diberikan kepada badan usaha atau masyarakat untuk menjalankan usahanya di wilayah perairan pesisir dan laut.

    Dengan demikian, kata dia, secara yuridis tanah di bawah air memang dapat disertifikatkan. Sehingga, proses hukum dalam kasus pagar laut harus mengikuti kerangka regulasi tersebut.

    Untuk itu, ia menekankan agar kejaksaan bekerja secara profesional dan transparan, tanpa intervensi politik atau kepentingan tertentu. 

    Selain Kejaksaan Agung, Bareskrim Polri juga tengah menelusuri masalah munculnya pagar laut di Tangerang, dari sisi keabsahan terbitnya sertifikat HGB dan SHM.

    Dan saat ini, Dittipidum Bareskrim Polri telah menemukan dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau pemalsuan akta otentik yang menyangkut terbitnya sertifikat HGB dan SHM tersebut sehingga proses hukum kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan.

     

  • Update Polemik Kebun Binatang Bandung, 2 Pimpinan Yayasan Margasatwa Resmi Ajukan Praperadilan!

    Update Polemik Kebun Binatang Bandung, 2 Pimpinan Yayasan Margasatwa Resmi Ajukan Praperadilan!

    JABAR EKSPRES – Dua orang pimpinan Yayasan Margasatwa yakni RBB dan S resmi mengajukan praperadilan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan Kebun Bintang Bandung atau Bandung Zoo.

    Diketahui sebelumnya, RBB dan S yang merupakan pimpinan Yayasan Margasatwa, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) atas dugaan kasus tindak pidana tersebut.

    “Benar kami sudah mengajukan praperadilan, dan agenda Senin masuk ke pembuktian. Demikian,” ucap Kuasa hukum Yayasan Margasatwa, Idrus Mony, saat dikonfirmasi oleh Jabar Ekspres melalui Pesan singkat, Sabtu (8/1).

    BACA JUGA: Tak Ada Ampun, Jelang Ramadhan Satpol PP Kota Bandung Sisir Pelanggaran secara Besar-Besaran

    Sementara itu, berdasarkan informasi yang didapat, praperadilan kedua pimpinan Yayasan Margasatwa tersebut, kini telah teregister secara resmi di Pengadilan Negeri (PN) Bandung dengan nomor perkara 2/Pid.Pra/2025/PN Bdg dan 3/Pid.Pra/2025/PN Bdg.

    Menanggapi hal ini, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jabar, Sri Nurcahyawijaya mengatakan bahwa praperadilan tersebut merupakan hak dari pada tersangka. Namun yang pasti, pihaknya kata dia, sudah siap menyampaikan pertimbangannya dalam kasus tersebut.

    “Karena berkas penyidikan Bisma maupun Sri (RBB dan S) saat ini sudah masuk dalam tahap prapenuntutan. Sehingga kami meyakini praperadilan keduanya nanti akan gugur di pengadilan,” ungkap Cahya sapaan akrabnya saat dikonfirmasi terpisah.

    BACA JUGA: 2 Kali Masuk RPJMD, Dewan Minta Pemkot Kaji Ulang Program Bandung Bebas Macet

    Untuk saat ini, RBB sendiri telah ditahan di rumah tahanan (Rutan) Kelas 1 Kebonwaru Bandung untuk kepentingan proses penyidikan. Sedangkan untuk S, kata Cahya telah dilakukan penahanan di Rutan Perempuan Bandung.

    Sebelumnya, Kejati Jabar pada beberapa waktu lalu resmi menetapkan dua orang tersangka dalam penyalahgunaan atas tanah yang berlokasi di kawasan Kebun Binatang Bandung.

    Dua orang tersangka berinisial RBB yang merupakan ketua yayasan dan S yang merupakan Ketua Pembina Yayasan Margasatwa Bandung, diduga telah melakukan tindak penyalahgunaan tanah seluas sekitar 139.943 meter persegi yang terletak di Jalan Tamansari nomor 6 dan 285 meter persegi di nomor 4 yang didapatkan oleh kedua tersangka melalui transaksi jual beli sebanyak 12 bidang.

  • 3 Pegawai KPK Gadungan, Polisi Ungkap Peran Pelaku Diduga Memeras

    3 Pegawai KPK Gadungan, Polisi Ungkap Peran Pelaku Diduga Memeras

    JABAR EKSPRES – Polres Metro Jakarta Pusat (Jakpus) ungkap tiga pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gadungan yang diduga berniat memeras mantan Bupati Rote Ndao periode 2009-2014 dan 2014-2019 Leonard Haning.

    Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus mengatakan ketiga pelaku berinisial AA, JFH, FFF memiliki peran masing-masing.

    Tersangka AA (40) berperan membuat akun aplikasi WhatsApp dengan mengatasnamakan Ketua KPK Setyo Budiyanto untuk menjalankan aksinya.

    BACA JUGA: Viral Aksi Pungli di Cibeunying Kidul, 3 Terduga Pelaku Berhasil Diamankan Polisi

    Selain itu, AA juga membuat surat perintah penyidikan (spirindik) palsu yang memerintahkan penyelidikan terhadap mantan Bupati Rote Ndao atas dugaan kasus korupsi. AA juga membuat surat panggilan dari KPK.

    Selain itu, peran AA ini meyakinkan korban dengan menunjukan tangkapan layar perintah dari Ketua KPK untuk tindak lanjut dari kasus mantan Bupati Rote Ndao.

    “Sementara untuk JFH berperan sebagai penyidik KPK yang menemui utusan dari mantan Bupati Rote Ndao Leonard Haning,” katanya.

    BACA JUGA:  Terbukti Mencuri di 5 Minimarket dalam Sehari, Seorang WNA di Jaktim Ditangkap Polisi

    Selain kedua tersangka itu, Polres Metro Jakarta Pusat juga menciduk tersangka lainnya berinisial FF yang merupakan ASN di Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

    Menurutnya, peran FF yaitu siapkan beberapa dokumen terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mantan Bupati Rote Ndao, berupa dana silpa dengan kerugian negara Rp20 miliar.

    “Ketiganya bertujuan mendapatkan keuntungan dari tindak pidana pemalsuan sprindik KPK,” katanya.

    Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Pusat (Jakpus) menangkap tiga orang pegawai KPK gadungan di sebuah hotel yang diduga hendak memeras mantan Bupati Ndao periode 2009-2014 dan 2014-2019 Leonard Haning.

    BACA JUGA: Jaringan Narkoba Malang-Bali di Sentul Dibongkar, Polisi Amankan 2 Pelaku dan 1 Ton Tembakau Sintetis

    Ketiga pelaku ini berinisial AA, JFH, dan FF. kemudian, ketiga pelaku ini diamankan di dua lokasi berbeda yang pertama yaitu AA dan JFH diamankan di Hotel Golden Boutique Jakarta Pusat, pada Rabu (5/2) sekitar pukul 18.00 WIB.

    Sementara untuk pelaku FFF, kata Firdaus diamankan di Hotel Oasis Amir Senen, Jakarta Pusat.

  • Kades di Bengkulu Korupsi Dana Desa Rp500 Juta, Uang Habis untuk Nikah Lagi dan Keperluan Pribadi – Halaman all

    Kades di Bengkulu Korupsi Dana Desa Rp500 Juta, Uang Habis untuk Nikah Lagi dan Keperluan Pribadi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, Bengkulu – Firmansyah (41), mantan Kepala Desa Air Kati, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, ditangkap pada 17 Januari 2025 setelah dua tahun menjadi buronan.

    Ia masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) karena terlibat dalam kasus korupsi dana desa dengan total kerugian negara mencapai Rp 500 juta.

    Menurut Kabag Ops Polres Rejang Lebong, AKP George Rudianto, Firmansyah diduga melakukan tindak pidana korupsi pada anggaran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang totalnya mencapai Rp 1,3 miliar. 

    “Tersangka melakukan perbuatan korupsi anggaran di desa itu dengan kerugian negara mencapai Rp 500 juta lebih,” ungkap George.

    Pengakuan Tersangka

    Dalam wawancara, Firmansyah mengakui bahwa dana yang dikorupsi digunakan untuk biaya pernikahan siri dengan istri keduanya serta untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

    “Iya pak, untuk biaya nikah siri dan keperluan pribadi,” kata Firmansyah.

    Ia menikahi istri mudanya, seorang perempuan berinisial S (32), pada November 2023.

    Namun, pernikahan tersebut hanya bertahan enam bulan sebelum akhirnya bercerai.

    “Duit sudah habis semua, saya ceraikan karena tidak sanggup menghidupinya lagi,” jelasnya.

    Pelarian dan Penangkapan

    Setelah melakukan korupsi, Firmansyah meninggalkan rumah dan bersembunyi selama dua tahun.

    Ia ditangkap saat kembali ke rumahnya di Desa Air Apo, Kecamatan Binduriang.

    “Statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka,” tambah Kasat Reskrim Polres Rejang Lebong, Iptu Reno Wijaya.

    Kasus ini merupakan hasil penyelidikan Unit Tipikor Sat Reskrim Polres Rejang Lebong dan menunjukkan dampak serius dari tindak pidana korupsi di tingkat desa.

    (Tribunbengkulu.com/M Rizki Wahyudi)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Ditetapkan Jadi Tersangka, Ini Peran Dirjen Kemenkeu Isa di Kasus Korupsi Jiwasraya

    Ditetapkan Jadi Tersangka, Ini Peran Dirjen Kemenkeu Isa di Kasus Korupsi Jiwasraya

    GELORA.CO -Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Isa Rachmatarwata, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya.

    Isa yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan pada Jumat 7 Februari 2025.

    “Tersangka IR dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Jakarta.

    Abdul Qohar menjelaskan bahwa pada 31 Desember 2008, Jiwasraya dalam kondisi insolvent dengan kekurangan pencadangan kewajiban kepada pemegang polis sebesar Rp5,7 triliun.

    Untuk menyehatkan keuangan perusahaan, Menteri BUMN saat itu mengusulkan penambahan modal Rp6 triliun melalui Zero Coupon Bond dan kas. Namun, usulan tersebut ditolak karena rasio solvabilitas Jiwasraya telah mencapai -580 persen, yang menandakan kebangkrutan.

    Menghadapi krisis tersebut, pada awal 2009, Direksi Jiwasraya – termasuk terpidana Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan – membahas strategi restrukturisasi.

    Salah satu langkahnya adalah menciptakan produk JS Saving Plan, yakni produk asuransi dengan unsur investasi berbunga tinggi, yaitu 9-13 persen, atau di atas suku bunga rata-rata Bank Indonesia saat itu sebesar 7,50-8,75 persen atas pengetahuan dan persetujuan Isa sebagai Kepala Biro Bapepam-LK.

    “Yaitu pada pokoknya perusahaan perasuransian tidak boleh dalam keadaan insolvensi yakni kondisi ketika seseorang atau perusahaan tidak bisa membayar utang atau kewajiban keuangannya tepat waktu,” jelas Abdul Qohar.

    Namun, meski mengetahui Jiwasraya dalam kondisi insolven, Isa tetap menerbitkan surat persetujuan untuk pencatatan produk tersebut.

    “Padahal tersangka IR tahu kondisi PT AJS saat itu dalam keadaan insolvensi,” tambahnya.

    Kerugian Negara Capai Rp16,8 Triliun

    Adapun JS Saving Plan yang ditawarkan Jiwasraya memberikan manfaat berupa bunga tinggi, biaya pemasaran kepada bank mitra, serta insentif bagi pemegang polis. Akibatnya, dalam periode 2014-2017, perusahaan menerima premi hingga Rp47,8 triliun.

    Namun, dana tersebut dikelola dengan investasi yang tidak sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Risiko Investasi. Transaksi tidak wajar dalam investasi saham dan reksadana menyebabkan penurunan nilai portofolio aset perusahaan, yang berujung pada kerugian besar bagi Jiwasraya.

    “Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengelolaan keuangan dan dana investasi PT AJS periode tahun 2008 s.d. 2018, negara dirugikan sebesar Rp16.807.283.375.000,” ungkap Abdul Qohar.

    Isa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

  • Kasus Jiwasraya, Kejagung Tetapkan Isa Rachmatarwata sebagai Tersangka

    Kasus Jiwasraya, Kejagung Tetapkan Isa Rachmatarwata sebagai Tersangka

    JABAR EKSPRES –  Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya dalam kurun waktu 2008-2018.

    “Pada malam hari ini tim penyidik telah menemukan bukti yang cukup adanya perbuatan pidana yang dilakukan oleh IR, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian pada Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) periode 2006-2012,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidus) Kejaksaan Agung Abdul Qohar dikutip dari ANTARA, Sabtu (8/2/2025).

    Ia menjelaskan bahwa penetapan tersangka berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigas dalam rangka penghitungan kerugian negara atas penggunaan keuangan dan dana investasi pada PT Jiwasraya periode 2008-2018.

    BACA JUGA: Jelang Sidang Perdana, KPK Limpahkan Tersangka Kasus Korupsi Bandung Smart City ke Rutan Kebonwaru

    Bahkan, kerugian yang ditimbulkan dari kasus ini sekitar Rp16,8 triliun.

    Maka, kata Qohar, Isa dinilai melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

    “Terhadap tersangka pada malam hari ini dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan, dan dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung,” ujarnya.

    BACA JUGA: Capai Rp139 M Lebih, Kejati Jabar Resmi Lakukan Eksekusi Uang Pengganti atas Kasus Korupsi Tol Cisumdawu

    Tidak hanya Isa, Kejagung juga telah mentapkan 13 tersangka yang beradal dari korporasi dan enam orang terdakwa.

    Beberapa di antaranya adalah mantan Direktur Utama Asuransi Jiwasraya (AJS) Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan AJS Hary Prasetyo, dan kepala Divisi Investasi dan Keuangan AJS Syahmirwan.

    Lalu, Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, dan Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro.

  • Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata Terseret Korupsi Jiwasraya, Segini Total Hartanya – Halaman all

    Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata Terseret Korupsi Jiwasraya, Segini Total Hartanya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut harta kekayaan Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata.

    Kejaksaan Agung baru saja menetapkan Isa sebagai tersangka baru kasus korupsi PT Jiwasraya periode 2008-2018 yang merugikan negara sebesar Rp 16,8 triliun.

    Saat menduduki posisi Kepala Biro (Kabiro) Perasuransian di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Isa diduga menyetujui saving plan di tahun 2009 meski saat itu Jiwasraya mengalami kerugian.

    Saving plan sendiri diinisiasi oleh direksi Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan. Ketiganya sudah berstatus terpidana.

    Dan saving plan sengaja dibentuk untuk menutupi kerugian Jiwasraya.

    “Padahal tersangka IR (Isa Rachmatarwata) tahu kondisi PT AJS saat itu dalam keadaan insolvensi,” jelas Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Jumat (7/2/2025).

    Sebagai info, insolvensi adalah kondisi ketika perusahaan tidak dapat membayar utang-utangnya. Umumnya karena kerugian dan penurunan pendapatan.

    Kembali ke Isa yang baru saja ditetapkan tersangka baru kasus korupsi Jiwasraya.

    Menurut data yang tertera di e-LHKPN KPK, Isa Rachmatarwata memiliki total harta Rp 38,9 miliar.

    Daftar tanah dan bangunan yang dimiliki Isa dicatat bernilai Rp 8,8 miliar.

    Harta bergerak lainnya Rp504 juta, surat berharga Rp19,5 miliar, kas dan setara kas Rp 5,7 miliar dan harta lainnya Rp 3,1 miliar.

    Pasal yang menjerat Isa

    Isa ditetapkan tersangka setelah penyidik telah menemukan bukti yang cukup untuk menunjukkan adanya perbuatan pidana.

    Ia kemudian dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Yang bersangkutan kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan.

     

     

    Sumber: Kompas TV