KPK Tak Kunjung Panggil Bobby Nasution, Rossa Purbo Bekti Diadukan ke Dewas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Penyidik AKBP Rossa Purbo Bekti dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK usai tak kunjung memanggil Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, sebagai saksi terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut).
“Kami hari ini melaporkan kepada
KPK
, khususnya Dewan Pengawas KPK, terkait dengan dugaan upaya penghambatan proses hukum terhadap
Bobby Nasution
yang diduga dilakukan oleh
AKBP Rossa Purbo Bekti
,” ujar Koordinator Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI), Yusril, usai membuat laporan di Kantor Dewas KPK, Jakarta Selatan, Senin (17/11/2025).
Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia atau KAMI adalah pihak yang membuat laporan ke Dewas KPK tersebut.
Yusril selaku Koordinator KAMI mengungkapkan bahwa AKBP Rossa Purbo Bekti merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) pada perkara tersebut.
Yusril menjelaskan, laporan tersebut sekaligus mempertanyakan independensi KPK sebagai lembaga era reformasi yang diberi amanat oleh undang-undang dan rakyat Indonesia untuk memberantas korupsi.
Seharusnya, kata Yusril, KPK sudah memanggil Bobby sesuai perintah Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Medan.
“Saya pikir bahwa seharusnya pemanggilan terhadap saudara Bobby Nasution ini sudah dilakukan oleh KPK. Tapi sampai hari ini, yang dilakukan oleh teman-teman KPK tidak memanggil Bobby Nasution,” jelas dia.
“Jangan sampai ada intervensi-intervensi khusus yang kemudian mengamankan Bobby Nasution,” lanjut dia.
Pada 26 September 2025, KPK mengatakan akan menindaklanjuti perintah Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Medan untuk memanggil Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution terkait kasus
dugaan korupsi
proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut).
Hal tersebut disampaikan oleh Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu saat menanggapi adanya perintah dari Hakim Pengadilan Tipikor Medan untuk memanggil Bobby Nasution terkait perkara tersebut.
Asep mengatakan, pihaknya terlebih dahulu menunggu Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kembali dari Medan untuk menjelaskan perintah hakim Pengadilan Tipikor Medan tersebut.
“Kemudian saudara BN (Bobby Nasution), kapan dilakukan pemanggilan? Ini kita nanti nunggu (JPU) pulang dulu, seperti itu. Dan ini juga nanti kita akan tanyakan dari Pak JPU-nya itu seperti apa,” kata Asep, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Asep mengatakan, Jaksa KPK nantinya juga akan mendiskusikan materi yang akan didalami terkait pemanggilan Bobby Nasution tersebut.
“Materinya akan didiskusikan dengan Pak JPU, biar tidak berlarut-larut dan tidak efektif,” ujar dia.
Sebelumnya, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut) pada 28 Juni 2025.
Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP);
Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES); Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL); Direktur Utama PT DNG, M Akhirun Efendi Siregar (KIR); serta Direktur PT RN, M Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
Penindakan ini menyeret pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
KPK sebelumnya menggelar dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumatera Utara.
Dari hasil penelusuran, total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/11/17/691adec5b76d7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
6 KPK Tak Kunjung Panggil Bobby Nasution, Rossa Purbo Bekti Diadukan ke Dewas Nasional
-

Kasus Korupsi Ponorogo, KPK Sita Rubicon dan Jam Tangan Mewah
Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan rangkaian penggeledahan selama empat hari terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang menjerat Bupati Ponorogo periode 2021–2025 dan 2025–2030, Sugiri Sancoko. Dari penggeledahan tersebut, penyidik turut mengamankan sejumlah aset mewah, termasuk mobil Jeep Rubicon dan BMW.
Juru Bicara KPK, Budi Praseto, menjelaskan bahwa penggeledahan dilakukan sejak Selasa (11/11) hingga Jumat (14/11) di berbagai lokasi strategis.
“Tim penyidik menggeledah sejumlah lokasi, di antaranya Dinas PU, RSUD Ponorogo, rumah dinas bupati, rumah dinas sekda, rumah pribadi Sdr. SUG, rumah Sdr. YUM (Direktur RSUD Dr. Harjono), dan rumah Sdr. SC (pihak swasta rekanan RSUD),” ujar Budi.
Dari rangkaian penggeledahan tersebut, KPK menyita berbagai dokumen dan barang bukti elektronik yang berkaitan dengan penganggaran maupun proyek pembangunan.
“Selain itu, dari rumah Sdr. YUM, penyidik mengamankan sejumlah aset bergerak berupa jam tangan mewah, 24 sepeda, serta dua mobil mewah Jeep Rubicon dan BMW,” lanjutnya.
Budi menjelaskan bahwa setiap barang bukti yang disita akan diekstrak dan dipelajari untuk memperkuat pembuktian dalam penyidikan. Ia menegaskan bahwa penyitaan aset tidak hanya untuk kepentingan pembuktian, namun juga bagian dari proses awal asset recovery.
Empat Tersangka Ditahan
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan empat tersangka, masing-masing:
1. Sugiri Sancoko (SUG) – Bupati Ponorogo
2. Agus Pramono (AGP) – Sekretaris Daerah Ponorogo
3. Yunus Mahatma (YUM) – Direktur RSUD Dr. Harjono
4. Sucipto (SC) – Pihak swasta rekanan RSUD
Para tersangka ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak Sabtu, 8 November 2025 hingga 27 November 2025, di Rumah Tahanan Negara Cabang Merah Putih KPK.
Tiga Klaster Perkara Korupsi
KPK mengungkapkan bahwa Sugiri Sancoko dijerat dalam tiga klaster perkara, yaitu:
1. Dugaan suap pengurusan jabatan
2. Suap proyek pekerjaan di RSUD Ponorogo
3. Penerimaan gratifikasi
Untuk kasus paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Ponorogo, Sugiri diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan/atau Pasal 13 UU Tipikor.
Kemudian, dalam perkara yang melibatkan Direktur RSUD Yunus Mahatma, Sugiri diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun Yunus Mahatma dalam klaster pengurusan jabatan diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan/atau Pasal 13 UU Tipikor.
Sementara itu, dalam dugaan tindak pidana korupsi bersama Sekda Agus Pramono, Sugiri kembali diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (hen/but)
-

KPK Cecar Pendamping PKH di Jawa Tengah soal Distribusi Bansos Beras
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) terkait dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial (Bansos) beras di Lingkungan Kementerian Sosial pada tahun 2020.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan pemeriksaan bertujuan untuk mendalami proses distribusi penyaluran bantuan sosial di Jawa Tengah.
“Dalam rangkaian pemeriksaan terhadap para pendamping PKH tersebut, penyidik meminta keterangan para saksi berkaitan dengan proses distribusi bansos beras di masing-masing wilayah di jawa tengah,” ujar Budi, Senin (17/11/2025).
Penyidik lembaga antirasuah menanyakan perihal proses yang dijalankan sesuai aturan yang dijanjikan dan termuat dalam kontrak antara PT Dos Ni Roha Corporation dengan Kementerian Sosial.
Selain itu, Budi menuturkan pemeriksaan juga mendalami mengenai kendala pendistribusian di lapangan.
Sebelumnya, KPK memeriksa enam pendamping PKH Koordinator Wilayah Jawa Tengah pada Selasa (11/11/2025) di Polrestabes Semarang.
Mereka adalah Theo Markis, Titik Puji Rahayu, Setiawan Kosasih, Muhammad Arifin Arif RM, Ibnu Rouf, dan Vita Kurniasari (pendamping di Kabupaten Semarang).
Kasus ini merupakan pengembangan perkara korupsi bansos beras untuk Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) tahun 2020–2021, yang sebelumnya menjerat mantan Direktur Utama PT Bhanda Ghara Reksa (BGR), Muhammad Kuncoro Wibowo, bersama sejumlah pihak lain.
Kuncoro divonis enam tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi dalam penyaluran bansos beras. Ia dinyatakan melanggar Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam perkara itu, Kuncoro terbukti merekayasa pekerjaan konsultansi dengan menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada sebagai konsultan PT BGR dalam penyaluran bansos beras Kemensos, yang merugikan negara Rp127,14 miliar.
Selain Kuncoro, dua petinggi PT BGR lainnya juga ikut didakwa, yakni Budi Susanto (Direktur Komersial periode Juni 2020–Desember 2021) serta April Churniawan (Vice President Operation and Support periode Agustus 2020–Maret 2021).
Lembaga antirasuah menyebut potensi kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp200 miliar dari total nilai proyek sekitar Rp336 miliar.
-

Geledah Rumah Direktur RSUD dr Harjono, KPK Sita Jam Tangan Mewah, 24 Sepeda, Rubicon dan BMW
GELORA.CO — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah aset mewah milik Direktur RSUD Dr Harjono Kabupaten Ponorogo, Yunus Mahatma (YUM), yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi.
Aset-aset tersebut diamankan dalam rangkaian penggeledahan maraton selama empat hari, sejak Selasa (11/11/2025) hingga Jumat (14/11/2025).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, merinci bahwa aset mewah tersebut ditemukan saat tim menggeledah rumah pribadi Yunus Mahatma.
”Dari rumah YUM, penyidik juga mengamankan sejumlah aset bergerak,” kata Budi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (15/11/2025).
Aset yang disita tersebut mencakup sejumlah jam tangan mewah, 24 unit sepeda, serta dua mobil mewah Jeep Rubicon dan BMW.
Budi menjelaskan, penyitaan aset-aset tersebut dilakukan tidak hanya untuk kepentingan pembuktian, tetapi juga sebagai langkah awal pemulihan aset (asset recovery) dari hasil tindak pidana korupsi.
Penggeledahan di rumah Yunus merupakan bagian dari serangkaian upaya paksa yang dilakukan KPK di berbagai lokasi di Ponorogo.
Lokasi lain yang turut digeledah antara lain Dinas PU, RSUD Ponorogo, rumah dinas Bupati, rumah dinas Sekda, rumah pribadi Bupati Sugiri Sancoko, dan rumah tersangka swasta Sucipto.
”Dalam rangkaian penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan dan menyita beberapa dokumen dan barang bukti elektronik yang terkait dengan perkara ini, seperti dokumen penganggaran maupun proyek,” ujar Budi.
Seluruh barang bukti yang disita, lanjut Budi, akan diekstrak dan dipelajari lebih lanjut untuk mendukung proses penyidikan.
Yunus Mahatma sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekretaris Daerah Agus Pramono, dan pihak swasta Sucipto usai operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025).
Dalam konstruksi perkara, Yunus diduga terlibat dalam dua klaster korupsi.
Pertama, Yunus diduga sebagai pemberi suap senilai total Rp 1,25 miliar (Rp 900 juta untuk Sugiri Sancoko dan Rp 325 juta untuk Agus Pramono) untuk mengamankan jabatannya sebagai direktur RSUD Dr Harjono.
Kedua, Yunus bersama-sama dengan Sugiri Sancoko diduga terlibat dalam suap terkait proyek pekerjaan di RSUD Harjono pada tahun 2024.
Yunus diduga menerima fee proyek sebesar 10 persen atau Rp 1,4 miliar dari tersangka Sucipto atas proyek senilai Rp 14 miliar.
Uang tersebut kemudian diduga diserahkan Yunus kepada Sugiri Sancoko.
-
/data/photo/2025/11/14/6917254286513.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jaksa Geledah Kantor BKPSDM Flores Timur, Uang Tunai Rp 30 Juta Disita Regional 14 November 2025
Jaksa Geledah Kantor BKPSDM Flores Timur, Uang Tunai Rp 30 Juta Disita
Tim Redaksi
FLORES TIMUR, KOMPAS.com
– Tim penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Flores Timur (Flotim) menggeledah kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Flores Timur, NTT, Jumat (14/11/2025).
Penggeledahan ini terkait dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan anggaran BKPSDM Kabupaten
Flores Timur
tahun anggaran 2023–2025.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Flores Timur, Samuel L Tamba mengkonfirmasi adanya penggeledahan tersebut.
“Betul, penyidik mencari beberapa benda-benda atau bukti yang sempat disembunyikan oleh pihak-pihak tertentu untuk menyembunyikan perannya dalam tindak pidana korupsi ini,” ujarnya.
Samuel menyampaikan, dari penggeledahan tersebut, tim penyidik menyita sebanyak 1.297 barang bukti.
Ribuan barang bukti itu berupa dokumen-dokumen, nota-nota kosong dari beberapa toko, catatan penggunaan hasil penyalahgunaan anggaran.
“Nota-nota kosong itu dari beberapa toko di Larantuka, Kupang, bahkan Jakarta,” katanya.
Selain itu, tim penyidik juga menyita uang tunai senilai Rp 30 juta yang diduga hasil korupsi.
Samuel menambahkan penggeledahan tersebut dilakukan berdasarkan surat perintah penggeledahan yang diterbitkan Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur, serta penetapan izin penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri Larantuka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
ICW Tuntut KPK Periksa Bobby Mantu Jokowi, Diduga Terlibat Korupsi PUPR Sumut
GELORA.CO – Indonesia Corruption Watch (ICW) menuntut KPK memeriksa Gubernur Sumatra Utara (Sumut), Bobby Nasution terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan proyek di Satuan Kerja PJN Wilayah 1 Sumut.
“Kami menuntut KPK untuk memeriksa Bobby dalam perkara korupsi pembangunan Jalan Sipiongot Labuhan Batu dan Kutaibaru Sipiongot,” kata Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah dalam aksi demo di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (14/11/2025).
Tuntutan ini dilayangkan lantaran Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Medan telah memerintahkan Jaksa KPK untuk memeriksa Bobby dalam persidangan. Ia mengatakan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, telah menyampaikan Jaksa KPK akan memeriksa Bobby jika memang terdapat perintah dari pengadilan.
“Ini sudah ada dasar hukumnya, sudah ada perintahnya, bahkan yang kami tahu dari laporan Tempo. Penyidik KPK bahkan sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby. Namun, tiga kepala satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” kata Zararah.
ICW menuntut agar KPK mengembangkan kasus korupsi ini, berdasarkan dengan fakta dalam persidangan, jika memang Bobby tidak dihadirkan dalam persidangan.
“Apabila ada petunjuk baru dari persidangan, KPK seharusnya mengembangkan kasus begitu. Jadi, membuka kasus baru. Jangankan mengembangkan kasus, tapi untuk memeriksa Bobby saja tidak berani begitu. Kenapa? Karena korupsi pada pengadaan barang dan jasa biasanya korupsi besarnya apabila KPK ingin mengejar aktor intelektualnya, itu ada pada tahap perencanaan,” jelas Zararah.
Menurutnya, Bobby terlibat dalam tahap perencanaan, dengan mengganti APBD Provinsi Sumut sebanyak empat kali agar dapat memasukkan proyek jalan ini dalam penganggaran.
“Padahal, sebelumnya itu tidak termasuk kebutuhan Provinsi Sumut, tidak pernah ada di APBD Sumut, berarti, kan, tidak butuh. Tahap perencanaannya tidak pernah disentuh oleh KPK, padahal mulanya pasti sejak tahap perencanaan,” pungkasnya.
Diketahui, permintaan untuk menghadirkan Bobby dalam sidang kasus yang turut melibatkan Kepala Dinas PUPR Pemprov Sumut nonaktif, Topan Obaja Putra Ginting (TOP) ini, disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Medan, Khamozaro Waruwu, Rabu (24/9/2025) lalu.
Dalam persidangan, para terdakwa adalah pihak swasta atau pihak pemberi yaitu Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.
Saat itu, sidang berjalan dengan agenda pemeriksaan terhadap sejumlah saksi-saksi. Salah satunya, Sekretaris Dinas PUPR Sumut, Muhammad Haldun, yang mengakui anggaran untuk dua proyek jalan yang menjadi objek korupsi, yakni ruas Sipiongot-Batas Labuhan Batu dan Sipiongot-Hutaimbaru di Padang Lawas Utara dengan total nilai Rp165 miliar, belum dialokasikan pada APBD murni 2025.
Berdasarkan Alokasi, Haldun menyebut anggaran yang digunakan, bersumber dari pergeseran dana sejumlah dinas yang dilegalkan melalui Pergub. Atas keterangan yang disampaikan Haldun, Hakim menyimpulkan yang paling bertanggung jawab atas hal tersebut adalah gubernur.
Selain Bobby, Hakim juga meminta JPU untuk menghadirkan Pj Sekretaris Daerah Sumut saat itu, Effendy Pohan, untuk dimintai keterangan mengenai dasar hukum Pergub yang disebut telah diubah hingga enam kali.
“Kalau ada risiko terhadap pergeseran anggaran, siapa yang bertanggung jawab? Ketika mekanisme pergeseran anggaran tidak berjalan, maka gubernur harus bertanggung jawab,” jelas Hakim.
-

Hutama Karya Gandeng Kejati Papua Kawal Proyek Trans Papua 50 Km
Jakarta –
PT Hutama Mambelim Trans Papua (HMTP) menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua terkait pendampingan hukum atas pelaksaan Pembangunan Jalan Trans Papua Ruas Jayapura-Wamena Segmen Mamberamo-Elelim di Provinsi Papua Pegunungan.
HMTP sendiri merupakan Badan Usaha Pelaksana (BUP) yang dibentuk oleh Konsorsium antara PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) dan PT Hutama Karya Infrastruktur (HKI). HMTP akan membangun Proyek Jalan Trans Papua Ruas Jayapura-Wamena Segmen Mamberamo-Elelim sepanjang 50,14 kilometer (km).
Jalan ini merupakan akses vital yang menghubungkan tiga provinsi dan delapan kabupaten di Papua Pegunungan, bermanfaat untuk meningkatkan aksesibilitas, memperlancar distribusi logistik, hingga memperkuat perekonomian daerah.
Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Hendrizal Husin mengatakan, penandatanganan perjanjian ini merupakan payung hukum untuk meningkatkan efektivitas dalam penyelesaian masalah hukum dan tata kelola pengerjaan Proyek KPBU Trans Papua.
“Diharapkan dengan adanya kerja sama ini dapat memberikan kontribusi dalam bentuk bantuan hukum berupa legal review, legal audit maupun legal opinion yang optimal agar setiap kegiatan proyek berjalan baik,” ujar Hendrizal, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (14/11/2025).
Kerja Sama ini juga bertujuan untuk memperkuat aspek legal dalam operasional pelaksaan Proyek KPBU Trans Papua yang dapat mendukung pembangunan proyek tanpa hambatan hukum mulai dari persiapan proyek, masa pelaksanaan, sampai masa pengoperasian dan pemeliharaan.
Direktur Human Capital dan Legal Hutama Karya, Muhammad Fauzan mengatakan, pengawalan dari seluruh stakeholder termasuk pendampingan dari Kejaksaan Tinggi Papua sangat diperlukan, mengingat dinamika dan tantangan sosial maupun non-sosial yang dihadapi.
“Kami sangat berharap pendampingan ini dapat mewujudkan proyek strategis nasional (PSN) yang mampu mendongkrak kesejahteraan masyarakat Papua dan dapat menjadi referensi maupun pembelajaran bagi proyek KPBU ke depannya,” kata Fauzan.
Ruang lingkup dari Perjanjian Kerja Sama ini meliputi pemberian bantuan hukum dalam perkara perdata maupun Tata Usaha Negara yang dilakukan secara litigasi maupun non litigasi, serta pemberian pertimbangan hukum dalam bentuk pendapat hukum (Legal Opinion) yang dapat membantu HMTP dalam mengambil kebijakan atau Keputusan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, perjanjian ini juga mencakup pendampingan hukum (Legal Assistance) dan Audit Hukum (Legal Audit) di bidang Perdata atas dasar permintaan HMTP, serta pemberian tindakan hukum lain dalam rangka menyelamatkan dan memulihkan keuangan atau kekayaan negara.
Sebagai strategic partner atas kesepakatan ini, Kejati Papua juga akan bertindak sebagai konsiliator, mediator, maupun fasilitator apabila terjadinya permasalahan hukum di kemudian hari.
Tidak hanya itu, Kejati Papua juga membantu dalam memitigasi risiko hukum terkait pembebasan lahan masyarakat/adat dan pencegahan tindak pidana korupsi dalam pembangunan proyek KPBU Jalan Trans Papua ruas Jayapura-Wamena Segmen Mamberamo-Elelim di Provinsi Papua Pegunungan.
Hal ini menjadi bentuk pengawasan preventif guna memastikan pelaksanaan proyek ini berjalan transparan, bebas dari penyimpangan, serta menjunjung tinggi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Ke depan, Proyek KPBU Trans Papua diharapkan dapat meningkatkan aksesibilitas, konektivitas di wilayah terpencil Papua, memperlancar distribusi logistik serta mobilitas warga setempat.
“Kami berterima kasih kepada Kejaksaan Tinggi Papua atas berkolaborasi demi memperkuat pembangunan proyek. Sehingga dengan adanya Kerja sama ini, kami berkomitmen untuk menyelesaikan proyek dengan kualitas terbaik dan dapat bermanfaat bagi masyarakat,” kata Plt. Direktur HMTP Kun Hartawan.
(shc/eds)
-

Kejagung Segera Eksekusi Hukuman 18 Tahun Penjara Mafia Perkara Zarof Ricar
Jakarta –
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum dan mantan pejabat MA Zarof Ricar. Kejaksaan Agung (Kejagung) segera mengeksekusi vonis 18 tahun penjara Zarof.
“Kasasinya baru turun hari ini, isinya menolak kasasi JPU dan terdakwa, akan kita eksekusi begitu petikan putusan diterima,” kata Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan, Jumat (14/11/2025).
Anang mengatakan putusan Zarof sudah berkekuatan hukum tetap. Pihaknya masih menunggu salinan putusan resmi dari Mahkamah Agung sebelum eksekusi.
“Kita sudah minta JPU Kejari Jaksel untuk berkoordinasi dengan PN jaksel terkait salinan putusan MA,” ucap Anang.
Putusan kasasi Zarof diketok pada Rabu (12/11). Kasasi Zarof diadili oleh majelis hakim yang diketuai Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.
Zarof kemudian mengajukan banding atas vonis Pengadilan Tipikor. Hasilnya, hukuman yang dijatuhkan terhadap Zarof di tingkat banding lebih berat dari pengadilan tingkat pertama
Vonis Zarof Ricar diperberat dari 16 tahun menjadi 18 tahun. Hakim pada tingkat banding menyatakan perbuatan Zarof mengakibatkan prasangka buruk seolah hakim mudah disuap dan diatur menggunakan uang.
Hakim pada tingkat banding juga menyatakan Zarof tidak bisa membuktikan sumber duit Rp 915 miliar dan emas logam mulia 51 kg. Dalam putusan banding ini, Zarof juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
“Menimbang bahwa dalam persidangan Terdakwa juga tidak membuktikan barang bukti a quo yang disita diperoleh bukan dari suatu tindak pidana,” ujar hakim.
(ond/haf)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5127644/original/013372000_1739177642-20250210-Sidang_Perdana_Zarof-ANG_4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasasi Ditolak, Zarof Ricar Tetap Jalani Hukuman 18 Tahun Penjara
Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum dan mantan pejabat MA, Zarof Ricar.
Dengan putusan ini, Zarof Ricar tetap harus menjalani hukuman 18 tahun penjara. Putusan itu diumumkan dalam dalam laman kepaniteraan MA,
“Amar putusan tolak kasasi penutut umum dan terdakwa,” seperti dikutip dalam laman kepaniteraan Mahkamah Agung, Jumat (14/11/2025).
Putusan diketok majelis hakim pada Rabu, 12 November 2025. Sidang Kasasi dipimpin hakim Yohanes Priyana dengan anggota Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono.
Sebelumnya, dalam sidang banding di Pengadilan Tinggi Jakarta pada 24 Juli lalu, majelis hakim yang diketuai Albertina Ho memperberat hukuman Zarof dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan kurungan.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 18 tahun dan denda sejumlah Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” ujar hakim saat membacakan amar putusan banding.
Zarof dinyatakan bersalah melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti. Ia terbukti melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 12B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tipikor.
