Kasus: Tipikor

  • Tim Hukum Hasto Kristiyanto Siap Jalani Sidang Perdana Praperadilan Besok, Tantang Kubu KPK Hadir

    Tim Hukum Hasto Kristiyanto Siap Jalani Sidang Perdana Praperadilan Besok, Tantang Kubu KPK Hadir

    PIKIRAN RAKYAT – Tim hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyatakan siap menjalani sidang perdana praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sidang gugatan praperadilan kedua yang dilayangkan kubu Hasto akan berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin, 3 Maret 2025.

    “Praperadilan sebelumnya belum menyentuh inti perkara, dan keputusan hakim praperadilan sebelumnya masih memberikan ruang bagi kami mengajukan kembali praperadilan dalam dua gugatan,” kata tim hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, dalam keterangannya, Minggu, 2 Maret 2025.

    Ronny menjelaskan, permohonan praperadilan kali ini dibagi dalam dua gugatan yaitu terkait kasus dugaan suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku yang disangkakan kepada Hasto.

    Lebih lanjut, Ronny berharap praperadilan ini bisa menjadi kesempatan bagi KPK dan tim hukum Hasto untuk saling menguji dasar penetapan tersangka terhadap kliennya. Di dalam persidangan akan terlihat apakah KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka berdasarkan pada rasionalitas hukum atau sekadar kriminalisasi terhadap aktivis politik yang berseberangan dengan kekuasaan.

    Ronny menegaskan, praperadilan ini merupakan hak Hasto sebagai tersangka yang diatur dalam Pasal 79 KUHAP. Dia berharap tim hukum KPK dapat menghadiri sidang perdana besok.

    “Sehingga asas sederhana, cepat dan biaya murah itu bisa terlaksana, sehingga dapat memberikan kepastian hukum baik bagi KPK maupun Pak Hasto Kristiyanto,” ujar Ronny.

    Sebelumnya, Hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Djuyamto menyatakan gugatan praperadilan Hasto tidak dapat diterima.

    “Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima,” kata Djuyamto di PN Jakarta Selatan, Kamis, 13 Februari 2025.

    Djuyamto menyebut permohonan praperadilan yang diajukan Hasto melalui kuasa hukum kabur atau tidak jelas. Dengan demikian, penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK sah.

    “Menyatakan permohonan oleh pemohon kabur atau tidak jelas,” ujar Djuyamto.

    KPK Tahan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

    KPK resmi menahan Hasto Kristiyanto, pada Kamis 20 Februari 2025. Hasto ditahan setelah diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara mantan kader PDIP, Harun Masiku.

    “Guna kepentingan penyidikan, terhadap tersangka HK (Hasto Kristiyanto) dilakukan penahanan selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 20 Februari 2025 sampai dengan tanggal 11 Maret 2025 dan penahanan dilakukan di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers, Kamis, 20 Februari 2025.

    Dua Kasus yang Menjerat Hasto Kristiyanto

    KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 yang sebelumnya menjerat Harun Masiku. Hasto menjadi tersangka bersama orang kepercayaannya bernama Donny Tri Istiqomah.

    “Bahwa pada saat penyidikan berkas perkara Harun Masiku dan upaya pencarian DPO Harun Masiku sedang berlangsung, penyidik menemukan bukti keterlibatan Saudara HK selaku Sekjen PDI Perjuangan dan Saudara DTI selaku orang kepercayaan Saudara HK,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa 24 Desember 2024.

    Setyo menyampaikan, Hasto Kristiyanto bersama Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017-2022, melalui orang kepercayaan Wahyu, bernama Agustiani Tio. Suap diberikan agar Harun Masiku bisa ditetapkan menjadi anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal.

    Hasto dijerat Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    KPK juga menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. Sebab, pada 8 Januari 2020 saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK, Hasto memerintahkan Nur Hasan selaku penjaga rumah aspirasi menghubungi Harun Masiku untuk menyuruh Harun merendam ponsel di dalam air dan segera melarikan diri.

    “Bahwa pada tanggal 6 Juni 2024, sebelum Saudara HK diperiksa sebagai saksi oleh KPK, Saudara HK memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan HP yang dalam penguasaan Saudara Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK,” tutur Setyo.

    Kemudian, lanjut Setyo, Hasto, mengumpulkan beberapa saksi terkait perkara Harun Masiku dan mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

    “Atas perbuatan Saudara HK tersebut KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024,” ucap Setyo.

