Kasus: Tipikor

  • Terdakwa Harvey Moeis Melawan, Tidak Terima Vonis Banding 20 Tahun

    Terdakwa Harvey Moeis Melawan, Tidak Terima Vonis Banding 20 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA – Terdakwa korupsi kasus timah Harvey Moeis bakal melakukan perlawanan melalui jalur kasasi ke Mahkamah Agung karena tidak terima putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas dirinya.

    Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sendiri telah memperberat hukuman terdakwa Harvey Moeis dari sebelumnya 6,5 tahun penjara pada pengadilan tingkat pertama, menjadi 20 tahun di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

    Penasihat Hukum terdakwa Harvey Moeis, Andi Ahmad mengatakan bahwa kliennya masih menunggu salinan putusan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, untuk melihat sejumlah pertimbangan majelis hakim.

    “Kami akan mempelajari pertimbangannya apa. Jadi kami harus melihat pertimbangan secara menyeluruh dulu,” tutur Andi di Jakarta, Senin (17/2).

    Kendati demikian, Andi memastikan bahwa kliennya tidak terima dijatuhi vonis selama 20 tahun penjara oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

    Pasalnya, menurut Andi, vonis tersebut lebih berat daripada putusan tingkat pertama dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    “Upaya hukum kasasi pasti. Pasti kami akan ajukan,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat vonis terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis selama 20 tahun penjara. Ketua Majelis Hakim, Teguh Harianto menyampaikan suami Sandra Dewi itu telah sah dan terbukti bersalah melakukan korupsi dengan terdakwa lainnya.

    “Menjatuhkan pidana kepada HM selama 20 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan,” ujarnya di PT Jakarta, Kamis (13/2/2025).

    Selain pidana badan, hakim juga membebankan uang pengganti Rp420 miliar dengan subsider 10 tahun penjara terhadap Harvey.

    Adapun, Teguh menyatakan bahwa hal yang memberatkan hukuman itu lantaran Harvey tidak mendukung program pemberantasan tipikor. 

    Selain itu, perbuatan Harvey juga dinilai telah menyakiti rakyat Indonesia di tengah kesulitan ekonomi. Sementara itu, hakim menekankan tidak ada hal yang meringankan pada putusan tersebut.

    “Hal meringankan tidak ada,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, putusan itu lebih berat dari vonis PN Tipikor sebelumnya. Pasalnya, Harvey selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) telah divonis PN Tipikor selama 6,5 tahun dengan denda Rp1 miliar. Adapun, Harvey juga dibebankan uang pengganti Rp210 miliar.

  • Menkum Supratman Optimistis Singapura Kabulkan Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos

    Menkum Supratman Optimistis Singapura Kabulkan Dokumen Ekstradisi Paulus Tannos

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan pihaknya optimistis otoritas Singapura mengabulkan dokumen ekstradisi buron kasus dugaan korupsi pengadaan proyek KTP elektronik (e-KTP) Paulus Tannos. Pasalnya, kata dia, Indonesia dan Singapura merupakan dua negara sahabat yang selama ini membangun relasi yang baik.

    “Ya harus optimistis dong. Kita kan dua negara sahabat dan sudah menandatangani perjanjian ekstradisi. Namun demikian, kami hanya menyampaikan surat terkait dengan itu. Nanti menyangkut teknisnya karena ditangani oleh KPK dan juga bersama dengan Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri,” ujar Supratman seusai rapat kerja dengan Komisi XIII DPR di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2025).

    Supratman mengatakan dirinya sudah menandatangani berkas ekstradisi Paulus Tannos tersebut dan secepatnya surat tersebut diberikan ke otoritas Singapura.

    “Alhamdulillah kemarin harusnya sih dokumennya insyaallah sesegera mungkin. Saya juga sudah menandatangani surat untuk permintaan ekstradisi Paulus Tannos,” tandas dia. 

    Dia mengatakan dokumen ekstradisi harus segera dituntaskan agar Paulus Tannos dipulangkan ke Indonesia untuk mengikuti proses hukum selanjutnya. 

