Kasus: Tipikor

  • Pekan Depan Polres Bojonegoro akan Periksa Dua ASN soal Izin Pendirian Toko Modern

    Pekan Depan Polres Bojonegoro akan Periksa Dua ASN soal Izin Pendirian Toko Modern

    Bojonegoro (beritajatim.com) — Dua Aparatur Sipil Negara (ASN) akan dimintai keterangan pihak Satreskrim Polres Bojonegoro terkait perizinan toko modern. Pasalnya, kuota pendirian toko modern di wilayah kota sudah habis sejak 2021, namun belakangan banyak berdiri toko modern baru, Minggu (23/2/2025).

    Dua ASN yang akan diperiksa itu, mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Yusnita Liasari dan mantan Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro (Disdagkop UM).

    “Siap memberikan keterangan,” kata mantan Kepala DPMPTSP Pemkab Bojonegoro, Yusnita Liasari, dikonfirmasi tentang kabar bakal adanya undangan dari Polres Bojonegoro kepada pihaknya.

    Sementara Kasatreskrim Polres Bojonegoro, AKP Bayu Adjie Sudarmono mengatakan, dalam proses penyelidikan dugaan adanya gratifikasi pendirian toko modern di wilayah hukumnya, ia bakal memanggil dua mantan kepala dinas itu pada pekan depan.

    Namun, hingga hari ini hanya Yusnita Liasari yang buka suara. Sedangkan mantan Kadisdagkop Sukaemi memilih bungkam. “Kami panggil (Sukaemi dan Yusnita Liasari) minggu depan,” ujarnya.

    Sukaemi diketahui kini telah dimutasi pada posisi barunya sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan. Sedangkan Yusnita Liasari sekarang menjabat Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).

    Sebagai informasi, Polres Bojonegoro melalui Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satreskrim telah melayangkan panggilan terhadap pihak-pihak terkait dugaan pungli pengurusan izin toko modern berjejaring, diantaranya lima pemilik gerai dan perusahaan toko modern berjejaring.

    Namun dari lima pemilik gerai toko modern tersebut, dua diantaranya mangkir, satu pihak tidak hadir tanpa disertai alasan, sedangkan satunya lagi beralasan ada di luar negeri.

    Polemik ini timbul ketika terjadi jumlah toko modern melebihi kuota sebagaimana diatur dalam Perbup 48/2021. Terkait ini, sejumlah fakta terkuak kala rapat kerja antara Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro dengan DPMPTSP dan Disdagkop UM.

    Saat itu terjadi dua penafsiran berbeda dari dua organisasi perangkat daerah (OPD) itu. Suakemi mengklaim, pihaknya memiliki kewenangan menerbitkan rekomendasi pendirian toko modern berdasar pada Perbup 48/2021.

    Sebaliknya, Yusnita membantah dalam penerbitan izin toko modern tidak diperlukan rekomendasi dari Disdagkop UM.

    “Dalam Perbup 48/2021 Pasal 10 ayat (1) huruf d, disebutkan “mendapatkan rekomendasi teknis izin usaha”. Artinya yang berhak adalah Disdag, ketika itu belum Disdagkop UM,” kata Sukaemi memberikan tafsiran aturan tersebut ketika itu.

    Menurut Kemmi, sapaan karibnya, Disdagkop UM memiliki tugas pokok dan fungsi (tusi) memberikan rekomendasi, tetapi sebelumnya harus berpedoman pada ITR (Informasi Tata Ruang) dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang (DPU Bima PR). Jika lokasi dimaksud oleh DPU Bima PR boleh sebagai kawasan perdagangan, maka pihaknya mempedomani untuk menerbitkan rekomendasi, apabila masih ada kuota.

    “Misalnya kecamatan kota, kami lihat kuotanya 19, sedangkan dalam catatan kami (baru 17) kami belum merekom 19, maka kami masih punya kewenangan mengeluarkan rekom, setelah itu dimasukkan dalam SIMBG (Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung) sebagai persayaratan untuk mendapatkan PBG,” ungkapnya.

    Rekomendasi yang harus ada menurut Kemmi itu dibantah oleh DPMPTSP, bahwa penerbitan izin tidak perlu ada rekomendasi. Ini bertentangan dengan klaim Kemmi yang baru menerbitkan 17 rekomendasi, sebab mengacu pada perbup yang sama, kuota pendirian toko modern sudah habis.

    “Izin yang kami terbitkan sudah sesuai dengan Perbup 48/2021, untuk kuota Kecamatan Bojonegoro sudah penuh (19), terakhir kami terbitkan tahun 2021, itu sebelum terbit Perbup 48, maka setelah itu kami tidak terbitkan izin lagi karena kuota sudah penuh,” beber Yusnita.

    “Jadi rekomendasi Pak Kemmi itu tidak ada di OSS pak, izin usaha kan diproses di OSS, bukan di lainnya, dan OSS tidak mensyaratkan rekomendasi,” tegas Lia, panggilan karib Yusnita Liasari. [lus/ted]

  • Kajati NTT Soroti Kualitas Bangunan 2.100 Unit Rumah Eks Pejuang Timtim

    Kajati NTT Soroti Kualitas Bangunan 2.100 Unit Rumah Eks Pejuang Timtim

    Kupang, Beritasatu.com – Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kajati NTT) Zet Tadung Allo menginspeksi langsung ke lokasi pembangunan 2.100 unit rumah khusus bagi para pejuang eks Timor Timur (Timtim) di Desa Oebola Dalam, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang. Kunjungan ini bertujuan untuk mengevaluasi kemajuan proyek serta memastikan kualitas pembangunan sesuai standar yang ditetapkan.

    Dalam kunjungan tersebut, Kajati NTT didampingi oleh sejumlah pejabat Kejati NTT, termasuk Asisten Intelijen Bambang Dwi Murcolono, Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Jaja Raharja, serta Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang Muhammad Ilham. Kehadiran mereka menunjukkan komitmen kejaksaan dalam mengawal proyek strategis ini agar berjalan sesuai aturan dan tidak merugikan masyarakat.

    Pembangunan rumah khusus ini merupakan program Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Perumahan dengan teknologi rumah tahan gempa (RTG) tipe Risha 36. Setiap unit rumah dibangun di atas lahan kavling seluas 150 meter persegi dengan pendanaan dari APBN Tahun Anggaran 2022 dan 2023. 

    Selain pembangunan rumah, Direktorat Jenderal Perumahan juga berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk penyediaan infrastruktur pendukung seperti jaringan air bersih, sanitasi, serta fasilitas umum dan sosial.

    Pembangunan paket 1 (727 unit) proyek pembangunan rumah eks pejuang Timor Timur ini dikerjakan oleh PT Brantas Abipraya (Persero) dengan nilai kontrak Rp 141,97 miliar. Progres fisik mencapai 99,69%, tetapi terdapat perbaikan akibat penurunan tanah. Kontrak diperpanjang hingga 31 Maret 2025 dengan denda keterlambatan.

    Sementara paket 2 (687 unit) dikerjakan oleh PT Nindya Karya (Persero) dengan nilai kontrak Rp 136,94 miliar dan target penyelesaian pada 19 Februari 2025. Paket 3 (686 unit) dikerjakan oleh PT Adhi Karya (Persero) dengan nilai kontrak Rp 143,83 miliar. Progres fisik 98,95%, dengan perpanjangan kontrak hingga 31 Maret 2025 karena adanya perbaikan akibat penurunan tanah.

    Konsultan Manajemen Konstruksi ditangani oleh PT Yodya Karya (Persero) bersama KSO PT Hegar Daya.

    Kajati NTT Zet Tadung Allo menyoroti sejumlah temuan di lapangan, terutama terkait kondisi bangunan yang sudah mengalami keretakan meski belum diserahterimakan.

    “Saya melihat langsung adanya bangunan yang sudah retak, padahal seharusnya masih dalam kondisi prima sebelum diserahkan kepada masyarakat. Ini mengindikasikan kemungkinan ketidaksesuaian mutu pekerjaan dengan spesifikasi yang telah ditetapkan,” paparnya.

    Zet juga menegaskan, jika ada praktik subkontrak yang berpotensi menurunkan kualitas, maka perlu pengawasan lebih ketat. Pemborosan anggaran memang belum tentu korupsi, paparnya, tetapi jika ada indikasi pengurangan kualitas pekerjaan, maka itu bisa menjadi dugaan tindak pidana korupsi.

    Kajati NTT menegaskan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan perbaikan dilakukan sebelum rumah-rumah untuk eks pejuang Timor Timur ini diserahkan kepada penerima manfaat.

    Zet juga tidak akan tinggal diam terkait pembangunan rumah untuk eks pejuang Timor Timur ini. Jika ditemukan unsur kelalaian atau pelanggaran hukum, Kejati NTT akan mengambil langkah tegas sesuai ketentuan yang berlaku. 

    “Proyek ini bukan sekadar pembangunan fisik, tetapi menyangkut hak dan kesejahteraan eks pejuang Timtim. Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas agar proyek ini berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan,” ujarnya terkait pembangunan rumah untuk eks pejuang Timor Timur.

  • Kepala Daerah dari PDIP Kabarnya Belum Gabung Retret, Zulhas: Saya Dengar Sekarang Ikut Semua – Halaman all

    Kepala Daerah dari PDIP Kabarnya Belum Gabung Retret, Zulhas: Saya Dengar Sekarang Ikut Semua – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, menanggapi kabar 55 kepala daerah termasuk dari PDIP, yang belum bergabung dalam acara retret di Akmil Magelang.

    Pria yang akrab disapa Zulhas itu, justru mendapat info bahwa seluruh kepala daerah telah bergabung dalam acara retret, termasuk kepala daerah dari PDIP.

    “Saya dengar ikut semua sekarang,” kata Zulhas usai mengikuti acara PANRUN 2025, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (23/2/2025).

    Zulhas menekankan pentingnya acara retret yang digelar oleh pemerintah.

    Menteri Koordinator Bidang Pangan itu menyebut retret untuk menyolidkan pemerintah pusat dan daerah.

    “Pemerintah itu kan ada kabupaten ada provinsi ada menteri tentu di bawah komando bapak presiden. Saya ambil contoh, kita mau swasembada pangan, pangan itu apa misalnya sawah, ada di kabupaten, ada provinsi tanggung jawabnya. Jadi ada bupati, ada Gubernur, ada menteri, ada menko, ada presiden di paling atas. Inpres gitu,” ujarnya.

    “Jadi ini kan satu tim, satu kesatuan, mulai dari komandannya bapak presiden tentu, yang berdaulat kan rakyat sudah memberikan kedaulatan kepada presiden langsung sampe ke lurah tuh, sampai ke desa. Kalau ada satu tim di bawah yang tidak searah, itu enggak bisa, enngak bisa swasembada pangan,” tandasnya.

    Adapun Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri menginstruksikan kepala daerah dari partainya menunda mengikuti kegiatan retret atau pembekalan kepala daerah di Akmil Magelang, Jawa Tengah. 

    Instruksi itu dikeluarkan sebagai sikap partai atas penahanan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus tindak pidana korupsi.

    Namun kekinian, sebanyak 55 kepala daerah dari PDI Perjuangan telah berada di Magelang pada Sabtu (22/2/2025) sore.

    Dari jumlah tersebut, di antaranya merupakan yaitu Gubernur Jakarta, Pramono Anung, dan Gubernur Bali, I Wayan Koster. 

    Meski demikian, mereka masih menunggu instruksi dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk mengikuti retret kepala daerah yang saat ini tengah berlangsung di Akademi Militer (Akmil) Magelang.

     

  • Ada Kepala Daerah dari PDIP Hadiri Retret di Magelang, Ini Kata Wamendagri – Halaman all

    Ada Kepala Daerah dari PDIP Hadiri Retret di Magelang, Ini Kata Wamendagri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri menginstruksikan kepala daerah dari partainya menunda mengikuti kegiatan retret atau pembekalan kepala daerah di Akmil Magelang, Jawa Tengah. 

    Instruksi itu dikeluarkan sebagai sikap partai atas penahanan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus tindak pidana korupsi.

    Namun, beberapa kepala daerah dari PDIP dikabarkan hadir mengikuti retret kepala daerah di Akmil Magelang. Mereka, yakni Bupati Sukoharjo Etik Suryani; Bupati Kendal, Dyah Kartika Permatasari; Bupati Brebes, Paramitha Widya Kusuma, dan Bupati Cirebon, Imron.

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto mengatakan, ada 450 kepala daerah yang terdaftar hadir dalam retret di Magelang. Sementara, jumlah peserta yang tidak hadir dalam retret berjumlah 53 orang. 

    Lalu, sebanyak 47 orang tanpa keterangan, lima orang izin sakit, dan satu orang lainnya beralasan keluarga.

    Diketahui, setidaknya ada 159 kader PDIP yang menjabat sebagai kepala dan wakil kepala daerah dari hasil Pilkada Serentak 2024.

    Bima Arya menduga ada kemungkinan beberapa kader PDIP tetap ikut menjadi peserta retret ini. 

    “Harusnya sih ada ya (kepala daerah dari PDIP yang hadir). Karena terdata (kepala daerah kader PDIP) jumlahnya lebih dari angka ini (47 yang tidak hadir tanpa alasan). Jadi, bisa saja ada di dalam. Ya, kami belum cek lagi. Bisa saja ada,” kata Bima Arya.

    Mantan Wali Kota Bogor ini juga menjelaskan, tidak ada sanksi untuk kepala daerah yang tidak hadir dan hanya diminta mengirimkan penggantinya antara wakil kepala daerah atau sekretaris daerah. 

    Namun, Bima menegaskan, kepala daerah yang tidak hadir dalam retret rangkaian pertama ini harus mengikuti rangkaian berikutnya setelah putusan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). 

    Adapun kehadiran para kepala daerah tersebut bertolak belakang dengan instruksi Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang telah mengeluarkan instruksi larangan seluruh kepala daerah dari PDIP ikut serta dalam retret tersebut.

    Melalui surat bernomor 7294/IN/DPP/II/2025, Megawati menyampaikan dua instruksi penting, yaitu meminta para kepala daerah yang berasal dari PDIP untuk menunda keberangkatan ke retreat dan menjaga komunikasi aktif dengan partai.

    Sejalan dengan instruksi itu, Megawati juga menyampaikan agar seluruh kepala daerah dari PDIP tetap berada dalam komunikasi aktif dan stand by commander call.

    Dikutip dari Kompas.com, Bupati Brebes Paramitha Widya Kusuma beralasan dirinya tetap menghadiri retreat di Magelang atas dasar kepentingan masyarakat.

    “Berangkat, demi kepentingan masyarakat,” tegas Paramitha saat dikonfirmasi perihal instruksi dari Megawati Soekarnoputri, Jumat (21/2/2025).

    Paramitha menuturkan, selama dirinya mengikuti kegiatan retreat maka pemerintahannya akan dijalankan oleh wakilnya, Wurja.

    Retreat berlangsung mulai Jumat 21 Februari hingga Jumat 28 Februari. Sementara wakil kepala daerah dijadwalkan mengikuti kegiatan tersebut pada 27 Februari mendatang. (*)

  • Harta Kekayaan Vinanda Prameswati, Wali Kota Termuda yang Usianya 26 Tahun Capai Rp 2,2 Miliar – Halaman all

    Harta Kekayaan Vinanda Prameswati, Wali Kota Termuda yang Usianya 26 Tahun Capai Rp 2,2 Miliar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Nama Vinanda Prameswati mendadak jadi sorotan saat mengikuti retreat kepala daerah di Magelang, Jawa Tengah.

    Vinanda Prameswati adalah Wali Kota Kediri yang dinobatkan sebagai wali kota termuda. Usianya saja baru 26 tahun.

    Vinanda Prameswati diketahui lahir pada 12 Juni 1998.

    Berdasarkan LHKPN yang disampaikan pada 6 September 2024, Vinanda Prameswati memiliki harta kekayaan sebesar Rp 2,2 miliar.

    Tepatnya harta kekayaan Vinanda Prameswati mencapai Rp 2.245.000.000.

    Aset menjadi penyumbang harta kekayaan Vinanda Prameswati adalah kepemilikan 3 bidang tanah di 3 kota yang berbeda.

    Nilai ke-3 bidang tanah dan bangunan itu mencapai Rp 1,7 miliar.

    Aset lain yang dipunyai Vinanda Prameswati adalah kas setara kas yang nilainya mencapai Rp 520 juta.

    Dalam LHKPN itu, Vinanda Prameswati tak memiliki satu pun mobil atau kendaraan.

    Selengkapnya, inilah daftar harta kekayaan Vinanda Prameswati dikutip dari elhkpn.kpk.go.id, Sabtu (22/2/2025).

    A. TANAH DAN BANGUNAN Rp 1.725.000.000

    Tanah dan Bangunan Seluas 609 m2/609 m2 di KAB / KOTA NGANJUK, HASIL SENDIRI Rp 580.000.000
    Tanah dan Bangunan Seluas 36 m2/36 m2 di KAB / KOTA KOTA SURABAYA , HASIL SENDIRI Rp 535.000.000
    Tanah dan Bangunan Seluas 140 m2/140 m2 di KAB / KOTA KOTA MALANG , HIBAH TANPA AKTA Rp 610.000.000

    B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp 0

    C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp 0

    D. SURAT BERHARGA Rp 0

    E. KAS DAN SETARA KAS Rp 520.000.000

    F. HARTA LAINNYA    Rp 0

    Sub Total    Rp 2.245.000.000

    UTANG Rp 0

    TOTAL HARTA KEKAYAAN Rp 2.245.000.000

    Dibandingkan sang ayah yang seorang perwira menengah Polri, harta kekayaan Vinanda Prameswati jauh lebih sedikit.

    Ayah Vinanda Prameswati adalah AKBP Edy Herwiyanto yang kini menjabat sebagai Kasubdit Tipikor Ditkrimsus Polda Jawa Timur.

    Dari LHKPN-nya, AKBP Edy Herwiyanto tercatat memiliki total harta sebesar Rp 4,6 miliar.

    Ia terakhir kali melaporkan hartanya di LHKPN KPK pada 2 Februari 2023.

    Harta terbanyaknya berasa dari tanah dan bangunan yang ia miliki sebesar Rp 5 miliar.

    Namun, Edy juga memiliki utang sebesar Rp 1,4 miliar.

    Profil Vinanda Prameswati

    VINANDA PRAMESWATI Vinanda Prameswati menyandang status sebagai Wali Kota Termuda untuk periode masa jabatan 2025-2030. Vinanda Prameswati menjabat sebagai Wali Kota Kediri. Vinanda Prameswati mencuri perhatian saat tiba di lokasi pemberangkatan retret di Rindam IV/Diponegoro, Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat (21/2/2025) kemarin. (Istimewa/TribunJatim.com/Protokol Pemkot Kediri)

    Vinanda Prameswati lahir di Surabaya dan menempuh pendidikan tingkat sekolah di Kediri. 

    Ia berkuliah S1 di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya pada 2016-2020.

    Kemudian ia melanjutkan pendidikan S2 di Magister Kenotariatan Universitas Airlangga pada 2021-2023.

    Inilah riwayat pendidikan Vinanda Prameswati:

    SD Plus Rahmat (2004)
    SMPN 1 Kediri (2010)
    SMAN 3 Kediri (2013)
    Universitas Brawijaya (2016)
    Universitas Airlangga (2021)

    Di bidang politik, Vinanda Prameswati menjabat sebagai Wakil Ketua DPD Partai Golkar Kota Kediri 2024-sekarang.

    Pada Pilkada Kota Kediri 2024, Vinanda Prameswati maju berpasangan dengan Qowimuddin Thoha, pengasuh Pondok Pesantren Al Ishlah Bandar Kidul.

    Mereka diusung tujuh partai politik, yaitu Golkar, Gerindra, PDIP, PKB, Demokrat, PKS, dan Hanura.

    Mereka berhasil meraih 56,83 persen suara sah atau 98.205 suara.

    (Tribunnews.com/Sri Juliati/Rakli)

  • Siapa yang Paling Banyak Lakukan Korupsi? Ini Daftar Profesi Teratas Versi KPK

    Siapa yang Paling Banyak Lakukan Korupsi? Ini Daftar Profesi Teratas Versi KPK

    PIKIRAN RAKYAT – Selama 20 tahun terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan koruptor dari berbagai profesi.

    Dalam periode 1 Januari 2004 hingga 31 Desember 2024, KPK mengungkapkan bahwa lembaga tersebut menindak sebanyak 1.835 kasus korupsi.

    Pada akun Instagram @indonesiabaik.id, lembaga anti rasuah tersebut merinci profesi koruptor yang paling banyak melakukan tindak pidana korupsi. Bukan hanya itu, terperinci pula jenis tindak pidana korupsi yang dilakukan.

    Jumlah Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Berdasarkan Jabatan atau Profesi Pegawai swasta sebanyak 468 kasus Eselon 1-4 sebanyak 432 kasus DPR dan DPRD sebanyak 360 kasus Profesi lain sebanyak 240 kasus Wali kota/Bupati sebanyak 171 kasus Kepala lembaga/kementerian sebanyak 41 kasus Hakim sebanyak 31 kasus Gubernur sebanyak 30 kasus Pengacara sebanyak 19 kasus Jaksa sebanyak 13 kasus Korporasi sebanyak 12 kasus Komisioner sebanyak 8 kasus Polisi sebanyak 6 kasus Duta besar sebanyak 4 kasus Jenis Tindak Pidana Korupsi yang Paling Banyak Dilakukan Pengadaan barang atau jasa Penyalahgunaan anggaran Tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gratifikasi atau penyuapan Perizinan Merintangi proses KPK Pungutan atau pemerasan. Kasus Terbesar yang Ditangani KPK

    Sementara itu, dalam sejarahnya, KPK telah menangani beberapa kasus korupsi besar yang menjadi sorotan publik. Salah satunya adalah kasus bailout Bank Century pada 2008, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 6,7 triliun. Penyelidikan kasus ini menyeret sejumlah tokoh penting di dunia politik dan bisnis, meskipun banyak kontroversi yang mengiringinya. Beberapa pihak akhirnya dijatuhi hukuman penjara.

    Kasus lain yang mencuat adalah skandal korupsi e-KTP. Proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik ini melibatkan pejabat tinggi negara dan anggota parlemen, dengan nilai kerugian mencapai Rp 2,3 triliun. Proses hukum yang dilakukan KPK berhasil membawa sejumlah pelaku ke meja hijau.

    Di sektor energi, kasus korupsi di Pertamina juga menjadi perhatian. Sejumlah pejabat senior di perusahaan BUMN ini terlibat dalam praktik korupsi yang merugikan negara hingga miliaran rupiah. KPK terus berupaya membersihkan Pertamina dari tindak kejahatan serupa.

    Tak ketinggalan, skandal korupsi dalam pembangunan Gedung DPR pun menarik perhatian publik. Kasus ini melibatkan beberapa anggota DPR yang diduga menyebabkan kerugian sekitar Rp 300 miliar. Beberapa pelaku telah diproses hukum sesuai dengan temuan KPK.

    Terakhir, kasus BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) menjadi salah satu skandal terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Dengan nilai kerugian mencapai ratusan triliun rupiah, kasus ini melibatkan sejumlah bank bermasalah pada 1998. KPK terus berupaya mengusut tuntas kasus ini dan mengembalikan aset yang disalahgunakan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pencarian Harun Masiku, Penyidik Masih Berusaha Maksimal

    Pencarian Harun Masiku, Penyidik Masih Berusaha Maksimal

    PIKIRAN RAKYAT – Meskipun Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sudah ditahan dan sedang dalam proses peradilan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menegaskan buronan KPK Harun Masiku tetap ditangani secara optimal.

    Hingga kini Harun Masiku masih tidak ketahuan batang hidungnya. Setyo Budiyanto mengatakan pihaknya tidak akan kendur dalam pencarian atas DPO sejak 2020 itu.

    “Pencarian Harun Masiku sampai saat ini penyidik masih berusaha secara maksimal untuk memastikan keberadaannya dan tetap berusaha untuk bisa melakukan penangkapan,” kata Setyo, di Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025.

    Setyo menambahkan, KPK sangat mempersilakan semua pihak membantu dengan informasi sekecil apapun, untuk mencari keberadaan Harun Masiku.

    Jadi, ia mengimbau pihak yang punya informasi relevan dengan pencarian untuk segera melapor saja kepada lembaga antirasuah.

    “Kami tentu dari KPK memohon restu, memohon dukungan dari masyarakat, untuk bisa memberikan informasi mana kala masyarakat mengetahui keberadaan yang bersangkutan,” ucap dia.

    Penahanan Hasto Kristiyanto

    Pada malam hari, Kamis, 20 Februari 2025, penyidik KPK menahan Hasto selama 20 hari, yang berlaku mulai 20 Februari hingga 11 Maret 2025, di Rumah Tahanan KPK.

    Penyidik KPK mengacu pada Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, untuk mengenakan tuduhan perintangan penyidikan.

    Setyo menjelaskan bahwa penerapan pasal tersebut dilakukan karena intervensi yang dilakukan oleh Hasto Kristiyanto menyebabkan Harun Masiku berhasil meloloskan diri dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh komisi antirasuah dan masih buron hingga saat ini.

    Setyo menceritakan bahwa pada 8 Januari 2020, KPK sedang melaksanakan OTT terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam kasus dugaan suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI, dan salah satu target dari OTT tersebut adalah Harun Masiku.

    Namun, Hasto memberikan perintah kepada Nur Hasan, yang bertugas sebagai penjaga Rumah Aspirasi di Jl. Sutan Syahrir No. 12 A, yang juga sering digunakan sebagai kantor oleh Hasto, untuk menghubungi Harun Masiku dan menyuruhnya merendam ponselnya dalam air serta segera melarikan diri.

    “Atas perbuatan tersebut, menyebabkan HM tidak dapat ditangkap dan melarikan diri sampai dengan saat ini,” ucap Setyo.

    Kemudian, kata Setyo, pada tanggal 6 Juni 2024, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, Hasto memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel yang dalam penguasaan Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

    “Di mana (dalam ponsel tersebut) terdapat substansi yang berkaitan dengan pelarian tersangka HM yang perkaranya saat ini sedang ditangani KPK,” ujarnya.

    Penyidik KPK juga mengungkapkan bahwa Hasto mengumpulkan beberapa orang yang terkait dengan kasus Harun Masiku dan memberi arahan agar mereka tidak memberikan keterangan yang benar saat dipanggil oleh KPK.

    Tindakan ini diduga bertujuan untuk menghalangi dan mempersulit jalannya penyidikan kasus suap yang tengah berlangsung. ****

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kasus Dugaan Korupsi Lahan Tol Baleno, Kejaksaan Geledah Kantor Perusahaan Swasta – Halaman all

    Kasus Dugaan Korupsi Lahan Tol Baleno, Kejaksaan Geledah Kantor Perusahaan Swasta – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim penyidik Kejaksaan Negeri Musi Banyuasin (Kejari Muba) menggeledah dua kantor perusahaan swasta PT SMB. 

    Penggeledahan dilakukan terkait penyidikan dugaan korupsi pemalsuan dokumen ganti rugi lahan yang digunakan untuk proyek Tol Bayung Lencir-Tempino (Baleno) tahun 2024.

    Dua kantor PT SMB yang digeledah berada di Jalan M Isa 3 Palembang dan di Jalan Tungkal Jaya, Musi Banyuasin.

    Penggeledahan dipimpin Kepala Kejari Muba, Roy Riady.

    Kasi Penkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, mengatakan penggeledahan dan penyitaan dokumen tersebut adalah bagian dari proses penyidikan kasus korupsi yang sedang ditangani Kejari Muba.

    “Benar, penggeledahan ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi yang melibatkan pemalsuan dokumen terkait tanah untuk proyek tol,” kata Vanny saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu (22/22/2025).

    Menurut Vanny, sejumlah barang bukti diamankan penyidik dalam penggeledahan tersebut.

    Antara lain, fotokopi Hak Guna Usaha (HGU), dokumen rapat, bundelan dokumen survei, dan berbagai dokumen lain yang diduga kuat berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

    Dokumen yang kami amankan tersebut diduga berkaitan dengan dugaan praktik pemalsuan dalam pengadaan tanah tol dan potensi kerugian negara.

    Sementara itu, Kajari Musi Banyuasin Roy Riady mengungkapkan bahwa penyidik sedang mendalami kemungkinan adanya dugaan praktik mafia tanah yang dilakukan PT SMB.

    Perusahaan yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit ini diduga mengklaim tanah negara sebagai milik pribadi atau korporasi untuk memperoleh keuntungan dari uang negara.

    “Kami sedang mendalami dugaan pemanfaatan tanah negara secara ilegal, serta indikasi korupsi dalam pengelolaan sawit oleh PT SMB yang bisa merugikan negara,” ujar Roy.

    Di sisi lain, penggeledahan ini juga merupakan bagian dari serangkaian langkah investigasi yang mendalam untuk mengungkap praktik-praktik ilegal yang berpotensi merugikan keuangan negara.

    Kejari Muba pun dipastikan terus bekerja agar proses hukum berjalan transparan dan adil.

    Langkah Kejari Muba ini mendapat apresiasi dari Ketua Umum DPP Gerakan Pembaharu Pemuda Sumatra Selatan (Garuda Sumsel), Jhon Kenedy.

    “Kami mendesak agar pengungkapan kasus mafia tanah ini dilakukan secara transparan dan menyeluruh, hingga tuntas keakar-akarnya. Jangan sampai ini terkesan sebagai pencitraan atau berdasarkan pesanan pihak tertentu,” kata Kenedy.

    Ia menilai masih banyak kasus agraria lain yang perlu diusut tuntas, di antaranya anak usaha grup perusahaan tersebut.

    “Pola penguasaan lahannya pun diduga merugikan keuangan negara untuk memastikan adanya kepastian hukum dan keadilan yang sejati di masyarakat,” ujar Kenedy saat dihubungi.

    Kenedy yang juga tokoh pemuda dan masyarakat Muba itu menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan tanpa diskriminasi di Sumsel.

    “Jika terbukti ada perbuatan melawan hukum, maka harus ditindak tegas,” tegasnya

    Ketua DP Jaringan Anti Korupsi (JAKOR) Sumsel, Fadrianto, juga memberikan apresiasi dan dukungan atas langkah hukum yang diambil Kejari Muba terkait dugaan korupsi proses pembebasan lahan Jalan Tol Baleno.

    “Kami mendukung penuh upaya ini untuk mengungkap kasus ini hingga tuntas, terutama terkait dengan kerugian negara dalam dugaan KKN, manipulasi tanah, serta penguasaan tanah yang kemudian mendapatkan ganti rugi dalam proyek jalan tol tersebut,” ujar Fadrianto.

    Menurutnya, penggeledahan ini merupakan komitmen tinggi yang ditunjukkan Kejari Muba dalam memberantas korupsi dan mafia tanah.

    Apalagi, pihaknya telah menyampaikan sejumlah laporan dugaan mafia tanah di Sumsel yang merugikan keuangan negara ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Ia menambahkan, pihaknya berencana akan menggelar aksi unjuk rasa dalam waktu dekat.

    Aksi ini bertujuan untuk mendukung Kejari Muba dalam mengusut tuntas kasus dugaan keterlibatan oknum pejabat di Musi Banyuasin.

  • Penahanan Hasto murni penegakan hukum karena kecukupan alat bukti

    Penahanan Hasto murni penegakan hukum karena kecukupan alat bukti

    Arsip foto – Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (tengah) dihadirkan dalam konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/2/2025). KPK menahan Hasto dalam kasus dugaan suap kepada komisioner KPU terkait penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku, serta perintangan penyidikan. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

    TII: Penahanan Hasto murni penegakan hukum karena kecukupan alat bukti
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 22 Februari 2025 – 09:13 WIB

    Elshinta.com – Peneliti bidang hukum pada The Indonesian Institute (TII) Center for Public Policy Research Christina Clarissa Intania mengatakan bahwa penahanan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas perannya dalam perkara dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan, murni penegakan hukum karena kecukupan alat bukti.

    “Hasto bisa ditetapkan sebagai tersangka hanya setelah ada kecukupan alat bukti pemula oleh KPK, jika tidak ada tentu tidak akan terjadi demikian,” kata Christina dilansir dari ANTARA, Sabtu.

    Menurutnya, Hasto sudah masuk di dalam radar KPK sejak tahun 2020 di kasus yang melibatkan Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, Saeful, dan Harun Masiku. Dengan demikian, ini menjadi langkah lanjutan KPK dalam menindaklanjuti peran Hasto dan keterlibatannya dalam kasus Harun Masiku.

    Selain itu, KPK juga masih berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan, walau dalam UU KPK Nomor 19 Tahun 2019, pimpinan KPK dinyatakan sebagai pejabat negara. Terlebih, tugas penyidikan dan penuntutan masih melekat pada KPK.

    Dengan kabar Hasto akan kembali mengajukan praperadilan setelah praperadilan sebelumnya tidak diterima, ini mencerminkan “access to justice” yang masih tersedia untuk Hasto. Namun di saat yang bersamaan, KPK perlu tetap menindaklanjuti proses hukum supaya siap memasuki tahap persidangan.

    Christina tak menutup kemungkinan terhadap UU KPK terbaru cukup menghadang langkah KPK untuk bisa sepenuhnya independen, namun langkah ini perlu diacungi jempol dan diapresiasi, serta terus didorong untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia.

    Dia berharap KPK bisa terus lebih berani dalam menindaklanjuti tindak pidana korupsi di Indonesia tanpa pengaruh siapapun dan dari manapun.

    “Ini yang harus terus kita kawal bersama, apapun kasusnya dan siapapun yang terlibat tanpa terkecuali,” ujarnya.

    Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyematkan rompi jingga bertuliskan “Tahanan KPK” kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto atas perannya dalam perkara dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan.

    Hasto tampak meninggalkan ruang pemeriksaan KPK di lantai 2 Gedung Merah Putih KPK dengan tangan terborgol dan dikawal beberapa petugas KPK, Kamis sore.

    Politisi asal Yogyakarta itu hari ini menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK dalam statusnya sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi tersebut di atas.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menegaskan penyidikan dugaan korupsi terhadap Hasto Kristiyanto adalah murni penegakan hukum tanpa ada muatan politik.

    “Untuk kesekian kalinya KPK menyampaikan bahwa penetapan tersangka saudara HK bukan bagian dari politisasi kekuasaan,” kata Tessa saat dikonfirmasi di Jakarta.

    Penyidik KPK pada hari Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.

    HK juga diketahui mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.

    “HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019—2024 dari Dapil Sumsel I,” ujar Setyo.

    Selain itu, penyidik KPK juga turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan.

    Sumber : Antara

  • Ternyata Begini Sejarah dan Wewenang KPK dalam Pemberantasan Korupsi

    Ternyata Begini Sejarah dan Wewenang KPK dalam Pemberantasan Korupsi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi garda terdepan dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia. Sejak awal dibentuk, lembaga ini telah menjalankan berbagai tugas dan wewenang untuk menindak para pelaku korupsi, mulai dari penyelidikan hingga penindakan hukum.

    KPK berperan penting dalam menjaga integritas dan transparansi di pemerintahan. Bagaimana sejarah pembentukannya? Seberapa besar perannya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia?

    Dihimpun dari berbagai sumber, berikut perjalanan KPK dari awal berdiri hingga kiprahnya saat ini.

    Sejarah Pembentukan KPK

    Sebelum KPK didirikan, sudah ada beberapa lembaga yang bertugas mengawasi praktik korupsi, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Ombudsman. Namun, efektivitas lembaga-lembaga ini masih dianggap kurang optimal dalam memberantas korupsi.

    Wacana pembentukan KPK mulai muncul di era pemerintahan BJ Habibie dengan diterbitkannya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kendati demikian, KPK belum terbentuk pada masa kepemimpinannya.

    Di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid, sempat dibentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTK) yang dipimpin oleh Hakim Agung Andi Andojo. Sayangnya, tim ini dibubarkan oleh Mahkamah Agung.

    KPK akhirnya resmi berdiri pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Lahirnya KPK didasarkan pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang memberikan wewenang bagi lembaga ini untuk menangani kasus korupsi secara independen tanpa campur tangan pihak lain.

    Pada awal pembentukannya, kredibilitas KPK sempat diragukan mengingat panjangnya sejarah korupsi politik di Indonesia. Namun, sejak 2007, lembaga ini mulai mendapatkan kepercayaan publik dan menjadi simbol utama dalam pemberantasan korupsi.

    Seiring waktu, reputasi KPK semakin menguat dan menjadi salah satu institusi paling dihormati di Indonesia, mencerminkan besarnya dukungan masyarakat terhadap misinya.

    Tugas dan Wewenang KPK

    Berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002, KPK memiliki beberapa tugas utama, antara lain:

    Berkoordinasi dengan instansi terkait dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.Melakukan supervisi terhadap instansi yang menangani korupsi.Melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.Mengupayakan pencegahan tindak pidana korupsi.Melakukan pemantauan terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

    Dalam menjalankan tugasnya, KPK juga memiliki sejumlah wewenang, termasuk:

    Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kasus korupsi.Menetapkan sistem pelaporan dalam pemberantasan korupsi.Meminta informasi dari instansi terkait mengenai upaya pemberantasan korupsi.Mengadakan pertemuan dengan instansi yang berwenang menangani korupsi.Meminta laporan dari instansi terkait mengenai upaya pencegahan korupsi.

    Dengan keberadaan KPK, diharapkan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin efektif dan mampu menekan praktik korupsi, terutama di kalangan pejabat negara.