    “Komisi Pemberantasan Korupsi akan terus mendalami perkara ini dan akan mendalami peran semua pihak yang dianggap berperan aktif untuk dimintakan pertanggungjawabannya,” ujarnya menambahkan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kasasi Ditolak, Syahrul Yasin Limpo Dipastikan Masuk Penjara 12 Tahun atas Kasus Pemerasan

    Kasasi Ditolak, Syahrul Yasin Limpo Dipastikan Masuk Penjara 12 Tahun atas Kasus Pemerasan

    PIKIRAN RAKYAT -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan kasasi mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), dalam perkara dugaan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian. Dengan ditolaknya kasasi tersebut, hukuman terhadap SYL yang sebelumnya dijatuhkan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yakni penjara selama 12 tahun, tetap berlaku.

    “KPK juga menyampaikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan data dan informasi, sehingga penanganan perkara ini dapat dilakukan secara efektif,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Minggu, 2 Maret 2025.

    Tessa mengatakan, seiring putusan MA itu maka perkara SYL telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap, yang berarti proses hukum terhadap politikus Partai Nadem ini sudah selesai, kecuali jika terdapat upaya hukum luar biasa seperti Peninjauan Kembali (PK). SYL selanjutnya akan menjalani hukuman badan dan pembayaran uang pengganti sebagai pidana tambahan sesuai putusan majelis hakim.

    “Selain pemberian efek jera, hukuman pembayaran uang pengganti juga menjadi instrumen dalam peningkatan asset recovery,” ujar Tessa.

    Terkait modus pemerasan dalam jabatan yang dilakukan oleh SYL, KPK menegaskan bahwa hal ini menjadi salah satu fokus utama dalam upaya pencegahan korupsi di area manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN). 

    “Selanjutnya, KPK berharap langkah-langkah perbaikan dapat segera dilakukan agar tindak pidana korupsi seperti ini tidak terulang kembali,” ucap Tessa.

    Eks Mentan Syahrul Yasin Limpo Divonis Penjara 12 Tahun

    Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman Syahrul Yasin Limpo (SYL) dari 10 tahun penjara menjadi 12 tahun bui. Jaksa KPK Meyer Volmar Simanjuntak mengapresiasi putusan majelis hakim tingkat banding tersebut.

    “Tim JPU mengapresiasi atas putusan PT dengan terdakwa SYL oleh karena mengabulkan memori banding Penuntut Umum,” kata Meyer Volmar Simanjuntak dalam keterangannya, Selasa, 10 September 2024.

    Majelis hakim tingkat banding juga mewajibkan SYL membayar uang pengganti sebesar Rp44 miliar. Langkah berikutnya, kata Meyer, KPK menunggu salinan putusan lengkap dari PT DKI Jakarta untuk selanjutnya dibahas bersama Pimpinan KPK.

    “Mengenai tuntutan tentang uang pengganti yaitu sebesar kurang lebih Rp44 milliar dan mengabulkan pula tuntutan pidana kepada terdakwa yaitu pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun,” tutur Meyer. 

    “Selanjutnya JPU menunggu salinan lengkap putusan PT diserahkan secara resmi ke KPK dan akan memelajari putusan tersebut dan akan melaporkan secara resmi ke Pimpinan untuk langkah tindak selajutnya,” ucapnya menambahkan.

    Majelis hakim tingkat banding juga mewajibkan SYL membayar denda sebesar Rp500 juta. Dengan ketentuan, jika denda tidak dibayar dapat diganti pidana kurungan selam 4 bulan.

    “Menyatakan terdakwa Syahrul Yasin Limpo tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, sebagaimana dakwaan alternatif pertama penuntut umum,” ucap Ketua Majelis hakim tingkat banding, Artha Theresia Selasa, 10 September 2024.

    “Menjatuhkan pidana terhadap perdakwa Syahrul Yasin Limpo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 tahun, dan denda sejumlah Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” ujarnya menambahkan. 

    Lebih lanjut majelis hakim tingkat banding juga menghukum Syahrul Yasin Limpo membayar uang pengganti sejumlah Rp44.269.777.204 atau Rp44 miliar dan 30 ribu Dolar Ameriksa Serikat. Syahrul Yasin Limpo harus membayar uang pengganti paling lambat satu bulan setelah putusan banding berkekuatan hukum tetap.

    “Jika tidak membayar maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutup uang pengganti tersebut dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi, maka dipidana dengan pidana penjara selama 5 tahun,” kata Hakim Artha Theresia. 

    Vonis hakim tingkat banding sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum. Jaksa dalam tuntutannya menginginkan Syahrul Yasin Limpo dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta serta membayar uang pengganti Rp 44,7 miliar.

    Hukuman SYL Lebih Berat

    Vonis Majelis Hakim Tingkat Banding lebih berat dari putusan Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Di pengadilan tingkat pertama, Syahrul Yasin Limpo dijatuhi vonis 10 Tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan. 

    “Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo oleh karena itu pidana penjara 10 tahun pidana. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Syahrul Yasin Limpo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp 300 juta subsider kurungan empat bulan,” kata ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh saat membacakan amar putusan terhadap SYL di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024.

