Kasus: Tipikor

  • Profil Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Hukumannya Diperberat MA Jadi 13 Tahun Penjara – Halaman all

    Profil Karen Agustiawan, Eks Dirut Pertamina yang Hukumannya Diperberat MA Jadi 13 Tahun Penjara – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut profil Karen Agustiawan, eks Direktur Utama Pertamina yang hukumannya diperberat menjadi 13 tahun penjara.

    Nama Karen Agustiawan saat ini mencuri perhatian.

    Hal ini lantaran mantan Direktur Utama (eks Dirut) Pertamina ini mendapatkan hukuman yang diperberat oleh Mahkamah Agung (MA).

    Hukuman yang dijatuhkan Karen Agustiawan mulanya dari 9 tahun menjadi 13 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).

    Dilansir Kompas, putusan tersebut disahkan pada Jumat (28/2/2025) hari ini oleh majelis kasasi MA yang dipimpin Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan anggotanya, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Achmad Setyo Pudjoharsoyo.

    Majelis kasasi menolak permohonan kasasi dari pihak Karen dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Meski demikian, majelis kasasi menyatakan mengubah putusan pengadilan tingkat banding yang tetap menghukum Karen 9 tahun penjara. 

    Dalam putusan tersebut. majelis kasasi juga memperbaiki kualifikasi dan pidana.

    Karen Agustiawan dinilai melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam pengadilan sebelumnya.

    Saat ini, Karen Agustiawan dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 pada undang-undang yang sama.

    Karen agustiawan bahkan juga dihukum membayar denda Rp 650 juta subsidair 6 bulan kurungan disamping menjalani hukuman 13 tahun penjara.

    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menguatkan hukuman mantan Dirut Pertamina ini 9 tahun penjara.

    Karen Agustiawan dinilai bersalah karena melanggar ketentuan Pasal 2 Ayat 1 UU Pemberantasan Tipikor.

    Lantas siapa Karen Agustiawan sebenarnya ?

    Berikut Tribunnews rangkum profil Karen Agustiawan eks Dirut Pertamina yang hukumannya diperberat menjadi 13 tahun penjara :

    Karen Agustiawan adalah Mantan Direktur Utama Pertamina.

    Dikutip dari Wikipedia, namanya juga pernah muncul dalam Asia’s 50 Power Businesswomen 2011.

    Kehidupan Pribadi

    Karen Agustiawan memiliki gelar Ir. Hj. Karen Agustiawan.

    Perempuan berumur 67 tahun ini diketahui bernama asli Galaila Karen Kardinah.

    Karen Agustiawan lahir pada 19 Oktober 1958 di Bandung.

    Ia merupakan anak dari pasangan Dr. Sumiyatno dan R. Asiah.

    Ayah Karen Agustiawan merupakan utusan pertama Indonesia di World Health Organization dan presiden terdahulu dari Biofarma, perusahaan farmasi.

    Karen Agustiawan menikah dengan Herman Agustiawan.

    Suaminya tak lain adalah mantan pegawai di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang sekarang bekerja di Dewan Energi Nasional.

    Dari pernikahannya tersebut, Karen dan Herman dikaruniai 3 anak.

    Karier

    Perjalanan karier Karen Agustiawan dimulai setelah dirinya lulus dari jurusan Teknik Fisika di Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1983.

    Ia mengawali karier dari tahun 1998 sampai 2002, sebagai profesional di Landmark Concurrent Solusi Indonesia sebagai business development manager.

    Lalu sebagai commercial manager for consulting and project management di Halliburton Indonesia pada 2002-2006.

    Kemudian ia berkarier di PT Pertamina (Persero) sebagai staf ahli direktur utama PT Pertamina (Persero) untuk bisnis hulu (2006-2008), kemudian dipercaya menjabat sebagai direktur hulu sejak 5 Maret 2008 hingga ia ditunjuk oleh pemegang saham untuk memimpin Pertamina sebagai Direktur Utama PT Pertamina (Persero) pada 5 Februari 2009. 

    Karen Agustiawan resmi berhenti dari jabatannya sebagai CEO PT Pertamina tertanggal 1 Oktober 2014 dan menjadi dosen guru besar di Harvard University, Boston, AS.

    (TRIBUNNEWS/Ika Wahyuningsih,Kompas)

  • Ungkap Hasil Uji Sampel, ESDM Pastikan Kualitas BBM di SPBU Sesuai Standar

    Ungkap Hasil Uji Sampel, ESDM Pastikan Kualitas BBM di SPBU Sesuai Standar

    Bisnis.com, JAKARTA – Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Migas/LEMIGAS memastikan bahwa seluruh sampel BBM yang diuji memenuhi spesifikasi yang ditetapkan pemerintah.