    “Terkait tugas otoritas pusat yang ada di Direktorat Jenderal (Ditjen) Administrasi Hukum Umum (AHU) terutama permintaan ekstradisi atas nama inisial PT (Paulus Tannos). Alhamdulillah kemarin komunikasi kami dengan seluruh APH baik KPK, Kejagung, dan Polri, kami bersama-sama sekuat untuk melengkapi dokumen supaya secepatnya,” pungkas Supratman.

    Diketahui, Paulus Tannos ditangkap oleh otoritas penegak hukum di Singapura pada 17 Januari 2025. Kini, Indonesia sedang berupaya memulangkan Paulus Tannos untuk mengikuti proses hukum di Indonesia. Paulus Tannos diketahui memiliki kewarganegaraan ganda.

    Paulus Tannos merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Selain dia, eks anggota DPR Miryam S Haryani juga menjadi tersangka.

    Miryam dan Paulus Tannos Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Prasetyo Edi mengaku tak tahu soal pengadaan lahan rusun di Cengkareng

    Prasetyo Edi mengaku tak tahu soal pengadaan lahan rusun di Cengkareng

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Prasetyo Edi mengaku tak tahu soal pengadaan lahan rusun di Cengkareng
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 17 Februari 2025 – 13:45 WIB

    Elshinta.com – Mantan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengaku tidak tahu mengenai pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat.

    Hal tersebut diungkapkan Prasetyo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin, usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi oleh penyidik Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk rusun di Cengkareng, Jakarta Barat.

    “Tadi ditanyakan terkait Pak Sukmana (tersangka kasus korupsi pengadaan lahan rusun Cengkareng), apakah mengerti pengadaan tanah di Cengkareng. Saya enggak mengerti. Itu pakai peraturan gubernur (pergub), bukan peraturan daerah (perda). Kalo perda, saya pasti tahu,” ucapnya.

    Ia menjelaskan perkara ini bermula ketika Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perumahan dan Gedung yang saat ini berganti nama menjadi Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman membeli lahan di Cengkareng Barat, Jakarta Barat, kepada seseorang bernama Toeti Noezlar Soekarno pada tahun 2015. Lahan tersebut akan dibangun rusun.

    Pemprov DKI dan pihak kuasa hukum Toeti sepakat membeli lahan dengan harga Rp14,1 juta per meter persegi pada 7 Oktober 2015.

    Namun, laporan hasil pemeriksaan BPK menyebutkan bahwa lahan itu bermasalah. BPK mencatat bahwa lahan itu masih berstatus tanah sengketa antara Toeti dengan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI Jakarta.

    Lalu, pada tahun 2015, APBD DKI Jakarta disahkan menggunakan peraturan gubernur karena terjadi ketegangan antara Gubernur DKI Jakarta pada saat itu, Basuki Tjahja Purnama (Ahok), dengan DPRD DKI Jakarta. Dengan demikian, pengadaan lahan tersebut pun berasal dari APBD yang didasarkan pada pergub.

    Lantaran didasari pergub, Prasetyo pun mengaku tidak tahu-menahu mengenai pengadaan lahan tersebut.

    “Terkait Cengkareng Barat, saya enggak ngerti. Tanahnya di mana aja saya enggak tahu,” ujarnya.

    Kendati demikian, ia selaku Ketua DPRD DKI Jakarta pada saat itu tidak tinggal diam dengan membentuk Panitia Khusus Aset.

    “Di sini juga saya, karena temuan BPK, langsung membuat panitia khusus (pansus). Kebetulan pansus itu diketuai almarhum Gembong Warsono,” ucapnya.

    Berdasarkan pantauan pewarta ANTARA, Prasetyo tiba di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, pada sekitar pukul 09.00 WIB. Politikus PDIP itu keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 11.37 WIB.

    Sebelumnya, Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Polisi Cahyono Wibowo mengatakan bahwa Prasetyo dimintai keterangan sebagai saksi pada Senin ini.

    “Kami akan minta keterangannya karena yang bersangkutan disebut oleh salah satu yang statusnya masih saksi saat ini, terkait dengan masalah proses pengadaan tanah tersebut,” ucapnya.

    Kasus dugaan korupsi pembelian lahan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/656/VI/2016/Bareskrim tanggal 27 Juni 2016.

    Kasus ini melibatkan proyek Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Provinsi DKI Jakarta pada tahun anggaran 2015 ini diduga melibatkan suap kepada penyelenggara negara dengan potensi kerugian negara mencapai Rp649,89 miliar.

    Dalam kasus tersebut, Polri telah menetapkan dua orang tersangka, yakni mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta Sukmana dan Rudy Hartono Iskandar selaku pihak swasta.

    Tersangka diduga terlibat dugaan korupsi pengadaan tanah seluas 4,69 hektare di Cengkareng untuk pembangunan rusun oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015 saat Gubernur DKI dijabat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

    Sumber : Antara

  • KPK Desak Hasto Kristiyanto Tak Mangkir dari Pemeriksaan Tersangka, Praperadilan Bukan Alasan – Halaman all

    KPK Desak Hasto Kristiyanto Tak Mangkir dari Pemeriksaan Tersangka, Praperadilan Bukan Alasan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak mengingatkan kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto untuk tidak mangkir dalam pemeriksaan, Senin (17/2/2025) hari ini.

    Diketahui, Hasto Kristiyanto sudah dijadwalkan oleh KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dalam dua kasus.

    Namun, Hasto Kristiyanto meminta penundaan dan berniat untuk mengajukan gugatan praperadilan ulang.

    Meski demikian, Johanis menegaskan pengajuan gugatan praperadilan tidak mengganggu jalannya pemeriksaan Hasto sebagai tersangka.

    Sebab, lanjut Johanis, praperadilan berbeda dengan proses penyidikan.

    “Kalau menurut ketentuan hukum, adanya praperadilan tidak menghalangi proses pemeriksaan,” kata Johanis pada Senin (17/2/2025) dikutip dari Kompas.com.

    Johanis mengatakan, proses penyidikan baru bisa ditunda apabila pengadilan menetapkan adanya penundaan pemeriksaan perkara.

    “(Penyidikan baru bisa ditunda), kecuali ada penetapan hakim praperadilan yang menyatakan agar pemeriksaan perkara yang dimohonkan praperadilan ditunda sampai dengan adanya putusan,” jelas Johanis.

    Sebelumnya, Hasto Kristiyanto kembali mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK setelah gugatan sebelumnya tidak dapat diterima di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

    Selain itu, surat permohonan penundaan pemeriksaan Hasto Kristiyanto yang sedianya digelar hari ini, Senin, juga sudah dilayangkan tim kuasa hukumnya.

    “Penasihat Hukum jam 08.30 WIB telah datang ke KPK untuk berikan surat perihal permohonan penundaan pemeriksaan Mas Hasto Kristiyanto,” kata tim kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, Senin.

    Ronny berharap KPK memberikan ruang kepada Hasto Kristiyanto untuk kembali mengajukan praperadilan ke PN Jaksel. 

    “Memberikan ruang untuk kami bisa mengajukan kembali dua Praperadilan, pada dua sprindik yang berbeda.”

    “Oleh sebab itu kami telah mengajukan dua permohonan Praperadilan berdasarkan putusan hakim sebelumnya,” jelas Ronny.

    Diketahui, sebelumnya permohonan praperadilan yang diajukan oleh Hasto Kristiyanto tidak diterima oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto.

    Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (13/2/2025), Djuyamto menyebut praperadilan yang diajukan kubu Hasto Kristiyanto kabur dan tidak jelas sehingga tidak dapat diterima.

    “Menyatakan permohonan praperadilan pemohon kabur atau tidak jelas. Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” kata hakim Djuyamto.

    Putusan praperadilan itu pun memiliki konsekuensi hukum hingga penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka menjadi sah.

    Sebagai informasi, Hasto Kristiyanto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus yang melibatkan buronan eks calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku.

    Pertama, Hasto bersama advokat PDIP bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap mengenai penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024.

    Suap dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. 

    Hasto lalu menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan dengan nominal mencapai Rp 600 juta.

    Suap itu dilakukan oleh Hasto Kristiyanto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. 

    Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio Fridelina dan juga Wahyu Setiawan.

    Kedua, Hasto Kristiyanto juga ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

    Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto diduga melakukan serangkaian upaya dengan mengumpulkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya terkait kasus Harun Masiku.

    Hasto Kristiyanto juga memerintahkan Nur Hasan, seorang penjaga rumah, untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam ponselnya dalam air dan segera melarikan diri.

    Kemudian, pada 6 Juni 2024, Hasto Kristiyanto juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan gawai milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

    Atas perbuatannya, Hasto Kristiyanto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 21 atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    (Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Fransiskus Adhiyuda Prasetia)(Kompas.com)

  • Prasetyo Edi Mengaku Tak Tahu Menahu Soal Kasus Pembelian Lahan Rusun Cengkareng – Halaman all

    Prasetyo Edi Mengaku Tak Tahu Menahu Soal Kasus Pembelian Lahan Rusun Cengkareng – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Politikus PDIP sekaligus mantan Ketua DPRD Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, telah selesai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembelian lahan rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat.

    Prasetyo keluar dari gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, sekitar pukul 11.35 WIB.

    Kepada wartawan, ia mengaku mendapat tujuh pertanyaan dari penyidik dan menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui detail perkara tersebut.

    “Tanah Cengkareng Barat itu saya baru pertama kali jadi Ketua DPRD Jakarta, kalau tidak salah. Nah, di situ tahun 2015 terjadi Pergub, tidak ada Perda, dan tidak ada kaitannya dengan saya,” ujarnya, Senin (17/2/2025).

    Menurutnya, saat permasalahan lahan ini mencuat, mantan Ketua Fraksi PDIP DPRD Jakarta, Gembong Warsono (almarhum), telah meminta agar dilakukan audit. Permintaan itu disampaikan pada 30 Juni 2016.

    “Sudah saya jelaskan bahwa saya minta audit BPK, ini kepada KPK dan Bareskrim untuk ditindaklanjuti,” pungkasnya.

    Dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap APBD DKI tahun 2025, lahan tersebut dinyatakan bermasalah. BPK mencatat bahwa tanah tersebut masih berstatus sengketa antara Toeti dengan Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan (DKPKP) DKI Jakarta.

    Berdasarkan keterangan DKPKP, tanah itu tercatat sebagai aset per 31 Desember 2015.

    Pada tahun 2015, APBD DKI Jakarta disahkan menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub) karena terjadi deadlock antara Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dengan DPRD DKI Jakarta.

    Sebelumnya, Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Prasetyo Edi pada Senin (17/2/2025).

    Wakil Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Waka Kortas Tipidkor) Polri, Brigjen Pol Arief Adiharsa, membenarkan bahwa pemeriksaan tersebut tetap sesuai jadwal.

    “Belum ada perubahan jadwal menurut hasil komunikasi dengan penyidik,” kata Arief.

    Ia juga menyebut bahwa Prasetyo Edi memenuhi panggilan untuk memberikan klarifikasi kepada penyidik. Namun, pihak kepolisian belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut terkait hasil pemeriksaan.

    “Beliau janji akan hadir sekitar pukul 10.00 WIB,” tutup Arief.

  • Dipanggil KPK sebagai Tersangka, Hasto Minta Penundaan Pemeriksaan

    Dipanggil KPK sebagai Tersangka, Hasto Minta Penundaan Pemeriksaan

    Jakarta (beritajatim.com) – Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seharusnya, Hasto diperiksa KPK sebagai tersangka dugaan suap pengurusan Anggota DPR RI 2019 – 2024 di KPU hari ini, Senin (17/4/2025).

    “Penasehat Hukum jam 08.30 WIB telah datang ke KPK untuk berikan surat perihal permohonan penundaan pemeriksaan Mas Hasto Kristiyanto,” ujar kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy.

    Dia menjelaskan, permohonan pemeriksaan ini karena pihaknya pengajuan kembali Praperadilan di PN Jakarta selatan sebagai tindak lanjut putusan Praperadilan sebelumnya yang belum membahas sah tidaknya status tersangka Hasto Kristiyanto dan memberikan ruang untuk bisa mengajukan kembali dua Praperadilan pada dua Sprindik yang berbeda.

    “Oleh sebab itu kami telah mengajukan dua permohonan Praperadilan berdasarkan putusan hakim Kamis (13/2/2025) lalu,” kata Ronny.

    “Kami meminta agar semua pihak menghormati putusan hakim dan langkah dan hak hukum pihak kami,” lanjutnya.

    Sementara itu, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengaku belum menerima dapat informasi terkait permihinan tersebut. “Belum ada info konfirmasi ketidak hadiran yang saya dapatkan dari Penyidik,” ujar Tessa dikonfirmasi beritajatim.com.

    Seperti diketahui, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/ 153/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Hasto Kristiyanto bersama-sama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia periode 2017 s.d. 2022 bersama-sama dengan Agustiani Tio F terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019-2024.

    KPK juga mengungkapkan, Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri dan Donny melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar SGD 19.000 dan SGD 38.350 pada periode 16 Desember 2019 s.d. 23 Desember 2019 agar Sdr. Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019 – 2024 dari Dapil | Sumsel.

    KPK juga menerbitkan Surat Perintah Penyid kan Nomor Sprin.Dik/ 152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Tersangka HK dan kawan kawan yaitu dengan sengaja mencegah, menntangi atau menggagaikan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penetapan anggota DPR RI di atas.

    Dingkapkan KPK, pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses Tangkap Tangan KPK, Hasto memerintahkan Nur Hasan (penjaga rumah aspirasi Jl. Sutan Syahrir No 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh Hasto) untuk menelpon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.

    Kemudian, pada tanggal 6 Juni 2024, sebelum diperiksa sebagai saksi oleh KPK, Hasto Kristiyanto memerintahkan Kusnadi (staf Hasto, red) untuk menenggelamkan HP yang dalam penguasaan Saudara Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK. KPK juga menyebut, Hasto juga mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi bdak memberikan keterangan yang sebenarnya.

    KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap Hasto dan Ketua DPP PDIP bidang Hukum, HAM, dan Perundangan yang juga mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly. Larangan ini berlaku selama enam bulan sejak surat tersebut dikeluarkan pada 24 Desember 2024. [hen/beq]

  • Bareskrim Periksa Politikus PDIP Prasetyo Edi Soal Kasus Dugaan Korupsi Rusun di Cengkareng   – Halaman all

    Bareskrim Periksa Politikus PDIP Prasetyo Edi Soal Kasus Dugaan Korupsi Rusun di Cengkareng   – Halaman all

    Arief menyebut Prasetyo Edi akan memenuhi panggilan untuk memberi klarifikasi kepada penyidik

    Tayang: Senin, 17 Februari 2025 10:41 WIB

    Istimewa

    DIPERIKSA SEBAGAI SAKSI – Prasetyo Edi Marsudi. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dijadwalkan memeriksa politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai saksi, Senin (17/2/2025) hari ini 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri dijadwalkan memeriksa politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Prasetyo Edi Marsudi pada Senin (17/2/2025).

    Hal itu dibenarkan Wakil Kepala Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Waka Kortas Tipidkor) Polri, Brigadir Jenderal Polisi Arief Adiharsa kepada wartawan, Senin (17/2/2025).

    Pemeriksaan Prasetyo Edi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat.

    “Belum ada perubahan jadwal menurut hasil komunikasi dengan penyidik,” katanya Senin (17/2/2025).

    Arief menyebut Prasetyo Edi akan memenuhi panggilan untuk memberi klarifikasi kepada penyidik. 

    Pihak kepolisian beluk bisa berkata lebih lanjut terkait pemeriksaan tersebut.

    “Beliau janji akan hadir sekira pukul 10.00,” kata Arief.

    Sebelumnya, eks Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), sekaligus Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi akan diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat (Jakbar).

    Sejauh ini Prasetyo Edi masih diperiksa sebagai saksi atas perkara dugaan korupsi proyek pembangunan tahun 2015-2016 tersebut. (Tribunnews.com/Reynas Abdila)

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’2′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Melawan KPK,Hasto Minta Pemeriksaan Hari Ini Ditunda

    Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Melawan KPK,Hasto Minta Pemeriksaan Hari Ini Ditunda

    GELORA.CO  – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto kembali mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK setelah gugatan sebelumnya tidak dapat diterima di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.

    Tim kuasa hukum Hasto pun telah melayangkan surat ke KPK perihal permohonan penundaan pemeriksaan Hasto Kristiyanto yang sedianya digelar hari ini, Senin (17/2/2025).

    Dimana, Hasto dipanggil KPK usai PN Jaksel tidak dapat menerima praperadilan sebelumnya.

    “Penasihat Hukum jam 08.30 WIB telah datang ke KPK untuk berikan surat perihal permohonan penundaan pemeriksaan Mas Hasto Kristiyanto,” kata tim kuasa humum Hasto, Ronny Talapessy saat dihubungi, Senin.

    Ronny menjelaskan, permohonan penundaan pemeriksaan terhadap Hasto ada kaitannya dengan pengajuan kembali praperadilan di PN Jakarta selatan sebagai tindak lanjut putusan Praperadilan sebelumnya yang belum membahas sah tidaknya status tersangka Hasto Kristiyanto.

    Dia pun menyebut, hal ini membuka ruang bagi tim kuasa hukum untuk kembali mengajukan praperadilan ke PN Jaksel. 

    “Memberikan ruang untuk kami bisa mengajukan kembali 2 Praperadilan, pada 2 sprindik yang berbeda. Oleh sebab itu kami telah mengajukan 2 permohonan Praperadilan berdasarkan putusan hakim sebelumnya,” jelas Ronny.

    Ketua DPP PDIP ini pun meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan hakim sebelumnya dan langkah dan hak hukum dari Hasto Kristiyanto. 

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka pada hari ini, Senin (17/2/2025).

    “Benar HK dipanggil hari ini dalam kapasitasnya sebagai tersangka,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, kepada wartawan, Senin (17/2/2025).

    Sebelumnya permohonan praperadilan yang diajukan oleh Hasto Kristiyanto tidak diterima oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto.

    Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (13/2/2025), Djuyamto menyebut praperadilan yang diajukan kubu Hasto kabur dan tidak jelas sehingga tidak dapat diterima.

    “Menyatakan permohonan praperadilan pemohon kabur atau tidak jelas. Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” kata hakim Djuyamto.

    Putusan praperadilan itu pun memiliki konsekuensi hukum. 

    Status tersangka Hasto Kristiyanto pun kini menjadi sah usai praperadilannya tidak dapat diterima.

    Sebagai informasi, Hasto Kristiyanto telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus yang melibatkan buronan eks calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku.

    Pertama, Hasto bersama advokat PDIP bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap mengenai penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024.

    Kedua, Hasto ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

    Adapun suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW. 

    Caranya adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.

    Suap itu dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. 

    Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio Fridelina dan juga Wahyu Setiawan.

    Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

    Tak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan–seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya–untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam ponselnya dalam air dan segera melarikan diri.

    Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Harun Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan gawai milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

    Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 21 atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • Kejagung Serahkan Bareskrim Usut Pemalsuan Dokumen Pagar Laut

    Kejagung Serahkan Bareskrim Usut Pemalsuan Dokumen Pagar Laut

    Bisnis.com, JAKARTA  Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan pengusutan tindak pidana pemalsuan dokumen terkait area pagar laut di Tangerang ke Bareskrim Polri.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menekankan pihaknya masih mendahulukan Polri untuk mengusut persoalan itu lantaran Bareskrim sudah lebih dulu melakukan penyidikan kasus tersebut.

    “Sekarang ini Polri sedang melakukan penyidikan apakah ada dugaan TP [tindak pidana] pemalsuan di situ, jadi kita mendahulukan itu,” ujarnya saat dihubungi, dikutip Senin (17/2/2025).

    Dia menekankan, sejatinya Kejagung juga telah menerima laporan terkait dengan kasus pemalsuan dokumen terkait pagar laut di Tangerang. 

    Berbeda dengan Bareskrim, korps Adhyaksa terlebih dahulu mencari dugaan tindak pidana suap atau gratifikasi pada persoalan tersebut. Oleh karenanya, pengusutan terkait pemalsuan dokumen hanya sebagai pintu masuk ke ranah tindak pidana korupsi.

    “Karena objeknya kan sama soal penerbitan sertifikat, nanti kita lihat sekiranya TP pemalsuan itu benar ada, apakah pemalsuan itu karena adanya suap atau gratifikasi atau murni memang pemalsuan saja?” tambah Harli.

    Di samping itu, Harli menekankan bahwa pengusutan pagar laut di Kejagung baru di tahap penyelidikan atau pengumpulan bahan, data, dan keterangan (Pulbaket).

    “Masih [diusut], pengumpulan data dan informasi,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Bareskrim telah meningkatkan polemik temuan pagar laut di Tangerang ke penyidikan setelah melakukan gelar perkara pada Selasa (4/2/2025).

    Dalam hal ini, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri telah menemukan indikasi dugaan pidana terkait pemalsuan dokumen warkah berupa surat hak milik (SHM) dan surat hak guna bangunan (SHBG) di area pagar laut Tangerang.

    Total, ada 44 saksi yang telah diperiksa oleh Bareskrim termasuk Arsin, sejumlah warga hingga kantor pertanahan di Kabupaten Tangerang. 

  • Politikus PDIP Prasetyo Edi Diperiksa terkait Kasus Korupsi Lahan Cengkareng Hari Ini

    Politikus PDIP Prasetyo Edi Diperiksa terkait Kasus Korupsi Lahan Cengkareng Hari Ini

    GELORA.CO  – Mantan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi bakal diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat (Jakbar), Senin (17/2/2025). Pemeriksaan dijadwalkan digelar di Bareskrim Polri.

    Wakil Kepala Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri, Brigjen Arief Adiharsa mengatakan Prasetyo Edi bakal memenuhi panggilan pada pukul 10.00 WIB.

    “Sementara belum ada perubahan, menurut hasil komunikasi dengan penyidik beliau janji akan hadir sekira pukul 10,” kata Arief saat dikonfirmasi, Senin (17/2/2025).

    Sedianya, Prasetyo diperiksa pada Senin (10/2/2025) lalu. Namun, politikus PDIP itu meminta pemeriksaan dijadwalkan ulang.

    Penyidik pun sepakat pemeriksaan dilakukan pada Senin 17 Februari 2025.

    “Ini ada pihak tertentu yang akan kami klarifikasi. Itu saudara Prasetyo dan kita akan minta keterangannya,” kata Kepala Kortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo.

    Cahyono mengatakan, pemanggilan terhadap Prasetyo Edi telah dikoordinasikan dengan jaksa penuntut umum (JPU). Sebab, nama Prasetyo Edi sempat disebut oleh saksi dalam sidang perkara tersebut.

    Cahyono menjelaskan, kasus tersebut belum kunjung rampung karena ada faktor yang membuat penyidikan berjalan lambat. Salah satunya, proses hukum yang dilakukan pihak terkait untuk mengajukan gugatan praperadilan.

    “Kami naikkan lagi penyidikan terhadap satu peristiwa hukum berupa penyuapannya. Nah penyuapan inilah yang kemarin di prapid namun putusan hasil prapid itu NO (Niet Ontvankelijke Verklaard), tidak diterima lah,” tutur dia