    Tak hanya itu, SYL juga dijatuhi pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp14,1 miliar ditambah 30.000 Dolar Amerika Serikat. Dia harus membayar uang pengganti paling lambat 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

    Jika tidak dibayar hingga batas waktu yang telah ditentukan, maka harta benda SYL akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Kemudian, mantan politikus Partai NasDem itu akan dipidana 2 tahun pidana penjara jika harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Lapor KPK, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Cium Dugaan Korupsi di Balik Retret Kepala Daerah

    Lapor KPK, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Cium Dugaan Korupsi di Balik Retret Kepala Daerah

    PIKIRAN RAKYAT – Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan adanya dugaan tindak korupsi oleh PA/Mendagri, politisi, juga direksi serta komisaris PT Lembah Tidar Indonesia (PT LTI), dan PT Jababeka ke KPK, pada Jumat 28 Februari 2025 .

    Koalisi menilai penyelenggaraan kegiatan itu patut diduga melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kecurigaan bermula dari disebarnya Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 200.5/628/SJ tentang Orientasi Kepemimpinan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025 yang menyatakan akan diselenggarakan orientasi kepemimpinan pada 21 hingga 28 Februari 2025. Disebutkan pula bahwa pembiayaan ditransfer melalui PT LTI. Disusul kemudian Surat Edaran Nomor 200.5/692/SJ perihal Pembiayaan Kegiatan Orientasi Kepemimpinan Bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2025 yang menyatakan seluruh kegiatan dibebankan pada APBN berdasarkan DIPA Kemendagri.

    Di tengah kebijakan pemangkasan anggaran, koalisi menilai, pemerintah justru tetap melaksanakan kegiatan orientasi untuk seluruh kepala daerah terpilih. Pelaksanaan agenda tersebut juga dipandang sangat kontroversial. Selain menunjukkan inkonsistensi pemerintah soal efisiensi, konsep yang digunakan seolah sedang berupaya membawa pemerintah daerah ke arah sentralisasi dan bernuansa militeristik. Hal tersebut menimbulkan polemik di masyarakat tentang apa sebenarnya tujuan utama penyelenggaraan retret Pemerintahan Prabowo-Gibran.

    “Koalisi masyarakat sipil antikorupsi menilai bahwa agenda retret melenceng dari prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Desain orientasi ini juga tidak sesuai dengan skema pendidikan dan pembinaan kepala daerah yang diatur dalam UU Pemerintah Daerah,” kata Julius Ibrani mewakili koalisi dalam keterangan tertulis bersama yang diterima Pikiran Rakyat pada Sabtu (1/3/2025).

    Dalam Pasal 373 UU No. 23/2014 disebutkan, gubernur diberikan kewenangan sebagai wakil pemerintah pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Jika berdalih kegiatan tersebut merupakan pembinaan, yang berwenang adalah gubernur, bukan pemerintah pusat. Selain itu, agenda retret kepala/wakil kepala daerah diduga kuat melanggar ketentuan Perpres pengadaan barang/jasa (PBJ) dan terdapat praktik penyalahgunaan wewenang. Sebab dalam Pasal 1 angka 1 Perpres 16/2018 menyatakan bahwa kegiatan K/L/Perangkat Daerah yang dibiayai APBN/APBD dan prosesnya sejak perencanaan hingga serah terima merupakan aktivitas pengadaan barang/jasa.

    Agenda orientasi kepemimpinan atau disebut retret kepala daerah yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri ditengarai bermasalah. Mulai dari kerangka konsep perencanaan hingga pelaksanaan bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan. Anggaran dalam DIPA untuk melaksanakan kegiatan ini berjumlah Rp10.350.000.000 yang diperuntukan untuk 1.092 orang. Namun, koalisi menemukan terdapat sejumlah pelanggaran yang setidaknya diatur dalam peraturan perundang-undangan seperti UU No. 23 Tahun 2014, UU No. 28 Tahun 1999, UU No. 5 Tahun 1999, dan Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018.

    Kegiatan orientasi atau retret merupakan aktivitas pengadaan barang/jasa yang sudah ditetapkan perencanaan pengadaannya oleh Pengguna Anggaran dalam hal ini Menteri Dalam Negeri. Alih-alih tertuang dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) Kemendagri, koalisi tidak menemukan informasi pengadaan terkait agenda orientasi kepala/wakil kepala daerah. Namun di lapangan, diketahui sudah ada pihak swasta yang jadi penyedia pembantu pelaksana kegiatan tersebut yakni, PT Lembah Tidar Indonesia (PT LTI) dan PT Jababeka.

    Koalisi menilai ada empat catatan masalah yang menjadi indikator terjadinya dugaan tindak pidana korupsi. Pertama, penyelenggaraan kegiatan retret diduga melanggar hukum terkait proses pengadaan barang/jasa. Seharusnya, jika berkaca pada data DIPA dan merujuk ketentuan Perpres PBJ, kegiatan ini wajib melalui proses tender. Metode yang sesuai dalam Perpres PBJ antara lain, e-purchasing, pengadaan langsung, penunjukan langsung, tender cepat, dan tender. Sejumlah metodenya tersebut tentu berbeda-beda, tetapi dengan nilai sesuai DIPA di atas Rp10 miliar, seharusnya menggunakan tender di mana tahapannya diatur dalam Pasal 50 Perpres. Mendagri selaku PA diduga tidak menjalankan ketentuan pengadaan seperti yang diatur dalam Perpres PBJ. Alhasil, program ini tidak transparan dan akuntabel.

    Kedua, kegiatan tersebut sarat dengan benturan kepentingan antara partai penguasa dengan elite Partai Gerindra. Potensi konflik kepentingan berupa persekongkolan itu terjadi antara Kemendagri dan PT LTI yang juga dimiliki oleh kader Partai Gerindra, sebagai direktur, komisaris, dan pemegang saham. Kedua orang kader Gerindra yang dimaksud tercatat sebagai calon anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, dan juga ada yang saat ini menjabat wakil ketua DPRD Brebes.

    Ketiga, pelaksanaan kegiatan orientasi atau retret ini tidak sesuai dengan ketentuan UU No. 23/2014 dan seolah ada upaya sentralisasi serta bernuansa militerisme. Agenda itu sejatinya ditujukan untuk memastikan seluruh kepala daerah menjalankan pemerintahan daerah dengan memenuhi standar tata kelola berbasis asas-asas umum pemerintahan yang baik (Good Governance dan AUPB). Namun, adanya pendekatan militerisme yang digunakan untuk kegiatan instansi dan pejabat sipil; metode komando militerisme yang diterapkan, serta materi yang bersifat linear satu arah pusat ke daerah justru menggambarkan kembalinya rezim otoritarian seperti Orde Baru. Pemerintah daerah dinilai hanya dijadikan sebagai pelaksana komando pusat. Menurut koaliasi, hal tersebut jelas merusak sistem ketatanegaraan dan demokrasi yang dimandatkan konstitusi.

    Keempat, terdapat dugaan kolusi yang dilakukan antara Mendagri dengan orang-orang yang ada di dalam Partai Gerindra. Dengan diterobosnya aturan pengadaan barang/jasa dalam Perpres PBJ, mengindikasikan adanya perbuatan kolusi yang dilarang dalam UU No. 28 Tahun 1999. Permufakatan atau kerja sama tidak dilakukan dengan tunduk pada aturan yang berlaku, baik secara substansi (dalam UU Pemda) maupun prosedur (Perpres PBJ).

    “Oleh karena itu, kami mendesak agar KPK segera menindaklanjuti laporan ini dengan melakukan serangkaian upaya penyelidikan.” Terlebih, koalisi menilai tidak menutup kemungkinan ada pelanggaran hukum lain dan kerugian yang lebih besar akibat dari penyelenggaraan retret yang tidak transparan serta berubah-ubah informasinya.Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi terdiri dari sejumlah lembaga masyarakat yang terdiri dari
    Themis Indonesia, PBHI, KontraS, ICW.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Tim Hukum Hasto Harap KPK Hadir di Sidang Praperadilan Besok

    Tim Hukum Hasto Harap KPK Hadir di Sidang Praperadilan Besok

    Tim Hukum Hasto Harap KPK Hadir di Sidang Praperadilan Besok
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tim hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    Hasto Kristiyanto
    mengharapkan kehadiran Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) dalam sidang gugatan
    praperadilan
    yang akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin, 3 Maret 2025.
    Gugatan ini diajukan oleh kubu Hasto Kristiyanto untuk mempertanyakan keabsahan penetapan tersangka dalam
    kasus dugaan suap
    serta perintangan penyidikan yang melibatkan eks calon anggota legislatif dari PDI-P, Harun Masiku.
    “Kami berharap agar teman-teman di KPK siap hadir dalam menghadapi praperadilan ini sehingga asas sederhana, cepat, dan biaya murah itu bisa terlaksana, sehingga dapat memberikan kepastian hukum baik bagi KPK maupun Pak Hasto Kristiyanto,” ungkap Kuasa Hukum Hasto, Ronny Talapessy, kepada
    Kompas.com,
    Minggu (2/3/2025).
    Ronny menambahkan, tim hukum Sekjen PDI-P telah mempersiapkan diri untuk mengikuti rangkaian persidangan gugatan kedua yang diajukan ke PN Jakarta Selatan. Adapun gugatan pertama sebelumnya tidak diterima oleh hakim.
    “Seperti yang kita tahu bersama, praperadilan sebelumnya belum menyentuh inti perkara, dan keputusan hakim praperadilan sebelumnya masih memberikan ruang bagi kami untuk mengajukan kembali praperadilan dalam dua gugatan,” jelas Ronny.
    Ketua DPP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional ini menjelaskan, timnya melayangkan dua gugatan sekaligus terhadap KPK.
    Gugatan pertama terkait status suap sesuai dengan sangkaan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Gugatan kedua berkaitan dengan kasus perintangan penyidikan yang disangkakan berdasarkan Pasal 21 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Praperadilan
    ini pun sesuai dengan ketentuan Pasal 79 KUHAP.
    “Kami berharap praperadilan ini menjadi kesempatan bagi KPK dan tim hukum, kami sebagai penggugat untuk saling menguji dasar penetapan tersangka Sekjen PDI Perjuangan Mas Hasto Kristiyanto,” kata Ronny.
    “Apakah berdasarkan pada rasionalitas hukum, norma-norma, dan argumentasi hukum yang logis, atau sekadar kriminalisasi terhadap aktivis politik yang berseberangan dengan kekuasaan,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MA Perberat Hukuman Karen Agustiawan, KPK Berharap Dapat Berikan Efek Jera

    MA Perberat Hukuman Karen Agustiawan, KPK Berharap Dapat Berikan Efek Jera

    loading…

    Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman eks Direktur Utama PT Pertamina (persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan dari 9 menjadi 13 tahun penjara. Foto/Dok.SindoNews

    JAKARTA – Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman eks Direktur Utama PT. Pertamina (persero) Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan dari sembilan menjadi 13 tahun penjara. Karen merupakan terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menyatakan, dengan diperberatnya hukuman dapat memberikan efek jera bagi pelaku. Selain itu, ia juga berharap putusan tersebut bisa menjadi triger bagi pihak-pihak lain untuk tidak melakukan kejahatan serupa.

    “Melalui putusan tersebut, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus menjadi triger bagi pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti pada upaya-upaya pencegahan, agar korupsi tidak kembali terjadi,” kata Tessa melalui keterangan tertulisnya yang dikutip Minggu (2/3/2025).

    Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan dalam kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG).

    MA menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap Karen menjadi 13 tahun. Vonis ini lebih tinggi dari vonis pengadilan sebelumnya yakni 9 tahun penjara.

    “Terbukti Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 Jo Pasal 64. Pidana penjara 13 tahun,” demikian amar putusan kasasi yang dilansir website MA, Jumat (28/2/2025).

    Selain pidana penjara, MA juga menghukum Karen untuk membayar denda sebesar Rp650 juta subsider 6 bulan kurungan. Denda tersebut lebih besar dari putusan pengadilan sebelumnya, yakni Rp500 juta subsider 3 bulan.

    “Denda Rp650 juta subsider enam bulan kurungan,” demikian bunyi amar putusan tersebut.

    Adapun majelis hakim agung yang menangani gugatan kasasi Karen yakni, Ketua Majelis Hakim Agung Dwiarso Budi Santiarto dengan Anggota Majelis Sinintha Yuliansih Sibarani dan Hakim Agung Achmad Setyo Pudjoharsoyo. Adapun panitera pengganti Agustina Dyah Prasetyaningsih.

    (shf)

  • Narasi BBM Oplosan pada Proses Penegakan Hukum Kejagung Dianggap Membahayakan Pasar Migas

    Narasi BBM Oplosan pada Proses Penegakan Hukum Kejagung Dianggap Membahayakan Pasar Migas

    loading…

    Mencuatnya narasi BBM oplosan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan Kejagung dianggap membahayakan pasar retail migas. Foto: Dok SINDOnews

    JAKARTA – Mencuatnya narasi BBM oplosan terhadap proses penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) dianggap membahayakan pasar retail migas. Kejagung tengah menangani kasus dugaan korupsi tata niaga hilir migas PT Pertamina Patra Niaga.

    Sejauh ini, sudah 9 orang ditetapkan tersangka baik dari Pertamina maupun pihak swasta. Menurut Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika Iwan Bento Wijaya, ada informasi Kejagung yang kurang tepat dalam mempublikasi rangkaian suatu tindak pidana korupsi sehingga publik menangkap berbeda.

    “Terdapat disinfromasi dalam narasi Kejagung dalam perkara tata niaga migas ditambah pada nilai kerugian negara yang sangat luar biasa di dalamnya. Publik merespons dari hasil publikasi Kejagung yakni BBM hasil blending dianggap sebagai BBM oplosan,” ujar Iwan, Minggu (2/3/2025).

    Atas hal itu, dia menilai penegakan hukum Kejagung perlu dipertanyakan lagi soal independensinya. Ini terkait perhitungan kerugian negara yang cenderung tidak didasari perhitungan yang riil oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Perhitungan kerugian negara dalam suatu rangkaian tindak pidana merupakan langkah krusial dalam proses penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum tersebut.

    “Kejaksaan juga harus mengedepankan prinsip independen dan terlepas dari kepentingan politik, serta tidak menciptakan stigmatisasi terhadap salah satu pihak,” tuturnya.

    Iwan menuturkan dalam proses penegakan hukum yang dilakukan Kejagung terhadap beberapa pihak yang diduga terlibat dalam pengadaan BBM dan proses produksi dan distribusi BBM murni sebagai suatu tindak pidana yang harus ditegakkan.

    Namun, muncul dugaan proses hukum ini tidak murni upaya penegakan hukum semata melainkan ada indikasi suatu upaya menunggangi pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap Pertamina.

    Maka itu, Iwan memberikan penekanan agar Kejagung dalam proses penegakan hukum harus mengedepankan prinsip persamaan di mata hukum, yang mana equality before the law menjadi bagian penting yang harus dipegang dalam proses penegakan hukum.

  • Polemik BBM Oplosan: Memiliki Dampak Serius, Harus Dibuktikan oleh Pendapat Ahli – Halaman all

    Polemik BBM Oplosan: Memiliki Dampak Serius, Harus Dibuktikan oleh Pendapat Ahli – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika Iwan Bento Wijaya memberikan respons atas langkah Kejaksaan Agung yang menangani suatu perkara tindak pidana korupsi tata niaga hilir migas PT Pertamina Patra Niaga.

    Dalam paparannya ada informasi Kejaksaan Agung yang kurang tepat dalam mempublikasi rangkaian suatu tindak pidana korupsi sehingga publik menangkap berbeda.

    “Terdapat disinformasi dalam narasi Kejaksaan Agung dalam perkata tata niaga migas ditambah pada nilai kerugian negara yang sangat luar biasa di dalamnya. Publik merespons dari hasil publikasi Kejaksaan Agung adalah bahan bakar minyak (BBM) hasil blending dianggap sebagai BBM oplosan,” kata Iwan dalam keterangan persnya yang diterima wartawan pada Minggu, (2/3/2025).

    Oleh sebab itu, ia pun menduga bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung tersebut masih perlu dipertanyakan lagi soal independensinya.

    Hal ini juga dikatakan Iwan terkait dengan perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung cenderung tidak didasari perhitungan yang real oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).

    Di mana perhitungan kerugian negara dalam suatu rangkaian tindak pidana merupakan langkah krusial dalam proses penegakan hukum oleh lembaga penegak hukum tersebut.

    “Kejaksaan juga harus mengedepankan prinsip independen dan terlepas dari kepentingan politik serta tidak menciptakan stigmatisasi terhadap salah satu pihak,” ujarnya.

    Iwan menegaskan bahwa dalam proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap beberapa pihak yang diduga terlibat dalam pengadaan BBM dan proses produksi dan distribusi BBM murni sebagai suatu tindak pidana yang harus ditegakkan.

    Namun muncul dugaan bahwa proses hukum ini tidak murni upaya penegakan hukum semata.

    Melainkan ada indikasi suatu upaya mengungguli oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap Pertamina.

    “Terlihat dari terjadinya disinformasi di masyarakat,” katanya.

    Maka dari itu, Iwan pun memberikan penekanan agar Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum harus mengedepankan prinsip persamaan di mata hukum yang mana equality before the law menjadi bagian penting yang harus dipegang oleh Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum.

    Hal ini menegaskan bahwa penegakan hukum tidak boleh diskriminatif atau menyudutkan salah satu pihak secara tidak proporsional.

    “Apalagi berkaca pada perkara tata niaga migas PT Pertamina Patra Niaga, publikasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung mengenai adanya dugaan pengoplosan seharusnya didasari pendapat ahli perminyakan atau ahli kimia atau ahli pada ekosistem tata niaga hilir migas,” ujarnya.

    “Karena bila ini tidak didasarkan oleh pendapat ahli, sangat berdampak pada kepercayaan publik yang di mana ini sangat bahaya bagi kendali negara terhadap ekosistem hilir tata niaga migas,” tambahnya.

    Iwan juga menekankan bahwa PT Pertamina sebagai keterwakilan negara atau perpanjangan tangan negara dalam penguasaan dan pengusahaan ekosistem hilir tata niaga migas merupakan bentuk negara dalam mengimplementasikan amanat Pasal 33 UUD 1945, di mana negara harus memegang kendali penuh atas ekosistem hilir tata niaga migas.

    “Bila pengaruh negara atas kendali ekosistem hilir tata niaga migas menurun bahkan hilang, itu sangat bahaya bagi negara atas kepastian supply migas untuk masyarakat,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Iwan juga mengatakan bahwa narasi BBM Oplosan Pertalite dan Pertamax tersebut memiliki dampak yang sangat serius, yakni pada kepercayaan publik pada seluruh produk Pertamina, khususnya Pertamax.

    Bahkan, kata dia, perusahaan Badan Usaha Niaga Migas yang lain tidak berinvestasi terhadap kilang pengolahan dan penampungan.

    Akhirnya yang diandalkan hanya kegiatan impor BBM.

    “Bila ini terjadi, negara akan berkurang kendali atas pasar niaga hilir migas. Ini merupakan keadaan bahaya terhadap supply BBM kepada masyarakat bila ini terjadi,” tegasnya.

    Oleh sebab itu, Iwan pun mengajak kepada seluruh elemen masyarakat untuk cermat dalam setiap informasi yang diterima melalui media massa atau media sosial karena butuh kebijaksanaan seluruh stakeholder dalam menyampaikan informasi ataupun yang menerima informasi.

    “Hal ini bertujuan untuk setiap proses penegakan hukum berjalan secara utuh pada koridor hukum dan memberi dampak keadilan serta pengetahuan terhadap masyarakat,” ujar Iwan.

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar menyatakan Kejagung tetap pada pernyataannya soal adanya pengoplosan RON 90 Pertalite atau di bawahnya RON 88 Premium dengan RON 92 Pertamax.

    Tetapi penyidik menemukan tidak seperti itu.

    Ada RON 90 Pertalite atau di bawahnya 88 diblending dengan 92 Pertamax.

    Jadi RON dengan RON sebagaimana yang disampaikan tadi, kata Abdul Qohar dilansir Kompas.com.

    yakni berdasarkan keterangan saksi yang telah diperiksa penyidik.

    Bahkan dari keterangan saksi ini diperoleh juga informasi soal adanya bahan bakar minyak (BBM) oplosan yang disebut dijual seharga Pertamax.

    Jadi hasil penyidikan tadi saya sampaikan itu RON 90 atau di bawahnya itu tadi fakta yang ada dari keterangan saksi RON 88 diblending dengan 92 dan dipasarkan seharga 92, terang Abdul Qohar.

    Terkait benar tidaknya adanya pengoplosan Pertamax ini, Kejagung nantinya akan meminta ahli untuk meneliti.

    “Nanti ahli yang meneliti. Tapi fakta-fakta alat bukti yang ada seperti itu. Keterangan saksi menyatakan seperti itu,” tuturnya.

  • Hukuman Karen Agustiawan Diperberat MA, KPK Harap Beri Efek Jera

    Hukuman Karen Agustiawan Diperberat MA, KPK Harap Beri Efek Jera

    Jakarta

    Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman mantan Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan, menjadi 13 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan gas. KPK mengapresiasi putusan kasasi MA tersebut.

    “Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi putusan kasasi atas terdakwa GKK atau KA mantan Direktur Utama Pertamina, dalam perkara dugaan korupsi pada pengadaan LNG di Pertamina, yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Jubir KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Minggu (2/3/2025).

    KPK berharap putusan tersebut memberikan efek jera dan mencegah pihak lain melakukan tindak pidana korupsi. Dia mengatakan putusan MA membuktikan prosedur penanganan perkara di KPK telah sesuai aturan.

    “Melalui putusan tersebut, KPK berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku, sekaligus menjadi pemicu bagi pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti upaya-upaya pencegahan agar korupsi tidak kembali terjadi,” ucapnya.

    Sebelumnya, MA telah membacakan putusan kasasi Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan. Hukuman Karen diperberat menjadi 13 tahun penjara.

    “Perbaikan kualifikasi dan pidana, terbukti pasal 3 tindak pidana korupsi juncto pasal 55 juncto pasal 64. Pidana penjara 13 tahun, denda Rp 650 juta subsider 6 bulan kurungan,” demikian putusan MA yang dikutip dari situs resminya, Jumat (28/2).

    Hakim membebankan pembayaran uang pengganti ke perusahaan asal Amerika Serikat (AS), Corpus Christi Liquefaction LLC. Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan Corpus Christi Liquefaction LLC seharusnya tak berhak mendapat keuntungan dari pengadaan LNG tersebut.

    Pada tingkat banding, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menyatakan menerima banding yang diajukan KPK dan Karen Agustiawan. PT DKI hanya mengubah putusan terkait barang bukti, sementara hukuman penjara Karen dan uang pengganti tidak diubah.

    (ial/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Kasus Korupsi Minyak Mentah, Anggota Komisi XII DPR Ini Minta Reformasi Tata Kelola Perusahaan – Page 3

    Kasus Korupsi Minyak Mentah, Anggota Komisi XII DPR Ini Minta Reformasi Tata Kelola Perusahaan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XII DPR RI, Meitri Citra Wardani, menyatakan keprihatinannya atas kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.

    “Lemahnya praktik pengawasan ini akhirnya membuka celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyusup dan merusak sistem yang ada sehingga berakibat pada kerugian negara,” kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu (2/3/2025). 

    Politikus PKS ini menuturkan, lemahnya pengawasan berkontribusi terhadap moral hazard yang menjangkiti sejumlah oknum petinggi perseroan. Moral hazard tersebut pada akhirnya menciptakan lingkungan, di mana mereka merasa aman untuk melakukan tindakan tidak etis atau ilegal.

    “Mekanisme kontrol dan pengawasan internal dan eksternal yang tidak berjalan dengan optimal membuat mereka yang memiliki niat tidak baik bisa dengan mudah melakukan manipulasi data, mengatur tender, dan terpengaruh oleh bujuk rayu oknum di luar perusahaan. Untuk itu, sistem pengawasan perlu dibenahi agar lebih kuat,” jelas Meitri.

    Dia juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menjalin kerja sama dengan pihak swasta. Menurutnya, perusahaan negara perlu melakukan evaluasi terhadap sejumlah kontrak kerja sama dengan pihak luar untuk memastikan bahwa bisnis yang dijalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    “Ke depan, Pertamina harus lebih selektif dan berhati-hati dalam menjalin kerja sama agar praktik serupa tidak terulang. Langkah ini bukan untuk mempersulit, tetapi guna memastikan bahwa setiap mitra bisnis memiliki komitmen dan keseriusan dalam menjalankan tata kelola yang baik dan bekerja sesuai dengan regulasi yang berlaku,” ungkap Meitri.

    Selain itu, kasus ini harus menjadi momentum untuk melakukan reformasi dalam tata kelola perusahaan negara. Reformasi ini diharapkan dapat mengembalikan arah pengelolaan kekayaan alam negara sesuai dengan mandat konstitusi.

    “Reformasi ini bukan sekadar perbaikan internal. Lebih jauh, yaitu sebagai upaya memastikan pengelolaan sumber daya energi nasional berjalan dengan transparan, akuntabel,” jelas dia.

     

  • Hasil Seleksi Pasca Sanggah PPPK BKN Periode II 2024, 608 Peserta Lulus – Page 3

    Hasil Seleksi Pasca Sanggah PPPK BKN Periode II 2024, 608 Peserta Lulus – Page 3

    Pada sidang banding administratif yang dipimpin oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang sekaligus bertindak sebagai Wakil Ketua Badan Pertimbangan Aparatur Sipil Negara (BPASN), Kepala BKN Prof. Zudan memutuskan 20 kasus pelanggaran atas hukuman disiplin diperkuat dengan keputusan pemberhentian.

    “Hasil sidang hari ini memutuskan sebanyak 20 dari 22 ASN yang mengajukan banding atas hukuman disiplin memperoleh keputusan pemberhentian. Sementara itu, dua keputusan lainnya diperingan berdasarkan hasil kajian sidang,” terangnya sebagai hasil putusan sidang pada Rabu, (26/02/2025) di Kantor Pusat BKN Jakarta.

    Adapun 22 ASN yang mengajukan banding atas hukuman disiplin pada sidang kali ini terdiri dari 16 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 6 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Jenis kasus-kasus yang menjadi bahan banding melibatkan berbagai bentuk pelanggaran disiplin dan etika, di antaranya seperti tindak pidana manipulasi suara pemilu, pelanggaran integritas, penyalahgunaan narkotika, penyalahgunaan wewenang, ketidakhadiran kerja tanpa keterangan, tindak pidana korupsi, hingga tindakan hidup bersama tanpa ikatan perkawinan yang sah.

    Selain itu hukuman yang menjadi subjek dalam banding kali ini meliputi berbagai jenis pemberhentian, seperti Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH), Pemberhentian dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri (PDHTAPS), hingga Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. Sebelumnya, sanksi ini telah ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) di masing-masing instansi.

    Sebelumnya ada 28 kasus yang sempat dibahas dalam pra-sidang lalu tetapi enam di antaranya tidak dapat dilanjutkan ke dalam tahap banding administratif karena kurangnya kelengkapan bahan pengajuan banding. Dalam mengambil keputusan, BPASN berpedoman pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Sebagai informasi, dasar hukum yang digunakan dalam sidang banding administratif mencakup UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, PP Nomor 11 Tahun 2017 juncto PP Nomor 17 Tahun 2020 mengenai Manajemen PNS, serta PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Selain itu, BPASN juga menjalankan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 PP Nomor 79 Tahun 2021, yang memungkinkan BPASN untuk memperkuat, memperingan, memperberat, mengubah, atau bahkan membatalkan keputusan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh PPK.