    Hasil ini diperoleh dari serangkaian pengujian yang dilakukan di laboratorium LEMIGAS. Adapun sampel diambil dari berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang Selatan, serta Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Plumpang.

    “Hasil uji laboratorium LEMIGAS menunjukkan bahwa seluruh sampel BBM yang diperiksa berada dalam rentang batasan mutu yang dipersyaratkan (on spec),” jelas Kepala Balai Besar Pengujian Migas/LEMIGAS Mustafid Gunawan melalui keterangan resmi, Jumat (28/2/2025). 

    Secara khusus, Mustafid mengungkapkan pengawasan mutu terhadap bahan bakar bensin meliputi pengambilan sampel yang mengacu pada metode ASTM D4057 (Standard Practice for Manual Sampling of Petroleum and Petroleum Products), pengujian standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar, dan pemantauan.

    Berdasarkan metodologi pengujian diatas didapatkan, parameter uji utama seperti angka oktan (Research Octane Number atau RON), menunjukkan kualitas bahan bakar bensin, massa jenis, kandungan sulfur, tekanan uap, dan distilasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 

    “Nilai RON yang diukur pada setiap sampel menunjukkan hasil yang stabil dan tidak menyimpang dari spesifikasi yang berlaku,” imbuh Mustafid.

    Dia menjelaskan, RON merupakan salah satu parameter yang menunjukkan kemampuan bahan bakar untuk menahan knocking saat proses pembakaran pada mesin. Semakin tinggi RON, maka semakin besar kemampuan bahan bakar tersebut untuk resisten atau terhindar dari knocking pada mesin. 

    Mustafid menambahkan bahwa RON diuji menggunakan mesin CFR F-1 dengan metode ASTM D2699.

    Adapun uji coba sampel ini dilakukan tak lepas dari keresahan masyarakat soal kualitas BBM jenis Pertamax yang dituding oplosan. Isu yang bergulir menyebut bahwa Pertamax yang dibeli sebenarnya berkualitas RON 90 atau setara Pertalite.

    Tudingan masyarakat itu juga tidak lepas dari kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018—2023.

    Perkuat Pengawasan

    Guna menjaga konsistensi kualitas BBM yang dikonsumsi masyarakat, Direktorat Jenderal Migas memastikan terus melakukan pengawasan mutu bahan bakar secara berkala. 

    “Kami memahami pentingnya transparansi dalam pengawasan BBM. Hasil uji ini kami sampaikan agar masyarakat yakin bahwa BBM yang mereka gunakan telah sesuai dengan standar yang ditetapkan Pemerintah,” tegas Mustafid.

    Pada kesempatan yang sama, Plt. Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Mirza Mahendra mengatakan pengawasan mutu BBM ini merupakan bagian dari amanat Peraturan Menteri ESDM Nomor 48 Tahun 2025.

    Beleid itu mengatur bahwa Direktorat Jenderal Migas bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengawasan standar serta mutu bahan bakar yang dipasarkan di dalam negeri. 

    “Sebagai bentuk implementasi aturan tersebut, Ditjen Migas secara berkala melakukan pengambilan sampel BBM untuk memastikan kualitasnya tetap terjaga sesuai standar yang berlaku,” kata Mirza.

    Dia juga menekankan upaya penguatan koordinasi dengan para pemangku kepentingan, termasuk PT Pertamina (Persero) dan penyedia BBM lainnya demi menjaga kualitas bahan bakar tetap konsisten. 

    Ditjen Migas, kata Mirza, berkomitmen menjalankan pengawasan mutu yang komprehensif. Ini demi melindungi konsumen serta memastikan bahan bakar yang digunakan masyarakat aman dan tidak merugikan.

    “Melalui adanya pengawasan mutu yang ketat dan transparansi hasil pengujian, pemerintah berharap kepercayaan masyarakat terhadap BBM yang beredar di pasaran semakin meningkat,” tutupnya.

  • Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui

    Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui

    Perjalanan Kasus Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan yang Hukumannya Diperberat Jadi 13 Tahun Bui
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman pidana badan eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Galaila Karen Kardinah alias
    Karen Agustiawan
    , dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau
    liquefied natural gas
    (LNG).
    Karen yang sebelumnya dihukum 9 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, diperberat menjadi 13 tahun bui oleh majelis kasasi Mahkamah Agung (MA).
    Baik pengadilan tingkat pertama, banding, maupun kasasi sama-sama menilai tindakan Karen dalam membeli LNG secara melawan hukum terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,8 triliun.
    Majelis kasasi MA menyatakan, Karen terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
    “Pidana penjara 13 tahun,” sebagaimana dikutip dari situs resmi MA, Jumat (28/2/2025).
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membutuhkan waktu cukup lama untuk menangani perkara dugaan korupsi Karen ini.
    Meski sudah menangani kasus tersebut bertahun-tahun, KPK baru resmi mengumumkan Karen sebagai tersangka pada Selasa (19/9/2023).
    Adapun pengadaan LNG yang menjadi materi penyidikan KPK berlangsung sejak 2011-2021.
    Sebelum resmi menahan Karen pada Selasa itu, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat perusahaan minyak dan gas pelat merah tersebut.
    Di antara mereka adalah eks Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dan eks Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
    Perkara ini berawal dari rencana Pertamina membeli gas alam cair untuk menanggulangi defisit gas dalam negeri pada 2009-2040.
    Karen yang menjabat Direktur Utama pada 2009-2014 kemudian meneken kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier luar negeri, Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat (AS).
    Namun, kontrak pembelian itu dilakukan Karen tanpa mengikuti prosedur pengadaan yang berlaku seperti kajian komprehensif.
    “Selain itu, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dilakukan sama sekali, sehingga tindakan KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu,” kata ketua KPK saat itu, Firli Bahuri.
    Setelah pembelian tersebut, semua kargo yang dibeli dari CCL LLC tidak terserap di pasar domestik.
    Akibatnya, kargo LNG mengalami kelebihan suplai dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
    Kondisi ini menimbulkan kerugian nyata.
    Pertamina akhirnya harus menjual LNG itu dengan rugi ke pasar internasional.
    Menurut Firli, tindakan Karen bertentangan dengan ketentuan di internal Pertamina.
    Di antaranya Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina Persero.
    “Dari perbuatan menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar 140 juta dollar AS, yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun (perhitungan awal),” tutur Firli.
    Tidak terima ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, Karen menggugat KPK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) melalui tim kuasa hukumnya pada Jumat (6/10/2023).
    KPK menghadirkan 121 bukti untuk menghadapi dalil-dalil Karen dan menghadirkan ahli.
    Setelah persidangan selama tujuh hari, hakim memutuskan menolak permohonan Karen.
    Setelah berkas penyidikan lengkap, Karen diserahkan kepada jaksa penuntut umum.
    Ia pun diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Dalam tahapan pembuktian, Karen mendapatkan hak untuk menghadirkan saksi meringankan atau a de charge.
    Tak tanggung-tanggung, mantan bos perusahaan pelat merah itu menghadirkan Wakil Presiden RI ke-10, Jusuf Kalla (JK).
    “Saya ingin hadirkan Pak JK karena beliau kan yang terlibat di Perpres ya, yang tadi dibilang ya bahwa harus lebih banyak (penggunaan) gas dan itu memang kita lakukan,” kata Karen.
    Namun, Karen kembali kalah melawan KPK.
    Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menghukum Karen 9 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan penjara.
    Ia dinilai terbukti melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo.
    Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
    Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang menuntut Karen divonis 11 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi VI DPR Panggil Pertamina 12 Maret, Bahas Dugaan Korupsi dan Kesiapan Lebaran

    Komisi VI DPR Panggil Pertamina 12 Maret, Bahas Dugaan Korupsi dan Kesiapan Lebaran

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi VI DPR RI menjadwalkan pemanggilan terhadap PT Pertamina (Persero) untuk menghadiri rapat pembahasan dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan anak perusahaan Pertamina pada periode 2018-2023, yang akan diselenggarakan pada Rabu, 12 Maret 2025.

    “Kasus Pertamina ini kan mengagetkan kita semua. Kemarin kan teman-teman Komisi XII sudah memanggil Pertamina, jadi kami nanti akan memanggil Pertamina rencananya tanggal 12 Maret ya, menanyakan perkembangan kasus,” ucap Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade.

    Selain membahas dugaan tindak pidana korupsi dengan skema blending, proses pencampuran Bahan Bakar Minyak (BBM), Komisi VI DPR RI juga akan membahas kesiapan PT Pertamina dalam menghadapi momentum Hari Raya Idul Fitri.

    “Kedua, kami akan menanyakan kesiapan Pertamina dalam persiapan menghadapi Lebaran,” kata Andre dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara pada 28 Februari 2025.

