Kasus: Tipikor

  • Hutama Karya Gandeng Kejati Papua Kawal Proyek Trans Papua 50 Km

    Hutama Karya Gandeng Kejati Papua Kawal Proyek Trans Papua 50 Km

    Jakarta

    PT Hutama Mambelim Trans Papua (HMTP) menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua terkait pendampingan hukum atas pelaksaan Pembangunan Jalan Trans Papua Ruas Jayapura-Wamena Segmen Mamberamo-Elelim di Provinsi Papua Pegunungan.

    HMTP sendiri merupakan Badan Usaha Pelaksana (BUP) yang dibentuk oleh Konsorsium antara PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) dan PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI). HMTP akan membangun Proyek Jalan Trans Papua Ruas Jayapura-Wamena Segmen Mamberamo-Elelim sepanjang 50,14 kilometer (km).

    Jalan ini merupakan akses vital yang menghubungkan tiga provinsi dan delapan kabupaten di Papua Pegunungan, bermanfaat untuk meningkatkan aksesibilitas, memperlancar distribusi logistik, hingga memperkuat perekonomian daerah.

    Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Hendrizal Husin mengatakan, penandatanganan perjanjian ini merupakan payung hukum untuk meningkatkan efektivitas dalam penyelesaian masalah hukum dan tata kelola pengerjaan Proyek KPBU Trans Papua.

    “Diharapkan dengan adanya kerja sama ini dapat memberikan kontribusi dalam bentuk bantuan hukum berupa legal review, legal audit maupun legal opinion yang optimal agar setiap kegiatan proyek berjalan baik,” ujar Hendrizal, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (14/11/2025).

    Kerja Sama ini juga bertujuan untuk memperkuat aspek legal dalam operasional pelaksaan Proyek KPBU Trans Papua yang dapat mendukung pembangunan proyek tanpa hambatan hukum mulai dari persiapan proyek, masa pelaksanaan, sampai masa pengoperasian dan pemeliharaan.

    Direktur Human Capital dan Legal Hutama Karya, Muhammad Fauzan mengatakan, pengawalan dari seluruh stakeholder termasuk pendampingan dari Kejaksaan Tinggi Papua sangat diperlukan, mengingat dinamika dan tantangan sosial maupun non-sosial yang dihadapi.

    “Kami sangat berharap pendampingan ini dapat mewujudkan proyek strategis nasional (PSN) yang mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat Papua dan dapat menjadi referensi maupun pembelajaran bagi proyek KPBU ke depannya,” kata Fauzan.

    Ruang lingkup dari Perjanjian Kerja Sama ini meliputi pemberian bantuan hukum dalam perkara perdata maupun Tata Usaha Negara yang dilakukan secara litigasi maupun non litigasi, serta pemberian pertimbangan hukum dalam bentuk pendapat hukum (Legal Opinion) yang dapat membantu HMTP dalam mengambil kebijakan atau Keputusan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Selain itu, perjanjian ini juga mencakup pendampingan hukum (Legal Assistance) dan Audit Hukum (Legal Audit) di bidang Perdata atas dasar permintaan HMTP, serta pemberian tindakan hukum lain dalam rangka menyelamatkan dan memulihkan keuangan atau kekayaan negara.

    Sebagai strategic partner atas kesepakatan ini, Kejati Papua juga akan bertindak sebagai konsiliator, mediator, maupun fasilitator apabila terjadinya permasalahan hukum di kemudian hari.

    Tidak hanya itu, Kejati Papua juga membantu dalam memitigasi risiko hukum terkait pembebasan lahan masyarakat/adat dan pencegahan tindak pidana korupsi dalam pembangunan proyek KPBU Jalan Trans Papua ruas Jayapura-Wamena Segmen Mamberamo-Elelim di Provinsi Papua Pegunungan.

    Hal ini menjadi bentuk pengawasan preventif guna memastikan pelaksanaan proyek ini berjalan transparan, bebas dari penyimpangan, serta menjunjung tinggi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Ke depan, Proyek KPBU Trans Papua diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas, konektivitas di wilayah terpencil Papua, memperlancar distribusi logistik serta mobilitas warga setempat.

    “Kami berterima kasih kepada Kejaksaan Tinggi Papua atas berkolaborasi demi memperkuat pembangunan proyek. Sehingga dengan adanya Kerja sama ini, kami berkomitmen untuk menyelesaikan proyek dengan kualitas terbaik dan dapat bermanfaat bagi masyarakat,” kata Plt. Direktur HMTP Kun Hartawan.

    (shc/eds)

  • Kejagung Segera Eksekusi Hukuman 18 Tahun Penjara Mafia Perkara Zarof Ricar

    Kejagung Segera Eksekusi Hukuman 18 Tahun Penjara Mafia Perkara Zarof Ricar

    Jakarta

    Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum dan mantan pejabat MA Zarof Ricar. Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengeksekusi vonis 18 tahun penjara Zarof.

    “Kasasinya baru turun hari ini, isinya menolak kasasi JPU dan terdakwa, akan kita eksekusi begitu petikan putusan diterima,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan, Jumat (14/11/2025).

    Anang mengatakan putusan Zarof sudah berkekuatan hukum tetap. Pihaknya masih menunggu salinan putusan resmi dari Mahkamah Agung sebelum eksekusi.

    “Kita sudah minta JPU Kejari Jaksel untuk berkoordinasi dengan PN jaksel terkait salinan putusan MA,” ucap Anang.

    Putusan kasasi Zarof diketok pada Rabu (12/11). Kasasi Zarof diadili oleh majelis hakim yang diketuai Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.

    Zarof kemudian mengajukan banding atas vonis Pengadilan Tipikor. Hasilnya, hukuman yang dijatuhkan terhadap Zarof di tingkat banding lebih berat dari pengadilan tingkat pertama

    Vonis Zarof Ricar diperberat dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Hakim pada tingkat banding menyatakan perbuatan Zarof mengakibatkan prasangka buruk seolah hakim mudah disuap dan diatur menggunakan uang.

    Hakim pada tingkat banding juga menyatakan Zarof tidak bisa membuktikan sumber duit Rp 915 miliar dan emas logam mulia 51 kg. Dalam putusan banding ini, Zarof juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

    “Menimbang bahwa dalam persidangan Terdakwa juga tidak membuktikan barang bukti a quo yang disita diperoleh bukan dari suatu tindak pidana,” ujar hakim.

    (ond/haf)

  • Kasasi Ditolak, Zarof Ricar Tetap Jalani Hukuman 18 Tahun Penjara

    Kasasi Ditolak, Zarof Ricar Tetap Jalani Hukuman 18 Tahun Penjara

    Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum dan mantan pejabat MA, Zarof Ricar.

    Dengan putusan ini, Zarof Ricar tetap harus menjalani hukuman 18 tahun penjara. Putusan itu diumumkan dalam dalam laman kepaniteraan MA,

    “Amar putusan tolak kasasi penutut umum dan terdakwa,” seperti dikutip dalam laman kepaniteraan Mahkamah Agung, Jumat (14/11/2025).

    Putusan diketok majelis hakim pada Rabu, 12 November 2025. Sidang Kasasi dipimpin hakim Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.

    Sebelumnya, dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi Jakarta pada 24 Juli lalu, majelis hakim yang diketuai Albertina Ho memperberat hukuman Zarof dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 18 tahun dan denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ujar hakim saat membacakan amar putusan banding.

    Zarof dinyatakan bersalah melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti. Ia terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 12B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tipikor.

     

  • KPK ‘Cupu’ tak Berani Hadirkan Menantu Jokowi di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut

    KPK ‘Cupu’ tak Berani Hadirkan Menantu Jokowi di Sidang Suap Proyek Jalan Sumut

    GELORA.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan aksi teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (14/11/2025).

    Aksi yang menampilkan wayang dan penggunaan sejumlah topeng itu merupakan bentuk sindiran terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai tidak berani memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Sumut.

    “Kita menuntut KPK untuk memeriksa Bobi dalam perkara korupsi pembangunan jalan Sipiongot–Labuhanbatu dan Hutaimbaru–Sipiongot,” kata Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah, kepada awak media di lokasi.

