Kasus: Tipikor

  • Polda Jatim Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Dana Hibah Pokmas di Sampang

    Polda Jatim Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Dana Hibah Pokmas di Sampang

    Surabaya (beritajatim.com) – Polda Jawa Timur menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) di Kabupaten Sampang, Tahun Anggaran 2020. Ketiga tersangka diduga melakukan tindak pidana korupsi terkait pembangunan jembatan fiktif di Kecamatan Tambelang, Sampang.

    “Ketiga tersangka sudah ditahan di Polda Jatim,” ujar Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim, AKBP Edy Herwiyanto, Kamis (27/2/2025).

    Meski belum membuka identitas lengkap, informasi yang dihimpun beritajatim.com menyebutkan bahwa ketiga tersangka adalah MS, MF, dan SH, yang merupakan warga Desa Banjar Billah, Tambelang, Sampang.

    “Untuk identitas lengkap, nanti akan kami umumkan,” tambah Edy.

    Hasil penyelidikan sementara menunjukkan bahwa dugaan korupsi ini telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp1,5 miliar. Polda Jatim masih terus mendalami dan mengembangkan kasus ini.

    “Kerugiannya Rp1,5 miliar. Kami masih terus melakukan penyelidikan lebih lanjut,” pungkas Edy.

    Ketiga tersangka ditetapkan pada Rabu (18/2/2025) dan hingga saat ini masih ditahan di sel tahanan Polda Jawa Timur untuk proses penyelidikan lebih lanjut. [ang/beq]

  • 20 ASN Dipecat, Ini Gara-garanya – Page 3

    20 ASN Dipecat, Ini Gara-garanya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pada sidang banding administratif yang dipimpin oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang sekaligus bertindak sebagai Wakil Ketua Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN), Kepala BKN Prof. Zudan memutuskan 20 kasus pelanggaran atas hukuman disiplin diperkuat dengan keputusan pemberhentian.

    “Hasil sidang hari ini memutuskan sebanyak 20 dari 22 ASN yang mengajukan banding atas hukuman disiplin memperoleh keputusan pemberhentian. Sementara itu, dua keputusan lainnya diperingan berdasarkan hasil kajian sidang,” terangnya sebagai hasil putusan sidang pada Rabu, (26/02/2025) di Kantor Pusat BKN Jakarta.

    Adapun 22 ASN yang mengajukan banding atas hukuman disiplin pada sidang kali ini terdiri dari 16 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 6 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Jenis kasus-kasus yang menjadi bahan banding melibatkan berbagai bentuk pelanggaran disiplin dan etika, di antaranya seperti tindak pidana manipulasi suara pemilu, pelanggaran integritas, penyalahgunaan narkotika, penyalahgunaan wewenang, ketidakhadiran kerja tanpa keterangan, tindak pidana korupsi, hingga tindakan hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah.

    Selain itu hukuman yang menjadi subjek dalam banding kali ini meliputi berbagai jenis pemberhentian, seperti Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH), Pemberhentian dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri (PDHTAPS), hingga Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. Sebelumnya, sanksi ini telah ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di masing-masing instansi.

    Sebelumnya ada 28 kasus yang sempat dibahas dalam pra-sidang lalu tetapi enam di antaranya tidak dapat dilanjutkan ke dalam tahap banding administratif karena kurangnya kelengkapan bahan pengajuan banding. Dalam mengambil keputusan, BPASN berpedoman pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Sebagai informasi, dasar hukum yang digunakan dalam sidang banding administratif mencakup UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, PP Nomor 11 Tahun 2017 juncto PP Nomor 17 Tahun 2020 mengenai Manajemen PNS, serta PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Selain itu, BPASN juga menjalankan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 PP Nomor 79 Tahun 2021, yang memungkinkan BPASN untuk memperkuat, memperingan, memperberat, mengubah, atau bahkan membatalkan keputusan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh PPK.

  • 20 ASN Dipecat Gara-gara Kumpul Kebo hingga Narkoba

    20 ASN Dipecat Gara-gara Kumpul Kebo hingga Narkoba

    Jakarta

    Sebanyak 20 aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) kena kasus pelanggaran atas hukuman disiplin dengan keputusan pemberhentian alias dipecat. Hal itu diputuskan dalam sidang banding administratif.

    “Hasil sidang hari ini memutuskan sebanyak 20 dari 22 ASN yang mengajukan banding atas hukuman disiplin memperoleh keputusan pemberhentian. Sementara itu, dua keputusan lainnya diperingan berdasarkan hasil kajian sidang,” kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang sekaligus bertindak sebagai Wakil Ketua Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN), Zudan Arif dalam keterangan tertulis, Kamis (27/2/2025).

    Total ada 22 ASN yang mengajukan banding atas hukuman disiplin pada sidang kali ini, terdiri dari 16 PNS dan 6 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

    Jenis-jenis kasus yang menjadi bahan banding melibatkan berbagai bentuk pelanggaran disiplin dan etika, contohnya tindak pidana manipulasi suara pemilu, pelanggaran integritas, penyalahgunaan narkotika, penyalahgunaan wewenang, ketidakhadiran kerja tanpa keterangan, tindak pidana korupsi, hingga tindakan hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah alias kumpul kebo.

    Selain itu, hukuman yang menjadi subjek dalam banding kali ini meliputi berbagai jenis pemberhentian, seperti Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH), Pemberhentian dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri (PDHTAPS), hingga Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja PPPK dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. Sebelumnya, sanksi ini telah ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di masing-masing instansi.

    Sebelumnya ada 28 kasus yang sempat dibahas dalam pra-sidang lalu, tetapi enam di antaranya tidak dapat dilanjutkan ke dalam tahap banding administratif karena kurangnya kelengkapan bahan pengajuan banding. Dalam mengambil keputusan, BPASN berpedoman pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Sebagai informasi, dasar hukum yang digunakan dalam sidang banding administratif mencakup UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, PP Nomor 11 Tahun 2017 juncto PP Nomor 17 Tahun 2020 mengenai Manajemen PNS, serta PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

    Selain itu, BPASN juga menjalankan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 PP Nomor 79 Tahun 2021, yang memungkinkan BPASN untuk memperkuat, memperingan, memperberat, mengubah, atau bahkan membatalkan keputusan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh PPK.

    Lihat juga Video: Baru Dilantik, Dedi Mulyadi Langsung Pecat Kepsek SMAN 6 Depok

    (aid/fdl)

  • Sejak 2009, Perusahaan Wajib Setor “Dana Komando” ke Basarnas

    Sejak 2009, Perusahaan Wajib Setor “Dana Komando” ke Basarnas

    Sejak 2009, Perusahaan Wajib Setor “Dana Komando” ke Basarnas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Praktik
    dana komando
    (Dako) yang bersumber dari setoran perusahaan rekanan proyek di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (
    Basarnas
    ) disebut berawal dari 2009.
    Informasi ini diungkapkan mantan Sekretaris Utama (Sestama) Basarnas,
    Max Ruland
    Boseke, saat diperiksa sebagai saksi mahkota dalam sidang dugaan
    korupsi
    pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV).
    Dalam persidangan itu, anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Alfis Setiawan, meminta Max menjelaskan mengenai penggelembungan anggaran 10 hingga 15 persen.
    “Terkait adanya
    mark up
    anggaran ya, ini ada di berita acara saksi, sebesar 10 atau 15 persen ini?” tanya hakim Alfis di ruang sidang, Kamis (27/2/2025).
    “10 persen, yang dana komando,” jawab Max.
    Max kemudian menjelaskan, penerapan dana komando dimulai pada 2009 ketika Basarnas dilepas dari Kementerian Perhubungan dan menjadi lembaga yang memiliki anggaran sendiri.
    Kepala Basarnas (Kabasarnas) pertama pada 2009, kata Max, mengeluarkan kebijakan dan perintah agar setiap perusahaan yang menjadi rekanan proyek di Basarnas harus menyetorkan uang yang disebut sebagai dana komando.
    “Wajib menyerahkan dana operasional atau dana komando sebesar 10 persen,” ujar Max.
    Max mengatakan, kebijakan Kabasarnas itu tidak tertulis dan hanya disampaikan secara lisan.
    Namun, para pegawai Basarnas mematuhi perintah tersebut.
    Dana komando
    ini kemudian diterapkan dari tahun ke tahun pada pengadaan-pengadaan di Basarnas, termasuk pembelian puluhan truk angkut personel 4WD dan RCV pada 2014.
    Dalam pengadaan-pengadaan itu, perusahaan terkait harus menyetorkan 10 persen dari nilai proyek yang telah digelembungkan kepada Basarnas.
    “Selain 10 persen, ada lagi persentase yang lain?” tanya hakim Alfis.
    “Tidak ada. Untuk dana komando hanya 10 persen yang di bawah pengendalian dan keputusan Kabasarnas,” jawab Max.
    Dalam perkara ini, KPK menyebut korupsi pengadaan truk angkut ini merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.
    Kasus berawal ketika Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.
    Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000, sehingga terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
    Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500 yang berarti terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
    BPKP kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
    Jaksa Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,5 miliar, memperkaya Direktur CV Delima Mandiri sekaligus penerima manfaat PT Trikarya Abadi Prima, William Widharta selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung: Bos Pertamina Patra Niaga Perintahkan Oplos Pertamax

    Kejagung: Bos Pertamina Patra Niaga Perintahkan Oplos Pertamax

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap fakta baru dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023. Kejagung menduga dua tersangka baru, yang merupakan bos PT Pertamina Patra Niaga, memerintahkan oplos Pertamax.  

    Sebelumnya, dua tersangka baru itu yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC).

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan Maya dan Edward berperan melakukan pembelian bahan bakar RON 90 atau lebih rendah atas persetujuan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS), yang telah ditetapkan sebagai tersangka. 

    Hanya saja, Qohar mengatakan pembelian bahan bakar itu tidak sesuai perencanaan. Sebab, kata dia, seharusnya pembelian itu dilakukan untuk pembelian RON 92 atau sejenis Pertamax.

    “Sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2025) malam.

    Selanjutnya, Maya juga diduga telah memerintahkan Edward untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 Premium dengan RON 92 agar dapat menghasilkan RON 92.

    Kegiatan blending bahan bakar itu dilakukan di PT Orbit Terminal milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) atau yang dijual dengan harga RON 92.

    “Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga,” tambahnya.

    Kemudian, Maya dan Edward juga diduga melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term atau pemilihan langsung. 

    Namun dalam pelaksanaannya, kedua tersangka justru menggunakan metode spot atau penunjukan langsung sehingga PT Pertamina Patra Niaga harus membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha/DMUT.

    Selain itu, Kejagung mengatakan Maya dan Edward juga mengetahui dan menyetujui soal mark up kontrak shipping Dirut PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi (YF). 

    Perbuatan itu kemudian telah membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13%-15% kepada PT Navigator Khatulistiwa yang diketahui melawan hukum.

    “Fee tersebut diberikan kepada Tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” pungkasnya.

    Atas perbuatan itu, Maya dan Edward disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung sedang melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018–2023.

    Pada Senin (24/2), penyidik menetapkan tujuh orang tersangka baru dalam kasus ini, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi (YF) selaku PT Pertamina International Shipping.

    Tersangka lainnya, yakni Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Kejagung menjelaskan posisi kasus ini adalah pada periode tahun 2018–2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri.

  • Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru di Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

    Kejagung Tetapkan 2 Tersangka Baru di Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak

    PIKIRAN RAKYAT – Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan identitas dua tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

    Penetapan ini menambah daftar tersangka menjadi sembilan orang. Berikut ini dua tersangka baru yang ditahan oleh Kejagung:

    Maya Kusmaya (MK): Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.

    Edward Corne (EC): VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

    Proses Penetapan Tersangka

    Penetapan kedua tersangka ini dilakukan setelah Kejagung melakukan penyidikan kepada keduanya, yang sebelumnya berstatus sebagai saksi.

    “Terhadap dua orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah nomor 19/F.2/FD.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025. Ini untuk tersangka Maya Kusmaya. Sedangkan untuk tersangka Edward Corne berdasarkan penetapan tersangka nomor 20/F.2/FD.2/02/2025 tanggal 26 Februari 2025,” papar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar.

    Total Tersangka

    Dengan penetapan ini, hingga Rabu, 26 Februari 2025 malam, telah ditetapkan 9 tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Dampak dan Kerugian Negara

    Kasus korupsi ini diduga telah menyebabkan kerugian negara yang sangat signifikan. Menurut informasi yang didapat, kerugian negara mencapai angka Rp193,7 Triliun. Rincian dari kerugian tersebut antara lain:

    Kerugian dari kegiatan ekspor minyak mentah yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan dalam negeri, dengan jumlah kerugian mencapai Rp35 Triliun.

    Kerugian dari kegiatan impor minyak mentah melalui DMUT/Broker, dengan jumlah kerugian mencapai Rp2,7 Triliun.

    Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini dan menyeret semua pihak yang terlibat ke meja hijau. Upaya penegakan hukum ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.

    Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya di sektor energi. Masyarakat berharap agar proses hukum berjalan dengan adil dan transparan, serta memberikan hasil yang optimal bagi kepentingan negara.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Total 9 Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Patra Niaga yang Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

    Total 9 Tersangka Kasus Korupsi Pertamina Patra Niaga yang Rugikan Negara Rp193,7 Triliun

    loading…

    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sebanyak sembilan tersangka dalam kasus korupsi PT Pertamina Patra Niaga. Foto/SindoNews

    Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC) menjadi tersangka baru kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).

    Total, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sebanyak sembilan tersangka dengan perannya masing-masing pada kasus tersebut.

    “Sampai dengan saat ini pascapenahanan kepada 7 tersangka telah dilakukan pemeriksaan saksi terhadap dua orang Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar, Rabu (26/2/2025).

    “Kedua, dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka Edward Corner, selaku Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga,” sambungnya.

    Berdasarkan pemeriksaan, Abdul Qohar menjelaskan kedua orang itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama tersangka lain. Sehingga, statusnya pun diubah dari saksi menjadi tersangka, dan dilakukan pemeriksaan kembali.

    “Kemudian 2 tersangka tersebut setelah dilakukan pemeriksaan secara marathon mulai jam 3 sampai saat ini, penyidik menemukan bukti yang cukup bahwa kedua tersangka melakukan tindak pidana bersama sama dengan 7 tersangka yang kemarin telah kami sampaikan,” katanya.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar mengatakan, keduanya terbukti berperan dalam melakukan tindak pidana korupsi bersama tujuh orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka sebelumnya.

    “Tersangka MK dan Tersangka EC atas persetujuan Tersangka RS (Riva Siahaan) melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang,” katanya.

  • Pengoplosan Pertamax di Kasus PT Pertamina Niaga Dilakukan di Perusahaan Anak Riza Chalid

    Pengoplosan Pertamax di Kasus PT Pertamina Niaga Dilakukan di Perusahaan Anak Riza Chalid

    Pengoplosan Pertamax di Kasus PT Pertamina Niaga Dilakukan di Perusahaan Anak Riza Chalid
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung mengungkap bahwa pengoplosan minyak mentah RON 92 alias Pertamax dengan mencampur minyak yang kualitasnya lebih rendah dilakukan di terminal dan perusahaan milik anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yaitu tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR).
    Pengoplosan ini terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama-sama oleh Kerry dan tersangka GRJ.
    Hal ini terungkap saat Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) menjelaskan peran dua tersangka baru, yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    “Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 90 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar saat konferensi pers di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025).
    Selain itu, Kerry Ardianto disebutkan juga menerima keuntungan setelah Maya dan Edward menyetujui
    mark up
    atau penggelembungan harga kontrak
    shipping
    atau pengiriman yang dilakukan oleh tersangka JF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping.
    Akibat
    mark up
    ini, PT Pertamina Patra Niaga harus mengeluarkan biaya atau
    fee
    senilai 13-15 persen secara melanggar hukum yang akhirnya memberikan keuntungan kepada tersangka MKAR dan tersangka DW.
    Atas perbuatan sembilan tersangka ini, negara disebut mengalami kerugian hingga Rp 193,7 triliun.
    Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka atas kasus tersebut, di mana empat di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina.
    Keempatnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP).
    Sedangkan, tiga broker yang menjadi tersangka yakni MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus MTN Bank NTT, Jaksa Sita Rp108 Juta dari Eks-Direktur PT Bina Artha

    Kasus MTN Bank NTT, Jaksa Sita Rp108 Juta dari Eks-Direktur PT Bina Artha

    Ia menegaskan penyitaan ini merupakan langkah penting dalam proses hukum yang sedang berlangsung dan bukti nyata komitmen Kejati NTT dalam pemberantasan korupsi.

    “Penyitaan uang ini adalah bukti konkret bahwa Kejati NTT terus bergerak maju dalam mengungkap dan menindak kasus korupsi sebagai upaya memulihkan keuangan negara yang terdampak akibat tindak pidana korupsi,” tandasnya.

    Keberhasilan ini menjadi bukti nyata bahwa Kejati NTT terus bekerja secara profesional dan transparan dalam menangani kasus korupsi besar yang merugikan negara.

    Ia mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan sekitar.

    “Kami akan terus bekerja maksimal mengungkap tuntas perkara ini,” ujarnya.

  • Ini Peran 2 Pejabat Anak Usaha Pertamina di Kasus Tata Kelola Minyak Mentah

    Ini Peran 2 Pejabat Anak Usaha Pertamina di Kasus Tata Kelola Minyak Mentah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan peran dua tersangka baru dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS periode 2018-2023.

    Sebelumnya, dua tersangka baru itu yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya (MK) dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne (EC).

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan Maya dan Edward berperan melakukan pembelian bahan bakar Ron 90 atau lebih rendah atas persetujuan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga.

    Hanya saja, pembelian bahan bakar itu tidak sesuai perencanaan. Sebab, seharusnya pembelian itu dilakukan untuk pembelian Ron 92 atau sejenis Pertamax.

    “Sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang,” ujarnya di Kejagung, Rabu (26/2/2025) malam.

    Selanjutnya, Maya juga diduga telah memerintahkan Edward untuk melakukan blending produk kilang jenis Ron 88 Premium dengan Ron 92 agar dapat menghasilkan RON 92.

    Kegiatan blending bahan bakar itu dilakukan di PT Orbit Terminal milik tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) atau yang dijual dengan harga Ron 92.

    “Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core bisnis PT Pertamina Patra Niaga,” tambahnya.

    Kemudian, Maya dan Edward juga diduga melakukan pembayaran impor produk kilang yang seharusnya dapat menggunakan metode term/pemilihan langsung. 

    Namun, dalam pelaksanaannya kedua tersangka justru menggunakan metode spot/penunjukan langsung sehingga PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha/DMUT.

    Selain itu, Maya dan Edward juga mengetahui dan menyetujui soal mark up kontrak shipping Dirut PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi. 

    Perbuatan itu kemudian telah membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13%-15% secara melawan hukum.

    “Fee tersebut diberikan kepada Tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa,” pungkasnya.

    Atas perbuatan itu, Maya dan Edward disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU RI No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.