    Alasan mengapa pemanggilan PT Pertamina oleh Komisi VI DPR RI baru dijadwalkan pada 12 Maret adalah karena Komisi XII DPR RI yang memiliki bidang tugas energi, sumber daya mineral, lingkungan hidup, dan investasi telah terlebih dahulu mengadakan rapat dengan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

    “Kenapa kita panggil belakangan? Karena Komisi XII sudah panggil dan mereka (Pertamina) kan sekarang lagi bolak-balik ke Kejaksaan Agung. Kita berikan ruang lah untuk mereka melakukan jawaban. Tentu Komisi VI sebagai mitra akan memanggil, nah rencananya tanggal 12 Maret,” ujar Andre.

    Berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah yang menimbulkan isu pengoplosan Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92) di kalangan masyarakat, telah disampaikan klarifikasi oleh para pemangku kepentingan terkait.

    “Ya, saya rasa kan jelas ya penjelasan Pertamina kemarin, lalu penjelasan teman-teman DPR Komisi XII dan juga Kejaksaan Agung kan jelas bahwa tidak ada oplosan, silakan masyarakat mengonsumsi Pertamina,” ucap Andre.

    Ia mengimbau masyarakat untuk tidak merasa ragu dalam menggunakan BBM yang diproduksi oleh Pertamina, meskipun ada kekhawatiran mengenai potensi penurunan kualitasnya.

    Andre mengimbau kepada seluruh masyarakat, khususnya konsumen Pertamina, untuk tidak merasa ragu dalam menggunakan produk Pertamax. Pengecekan telah dilakukan oleh DPR melalui Komisi XII dan Kejaksaan, yang memastikan bahwa kualitas Pertamax sesuai standar dan bukan merupakan produk oplosan.

    Andre menegaskan kembali komitmen pihaknya untuk turut serta dalam melaksanakan fungsi pengawasan terkait kasus yang telah menjadi sorotan publik dalam beberapa waktu terakhir.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • MA Tolak Kasasi Syahrul Yasin Limpo, Hukuman Tetap 12 Tahun Penjara – Page 3

    MA Tolak Kasasi Syahrul Yasin Limpo, Hukuman Tetap 12 Tahun Penjara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian pada tahun 2020–2023. Sehingga, hukumannya tetap 12 tahun penjara sebagaimana putusan banding.

    “Tolak perbaikan. Tolak kasasi terdakwa, dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti kepada terdakwa,” demikian petikan amar putusan kasasi Nomor 1081 K/PID.SUS/2025 yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung RI di Jakarta, Jumat (28/2/2025) dilansir Antara.

    Meski menolak permohonan kasasi SYL, majelis kasasi memutuskan melakukan perbaikan terkait redaksional hukuman uang pengganti sehingga selengkapnya menjadi berbunyi:

    “Menghukum terdakwa untuk membayar Uang Pengganti sebesar Rp44.269.777.204,00 ditambah 30.000 dolar Amerika Serikat, dikurangi dengan jumlah uang yang disita dalam perkara ini yang selanjutnya dinyatakan dirampas untuk negara, subsider 5 tahun penjara.”

    Putusan kasasi itu diputus pada hari Jumat ini oleh Hakim Agung Yohanes Priyana selaku ketua majelis dengan didampingi dua anggota, Arizon Mega Jaya dan Noor Edi Yono, serta Setia Sri Mariana selaku panitera pengganti.

    “Perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi oleh majelis,” demikian keterangan status perkara tersebut.

    Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat vonis SYL menjadi 12 tahun penjara, denda sebesar Rp500 juta subsider empat bulan kurungan, serta uang pengganti Rp44.269.777.204 ditambah 30.000 dolar AS subsider 5 tahun penjara.

    “Menjatuhkan terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sejumlah Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan 4 bulan kurungan,” ucap hakim ketua Artha Theresia dalam putusannya yang dibacakan di PT DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2024).

    Selain pidana penjara yang diperberat, Hakim juga mengenakan SYL dengan membayar uang pengganti sebesar Rp44.269.777.204 dan USD 30 ribu. Bila eks Mentan itu tidak membayar uang pengganti maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama 5 tahun.

    Komisi Pemberantasan Korupsi merespons putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor yang menjatuhkan vonis 10 tahun penjara untuk eks Mentan Syahrul Yasin Limpo.

