Kasus: Tipikor

  • KPK Cegah Eks Kepala Kanwil Dirjen Pajak Khusus ke Luar Negeri

    KPK Cegah Eks Kepala Kanwil Dirjen Pajak Khusus ke Luar Negeri

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan upaya cegah terhadap tersangka Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Khusus 2015-2018 berinisial MV agar tidak melarikan diri ke luar negeri.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengemukakan larangan bepergian ke luar negeri kepada tersangka MV itu dimulai sejak 19 Februari 2025 hingga 6 bulan ke depan atau hingga tersangka ditahan.

    Menurutnya, hal tersebut dilakukan untuk mempermudah proses penyidikan yang dilakukan oleh tim penyidik KPK terkait perkara dugaan tindak pidana gratifikasi.

    “Jadi pencegahan ini dilakukan agar tim penyidik mudah menangani kasus suap ini,” tuturnya di Gedung KPK Jakarta, Selasa (25/2).

    Sebelumnya, KPK telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang terjadi di lingkungan DJP Kementerian Keuangan tersebut pada 12 Februari lalu.

    MV diduga menerima gratifikasi hingga Rp21,56 miliar selama menjabat jadi pejabat pajak. 

    Gratifikasi tersebut untuk gelaran fesyen merek milik anaknya sejumlah Rp804 juta, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6,66 miliar, dan penempatan pada deposito BPR Rp14,08 miliar.

    Atas perbuatannya, MV disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  • Kejagung Sita Uang Rp565 Miliar terkait Kasus Korupsi Importasi Gula – Page 3

    Kejagung Sita Uang Rp565 Miliar terkait Kasus Korupsi Importasi Gula – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan sembilan tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016.

    Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menyampaikan, penetapan tersangka itu berdasarkan pada hasil pemeriksaan dengan dikaitkan alat bukti lain yang telah diperoleh selama penyidikan.

    “Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah mendapatkan alat bukti yang cukup untuk menetapkan sembilan orang tersangka,” tutur Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (20/1/2025).

    Para tersangka adalah TWN selaku Direktur Utama PT Angels Products, WN selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo, dan HS selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya.

    Kemudian IS selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry, TSEP selaku Direktur PT Makassar Tene, dan HAT selaku Direktur PT Duta Sugar International.

    Selanjutnya, ASB selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas, HFH selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur, dan ES selaku Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama.

    “Bahwa dengan adanya penerbitan persetujuan impor gula kristal mentah menjadi gula kristal putih oleh Menteri Perdagangan saat itu, saudara TTL (Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong) selaku tersangka, kepada para tersangka yang merupakan pihak swasta sebagaimana saya sebutkan sembilan orang tersebut di atas, menyebabkan tujuan stabilisi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar pada masyarakat tidak tercapai,” jelas dia.

    “Namun justru, memberikan keuntungan kepada para pihak swasta dan menerbitkan kerugian keuangan negara,” sambungnya.

    Adapun akibat perbuatan para tersangka, kata Qohar, negara dirugikan hingga Rp578 miliar lebih atau secara rinci Rp 578.105.411.622,47 berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

     

     

     

     

    Reporter: Rahmat Baihaqi

    Sumber: Merdeka.com

  • Pertamina Pastikan Pertamax yang Beredar di Masyarakat Bukan Oplosan

    Pertamina Pastikan Pertamax yang Beredar di Masyarakat Bukan Oplosan

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) memastikan bahwa Pertamax (RON 92) yang beredar di masyarakat bukan BBM oplosan.

    Hal ini merespons kegaduhan masyarakat di media sosial yang menyebut Pertamax yang dibeli sebenarnya berkualitas RON 90 atau setara Pertalite.

    Tudingan masyarakat itu tak lepas dari kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018—2023.

    Dalam kasus tersebut, salah satu tersangka, RS selaku direktur utama PT Pertamina Patra Niaga diduga seolah-olah melakukan impor produk kilang RON 92. Namun, setelah diusut ternyata RS diduga malah membeli bahan bakar dengan oktan minimum sebesar 90 atau sejenis Pertalite. 

    Produk kilang itu kemudian dicampur sedemikian rupa untuk menjadi RON 92 atau sejenis Pertamax.

    Terkait hal ini, VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menegaskan kualitas BBM yang dijual ke masyarakat sesuai dengan ketentuan dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    Dengan kata lain, Pertamax yang dibeli masyarakat tetap dengan kualitas RON 92.

    “Bisa kami pastikan bahwa produk yang sampai ke masyarakat itu sesuai dengan speknya masing-masing. RON 92 [adalah] Pertamax, RON 90 adalah Pertalite,” kata Fadjar di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Dia juga memastikan tidak ada praktik pengoplosan BBM untuk menjadi Pertamax yang dijual ke masyarakat. Fadjar menyebut yang menjadi pokok pemeriksaan dari Kejaksaan Agung adalah praktik impor RON 90 yang seharusnya RON 92.

    “Jadi bukan adanya oplosan sehingga mungkin narasi yang keluar yang tersebar sehingga ada misinformasi di situ,” ucap Fadjar.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. Ketujuh tersangka yang telah ditahan itu adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifuddin.