    Zararah mengingatkan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan, melalui Ketua Majelis Khamozaro Waruwu, pernah memerintahkan Jaksa Penuntut KPK untuk menghadirkan Bobby sebagai saksi dalam sidang terdakwa pemberi suap, Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang.

    Menurut Zararah, dasar hukum pemeriksaan Bobby sudah jelas. Namun KPK dinilai terus menunda dan tidak menepati janji yang sebelumnya disampaikan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.

    “Dan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak pada 30 September juga menyatakan bahwasanya apabila ada perintah dari pengadilan, maka KPK akan memeriksa Bobi Nasution begitu, karena ada dasar hukumnya,” ucapnya.

    Zararah bahkan menyebut KPK terkesan takut memeriksa menantu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi). Ia merujuk pemberitaan media yang menyatakan adanya usulan internal penyidik untuk memeriksa Bobby, namun tidak ditindaklanjuti kasatgas penyidikan kasus tersebut.

    “Bahkan yang kami tahu penyidik KPK sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby, tapi ketiga kepala satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” kata Zararah.

    Dalam aksi tersebut, para peserta duduk di halaman yang dipagari kawat berduri sambil memainkan wayang-wayang kertas berbentuk berbagai tokoh. Mereka juga membawa properti bambu dan sejumlah poster bernada sindiran.

    Di belakang peserta aksi terbentang spanduk besar berwarna oranye bertuliskan “Kalau KPK Masih Independen Periksa Bobby Sekarang!” Puluhan poster senada juga diletakkan di lantai, antara lain bertuliskan “Periksa Bobby” “KPK Takut Sama Siapa?” hingga “KPK Cupu Karena Cepu.”

    Beberapa peserta aksi tampak menggunakan topeng bergambar wajah Jokowi, Bobby, dan Kahiyang Ayu. Aksi teatrikal ini menjadi simbol kritik keras terhadap KPK yang dinilai enggan memeriksa Bobby dalam kasus dugaan suap proyek infrastruktur jalan di Sumut.

    Eks Kadis PUPR Sumut Segera Disidang

    Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Ginting (TOP), yang disebut dekat dengan Gubernur Bobby Nasution, akan segera diadili di Pengadilan Tipikor Medan.

    Dua pejabat lain turut menjadi terdakwa, yakni Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta Heliyanto (HEL), PPK Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumut.

    Ketiganya didakwa terkait penerimaan suap proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumatera Utara dan Satker PJN Wilayah I Sumut. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah melimpahkan berkas perkara dan para terdakwa ke Pengadilan Tipikor Medan.

    “Hari ini, Rabu (12/11), Tim JPU KPK melimpahkan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatra dan proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatra Utara ke PN Tipikor Medan a.n. Tersangka Topan Obaja Ginting, Rasuli, dan Heliyanto,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.

    Budi mengatakan, masyarakat diminta menunggu jadwal sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh JPU.

    “Sidang bersifat terbuka. KPK mengajak masyarakat untuk turut mengikuti jalannya persidangan sebagai salah satu bentuk pelibatan publik dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.

    Sementara itu, pihak pemberi suap telah lebih dulu disidangkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, serta Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.

    Keduanya didakwa memberikan suap sebesar Rp4,5 miliar kepada sejumlah pihak, termasuk Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Obaja Ginting. Akhirun dituntut 3 tahun penjara, sedangkan Rayhan dituntut 2 tahun 6 bulan.

    Pada hari yang sama, keduanya membacakan pembelaan (pledoi) atas tuntutan jaksa. Budi menyebut para terdakwa memberikan apresiasi atas pembuktian jaksa selama persidangan.

    “Pada hari ini juga, telah selesai agenda pledoi dari terdakwa Muhammad Akhirun Piliang dan Muhammad Rayhan yang pada intinya mereka salut atas pembuktian dari Tim JPU KPK selama persidangan,” kata Budi.

    Kasus suap ini terungkap dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Sumut pada Kamis malam, 26 Juni 2025.

    Namun hingga kini, langkah JPU KPK untuk menghadirkan Gubernur Sumut, Bobby Nasution (BN), sebagai saksi dalam sidang kasus suap tersebut masih belum jelas.

    Ketua Majelis Hakim Tipikor PN Medan, Khamozaro Waruwu, sempat memerintahkan jaksa agar menghadirkan Bobby di persidangan terdakwa Akhirun. Tidak lama setelah perintah itu, rumah Khamozaro dilaporkan mengalami kebakaran dan memicu dugaan teror.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pemanggilan Bobby masih menunggu laporan jaksa kepada pimpinan KPK.

    “Kami tambahkan kembali terkait dengan tadi pertanyaan bagaimana saudara BN. Seperti sudah disampaikan oleh Pak Ketua, kita juga sama sedang menunggu itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Senin (10/11/2025).

    Asep menjelaskan laporan jaksa baru akan disampaikan setelah sidang perkara dengan terdakwa pemberi suap, Muhammad Akhirun Piliang (KIR), diputuskan. Pemanggilan Bobby kemungkinan dilakukan pada sidang lain yang masih berkaitan dengan perkara suap yang menjerat Topan Obaja Ginting.

    “Ini kan belum putusannya. Putusannya seperti apa, setelah persidangan baru dilaporkan. Kita tunggu ya, sama-sama,” ujar Asep.

  • Kejagung Benarkan Penggeledahan Kantor Inalum di Sumut Terkait Korupsi Penjualan Aluminium

    Kejagung Benarkan Penggeledahan Kantor Inalum di Sumut Terkait Korupsi Penjualan Aluminium

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara resmi membuka penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum).

    Langkah tersebut ditandai dengan penggeledahan di kantor INALUM di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Sumatra Utara, pada Kamis (13/11/2025).

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna membenarkan adanya penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik bidang Pidana Khusus Kejati Sumut.

    Penggeledahan dilakukan dalam rangka mengungkap dugaan korupsi pada proses penjualan aluminium oleh INALUM kepada PT PASU Tbk pada tahun 2019.

    “Benar penyidik PIDSUS Kejati Sumatera Utara Geledah Kantor PT.Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) Di Kawasan Ekon omi Khusus Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara Dalam Dugaan Tipikor,” ujarnya dalam rilis resminya, Jumat (14/11/2025), 

    Penggeledahan berlangsung sejak pukul 10.30 WIB hingga 16.00 WIB dan menyasar sejumlah ruangan strategis di kantor Inalum, di antaranya Ruang Direktur Keuangan, Direktur Layanan Strategis, Direktur Produksi, Direktur Pelaksana dan Pengembangan Bisnis, Direktur Human Capital, Kepala Departemen Logistik/Pengadaan, dan Ruang penyimpanan arsip.

    Menurut Anang, tindakan tersebut dilakukan karena lokasi-lokasi itu diduga masih menyimpan dokumen penting terkait proses penjualan, mulai dari perencanaan hingga pembayaran hasil penjualan produk aluminium INALUM pada 2019.

    Dari hasil penggeledahan, tim penyidik berhasil mengamankan sejumlah dokumen, antara lain surat pengiriman dan penjualan aluminium kepada PT PASU, laporan keuangan, serta berbagai dokumen lain yang dinilai relevan dengan dugaan tindak pidana korupsi tersebut. 

    Penggeledahan dilakukan setelah penyidik memperoleh izin resmi dari Pengadilan Negeri Medan melalui Penetapan Nomor 14/Pen.Pid.Sus.TPK-GLD/2025/PN.Mdn, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Penggeledahan dari Kepala Kejati Sumut Nomor 16/L.2/Fd.2/11/2025 tertanggal 5 November 2025.

    Kejagung berharap serangkaian tindakan ini dapat menyempurnakan alat bukti yang diperlukan sehingga konstruksi dugaan tindak pidana korupsi semakin terang dan proses penegakan hukum dapat berjalan lebih optimal.

    “Setelah Penggeledahan dilakukan diharapkan dapat menyempurnakan alat bukti yang dibutuhkan sehingga mendukung penanganan dugaan tindak pidana korupsi tersebut menjadi terang,” tandas Anang.