  • Mahkamah Agung Perberat Vonis Karen Agustiawan Jadi 13 Tahun – Page 3

    Mahkamah Agung Perberat Vonis Karen Agustiawan Jadi 13 Tahun – Page 3

    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Jakarta memperkuat vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, yakni 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

    Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan untuk menerima permohonan banding dari penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa, tetapi hanya melakukan perubahan terbatas pada amar putusan terkait barang bukti.

    Di pengadilan tingkat pertama, Karen Agustiawan divonis pidana 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan LNG di Pertamina.

    Karen terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Dalam perkara ini, Karen didakwa merugikan negara sebesar 113,84 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina pada tahun 2011 hingga 2014.

    Mantan Dirut Pertamina itu didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan sebanyak 104.016 dolar AS atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, yaitu CCL l senilai 113,84 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,77 triliun.

    Selain itu, Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.

     

  • Kasus Dugaan Gratifikasi, KPK Periksa Pejabat KPP Pratama Sleman

    Kasus Dugaan Gratifikasi, KPK Periksa Pejabat KPP Pratama Sleman

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dugaan gratifikasi yang menjerat Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhamad Haniv terus diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Terbukti, KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi, berupa gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

    Hari ini, Jumat (28/2), penyidik KPK memeriksa Hadi Sutrisno, seorang Pemeriksa Pajak Madya yang saat ini bertugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sleman sejak 2018 hingga sekarang.

    Sebelumnya, Hadi juga pernah bertugas di KPP Penanaman Modal Asing Tiga, Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus, serta Direktorat Jenderal Pajak pada periode 2014-2018.

    “Pemeriksaan ini dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangannya.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhamad Haniv, sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.

    KPK menemukan bahwa Haniv menerima gratifikasi dalam berbagai bentuk dengan total mencapai Rp21,5 miliar. Salah satu modus yang terungkap adalah permintaan sponsorship untuk bisnis fashion anaknya, FH POUR HOMME by FEBY HANIV.

    Haniv menghubungi bawahannya untuk mencari sponsor dari perusahaan wajib pajak yang berada di bawah kewenangannya. Akibatnya, dana sebesar Rp300 juta mengalir ke rekening anaknya, sementara total dana yang masuk untuk mendukung kegiatan bisnis tersebut sepanjang 2016–2017 mencapai Rp804 juta.

  • ESDM Uji Sampel BBM RON 92 Pertamax & Shell Super, Bagaimana Hasilnya?

    ESDM Uji Sampel BBM RON 92 Pertamax & Shell Super, Bagaimana Hasilnya?

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan uji sampel produk BBM besutan PT Pertamina (Persero) dan Shell. BBM yang diuji itu jenis RON 92, yakni Pertamax dan Shell Super.

    Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya melakukan uji sampel BBM tersebut pada Kamis (27/2/2025). Uji coba itu dilakukan di Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas).

    Dadan mengatakan, uji coba itu juga dilakukan sesuai arahan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

    “Kemarin sudah dicek sampai malam. Kan itu dibawa sampelnya ke Lemigas, di Lemigas diuji,” kata Dadan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (28/2/2025).

    Dadan pun mengungkapkan hasil uji coba itu akan diumumkan pada hari ini. Oleh karena itu, dia meminta masyarakat untuk menunggu.

    “Tunggu saja yang itu ya, yang hasil kita ke lapangan kemarin,” katanya.

    Adapun, uji coba sampel ini dilakukan di tengah keresahan masyarakat soal kualitas BBM jenis Pertamax yang dituding dioplos. Isu yang bergulir menyebut bahwa Pertamax yang dibeli sebenarnya berkualitas RON 90 atau setara Pertalite.

    Tudingan masyarakat itu tidak lepas dari kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang melibatkan subholding Pertamina dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018—2023.

    Uji sampel pada Pertamax dan Shell Super sebelumnya dilakukan dengan cara inspeksi dadakan (sidak) oleh Lemigas dan Komisi XII DPR RI di sejumlah SPBU di Jakarta, Kamis (28/2/2025).

    Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi menjelaskan kegiatan ini merupakan bagian dari sampling ulang yang dilakukan secara rutin. Ini juga dilakukan untuk memastikan kesesuaian kualitas produk BBM yang dijual di pasaran.

    “Biar tidak bias, ini kita hanya lakukan sampling ulang. Kami akan coba di beberapa tempat,” ujar Bambang dikutip dari keterangan resmi.

    Bambang pun menekankan bahwa setiap produk BBM, baik Pertamax maupun Shell Super, telah melalui proses sertifikasi dan pengujian yang ketat oleh Kementerian ESDM dan Lemigas.

    Setelah melakukan uji visual terhadap produk, Bambang menyimpulkan bahwa dari segi kasat mata, Pertamax dan Shell Super tampak sama.

    Namun, keputusan akhir mengenai kualitas kedua jenis BBM tersebut akan ditentukan setelah hasil uji laboratorium keluar.

    “Kesimpulannya dari kasat mata sama, tinggal hasil uji lab, kalau kasat lama antara Pertamax dengan Shell Super sama,” ujar Bambang.

  • MA Vonis Mantan Dirut Pertamina 13 Tahun Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Gas Alam

    MA Vonis Mantan Dirut Pertamina 13 Tahun Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Gas Alam

    JABAR EKSPRES – Mahkamah Agung (MA) berikan vonis berat kepada mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquid natural gas (LNG) dari 9 tahun penjara jadi 13 tahun penjara.

    Tidak hanya dibui, MA juga menghukum Karen untuk membayar denda sebesar Rp650 juta subsider 6 bulan kurungan. Denda tersebut lebih besar dari putusan pengadilan sebelumnya yaitu Rp500 juta subsider 3 bulan.

    “Pidana penjara 13 tahun, denda Rp650 juta susider enam bulan kurungan,” demikian petikan amar putusan tingkat kasasi Nomor 1076 K/PID.SUS/2025 dikutip dari laman resmi MA RI, Jumat (28/2).

    BACA JUGA: PU Menang Banding, Vonis Emil Ermindra di Kasus Korupsi Timah Diperberat jadi 20 Tahun Penjara

    Pada dasarnya, Majelis Kasasi menolak permohonan kasasi Karen ataupun jaksa penuntut umum KPK. Namun majelis kasasi memutus untuk memperbaiki kualifikasi dan pidana dari putusan pengadilan banding yang menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama.

    “Terbukti Pasal 3 TPK juncto Pasal 55 junto Pasal 64,” lanjut putusan amar tersebut.

    Putusan kasasi diputus pada Jumat (28/2) oleh Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto selaku ketua mejelis dengan anggota 1 Sinintha Yuliansih Sibarani dan anggota 2 Achmad Setyo Pudjoharsoyo, serta Agustina Dyah Prasetyaningsih sebagai painter pengganti.

    BACA JUGA: Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina, Kejagung Geledah Rumah Pengusaha Riza Chalid

    “Perkara telah diputus, sedang dalam proses minutasi (pengarsipan berkas perkara menjadi arsip negara) oleh majelis,” demikian tertulis pula di laman MA.

    Sebelumnya,  Pengadilan Tinggi Jakarta memperkuat vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhada Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan yaitu 9 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.

  • Kewenangan Apa Saja yang Dimiliki KPK?

    Kewenangan Apa Saja yang Dimiliki KPK?

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan khusus untuk memberantas korupsi di Indonesia. Sebagai lembaga yang independen, KPK memiliki tugas dan kewenangan yang luas dalam upaya pemberantasan korupsi bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.

    KPK dibentuk berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dasar hukum KPK adalah UU 31 Tahun 1999, UU 30 Tahun 2002, dan UUD 1945. Lembaga ini berada dalam rumpun eksekutif pemerintahan dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

    Visi dan Misi KPK

    Visi KPK adalah mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi bersama elemen bangsa. Demi mencapai visi tersebut, KPK memiliki misi meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum, serta menurunkan tingkat korupsi di Indonesia melalui koordinasi supervisi, monitor, pencegahan, dan penindakan dengan peran serta seluruh elemen bangsa.

    Tugas dan Wewenang KPK

    Memiliki serangkaian tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh undang-undang meliputi:

    Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang  melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.Melaksanakan penetapan Hakim dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
    Kewenangan KPK

    Dalam melaksanakan tugas-tugasnya KPK memiliki wewenang sebagai berikut ini.

    Mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi.Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi.Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait.Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.Kewajiban KPK

    Selain memiliki berbagai kewenangan, KPK juga memiliki kewajiban yang harus dipatuhi dalam menjalankan tugasnya sebagaimana diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

    Memberikan perlindungan terhadap sanksi dan pelapor yang memberikan informasi terkait tindakan korupsi.Memberikan informasi dan data kepada publik mengenai perkembangan penanganan kasus korupsi.

    KPK adalah lembaga negara yang memiliki peran krusial dalam memberantas korupsi di Indonesia. Dengan tugas dan kewenangan yang dimilikinya, KPK diharapkan dapat menjadi ujung tombak dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi.