Hukuman Harvey Moeis Diperberat dari 6,5 Tahun Jadi 20 Tahun Penjara
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Hukuman terdakwa dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah,
Harvey Moeis
, diperberat dari 6,5 tahun menjadi 20 tahun penjara di tingkat banding.
Ketua Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Jakarta
Teguh Harianto mengatakan, Harvey Moeis terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang secara bersama-sama.
“Menjatuhkan pidana kepada Harvey Moeis selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider delapan bulan kurungan,” kata hakim Teguh di ruang sidang PT Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Selain pidana badan dan denda, majelis hakim banding juga menambah hukuman pidana pengganti Harvey Moeis dari Rp 210 miliar menjadi Rp 420 miliar.
Jika uang tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah terbit keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan dirampas untuk negara.
Dalam hal Harvey tidak memiliki harta untuk menutup uang pengganti hukumannya akan ditambah 10 tahun.
“Menghukum uang pengganti Rp 420 miliar,” kata Hakim Teguh.
Sebelumnya, pihak Kejagung menyatakan mengajukan banding atas putusan para terdakwa korupsi pada tata niaga timah yang dinilai belum memenuhi rasa keadilan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, jaksa sebelumnya telah menuntut Harvey Moeis dihukum 12 tahun penjara sesuai alat bukti di persidangan.
Namun, suami aktris Sandra Dewi itu hanya dihukum 6,5 tahun penjara pada pengadilan tingkat pertama dalam perkara korupsi yang merugikan negara Rp 300 triliun tersebut.
“Kami berkomitmen, dan sesungguhnya kami sudah melakukan upaya hukum, melakukan banding dan sudah didaftarkan di pengadilan,” kata Harli di Jakarta, Selasa (31/12/2024).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2024/12/31/6773e9c87bd79.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Hukuman Harvey Moeis Diperberat dari 6,5 Tahun Jadi 20 Tahun Penjara Nasional
-

Tok! Vonis Harvey Moeis Ditambah Jadi 20 Tahun di Pengadilan Tinggi Jakarta
loading…
Pengadilan Tinggi Jakarta menjatuhkan vonis 20 tahun penjara kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi komoditas timah. Foto Harvey Moeis (kiri) mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/10/2024). Foto/Arif Julianto
JAKARTA – Pengadilan Tinggi Jakarta menerima permohonan banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus korupsi komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk Tahun 2015-2022, yang menjerat Harvey Moeis.
Pengadilan Tinggi Jakarta menjatuhkan vonis 20 tahun untuk Harvey Moeis.
“Menjatuhkan pidana kepada Harvey Moeis selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider 8 bulan kurungan menghukum uang pengganti Rp 420 miliar subsider 10 tahun penjara,” kata Hakim Ketua Teguh Harianto, Kamis (13/2/2025).
Adapun susunan majelis dalam perkara 1/PID.SUS-TPK/2025/PT DK di antaranya Teguh Harianto, H. Budi Susilo, Dr. Catur Iriantoro, Anthon R. Saragih, Hotma Maya Marbun.
Harvey Moeis yang merupakan suami aktris Sandra Dewi ini sebelumnya hanya divonis 6,5 tahun penjara, uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun, dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan, oleh majelis hakim majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam sidang pembacaan putusan, Senin (23/12/2024).
Padahal JPU menuntut Harvey Moeis 12 tahun penjara, dengan uang pengganti Rp210 miliar subsider 6 tahun, dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun.
Harvey terbukti menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) antara lain dengan membeli barang-barang mewah seperti mobil dan rumah.
Atas perbuatannya dengan para terdakwa lain, Harvey menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun.
(shf)
-

Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP Bukti Ketidakpastian Hukum di Indonesia
loading…
Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP dinilai sebagai bukti ketidakpastian hukum di Indonesia. Foto/istimewa
JAKARTA – Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP dinilai sebagai bukti ketidakpastian hukum di Indonesia. Hal itu dikhawatirkan membuat penegakan hukum semakin kacau.
“Kasus pagar laut Tangerang dan kasus timah adalah dua contoh ketidakpastian hukum yang disebabkan oleh kewenangan berlebih jaksa,” kata Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, Kamis (13/2/2025).
Haidar menjelaskan, kasus pagar laut Tangerang setidaknya ditangani oleh tiga lembaga penegak hukum. Mulai dari Polri, KPK, hingga Kejaksaan. Polri mengusut dugaan pidana umumnya, sedangkan KPK dan Kejaksaan sama-sama mengusut dugaan pidana korupsinya.
“Antara KPK dan Kejaksaan dua lembaga penegak hukum menangani satu kasus korupsi jelas tidak efisien dan menyebabkan ketidakpastian hukum,” ucapnya.
Untuk menghindari hal-hal seperti itulah mengapa KUHAP yang berlaku saat ini mengatur pemisahan fungsi kewenangan lembaga penegak hukum. Polri dan PPNS sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut umum dan hakim sebagai pengadil.
Sedangkan KPK sebagai lembaga ad-hoc yang diberi tugas khusus dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dengan gabungan fungsi penyidikan sekaligus penuntutan.
“Namun kewenangan jaksa sebagai penyidik tindak pidana tertentu dalam UU Kejaksaan telah mengganggu keteraturan penegakan hukum tersebut. Padahal tindak pidana tertentu bukan hanya korupsi. Kini jaksa terkesan lebih daripada KPK hingga menutupi fungsi utamanya sebagai penuntut umum,” jelasnya.
Selain itu, ketidakpastian hukum akibat kewenangan berlebih jaksa juga tercermin dari kasus timah. Kasus timah disebut-sebut sebagai kasus korupsi terbesar di Indonesia bertolak-belakang dengan vonis hakim.
-

Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP: 2 Contoh Kasus Ketidakpastian Hukum Akibat Kewenangan Berlebih Jaksa – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, mengungkapkan contoh ketidakpastian hukum yang disebabkan oleh kewenangan berlebih jaksa atas nama asas dominus litis yang berpotensi dilegalisasi melalui revisi UU Kejaksaan dan KUHAP.
“Kasus pagar laut Tangerang dan kasus timah adalah dua contoh ketidakpastian hukum yang disebabkan oleh kewenangan berlebih jaksa,” kata R Haidar Alwi, Rabu (12/2/2025).
Ia menjelaskan, kasus pagar laut Tangerang setidaknya ditangani oleh tiga lembaga penegak hukum, yaitu Polri, KPK, dan Kejaksaan.
Polri mengusut dugaan pidana umum, sedangkan KPK dan Kejaksaan sama-sama mengusut dugaan pidana korupsinya.
“Antara KPK dan Kejaksaan yang menangani satu kasus korupsi jelas tidak efisien dan menyebabkan ketidakpastian hukum,” tutur R Haidar Alwi.
Untuk menghindari hal-hal seperti itulah, KUHAP yang berlaku saat ini mengatur pemisahan fungsi kewenangan lembaga penegak hukum. Polri dan PPNS sebagai penyidik, jaksa sebagai penuntut umum, dan hakim sebagai pengadil.
Sementara itu, KPK sebagai lembaga ad-hoc yang diberi tugas khusus dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dengan gabungan fungsi penyidikan sekaligus penuntutan.
“Namun kewenangan jaksa sebagai penyidik tindak pidana tertentu dalam UU Kejaksaan telah mengganggu keteraturan penegakan hukum tersebut. Padahal tindak pidana tertentu bukan hanya korupsi. Kini jaksa terkesan lebih mirip KPK daripada KPK, hingga menutupi fungsi utamanya sebagai penuntut umum,” jelas R Haidar Alwi.
Selain itu, ketidakpastian hukum akibat kewenangan berlebih jaksa juga tercermin dari kasus timah. Gembar-gembor kasus timah sebagai kasus korupsi terbesar di Indonesia bertolak-belakang dengan vonis hakim.
“Dampaknya bukan hanya merugikan pelaku dan keluarga karena terlanjur mendapatkan predikat koruptor terbesar, tapi juga merugikan hakim karena dicap pro koruptor. Padahal itu terjadi karena kegagalan jaksa membuktikan tuntutan dan dakwaannya di pengadilan,” ujar R Haidar Alwi.
Awalnya Kejaksaan Agung mengumumkan kerugian negara sebesar Rp271 triliun. Kemudian diralat menjadi Rp300 triliun. Angka itu diperoleh Kejaksaan Agung dari hasil audit BPKP dan perhitungan ahli.
Sebanyak Rp271 triliun di antaranya diklaim sebagai kerugian ekologis. Sisanya Rp29 triliun sebagai kerugian keuangan. Namun, berdasarkan vonis hakim soal uang penggantinya, uang korupsi kasus timah yang diterima 17 terdakwa tidak sampai Rp15 triliun. Artinya, terdapat selisih sekitar Rp285 triliun dari dakwaan Jaksa.
“Harusnya kan audit kerugian negara itu dihitung dan diumumkan oleh BPK, bukan BPKP. Lalu, dilampirkan sebagai alat bukti. Tapi ini tidak. Alias Goib. Korupsi itu kerugian negaranya harus actual loss (nyata), bukan potential loss (perkiraan),” papar R Haidar Alwi.
Menurutnya, hal itu terjadi karena jaksa bertindak sebelum jelas dan nyata kerugian negara berdasarkan hasil audit BPK. Jaksa lidik sendiri, sidik sendiri, tentukan auditor sendiri ternyata keliru dan mereka tuntut sendiri.
Berbeda jika lidik dan sidik dilakukan kepolisian, karena jaksa dapat mengoreksinya. Atau jika sidik, lidik, dan tuntut dilakukan oleh KPK, karena penyidiknya terdiri dari gabungan polisi, jaksa, dan PPNS.
“Jadi, kewenangan berlebih jaksa telah terbukti mengabaikan checks and balances, menimbulkan ketidakpastian hukum, menyebabkan kegaduhan, dan caruk-maruk penegakan hukum,” sambung R Haidar Alwi.
Kalau kewenangan berlebih jaksa atas nama asas dominus litis pada akhirnya dilegalisasi melalui Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP, dirinya khawatir akan terjadi kekacauan hukum yang lebih kusut lagi.
“Sudah semrawut masih mau diawut-awut jadinya makin kusut. Dan ini tidak sesuai dengan asta cita Presiden Prabowo Subianto mengenai transformasi hukum,” tutup R Haidar Alwi.
-

Wali Kota Semarang Mbak Ita Mangkir dari Panggilan KPK, Ini Alasannya
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) alias Mbak Ita serta suaminya, Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah Alwin Basri (AB), batal memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai tersangka di kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menceritakan, awalnya penyidik KPK telah menjadwalkan pemeriksaan Mbak Ita dan Alwin, Senin (10/2/2025). Kedua politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu pun sudah mengonfirmasi berangkat ke Jakarta kemarin lusa.
Akan tetapi, terang Tessa, pihak Mbak Ita menyampaikan keduanya batal datang ke KPK karena sakit dan menjalani perawatan di RSD KRMT Wongsonegoro, Semarang.
“Sebenarnya hari ini info yang saya dapatkan dari penyidik untuk saudari HGR, beserta saudara AB, dijadwalkan pemeriksaan sebagai tersangka. Ada penjadwalan ulang dari panggilan yang tidak dihadiri oleh yang bersangkutan,” ungkapnya kepada wartawan, dikutip Rabu (12/2/2025).
KPK pun disebut akan mengecek dan menganalisis langsung kondisi kesehatan Mbak Ita. Dokter KPK juga akan dilibatkan.
Tessa mengatakan bahwa sejatinya Mbak Ita dan Alwin sudah dalam perjalanan ke Jakarta dengan sukarela.
“Yang bersangkutan bersedia hadir, kata penyidik. Namun, di jam terakhir atau hari terakhir, ternyata ada kendala kesehatan yang membuat saudari HGR harus ke rumah sakit untuk dirawat,” jelasnya.
Praperadilan Ita dan Alwin Ditolak
Di sisi lain, kedua pasangan suami istri itu sebelumnya telah mengajukan praperadilan untuk melawan status tersangkanya oleh KPK. Namun, keduanya sama-sama kalah melawan KPK di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Praperadilan Wali Kota Semarang Mbak Ita sebelumnya sudah ditolak pada 14 Januari 2025. Kemudian, praperadilan suaminya juga ditolak kemarin, Selasa (11/2/2025).
Tessa menyatakan pihaknya bersyukur dan berterima kasih kepada Hakim praperadilan yang menyatakan penetapan keduanya sebagai tersangka sudah sesuai prosedur. Selanjutnya, KPK bakal melakukan upaya paksa alias penahanan terhadap keduanya.
“Untuk itu, tindak lanjutnya tentunya nanti akan ada proses pemanggilan, yang mana ini sudah berjalan, yang sudah ditanya oleh teman-teman, dan ke depannya akan ada tindakan tindakan penyidikan yang akan dilakukan oleh penyidik,” kata Tessa.
Adapun KPK sebelumnya menetapkan empat orang tersangka. Selain Ita dan Alwin, lembaga antirasuah turut menetapkan Ketua Gapensi Semarang Martono serta Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa P. Rachmat Utama Djangkar sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Martono dan Rachmat sudah ditahan KPK sejak 17 Januari 2025.
Sekadar informasi, keempat tersangka itu diduga terlibat tindak pidana korupsi berupa pengadaan barang dan jasa, gratifikasi serta pemerasan terhadap pegawai negeri atas insentif pemungutan pajak dan retribusi Semarang.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5128807/original/098252600_1739260885-WhatsApp_Image_2025-02-11_at_15.44.55.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tersangka Korupsi Dana PEN di Gorontalo Bertambah, Kejari Kembali Tahan 3 Orang
Liputan6.com, Gorontalo – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Gorontalo (Kabgor) kembali menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek lanjutan peningkatan Jalan Samaun Pulubuhu–Bolihuangga yang didanai oleh Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Tahun Anggaran 2023 dengan nilai kontrak sebesar Rp3,26 miliar.
Berdasarkan hasil penyelidikan dan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, proyek yang dikerjakan oleh CV Irma Yunika tersebut ditemukan telah mengalami penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,18 miliar.
Kepala Kejari Kabupaten Gorontalo, Abvianto Syaifulloh, menyampaikan bahwa tiga tersangka dalam kasus ini berinisial NT, JK, dan AO.
“Dua tersangka, NT dan JK, langsung kami tahan setelah menjalani pemeriksaan. Sementara itu, tersangka AO belum hadir dengan alasan kesehatan, namun tetap ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya, Selasa (11/2/2024).
Menurut Abvianto, NT diduga berperan sebagai aktor utama dalam pengaturan proyek tersebut. Ia diduga meminta pelaksanaan pekerjaan dilakukan sebelum ada penunjukan resmi, meminjam perusahaan untuk memenuhi persyaratan administrasi, serta mengalirkan dana ke pihak tertentu.
“Pekerjaan yang dilakukan juga tidak sesuai dengan kontrak yang telah ditetapkan, sehingga menyebabkan kerugian negara,” jelasnya.
Selain itu, AO bersama NT diduga terlibat dalam pemberian suap menggunakan dokumen yang tidak sesuai serta menandatangani berita acara hasil pekerjaan tanpa uji kualitas beton.
“Tersangka JK, yang berperan sebagai pelaksana lapangan, diduga meminta bantuan konsultan pengawas untuk membuat dokumen pelaksanaan pekerjaan dengan imbalan sebesar Rp6 juta,” tambah Abvianto.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Mereka juga dikenakan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penyertaan dalam tindak pidana.
Para tersangka saat ini menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Gorontalo. Tersangka perempuan ditempatkan di Lapas Perempuan Kelas III Gorontalo.
Kejari Kabupaten Gorontalo memastikan proses hukum akan terus berlanjut, termasuk potensi pengembangan kasus untuk mengungkap keterlibatan pihak lain.
Proyek lanjutan peningkatan Jalan Samaun Pulubuhu–Bolihuangga yang awalnya diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat kini menjadi sorotan serius akibat dugaan korupsi yang merugikan negara.
-

Draf UU BUMN Rombak Status Modal, Kerugian BUMN Bukan Kerugian Negara
Bisnis.com, JAKARTA — DPR telah mengesahkan amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang Badan Usaha Milik Negara alias BUMN pada pekan lalu.
Salah satu klausul dalam amandemen tersebut adalah penegasan mengenai kerugian BUMN akan dianggap bukan sebagai kerugian negara. Begitupula sebaliknya, keuntungan BUMN bukanlah keuntungan negara.
“Modal dan kekayaan BUMN merupakan milik BUMN dan setiap keuntungan atau kerugiannya bukan merupakan keuntungan atau kerugian negara,” demikian tertulis dalam penjelasan pasal 4B yang dikutip Bisnis, dalam draf UU BUMN tertanggal 4 Februari 2025, pada Rabu (12/2/2025).
Dalam catatan Bisnis, klausul ini sejatinya tidak jauh berbeda jauh dengan Daftar Inventarisasi Masalah RUU BUMN pada tanggal 16 Januari 2025. RUU BUMN yang diparipurnakan itu telah mengubah sejumlah paradigma mengenai pengelolaan BUMN.
Ada dua poin penting dalam beleid baru tersebut yang telah disahkan DPR itu. Pertama, tentang pembentukan Badan Pengelola Investasi alias BPI Danantara. Kedua, tentang status BUMN dan adopsi prinsip business judgement rule.
Adopsi prinsip ini memiliki banyak implikasi misalnya penegasan bahwa BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara serta kerugian yang diderita oleh BUMN tidak dianggap sebagai kerugian negara.
Keberadaan pasal mengenai kerugian BUMN dan status direksi, komisaris hingga dewan pengawas yang bukan penyelenggara negara, mempersempit ruang bagi otoritas penegakan hukum untuk bergerak jika terjadi kasus fraud dalam proses investasi atau pengelolaan BUMN.
Padahal, baik dalam UU BUMN existing maupun UU hasil revisi, modal maupun UU BUMN yang telah disahkan oleh paripurna, bersumber dari APBN salah satunya melalui penyertaan modal negara alias PMN.
Jumlah PMN 2022-2023 (triliun)
PMN
2022
2023Persero
2.710,6
2.890,4Perum
33,7
36,9Lembaga Keuangan Internasional
30,8
32,3Badan Usaha Lainnya
134,6
133,4Jumlah
2.909,8
3.093,2sumber: LKPP 2023, audited
Kendati demikian, dalam UU baru tersebut, ada perubahan besar dalam paradigma mengenai modal di BUMN. UU existing, terutama di Pasal 4, menegaskan bahwa modal BUMN adalah berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Salah satunya melalui penyertaan modal negara alias PMN.
Ketentuan mengenai sumber lain dalam struktur modal BUMN dalam UU Existing terdapat dalam pasal mengenai privatisasi, misalnya pasal 74 ayat 1a yang secara eksplisit mengatur bahwa tujuan privatisasi adalah memperluas kepemilikan masyarakat di perusahaan Persero.
Namun demikian, dalam RUU BUMN yang disahkan menjadi undang-undang oleh DPR pekan lalu, ada perubahan besar dalam struktur modal BUMN. Pertama, pemerintah dan DPR telah menyepakati bahwa modal BUMN adalah bagian dari keuangan BUMN, bukan lagi kekayaan negara yang dipisahkan, yang dikelola secara good corporate governanance. Pasal mengenai kekayaan negara yang dipisahkan telah diubah frasanya menjadi keuangan BUMN.
Kedua, sumber modal BUMN berasal dari APBN maupun non-APBN. Sumber modal dari APBN mencakup dana tunai, barang milik negara, piutang negara dari BUMN atau perseroan terbatas, atau aset negara lainnya. Sementara itu, untuk modal non-BUMN bisa berasal dari keuntungan revaluasi aset, kapitalisasi cadangan, agio saham, hingga sumber lain yang sah.
Sementara itu dalam beleid baru yang segera diundangkan tersebut, ada sebuah klausul berupa penegasan bahwa penyertaan modal negara alias PMN yang telah diberikan ke BUMN statusnya adalah kekayaan BUMN dan tanggung jawabnya berada di tangan BUMN.
Hal itu diperjelas dalam Pasal 4A ayat 5 bagian penjelasan yang berbunyi: “BUMN adalah badan hukum privat yang modalnya merupakan milik dan tanggung jawab BUMN sebagai badan hukum baik yang berasal dari APBN maupun non-APBN. Oleh karenanya harus dibina dan dikelola berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.”
Dalam catatan Bisnis, penjelasan pasal-pasal tersebut juga selaras dengan pernyataan Menteri BUMN Erick Tohir saat memberikan pernyataan usai rapat paripurna di DPR pekan lalu. Waktu itu, Erick mengemukakan dua poin penting dalam amandemen UU BUMN tersebut.
Pertama, penegasan pengelolaan aset BUMN sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik, dilakukan secara akuntabel, dan selaras dengan perundang-undangan. Kedua, mengatur status kekayaan BUMN sebagai kekayaan negara yang dipisahkan ditegaskan agar lebih fleksibel dalam menjalankan aksi korporasi.
Erick menyatakan bahwa beleid itu, beserta ketentuan lainnya dalam Perubahan Ketiga RUU BUMN, diharapkan memperkuat daya saing BUMN dan mendukung target pertumbuhan ekonomi sebagaimana dicanangkan Presiden Prabowo Subianto
Bukan Penyelengara Negara
Selain soal status modal BUMN, draf amandemen Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN juga menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara.
Ketentuan mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN. Pasal tersebut menegaskan bahwa organ dan pegawai badan bukan penyelenggara negara.
Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”
Sedangkan pasal 87 angka 5 RUU tersebut juga menegaskan bahwa pegawai BUMN bukan bagian dari penyelenggara negara.
Namun demikian, ketentuan itu melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Sementara itu, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat.
Adapun ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN.
Dalam catatan Bisnis, ketentuan itu berpotensi bertentangan dengan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh sejumlah aparat penegak hukum baik itu KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung. Apalagi pasal 2 UU No.28/1999 telah memasukan pegawai BUMN sebagai bagian dari penyelenggara negara.
KPK Bakal Mengkaji
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengkaji revisi Undang-undang (UU) tentang Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang telah disahkan DPR pekan lalu. Beleid tersebut di antaranya mengatur soal kerugian negara pada BUMN.
Sebagaimana diketahui, terdapat banyak kasus korupsi yang ditindak oleh penegak hukum mulai dari KPK hingga Kejaksaan Agung (Kejagung) yang bermula dari kerugian keuangan negara melalui BUMN.
Ketua KPK Setyo BudiyantoPerbesar
Ada sederet direksi maupun petinggi lainnya di perusahaan pelat merah yang yang dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Menanggapi perubahan pada UU BUMN itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto masih irit berkomentar. Namun, dia memastikan bakal menugaskan lembaganya untuk mengkaji lebih lanjut beleid yang baru disahkan DPR itu.
“Saya akan tugaskan Biro Hukum untuk mengkaji pasal-pasal dalam UU tersebut sehingga ada penafsiran yang tepat,” ujar Setyo kepada Bisnis melalui pesan singkat, Selasa (11/2/2025).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menilai, aturan soal business judgement rule alias BJR bukan suatu hal yang baru. Dia pribadi tak memandang bahwa aturan baru dalam beleid tersebut bisa disalahgunakan menjadi dalih berkelit dari jerat pidana bagi petinggi BUMN.
Menurutnya, perlindungan terhadap direksi BUMN sudah diatur dalam UU tentang Perseroan Terbatas (PT).
Fitroh tidak menampik bahwa penegak hukum perlu lebih berhati-hati dalam mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Dia menekankan bahwa penegak hukum harus bisa membuktikan adanya indikasi niat jahat (mens rea) dalam kasus-kasus kerugian keuangan negara.
“Saya termasuk yang sepakat harus benar-benar hati-hati dalam menerapkan pasal 2 atau 3 khususnya dalam bisnis, harus benar-benar ada niat jahat dan bukan sekedar asal rugi menjadi korupsi. Sebagaimana pernah saya sampaikan dalam fit and proper [test pimpinan KPK, red],” jelasnya kepada Bisnis, Minggu (2/2/2025).
Kasus-kasus BUMN
Dalam catatan Bisnis, KPK dan Kejagung banyak mengusut kasus rasuah yang dikategorikan merugikan negara. Misalnya, Kejagung terkenal tengah mengusut kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) 2015-2022.
Di kasus Timah, Kejagung menduga terjadi kerugian lingkungan yang turut dimasukkan dalam kerugian negara senilai Rp271 triliun. Mantan petinggi TINS pun menjadi salah satu pihak yang diseret hingga ke persidangan, yakni mantan Dirut Timah 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi.
Sementara itu, di KPK, terdapat juga sederet kasus-kasus kerugian negara yang diusut. Bahkan, ada beberapa kasus yang diusut pada BUMN yang sama. Misalnya, pada PT Pertamina (Persero) serta PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk.
Kemudian, lembaga antirasuah di antaranya juga mengusut kasus BUMN yang kerugian negaranya berkisar miliaran hingga triliunan rupiah. Ada yang senilai Rp200 miliar seperti kasus investasi PT Taspen (Persero) hingga kasus akuisisi oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) senilai Rp1,27 triliun.
-

Skor IPK 2024 Meningkat, KPK Dorong Penguatan Pemberantasan Korupsi – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 mengalami peningkatan, dengan skor naik menjadi 37/100 dari tahun sebelumnya yang berada di angka 34/100.
Peningkatan ini juga mengangkat peringkat Indonesia ke posisi 99 dari 180 negara, lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang berada di peringkat 115.
Perbaikan skor ini mencerminkan meningkatnya persepsi positif terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menilai tren positif ini sebagai sinyal baik bagi upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Ia pun mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus mendukung penguatan pemberantasan korupsi.
“Kami mensyukuri adanya perbaikan (skor CPI) jika dibanding tahun sebelumnya, meskipun itu dipengaruhi satu sisi (World Economic Forum) sehingga mengalami peningkatan. Namun di sisi lain, peningkatan tersebut sedikit banyak berdampak pada kepercayaan diri bangsa Indonesia, pemerintah, dan KPK,” ujar Setyo dalam acara peluncuran hasil IPK 2024 yang digelar secara daring, Selasa (11/2/2025).
Transparency International Indonesia (TII), sebagai pelaksana penilaian IPK, menggunakan sembilan indikator dalam pengukuran, yaitu penyuapan, pengalihan anggaran publik, prevalensi pejabat dalam konflik kepentingan, efektivitas pemerintah dalam pemberantasan korupsi, efisiensi birokrasi, meritokrasi dalam penunjukan pejabat publik, efektivitas penuntutan terhadap pelaku korupsi, regulasi transparansi anggaran dan konflik kepentingan, serta perlindungan hukum bagi pelapor kasus korupsi.
KPK berperan aktif dalam berbagai aspek pemberantasan korupsi melalui strategi trisula, yang mencakup pendidikan, pencegahan, dan penindakan.
Di sektor pencegahan, KPK telah meluncurkan panduan cegah korupsi (Pancek) melalui Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU), yang bertujuan mendorong praktik bisnis yang bersih dan bebas konflik kepentingan di sektor usaha.
Selain itu, platform Jaga.id yang dikembangkan KPK memungkinkan masyarakat untuk melaporkan potensi korupsi, termasuk praktik korupsi dalam skala kecil (petty corruption).
Masyarakat juga dapat memantau integritas serta titik rawan korupsi melalui survei penilaian integritas (SPI) dan monitoring center for prevention (MCP) di berbagai instansi pemerintah.
“Karena kita sering kali menunggu, menanti berapa IPK Indonesia untuk tahun 2024. Meskipun di satu sisi, KPK memiliki penghitungan secara sendiri, kami melakukan SPI yang merupakan komplemen dari IPK itu sendiri. Bahkan (SPI) bisa dinilai sampai kepada unit kerja yang ada di kementerian/lembaga dan KPK juga ada MCP sebagai penilaian dari titik rawan di pemerintah daerah tingkat provinsi, kabupaten, dan kota,” ujar Setyo.
KPK juga terus memperkuat pendidikan antikorupsi di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD hingga perguruan tinggi.
Internalisasi nilai antikorupsi di dunia pendidikan diharapkan dapat membangun generasi yang memiliki integritas tinggi dan menjauhi praktik korupsi sejak dini.
Dalam aspek penindakan, KPK terus meningkatkan efektivitas penanganan perkara korupsi dengan pemanfaatan teknologi.
Implementasi Sistem Penanganan Perkara Pidana Terpadu berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) telah mempercepat dan mempermudah proses hukum, sehingga penanganan perkara tindak pidana korupsi dapat dilakukan secara lebih efisien dan transparan.
SPPT-TI juga menjadi bagian dari program prioritas nasional dalam meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia.
PELUNCURAN IPK – Transparency International Indonesia (TII) merilis hasil survei indeks persepsi korupsi (IPK) negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan tayangan di YouTube TII, Selasa (11/2/2025), Indonesia menetapkan urutan 99 dengan skor IPK 37 untuk tahun 2024. (Tangkapan layar YouTube Transparency International Indonesia)
Meskipun skor IPK meningkat, tantangan pemberantasan korupsi masih besar.
Transparency International Indonesia memberikan tiga rekomendasi utama untuk terus meningkatkan skor IPK, yaitu memperkuat tata kelola ekonomi dan bisnis yang berintegritas, mengembalikan independensi dan kewenangan otoritas lembaga pengawas, serta menjaga demokrasi dan kebebasan sipil.
Setyo menekankan pentingnya sosialisasi indikator IPK agar seluruh pihak dapat melakukan perbaikan berkelanjutan demi peningkatan skor IPK ke depan, sekaligus mendukung visi Indonesia Emas 2045.
“Indikator IPK bukan hanya ditinjau dari penegakan hukum saja, tapi ada aspek politik, analisis ekonomi, juga demokrasi. Karena itu, semuanya sangat relevan, saling berkaitan, dan berhubungan. Sehingga, ke depannya, IPK kita semakin bagus dan berpengaruh baik terhadap investasi, perekonomian, maupun perdagangan. Apalagi, target dari pemerintah pertumbuhan ekonomi di angka 8 persen,” kata Setyo.