  • Yusril Minta Gubernur Sulsel Aktifkan Lagi 2 Guru yang Dipecat Usai Prabowo Beri Rehabilitasi

    Yusril Minta Gubernur Sulsel Aktifkan Lagi 2 Guru yang Dipecat Usai Prabowo Beri Rehabilitasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menegaskan Gubernur Sulawesi Selatan wajib mengaktifkan kembali dua guru aparatur sipil negara (ASN) di Luwu Utara setelah adanya pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Dia menuturkan rehabilitasi yang diberikan Presiden kepada dua guru tersebut, yakni Abdul Muis dan Rasnal, merupakan tindakan konstitusional yang sah dan sesuai dengan kewenangan presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

    “Dengan terbitnya keputusan presiden (keppres) mengenai rehabilitasi, harkat dan martabat kedua guru harus dipulihkan seperti keadaan sebelum adanya putusan yang menjatuhkan pidana kepada mereka,” ujar Yusril dikutip dari Antara, Jumat (14/11/2025).

    Yusril menjelaskan sebelum meneken Keppres Rehabilitasi tersebut, Presiden telah minta pertimbangan kepada Mahkamah Agung (MA). MA telah memberikan pertimbangan sebagaimana diminta dan telah dirujuk dalam konsideran menimbang keppres tentang rehabilitasi tersebut.

    Lebih lanjut, dia menuturkan pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) terhadap kedua guru itu bukan merupakan hukuman tambahan yang dijatuhkan dalam putusan kasasi MA, melainkan konsekuensi administratif dari ketentuan dalam UU ASN.

    Dalam beleid itu, mewajibkan pemberhentian ASN yang dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

    Karena itu, menurut Menko, tindakan Gubernur Sulawesi Selatan memberhentikan mereka kala itu merupakan pelaksanaan norma hukum sebagaimana diatur dalam UU ASN.

    Namun setelah Presiden memberikan rehabilitasi, sambung dia, status hukum keduanya wajib dikembalikan seperti keadaan semula.

    “Dengan rehabilitasi, Gubernur Sulsel wajib mengaktifkan kembali kedua ASN tersebut ke jabatan asalnya karena pemulihan nama baik itu otomatis pula memulihkan kedudukan status kepegawaiannya,” tuturnya.

    Di sisi lain, Yusril menekankan rehabilitasi tidak membatalkan putusan pidana. Putusan MA tetap sah, tetapi rehabilitasi memberikan pemulihan kehormatan dan status sosial kepada seseorang kepada keadaan semula.

    Dengan demikian, disebutkan bahwa MA tidak perlu mengadili ulang perkara tersebut karena rehabilitasi berbeda dengan Peninjauan Kembali (PK).

    Jika PK diajukan, kata dia, barulah MA wajib mengadili kembali perkara yang sudah diputus sebelumnya, sehingga rehabilitasi hanya memulihkan nama baik tanpa mengubah putusan.

    Sebelumnya, dua guru SMAN 1 Masamba di Luwu Utara, yaitu Abdul Muis dan Rasnal, dipecat sebagai guru ASN oleh Gubernur Sulawesi Selatan, masing-masing pada 4 Oktober 2025 dan 21 Agustus 2025.

    Keduanya dijatuhi sanksi pemecatan sebagai buntut dari pemungutan iuran sebesar Rp20 ribu dari orang tua murid pada tahun 2018. Hasil uang yang dikumpulkan itu diberikan kepada guru-guru honorer yang terlambat menerima gaji hingga 10 bulan.

    Tak hanya dikenakan sanksi pemecatan, Abdul Muis dan Rasnal juga dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ke polisi atas dugaan tindak pidana korupsi. Kasus itu bergulir hingga tingkat kasasi dan MA memutuskan keduanya bersalah sehingga divonis penjara 1 tahun.

    Kasus itu kemudian menjadi sorotan publik, karena perbuatan Abdul Muis dan Rasnal menurut banyak orang justru dinilai berjasa untuk para guru honorer.

  • Diperiksa KPK Terkait Kasus CSR BI-OJK, Istri Kasat Lantas Polres Batu Bungkam  

    Diperiksa KPK Terkait Kasus CSR BI-OJK, Istri Kasat Lantas Polres Batu Bungkam  

    JAKARTA – Istri Kasat Lantas Polres Batu AKP Kevin Ibrahim, Melissa B. Darban bungkam usai diperiksa terkait dugaan korupsi program sosial atau CSR Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia dimintai keterangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi pada hari ini.

    Adapun Melissa meninggalkan kantor KPK sekitar pukul 19.56 WIB. Dia dimintai keterangan sejak sore hari.

    Tak ada pernyataan yang disampaikan. Melissa juga mengabaikan pertanyaan jurnalis di lapangan, termasuk tentang hubungannya dengan Heri Gunawan, legislator Partai Gerindra yang jadi tersangka dalam kasus ini.

    Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan pemeriksaan terhadap Melissa untuk menelusuri aset yang diduga bersumber dari hasil tindak pidana korupsi. Tapi, dia tak memerinci lebih lanjut. 

    “Penelusuran aset,” kata Budi, Kamis malam.

    Selain Melissa, KPK pada hari ini turut memanggil lima orang saksi lainnya. Mereka adalah Martono dan Helen Manik yang merupakan eks tenaga ahli legislator Gerindra, Heri Gunawan; mahasiswa bernama Syarifah Husna dan Syifa Rizka Violin; serta dokter bernama Widya Rahayu Arini Putri.

    Diberitakan sebelumnya, KPK secara resmi mengumumkan legislator DPR Fraksi Partai NasDem Satori dan Heri Gunawan selaku legislator DPR Fraksi Partai Gerindra sebagai tersangka dugaan korupsi dana CSR BI-OJK. Keduanya diduga menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

    Satori diduga menerima total Rp12,52 miliar dalam kasus ini. Rinciannya Rp6,30 miliar dari BI; Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya.

    Uang tersebut diduga digunakan keperluan pribadinya, seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya.

    Sedangkan Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dan menggunakannya juga untuk kepentingan pribadi. Rinciannya Rp6,26 miliar dari BI; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya.

    Duit itu disebut KPK ditampung dalam rekening. Heri Gunawan kemudian menggunakannya untuk membangun rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan hingga kendaraan roda empat.

  • Saksi Kasus BBM Bicara Alasan TNI Dapat Harga Solar Lebih Mahal dari Swasta

    Saksi Kasus BBM Bicara Alasan TNI Dapat Harga Solar Lebih Mahal dari Swasta

    Saksi Kasus BBM Bicara Alasan TNI Dapat Harga Solar Lebih Mahal dari Swasta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2021-2023, Alfian Nasution, menjelaskan alasan harga jual bahan bakar minyak (BBM) untuk instansi pemerintah seperti TNI bisa mendapatkan harga yang lebih mahal daripada harga untuk perusahaan swasta.
    Hal ini Alfian sampaikan saat diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina Persero dengan Eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode 2023-2025 Riva Siahaan yang duduk di kursi terdakwa.
    Awalnya, jaksa lebih dahulu mempertanyakan perbedaan harga biosolar ini kepada Alfian.
    “Pertanyaan selanjutnya kenapa dari PT PPN sendiri menjual produk biosolar tersebut lebih mahal ke pemerintah daripada ke sektor swasta yang tadi saya sebutkan, apa alasan?” tanya jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (13/11/2025)
    Alfian menjelaskan, setiap entitas punya sejarah dan rekam jejak pemesanannya ke Pertamina. Proses setelah pemesanan dan kerumitan kebutuhan juga ikut menjadi pertimbangan.
    “Contohnya ke
    TNI
    misalnya Pak ya gitu. Kita kan ada historis juga masalah pembayaran, Pak. Pembayaran kadang-kadang bisa setahun bisa dua tahun (baru dibayar),” kata Alfian.
    Adapun, TNI juga memasukkan sejumlah klausul dalam pemesanannya kepada Pertamina. Misalnya, soal ketersediaan BBM di pangkalan yang diinginkan TNI.
    “Terus
    availability
    -nya,
    accessibility
    -nya, itu harus bisa ditempuh di tempat-tempat yang TNI butuhkan, mereka bilang di sini, kita harus suplai di sini, gitu. Terus, harus ada stok, karena ini kan untuk TNI. Jadi, pertimbangan-pertimbangan strategis itu,” lanjut Alfian.
    Ia menegaskan, lamanya waktu pembayaran juga menjadi pertimbangan karena ada perhitungan biaya tambahan yang perlu dikeluarkan Pertamina.
    “Lagi, waktu pembayaran, itu kan
    cost of money
    di situ. Kalau tersebut pembayaran bisa setahun, bisa dua tahun dan sebagainya. Itu, jadi pertimbangan kami untuk membuat harga untuk ke TNI misalnya sedikit atau berbeda dengan harga ke customer tertentu,” kata Alfian.

    Dalam sidang, Alfian maupun jaksa tidak menyebutkan spesifik berapa harga biosolar yang ditagihkan ke TNI.
    Namun, Alfian menegaskan, PT Pertamina Patra Niaga punya metode dan rumus tersendiri untuk penawaran harga pada setiap kliennya, tidak hanya TNI.
    “Misalnya dengan PLN. Tentu kan kita harus juga jaga-jaga. Jangan sampai nanti… PLN kan punya produk substitusi, artinya dia bisa mengganti solar kita tuh dengan batubara misalnya,” jelas Alfian.
    Adanya produk substitusi yang bisa digunakan PLN juga mempengaruhi penawaran yang diberikan Pertamina.
    Dalam dakwaan kasus ini, tidak disinggung soal kejanggalan terkait BBM untuk TNI atau PLN.
    Namun, para terdakwa diduga telah memperkaya sejumlah perusahaan asing dalam proses impor BBM dan beberapa proyek pengadaan lain.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Yusril Perkirakan Jumlah Penerima Amnesti dan Abolisi Jilid II Akan Lebih Banyak

    Yusril Perkirakan Jumlah Penerima Amnesti dan Abolisi Jilid II Akan Lebih Banyak

    Yusril Perkirakan Jumlah Penerima Amnesti dan Abolisi Jilid II Akan Lebih Banyak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyampaikan kemungkinan jumlah penerima amnesti dan abolisi jilid II bakal lebih banyak dari jilid I pada bulan Agustus 2025.
    Diketahui, pemerintah berencana kembali memberikan
    abolisi
    ,
    amnesti
    , dan rehabilitasi kepada sejumlah pihak yang terjerat perkara pidana. Sedangkan, pada Agustus 2025, Presiden Prabowo memberikan
    amnesti dan abolisi
    kepada 1.179 orang.
    Menurut
    Yusril
    , perkiraan jumlah penerima bertambah karena akan terdapat beberapa kriteria terbaru dan ada wacana penambahan pemberian rehabilitasi.
    “Nanti barangkali lebih dari jumlah sebelumnya. Harapan kami seperti itu,” kata Yusril dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/11/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Namun, Yusril mengaku, belum bisa mengungkapkan perihal jumlah pasti narapidana yang akan diberikan amnesti, abolisi, maupun rehabilitasi. Sebab, pihaknya akan melakukan kajian dan verifikasi sebelum nama-nama calon penerima diserahkan ke Presiden Prabowo.
    Selain itu, keputusan juga berada di tangan Presiden Prabowo, serta hasil pertimbangan dari DPR RI.
    “Mungkin sejumlah nama akan diajukan kepada Pak Presiden tapi kan tentu beliau akan pertimbangkan mana yang mungkin ada yang beliau setuju, mungkin tidak setuju. Itu sepenuhnya adalah kewenangannya Pak Presiden dalam mengambil keputusan,” ujarnya.
    Lebih lanjut, Yusril mengungkapkan, pihaknya tengah mengkaji rencana pemberian amnesti kepada narapidana yang merupakan pengguna dan pengedar narkoba dalam skala kecil.
    Sementara untuk penerima abolisi, menurut dia, terdapat kemungkinan diberikan kepada tersangka maupun terdakwa yang masih dalam proses hukum atau dalam putusan yang belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
    Sementara itu, Yusril menyebut, kemungkinan pemberian rehabilitasi terhadap para narapidana yang telah menerima amnesti sebelumnya.
    “Jadi, kemungkinan orangnya diberi amnesti sekaligus dikasih rehabilitasi, itu mungkin,” kata Yusril.
    Sebagaimana diketahui, pada 1 Agustus 2025, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada 1.178 orang. Salah satunya, terdakwa kasus suap Harun Masiku, Hasto Kristiyanto.
    Usai mendapat amnesti, Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut resmi dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih.
    Sebelumnya, Hasto dijatuhi vonis 3,5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam kasus suap Harun Masiku.
    Kemudian, pada hari yang sama, Prabowo memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
    Sama seperti Hasto, Tom Lembong langsung bebas dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur, usai mendapatkan abolisi dari Prabowo.
    Sebelumnya, Tom Lembong diputus bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dijatuhi hukuman pidana 4,5 tahun penjara dan denda Rp 750 miliar subsidair enam bulan kurungan.
    Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait kebijakan importasi Gula di Kemendag, sebagaimana dakwaan primair jaksa penuntut umum, yakni Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Hanya saja, dalam putusannya, majelis hakim tidak menjatuhkan pidana uang pengganti karena Tom Lembong dinilai menikmati hasil tindak pidana korupsi dari kebijakan importasi gula di Kemendag tahun 2015-2016.
    “Kepada terdakwa tidak dikenakan ketentuan Pasal 18 Ayat 1 Huruf b UU Tipikor karena faktanya terdakwa tidak memeroleh harta benda dari tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa,” kata hakim anggota Alfis Setiawan dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada 18 Juli 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Walkot Medan Rico Waas Ingatkan OPD Usai 2 Kadis Jadi Tersangka Korupsi: Hati-hati…
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        13 November 2025

    Walkot Medan Rico Waas Ingatkan OPD Usai 2 Kadis Jadi Tersangka Korupsi: Hati-hati… Medan 13 November 2025

    Walkot Medan Rico Waas Ingatkan OPD Usai 2 Kadis Jadi Tersangka Korupsi: Hati-hati…
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, mengingatkan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk terus berhati-hati dalam bekerja, jangan sampai masuk ke ranah hukum.
    “Hati-hati, jangan sampai melanggar hukum. Ini jadi
    warning
    untuk semuanya di Pemkot Medan,” ucap
    Rico Waas
    saat dihubungi Kompas.com melalui telepon seluler, Kamis (13/11/2025).
    Ada dua kepala dinas di Pemerintah Kota Medan ditetapkan jadi tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan dalam kasus dugaan tindak pidana
    korupsi
    dana kegiatan
    Medan Fashion Festival
    tahun anggaran 2024.
    Mereka adalah Benny Iskandar Nasution, Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan. Lalu, Erwin Saleh, Kepala Dinas Perhubungan.
    Selain itu, Kejari Medan juga menetapkan satu tersangka lainnya, yaitu Direktur CV Global Mandiri berinisial MH.
    “Kepada seluruh pejabat Pemko Medan harus mengutamakan profesionalisme. Jangan bekerja tidak sesuai ketentuan hukum. Itu pesan dari saya,” ucap Rico Waas.
    Namun, Rico Waas memastikan pelayanan pada dua dinas tersebut tetap berjalan.
    “Insya Allah, kami pastikan pelayanan dari OPD (Organisasi Perangkat Daerah) tersebut pasti tetap berjalan sebagaimana mestinya,” kata dia.
    Dia juga menghormati proses hukum dan memercayakan semua penanganan kepada kejaksaan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
    Kemudian terkait apakah dua kepala dinas yang ditangkap itu dinonaktifkan atau tidak, ia mengatakan masih akan menunggu proses hukum yang berjalan.
    “Kami menunggu prosesnya dan akan berkoordinasi dengan pihak kejaksaan,” tutur Rico Waas.
    Kini, dua dari tiga tersangka, yakni Benny dan MH, telah ditahan di Rutan Kelas I Medan. Sementara itu, Erwin tidak hadir dalam pemanggilan pertama dengan alasan sakit.
    Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 subsidair Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.