    Selain itu, tersangka lainnya adalah Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen pada PT Kilang Pertamina Internasional, Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara dan MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistima.

    Adapun, perkara korupsi tersebut bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur ihwal prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Para tersangka diduga malah mengakali aturan tersebut.

    “Namun, berdasarkan fakta penyidikan yang didapat, tiga tersangka yaitu RS, SDS, dan AP melakukan pengondisian dalam Rapat Optimalisasi Hilir atau OH yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi di dalam negeri tidak terserap seluruhnya,” tutur Qohar.

  • 6
                    
                        Pengacara Ronald Tannur Mengaku "Ngarang" Beri Duit ke Hakim karena Diancam Disetrum
                        Nasional

    6 Pengacara Ronald Tannur Mengaku "Ngarang" Beri Duit ke Hakim karena Diancam Disetrum Nasional

    Pengacara Ronald Tannur Mengaku “Ngarang” Beri Duit ke Hakim karena Diancam Disetrum
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pengacara
    Ronald Tannur
    ,
    Lisa Rachmat
    , membantah memberikan uang 150.000 dollar Singapura kepada Hakim yang membebaskan Ronald Tannur, Erintuah Damanik.
    Lisa mengeklaim, ia dipaksa mengakui pemberian uang tersebut karena sedang dalam kondisi tertekan, bahkan diancam bakal disetrum jika tidak mengakui pemberian uang itu.
    “Saya bilang 150.000 saya ngarang karena saya ditekan mau dilistrik karena Pak Damanik mengaku sudah menerima uang dari saya,” kata Lisa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (25/2/2025).
    Mendengar keterangan tersebut, hakim pun mendalami jumlah uang 150.000 dollar Singapura yang disampaikan dalam proses penyidikan.
    Namun, lagi-lagi Lisa membantah adanya pemberian uang tersebut.
    “Mengenai jumlahnya yang 150?” tanya hakim mendalami.
    “Itu tidak benar, Pak,” jawab Lisa.
    “Mengenai jumlahnya yang ibu (berikan) tidak benar?” tanya hakim menegaskan.
    “Tidak memberi juga,” kata Lisa.
    Kepada hakim, Lisa mengaku dipaksa mengakui adanya pemberian uang lantaran Erintuah Damanik disebut telah lebih dulu memberikan pengakuan adanya pemberian yang tersebut.
    “Sebetulnya tidak ada karena saya dipaksa harus mengaku karena Pak Damanik sudah mengaku katanya menerima uang dari saya 140 dan 48. Saya tanya uang siapa,” papar Lisa.
    Akibat Lisa terus-terusan membantah pemberian uang, hakim pun membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Lisa nomor 39.
    Dalam BAP tersebut, Lisa menerangkan bahwa Erintuah meminta 150.000 jika nantinya memutuskan Ronald Tannur divonis bebas.
    “Saya tidak ada mengatakan (di BAP) tentang angka Yang Mulia,” jawab Lisa.
    “Ngarang juga ini?” tanya hakim.
    “Iya, ya karena berkaitan dengan 150 dan berkaitan pengakuan Pak Damanik (adanya penerimaan) 140, 48 itu,” jawab Lisa.
    Hakim pun mengingatkan Lisa untuk menjawab dengan apa adanya.
    Pasalnya, pemberian uang yang diakui di BAP dibantah dalam persidangan.
    “Terserah Saudara lah nanti kalau ada perkara yang lain,” sentil hakim.
    Dalam kasus ini, tiga hakim PN Surabaya yakni Erintuah, Mangapul, dan Heru didakwa menerima suap senilai Rp 4,6 miliar untuk membebaskan Ronald Tannur dalam perkara yang disidangkan di PN Surabaya.
    Suap tersebut diberikan dalam pecahan Rp 1 miliar dan 308.000 dollar Singapura oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
    Berdasarkan surat dakwaan, jaksa menyebutkan bahwa uang suap itu bersumber dari ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan telah diberikan selama proses persidangan di PN Surabaya.
    Ketiga hakim itu kemudian menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur.
    Keberatan atas putusan ini, jaksa mengajukan kasasi ke MA.
    Lisa pun kembali bergerilya dan berupaya menyuap hakim agung yang menyidangkan perkara tersebut di tingkat kasasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lisa Rachmat Klaim Ditekan Hingga Diancam Dilistrik Saat Diperiksa Penyidik Soal Kasus Ronald Tannur – Halaman all

    Lisa Rachmat Klaim Ditekan Hingga Diancam Dilistrik Saat Diperiksa Penyidik Soal Kasus Ronald Tannur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat mengklaim sempat diancam dilistrik oleh penyidik ketika memberikan keterangan dalam tahap penyidikan atas kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang melibatkan tiga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

    Hal itu diungkapkan Lisa saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus suap vonis bebas dengan terdakwa tiga Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Pengakuan itu bermula ketika Lisa dicecar Jaksa terkait keterangan yang ia tuangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) soal pemberian uang untuk Erintuah Damanik.

    “Ini ada yang akan kami sampaikan di dalam keterangan saksi nomor 40 tanggal 11 November 2024, saudara menyatakan adanya fakta pemberian yang dalam perkara Gregorius Ronald Tannur kepada bapak Erintuah Damanik?” tanya Jaksa.

    Mendengar hal itu, Lisa justru membantah dan menyatakan bahwa keterangan dirinya itu tidak benar.

    Kepada Jaksa Lisa mengatakan dirinya sebelumnya telah menyatakan keberatannya kepada penyidik dan meminta agar keterangan di BAP-nya diganti.

    “Tidak benar pak, itu sudah saya bilang keberatan,” kata Lisa.

    Jaksa saat pun heran dengan pernyataan Lisa tersebut, pasalnya BAP yang diutarakan pengacara Ronald Tannur itu telah ditandatangani serta diparaf.

    Menyikapi keheranan Jaksa, Lisa mengaku saat itu sudah meminta agar penyidik mengganti keterangannya saat di BAP.

    “Kan saya minta ganti pak dan sudah diganti itu bukan (keterangan) saya dan saat itu saya minta JPU untuk dikonfrontir,” ucap Lisa.

    “Saudara minta pada siapa?” tanya Jaksa.

    “Ke JPU,” kata Lisa.

    “JPU mana?” cecar Jaksa.

    “Ya penyidik lah pak maksudnya,” ujar Lisa.

    “Penyidik maksudnya?” tanya Jaksa memastikan.

    “Ya, saya minta dikonfrontir uang siapa itu,” ucap Lisa.

    Setelah itu, Jaksa pun melanjutkan membacakan BAP milik Lisa Rachmat.

    Dalam BAP tersebut diketahui pada 25 Juli 2024 Erintuah Damanik menelepon Lisa dan menanyakan posisinya pada saat itu.

    Saat itu Erintuah meminta Lisa agar menemuinya dan datang ke Surabaya.

    Kemudian Lisa pun menyanggupi permintaan dari Erintuah tersebut yang kemudian pada 26 Juli 2024 ia berangkat ke Surabaya menggunakan pesawat melalui Bandara Halim Perdanakusuma.

    Setibanya di Surabaya, Lisa bergegas menuju rumahnya di Jalan Kendal Sari Nomor 2  menggunakan taksi.

    Di sana lanjut Jaksa, Lisa mengambil uang dengan pecahan 100 Dollar Singapura berjumlah 150 ribu Dollar Singapura.

    Setelah itu, Lisa pun berangkat menemui Erintuah dengan membawa uang yang sudah ia masukan ke dalam tas kain.

    Saat dalam perjalanan, Lisa mengaku diberi tahu Erintuah mengenai lokasi pertemuan melalui sambungan telepon.

    Adapun saat itu Lisa diminta Erintuah untuk menemuinya di Jalan Raya Darmo tepatnya dekat rumah makan cepat saji yang bersebelahan dengan masjid.

    Setibanya di lokasi Lisa pun bertemu dengan Erintuah setelah menunggu selama 15 hingga 20 menit.

    Saat menemui Lisa, diketahui bahwa Erintuah menggunakan mobil berwarna merah dan mobilnya itu parkir tepat didepan taksi yang ditampung Lisa Rachmat.

    Setelah itu, Lisa pun turun dari taksi dan mengantar uang tersebut ke Erintuah yang saat itu masih di dalam mobil.

    Merespon kedatangan Lisa, Erintuah pun dalam keterangan Lisa langsung menurunkan kaca mobil dan menerima uang tersebut.

    “Pak Damanik bertanya pada saya berapa ini? Dan Saya jawab 150 (Ribu SGD),” ungkap Jaksa saat beberkan BAP Lisa.

    Mendengar rangkaian BAP yang dijelaskan Jaksa, Lisa pun kemudian kembali membantahnya dan berupaya memberikan klarifikasi.

    Adapun penjelasan dari Lisa, bahwa pernyataan soal pemberian uang 150 Ribu SGD itu setelah adanya pengakuan dari Erintuah dalam proses penyidikan.

    Kata Lisa saat itu Erintuah telah terlebih dahulu diperiksa oleh penyidik dan mengatakan bahwa telah menerima uang dari dirinya.

    Terkait hal ini, Lisa pun mengklaim bahwa dirinya merasa ditekan dan dipaksa mengaku oleh penyidik sehingga dirinya melontarkan telah memberikan uang kepada Erintuah sebesar 150 Ribu SGD.

    Alhasil ia pun meminta agar Jaksa menanyakan terlebih dahulu kepada Erintuah perihal adanya pemberian uang tersebut oleh dirinya.

    “150 ini saya ditekan oleh penyidik untuk mengaku pak, karena Pak Damanik mengaku menerima uang dari saya. Dari itu pak (awal mula pernyataan memberi 150 Ribu SGD ke Erintuah),” jelas Lisa.

    Mendengar pernyataan Lisa, Jaksa pun tak langsung mempercayai hal tersebut.

    Pasalnya keterangan yang disampaikan Lisa dalam BAP telah dilengkapi dengan tandatangan dan paraf wanita tersebut.

    Selain itu, ketika di awal persidangan, Lisa kata Jaksa juga telah menyatakan bahwa dirinya menyampaikan keterangan kepada penyidik dalam kondisi bebas dan tanpa tekanan.

    “Ini bertolak belakang dengan keterangan saudara?” cecar Jaksa.

    “Loh bukan bertolak belakang, karena tolong tanyakan yang Pak Damanik mengaku katanya menerima uang dari saya lebih dulu, dari situ lah timbul 150 ini,” jawab Lisa.

    Meski mengaku keterangan yang ia sampaikan di BAP merupakan pernyataan dirinya, Lisa mengatakan bahwa hal itu bukan pernyataan sesungguhnya.

    Pasalnya menurut Lisa, ia terpaksa menyampaikan hal itu karena dipaksa penyidik.

    Bahkan dalam kesaksiannya tersebut, Lisa mengaku saat itu merasa takut karena dikelilingi banyak penyidik bahkan ia mengklaim sempat diancam akan disetrum.

    “Ya tapi keterangan ini saya ngarang pak karena takut banyak saya digerombolin dan saya ditekan disuruh mengaku bahkan saya mau dilistrik pak, izin mohon maaf,” ujar Lisa.

    Hanya saja ketika diminta oleh Jaksa siapa saja sosok penyidik yang memeriksa hingga mengancam menyetrum dirinya, Lisa tak bisa menjawab.

    Ia hanya mengatakan bahwa penyidik yang memeriksanya saat itu cukup banyak.

    “Banyak pak yang memeriksa saya,” ucapnya.

    Dakwaan Lisa Rachmat

    Dalam perkara Ronald Tannur ini Lisa yang juga berstatus sebagai terdakwa sebelumnya juga telah menjalankan sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Lisa Rachmat didakwa memberikan suap kepada hakim di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya senilai Rp1 miliar dan 308 dolar Singapura serta di Mahkamah Agung (MA) Rp5 miliar.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Parade Hutasoit menyatakan suap dilakukan untuk mengondisikan perkara Ronald Tannur, baik di tingkat pertama maupun kasasi.

    “Supaya majelis hakim di tingkat pertama menjatuhkan putusan bebas Ronald Tannur dan di tingkat kasasi memperkuat putusan bebas itu,” ungkap JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Jaksa menceritakan perbuatan Lisa berawal dari saat ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja meminta Lisa untuk menjadi penasihat hukum Ronald Tannur.

    Keduanya kemudian bertemu dan Lisa meminta agar Meirizka menyiapkan sejumlah uang untuk pengurusan perkara Ronald Tannur.

    Sebelum perkara pidana Ronald Tannur dilimpahkan ke PN Surabaya pada awal 2024, Lisa menemui Zarof Ricar (perantara) serta tiga hakim, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, sebagai upaya memengaruhi hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Ronald Tannur dengan tujuan untuk menjatuhkan putusan bebas.

    Kemudian pada 5 Maret 2024, Wakil Ketua PN Surabaya mengeluarkan penetapan penunjukan majelis hakim dalam perkara pidana Ronald Tannur Nomor 454/Pid.B/2024/PN SBY, dengan susunan majelis hakim yang terdiri atas Erintuah sebagai hakim ketua serta Mangapul dan Heru sebagai hakim anggota.

    Selanjutnya selama proses persidangan perkara pidana Ronald Tannur di PN Surabaya, Erintuah, Mangapul, dan Heru telah menerima uang tunai sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura dari Lisa.

    Uang yang diberikan Lisa kepada ketiga terdakwa, kata JPU, berasal dari Meirizka dengan cara menyerahkan secara langsung (tunai) maupun dengan cara transfer rekening kepada Lisa.

    Setelah para terdakwa menerima uang tersebut dari Lisa untuk pengurusan perkara pidana Ronald Tannur, ketiga hakim nonaktif tersebut menjatuhkan putusan bebas terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum, sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024.

    Selanjutnya di tingkat kasasi, Lisa berupaya mengurus perkara pidana Ronald Tannur pada PN Surabaya melalui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk memperkuat putusan bebas Ronald Tannur.

    Berdasarkan penetapan Ketua MA Register 1466/K/Pid/2024 tanggal 6 September 2024, majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur terdiri atas Hakim Ketua Soesilo, yang didampingi hakim anggota Sutarjo dan Ainal Mardhiah.

    Setelah mengetahui susunan majelis hakim kasasi perkara Ronald Tannur, lanjut JPU, Lisa melakukan pertemuan dengan Zarof dan memberi tahu susunan tersebut.

    “Zarof pun mengaku mengenal Soesilo dan Lisa meminta Zarof untuk memengaruhi hakim yang mengadili perkara kasasi itu agar menjatuhkan putusan kasasi yang menguatkan putusan PN Surabaya atas kasus Ronald Tannur,” ucap JPU menambahkan.

    Apabila Zarof bisa melakukan hal tersebut, Lisa menjanjikan uang senilai Rp6 miliar, dengan pembagian sebanyak Rp5 miliar untuk Majelis Hakim dan Rp1 miliar untuk Zarof.

    Sebagai tindak lanjut dari pertemuan dengan Lisa tersebut, Zarof, pada 27 September 2024 bertemu dengan Soesilo pada saat menghadiri undangan Pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Makassar.

    Dalam pertemuan itu, Zarof menyampaikan kepada Soesilo tentang permintaan perbantuan dalam perkara kasasi Ronald Tannur, yang ditanggapi Soesilo dengan menyampaikan akan melihat perkaranya terlebih dahulu.

    Pada 1 Oktober 2024, JPU menuturkan Lisa kembali memastikan kepada Zarof mengenai bantuan tersebut, yang dilanjutkan pada 2 Oktober 2024 dengan penyerahan uang oleh Lisa dalam bentuk pecahan dolar Singapura senilai Rp2,5 miliar untuk biaya pengurusan kasasi perkara Ronald Tannur kepada Zarof di kediamannya.

    Kemudian pada 12 Oktober 2024, Lisa kembali menyerahkan uang senilai Rp2,5 miliar kepada Zarof, sehingga total uang yang disimpan Zarof terkait pengurusan kasasi perkara Ronald Tannur di rumahnya sebesar Rp5 miliar.

    Pada 22 Oktober 2024, majelis hakim kasasi yang terdiri atas Hakim Ketua Soesilo dan hakim anggota Ainal Mardhiah dan Sutarjo pun menjatuhkan putusan kasasi Ronald Tannur, dengan adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) oleh Soesilo, yang pada pokoknya
    menyatakan Ronald Tannur tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum.

    Atas perbuatannya, Lisa terancam pidana pada Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 15 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

  • Ronald Tannur Mengaku Tidak Pernah Meminta untuk Diberikan Vonis Bebas

    Ronald Tannur Mengaku Tidak Pernah Meminta untuk Diberikan Vonis Bebas

    Bisnis.com, JAKARTA – Terpidana Gregorius Ronald Tannur menyatakan dirinya tidak pernah meminta untuk divonis bebas dalam kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, yang menjeratnya pada 2024.

    Kendati demikian, Ronald Tannur mengaku merasa bersalah saat jaksa penuntut umum membacakan dakwaan pada persidangan kasus pembunuhan sebelumnya. Rasa bersalah tersebut lantara telah membuat sedih kedua orang tuanya dan membuat heboh jagat warganet Indonesia.

    “Saya tidak pernah meminta bebas kepada pengacara saya, yaitu Bu Lisa Rachmat,” ujar Ronald dilansir dari Antara, Selasa (25/2/2025).

    Ronald Tannur bersaksi pada sidang tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian vonis bebas kepada dirinya pada tahun 2024.

    Tiga orang terdakwa tersebut, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

    Secara perinci, suap yang diduga diterima tiga hakim tersebut meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).

    Lebih terinci, uang tunai sebesar 48 ribu dolar Singapura atau Rp571,2 juta diterima Erintuah dari Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur, dan Lisa Rachmat (penasihat hukum Ronald Tannur).

    Kemudian, sebesar 140 ribu dolar Singapura atau Rp1,66 miliar diterima dari Meirizka dan Lisa, serta sebesar Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura atau Rp1,43 miliar dari Merizka dan Lisa diterima oleh Heru Hanindyo.

    Sedangkan uang tunai sebesar 140 ribu dolar Singapura dibagi-bagi untuk tiga terdakwa, yakni Erintuah sebesar 38 ribu dolar Singapura atau Rp452,2 juta, Mangapul senilai 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta, dan Heru sebanyak 36 ribu dolar Singapura atau Rp428,4 juta. Sisanya sebesar 30 ribu dolar Singapura atau Rp357 juta disimpan oleh Erintuah. 

    Ketiga terdakwa diduga telah mengetahui bahwa uang yang diberikan oleh Lisa bertujuan menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum.

    Selain suap, ketiga terdakwa juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.

    Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

  • Kejagung Sita Uang Tunai Lebih Rp565 M dari Kasus Korupsi Impor Gula

    Kejagung Sita Uang Tunai Lebih Rp565 M dari Kasus Korupsi Impor Gula

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) menyita uang tunai senilai Rp565.339.071.925,25. Penyitaan dilakukan pada Selasa 25 Februari 2025, dalam perkembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016.

    Tim Penyidik melakukan penyidikan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan:

    1. Nomor: PRIN-02/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 20 Januari 2025, atas nama Tersangka TWN.
    2. Nomor: PRIN-03/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 20 Januari 2025, atas nama Tersangka WN.
    3. Nomor: PRIN-04/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 20 Januari 2025, atas nama Tersangka HS.
    4. Nomor: PRIN-05/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 20 Januari 2025, atas nama Tersangka IS.
    5. Nomor: PRIN-06/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 20 Januari 2025, atas nama Tersangka TSEP.
    6. Nomor: PRIN-07/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 20 Januari 2025, atas nama Tersangka HAT.
    7. Nomor: PRIN-08/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 20 Januari 2025, atas nama Tersangka ASB.
    8. Nomor: PRIN-09/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 20 Januari 2025, atas nama Tersangka HFH.
    9. Nomor: PRIN-10/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 20 Januari 2025, atas nama Tersangka ES.

    “Uang dari 9 tersangka yang telah disita oleh Penyidik sejumlah Rp565.339.071.925,25 saat ini dititipkan di Rekening Penampung Lainnya (RPL) pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus di Bank Mandiri. (K.3.3.1),” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Harli Siregar dakam keterangan resmi, Selasa (25/2/2025).

    Dia pun menjabarkan kasus posisi dalam perkara ini, berikut detailnya:

    • Pada tahun 2015 s.d. tahun 2016, dalam rangka pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula di pasaran Tersangka TTL selaku Menteri Perdagangan telah menerbitkan Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah kepada 9 (sembilan) perusahaan swasta yaitu Tersangka TWN selaku Direktur Utama PT Angels Product (AP), Tersangka WN selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (AF), Tersangka HS selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ), Tersangka IS selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry (MSI), Tersangka ES selaku Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU), Tersangka TSEP selaku Direktur PT Makassar Tene, Tersangka HAT selaku Direktur PT Duta Sugar Internasional (DSI), Tersangka HFH selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (BMM), serta Tersangka ASB selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (KTM) untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP)

    • Padahal dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga gula seharusnya yang diimpor adalah GKP secara langsung dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN yang ditunjuk Pemerintah dan penjualan gula kristal putih tersebut dilakukan dengan operasi pasar

    • Selain itu pemberian Persetujuan Impor (PI) dari Kementerian Perdagangan yang ditandatangani Tersangka TTL selaku Menteri Perdagangan dan Karyanto Suprih selaku Pit. Dirjen Perdagangan Luar Negeri tersebut diterbitkan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian serta dilakukan tanpa adanya rapat koordinasi dengan instansi terkait

    • Kerugian keuangan negara dalam perkara a quo berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016 sebagaimana Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025 adalah sebesar Rp578.105.411.622,47.

    Terhadap kerugian keuangan negara tersebut, Tim Penyidik telah melakukan penyitaan uang dari 9 tersangka, yaitu:

    1. Tersangka TWN (PT Angels Products)
    2. Tersangka WN (PT Andalan Furnindo)
    3. Tersangka HS (PT Sentra Usahatama Jaya)
    4. Tersangka IS (PT Medan Sugar Industry)
    5. Tersangka TSEP (PT Makassar Tene)
    6. Tersangka HAT (PT Duta Sugar International)
    7. Tersangka ASB (PT Kebun Tebu Mas)
    8. Tersangka HFH (PT Berkah Manis Makmur
    9. Tersangka ES (PT Permata Dunia Sukses Utama).

    Foto: Penyitaan Uang Tunai Rp565 Miliar dalam Perkara Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016. (Dok. Kejagung)
    Penyitaan Uang Tunai Rp565 Miliar dalam Perkara Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016. (Dok. Kejagung)

    (dce/dce)

  • Dugaan Korupsi di Pertamina Terkuak: Pemerintah Prabowo Tegakkan Hukum, Bangun Tata Kelola Bersih – Halaman all

    Dugaan Korupsi di Pertamina Terkuak: Pemerintah Prabowo Tegakkan Hukum, Bangun Tata Kelola Bersih – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun menunjukkan masalah mendalam dalam pengelolaan sektor migas di Indonesia, termasuk di perusahaan BUMN seperti Pertamina.

    Kasus ini tidak hanya berdampak pada BUMN, tetapi juga pada sektor migas yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian negara.

    Tindak pidana korupsi yang terjadi di sektor ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menghambat kesejahteraan rakyat.

    Komitmen Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu

    Praktik korupsi yang terjadi dalam sektor migas mencerminkan lemahnya pengawasan dan transparansi yang sudah lama menjadi tantangan besar.

    Sektor migas adalah sumber utama pendapatan negara dan energi vital bagi perekonomian nasional. 

    Karena itu, penegakan hukum yang tegas dalam menangani kasus-kasus seperti ini sangat penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan kekayaan alam Indonesia.

    Langkah cepat Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus ini dan menetapkan tersangka, menunjukkan komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menegakkan hukum tanpa kompromi.

    Langkah tegas terhadap dugaan korupsi ini menjadi pesan bahwa pemerintah tidak akan memberi ruang bagi praktik merugikan negara, meskipun melibatkan pemain besar atau perusahaan BUMN yang memiliki pengaruh kuat.

    Presiden Prabowo telah menegaskan bahwa hukum harus berlaku adil bagi siapa saja, tanpa pandang bulu.

    Dengan penegakan hukum yang serius di sektor migas, pemerintah tidak hanya menyoroti masalah yang ada di BUMN, tetapi juga memperhatikan sektor-sektor strategis yang mempengaruhi kestabilan ekonomi dan energi negara.

    Pemerintah bertekad untuk memastikan agar potensi kerugian negara, terutama dalam sektor migas, diminimalisir dan ditindaklanjuti secara tegas.

    Penegakan hukum di sektor migas diharapkan tidak hanya memperbaiki aspek hukum, tetapi juga memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sektor ini.

    Danantara: Meningkatkan Efisiensi dan Pengawasan

    Reformasi BUMN dan sektor migas sangat penting untuk menciptakan kestabilan energi dan mengoptimalkan pendapatan negara.

    Pemerintahan Presiden Prabowo telah menekankan pentingnya tata kelola yang baik di BUMN sebagai bagian dari strategi besar membangun ekonomi nasional yang kuat.

    Reformasi ini bertujuan tidak hanya untuk meningkatkan efisiensi dan profesionalisme, tetapi juga memastikan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat dalam pengelolaan aset negara, terutama sektor migas yang rawan penyimpangan.

    BUMN seperti Pertamina memiliki peran strategis dalam pengelolaan cadangan energi terbesar negara.

    Namun, tantangan dalam mengelola sektor ini sangat besar, mulai dari pengelolaan anggaran yang tidak transparan hingga praktik korupsi yang merugikan negara. 

    Karena itu, reformasi sektor migas sangat penting untuk memastikan pengelolaan sumber daya alam Indonesia memberikan dampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan rakyat.

    Pembentukan Danantara sebagai superholding BUMN bertujuan untuk memperkuat dan memastikan pengelolaan sumber daya nasional yang lebih efisien dan bebas dari penyimpangan.

    Danantara mengonsolidasikan sejumlah perusahaan BUMN, termasuk yang bergerak di sektor migas, untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan pengawasan. 

    Dengan adanya sejumlah holding perusahaan di bawah Danantara, diharapkan koordinasi dan pengelolaan BUMN terutama yang strategis dan vital, dapat dilakukan secara lebih efektif dan bertanggung jawab.

    Melalui Danantara, pemerintah dapat memperbaiki pengawasan di sektor migas, yang sangat rentan terhadap praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang, terutama dalam alokasi sumber daya alam dan pengelolaan pendapatan negara.

    Dengan menggabungkan kekuatan berbagai BUMN, Danantara bisa memastikan pengelolaan yang lebih transparan dan akuntabel. 

    Danantara juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar migas global, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pemain asing.

    Pemerintah telah menegaskan bahwa reformasi ini bertujuan untuk menciptakan sektor migas yang lebih profesional dan efisien, bebas dari korupsi, dan berorientasi pada kepentingan nasional serta kesejahteraan rakyat.

    Danantara memiliki peran penting dalam mengonsolidasikan BUMN termasuk di sektor migas untuk menghadapi tantangan global, sambil memastikan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi.

    Pesan Keras bagi Pemain di Area Abu-Abu

    Kasus dugaan korupsi minyak mentah ini menjadi sinyal tegas bagi siapa pun yang masih mencoba bermain di area abu-abu.

    Pemerintah Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu, dan melalui reformasi berbagai sektor BUMN, tidak ada tempat bagi mereka yang terlibat dalam praktik korupsi.

    Pesannya sangat jelas: tidak ada tempat bagi korupsi di era pemerintahan Prabowo. Langkah tegas dalam memberantas korupsi ini harus terus dilakukan.

    Pemerintah harus terus memperkuat pengawasan dan menindak tegas siapa pun yang terbukti menyalahgunakan wewenang.

    Keberhasilan reformasi ini tidak hanya akan memperbaiki kinerja BUMN, tetapi juga meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi negara.

    Dengan komitmen ini, diharapkan BUMN benar-benar menjadi lokomotif ekonomi nasional yang sehat dan berdaya saing tinggi.

    Pengelolaan BUMN harus semakin transparan dan akuntabel, dan dapat menjadi instrumen pembangunan yang lebih kuat bagi bangsa dan negara.

    Jika upaya ini berjalan dengan konsisten, Indonesia akan memiliki perusahaan-perusahaan negara yang tidak hanya kuat secara finansial, tetapi juga bebas dari korupsi dan penyalahgunaan kewenangan.

    Kepercayaan publik terhadap pemerintahan Prabowo dalam pemberantasan korupsi akan semakin meningkat jika langkah-langkah ini terus berlanjut dengan tegas dan transparan.

    Pemerintah harus memastikan hukum ditegakkan secara adil dan menyeluruh, sehingga tidak ada lagi oknum yang merasa kebal hukum, termasuk di lingkungan BUMN, yang strategis dan vital sekalipun.

    *) Artikel opini oleh Khairul Fahmi, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)

  • Hormati Pemeriksaan Hukum, Pertamina Jamin Layanan Energi Tetap Optimal – Page 3

    Hormati Pemeriksaan Hukum, Pertamina Jamin Layanan Energi Tetap Optimal – Page 3

    Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tujuh tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina, subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023. Kerugian negara dalam perkara tersebut ditaksir mencapai Rp193,7 triliun.

    “Kerugian keuangan Rp193,7 triliun yang bersumber dari berbagai komponen,” tutur Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/2/2025).

    Qohar merinci komponen kerugian negara tersebut, yakni berasal dari kerugian ekspor dalam negeri, kerugian impor melalui broker, kerugian impor melalui broker, serta kerugian dikarenakan subsidi. Saat ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih melakukan penghitungan hingga menuju angka pasti.

    “Dan karena ini selama lima tahun 2018-2023, nanti finalnya akan kami sampaikan setelah perhitungan oleh audit BPK sudah selesai, yang pasti kami sudah gelar perkara dengan BPK, sudah kami tuangkan dalam risalah hasil ekspose sehingga di sana ditemukan kerugian keuangan negara,” kata Qohar.

    Kini ketujuh tersangka korupsi langsung ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung hari ini tanggal 24 Februari 2025.

  • Ronald Tannur Klaim Tak Tahu soal Tawaran Uang Damai ke Keluarga Dini

    Ronald Tannur Klaim Tak Tahu soal Tawaran Uang Damai ke Keluarga Dini

    Jakarta

    Gregorius Ronald Tannur mengaku tidak tahu mengenai tawaran uang damai yang dilontarkan pengacaranya, Lisa Rahmat, kepada keluarga Dini Sera Afrianti. Ronald mengaku terakhir bertemu dengan keluarga Dini itu saat dia di Polrestabes Surabaya.

    Hal itu disampaikan Ronald Tannur saat dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan suap terkait vonis bebas kasus kematian Dini Sera, dengan terdakwa 3 hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mulanya, Ronald mengakui telah membelikan tiket pesawat ke Surabaya untuk orang tua dan kakak Dini.

    “Ini kan Saudara juga yang menyiapkan tiket pesawat ya?” tanya kuasa hukum Erintuah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (25/2/2025).

    “Betul,” jawab Ronald Tannur.

    “Untuk ortunya ya?” tanya kuasa hukum.

    “Betul, dan kakaknya,” jawab Ronald Tannur.

    Pengacara Erintuah kemudian kilas balik ke peristiwa pembunuhan. Dia bertanya tentang kondisi Ronald Tannur dan Dini saat peristiwa pembunuhan.

    Hingga akhirnya peristiwa pembunuhan Dini terjadi. Setelah itu, Ronald mengaku tidak pernah berkomunikasi dengan ibu Dini.

    Menurutnya, komunikasi terakhir dia dengan keluarga Dini saat di Polrestabes Surabaya. Saat itu, Ronald mengatakan bertemu dengan ibu Dini, kemudian meminta maaf dan mencium kaki ibu Dini.

    “Apakah Saudara ada berkoordinasi atau berkomunikasi dengan ibunya korban ini, menawarkan perdamaian atau menawarkan uang, atau menawarkan apa gitu ada nggak?” tanya kuasa hukum.

    “Tidak ada Pak, saya hanya meminta maaf dan mencium kaki ibunya ketika di Polrestabes,” jawab Ronald Tannur.

    Kuasa hukum terdakwa kembali menanyakan pengetahuan Ronald soal tawaran uang damai ke keluarga Dini. Ronald lagi-lagi mengaku tidak tahu apapun soal tawaran uang damai tersebut.

    “Kan kemarin ibu saksi sudah memberitahukan bahwa ada uang perdamaian yang kemudian ditolak oleh kuasa hukum, itu Saudara tahu nggak?” tanya kuasa hukum.

    “Tidak tahu Pak,” jawab Ronald Tannur.

    “Yang Rp 800 juta, Rp 500 juta, saudara tidak tahu?” tanya kuasa hukum.

    “Tidak tahu,” jawab Ronald Tannur.

    Soal Tawaran Uang Damai

    Tawaran uang damai senilai Rp 800 juta ini sebelumnya diungkap pengacara keluarga Dini Sera Afrianti, Dimas Yemahura Al Farauq. Dimas mengaku mendapat tawaran Rp 800 juta dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, dengan syarat mencabut laporan dan berdamai.

    “Yang ditawarkan oleh Lisa Rachmat apa waktu itu, Pak?” tanya jaksa dalam sidang, Selasa (4/2) lalu.

    “Memang ada tawaran sejumlah uang yang itu pun sudah kami sampaikan kepada keluarga, hanya saja yang jadi penyesalan daripada kami adalah itu bukan murni menjadi sebuah santunan. Tapi kami diminta untuk melakukan pencabutan laporan, terus melakukan perdamaian dan menganggap peristiwa ini adalah sebuah kecelakaan,” jawab Dimas.

    Dimas mengatakan tawaran santunan itu disampaikan Lisa dalam sebuah pertemuan. Nilainya, menurut Dimas, sebesar Rp 800 juta.

    “Apakah Saudara masih ingat mengenai nominal santunan dengan syarat tersebut?” tanya jaksa.

    “Ya itu sekitar Rp 800 juta,” jawab Dimas.

    “Apakah nominal tersebut datang dari Lisa atau datang dari mana? Nominal Rp 800 juta tersebut?” tanya jaksa.

    “Datang dari tawaran Lisa,” jawabnya.

    Dakwaan 3 Terdakwa

    Dalam sidang ini yang duduk sebagai terdakwa adalah tiga hakim nonaktif PN Surabaya. Mereka didakwa menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu,” kata jaksa penuntut umum.

    Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.

    Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

    Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap kalau vonis bebas itu diberikan akibat suap.

    Jaksa juga telah mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu