Kasus: Tipikor

  • Alasan Kejagung Belum Jerat TPPU pada Tersangka Kasus Pertamina

    Alasan Kejagung Belum Jerat TPPU pada Tersangka Kasus Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan alasan belum menjerat TPPU terhadap tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang Pertamina-KKKS.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan bahwa saat ini penyidik pada direktorat Jampidsus masih fokus dalam penanganan terkait persangkaan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor.

    “Nanti kita lihat, karena penyidik sekarang sedang fokus terhadap pasal persangkaan yang sudah ditetapkan, ditentukan,” ujarnya di Kejagung, Jumat (7/3/2025).

    Meskipun begitu, Harli menekankan bahwa pihaknya bakal menjerat tersangka dengan TPPU apabila mereka terbukti menerima keuntungan dalam kasus rasuah tersebut.

    “Nah bahwa misalnya ada fakta nanti yang menjelaskan para tersangka ini menikmati, ya semua kemungkinan itu,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina-KKKS 2018-2023.

    Sembilan tersangka itu mulai dari Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; hingga anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.

    Pada intinya, kasus ini melibatkan penyelenggara negara dengan broker. Kedua belah pihak diduga bekerja sama dalam pengaturan proses pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang periode 2018-2023.

    Adapun, akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, Kejagung mengungkap bahwa negara dirugikan sekitar Rp193,7 triliun.

  • LBH Jakarta Khawatir Penanganan Kasus Korupsi Pertamina Dipolitisasi

    LBH Jakarta Khawatir Penanganan Kasus Korupsi Pertamina Dipolitisasi

    LBH Jakarta Khawatir Penanganan Kasus Korupsi Pertamina Dipolitisasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
    Fadhil Alfathan
    mengaku khawatir ada pihak-pihak yang melakukan manuver politik dalam penanganan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    Fadhil mengatakan, manuver-manuver politik tersebut dapat membuat penanganan kasus dipolitisasi dan tidak lagi berpihak kepada masyarakat.
    “Kami juga khawatir ada manuver-manuver tertentu yang secara politik bahkan mampu berada
    above the law
    , di atas hukum, yang kemudian membuat pihak-pihak tertentu mempolitisasi penegakan hukumnya sehingga tidak berpihak kepada masyarakat,” ujar Fadhil dalam program 
    Gaspol! Kompas.com
    , Kamis (6/3/2025).
    Fadhil mengatakan, kekhawatiran ini cukup mendasar mengingat telah banyak insiden di mana kekuatan politik mempengaruhi proses hukum yang seharusnya objektif dalam proses mencari keadilan.
     
    “Karena ini sudah jadi rahasia umum bahwa politik mampu menyelinap dan mempengaruhi sebuah proses yang seharusnya murni, jernih, objektif dari intervensi kepentingan lain untuk mencapai keadilan,” kata dia.
    Namun, di bulan Ramadhan ini, Fadhil mengaku ingin berprasangka baik terhadap proses yang kini berlangsung di
    Kejaksaan Agung
    , meski kekhawatiran itu tidak bisa dihilangkan.
    Diberitakan, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus korupsi tersebut, enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina.
    Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin.
    Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
    Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
    Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Alasan Jaksa Dakwa Tom Lembong Korupsi Meski Tak Terima Aliran Duit

    Alasan Jaksa Dakwa Tom Lembong Korupsi Meski Tak Terima Aliran Duit

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap alasan alasan eks Menteri Perdagangan Tom Lembong tetap didakwa korupsi meski tidak menerima keuntungan dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum alias Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa Tom tetap dijerat lantaran pasal yang dipersangkakan yakni Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor. 

    “Dikenakan Pasal 2, Pasal 3 [UU Tipikor],” ujar Harli kepada wartawan, dikutip Jumat (7/3/2025).

    Adapun, Pasal 2 UU Tipikor menjelaskan bahwa korupsi tak hanya berkaitan dengan memperkaya diri sendiri. Korupsi, menurut pasal itu, adalah perbuatan melawan hukum untuk menguntungkan orang lain atau korporasi juga merupakan tindak pidana.

    Kemudian, untuk ketentuan Pasal 3, pada intinya menjelaskan soal perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan jabatan sehingga merugikan keuangan negara.

    “Ya artinya menguntungkan orang lain, korporasi. Itu juga bisa dijerat,” pungkas Harli.

    Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) telah mendakwa Tom Lembong merugikan negara Rp578 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag periode 2015-2016.

    Dalam persidangan itu jaksa mengungkap ada 10 pihak swasta yang diduga menerima keuntungan dalam kasus rasuah tersebut.

    Berikut ini perincian 10 pihak yang diduga diuntungkan kasus Tom Lembong :

    1. Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products sebesar Rp144.113.226.287,05 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Angels Products dengan INKOPKAR, INKOPPOL, dan PT PPI.

    2. Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur sebesar Rp74.583.958.290,80 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Berkah Manis Makmur dengan INKOPPOL, PT PPI, dan SKKP TNI–Polri PUSKOPPOL.

    3. Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry sebesar Rp64.551.135.580,81 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Medan Sugar Industry dengan INKOPPOL dan PT PPI

    4. Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas sebesar Rp47.868.288.631,27 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Kebun Tebu Mas dengan PT PPI.

    5. Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo sebesar Rp42.870.481.069,89 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Andalan Furnindo dengan INKOPPOL dan PT PPI.

    6. Hendrogiarto A Tiwow melalui PT Duta Sugar International sebesar Rp41.226.293.608,16 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Duta Sugar International dengan PT PPI.

    7. Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya sebesar Rp36.870.441.420,95 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Sentra Usahatama Jaya dengan INKOPPOL dan PT PPI.

    8. Then Surianto Eka Prasetya melalui PT Makassar Tene sebesar Rp31.190.887.951,27 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Makassar Tene dengan INKOPPOL dan PT PPI.

    9. Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama sebesar Rp26.160.671.773,93 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Permata Dunia Sukses Utama dengan INKOPPOL dan PT PPI.

    10.Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses sebesar Rp5.973.356.356,22 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Dharmapala Usaha Sukses dengan INKOPPOL.

  • KPK Panggil Eks Pejabat Pajak Muhamad Haniv Tersangka Kasus Gratifikasi Fashion Show Anak

    KPK Panggil Eks Pejabat Pajak Muhamad Haniv Tersangka Kasus Gratifikasi Fashion Show Anak

    KPK Panggil Eks Pejabat Pajak Muhamad Haniv Tersangka Kasus Gratifikasi Fashion Show Anak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) memanggil mantan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus
    Muhamad Haniv
    untuk diperiksa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (7/3/2025).
    Muhamad Haniv adalah tersangka kasus
    dugaan gratifikasi
    .
    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Jumat.
    Sebelumnya, KPK menetapkan Muhamad Haniv, sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi.
    “Pada 12 Februari 2025, KPK menetapkan tersangka Muhamad Haniv alias Muhamad Haniv selaku PNS pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia atas dugaan tindak pidana
    korupsi
    berupa penerimaan gratifikasi,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
    Asep mengatakan, Haniv disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
    Sejak tahun 2011, Haniv menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Provinsi Banten.
    Lalu, pada tahun 2015-2018, ia menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus.
    Asep mengatakan anak Haniv memiliki latar belakang pendidikan mode bernama Feby Paramita dan sejak 2015 mempunyai usaha fashion brand untuk pakaian pria bernama FH POUR HOMME by FEBY HANIV yang berlokasi di Victoria Residence, Karawaci.
    “Selama menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, tersangka Haniv diduga telah melakukan perbuatan yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya dengan menggunakan pengaruh dan koneksinya untuk kepentingan dirinya dan usaha anaknya,” ujarnya.
    Pada 5 Desember 2016, Haniv disebut mengirimkan surat elektronik atau e-mail kepada Yul Dirga (Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3) berisi permintaan untuk dicarikan sponsorship fashion show FH POUR HOMME by FEBY HANIV yang akan dilaksanakan pada 13 Desember 2016.
    “Permintaan ditujukan untuk ‘2 atau 3 perusahaan yang kenal dekat saja’ dan pada bujet proposal tertera nomor rekening BRI dan nomor handphone an. FEBY PARAMITA dengan permintaan sejumlah Rp 150.000.000,” tuturnya.
    Atas e-mail permintaan tersebut, terdapat transfer masuk ke rekening BRI milik Feby Paramita, yang diidentifikasi terkait dengan pemberian gratifikasi yang berasal dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3 sebesar Rp 300.000.000.
    Sepanjang tahun 2016-2017, keseluruhan dana masuk ke rekening BRI milik Feby Paramita berkaitan dengan pelaksanaan seluruh fashion show FH POUR HOMME by FEBY HANIV yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp387.000.000.
    Sementara dana yang masuk untuk acara tersebut yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang bukan wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus adalah sebesar Rp417.000.000.
    Asep mengungkapkan seluruh penerimaan gratifikasi berupa sponsorship pelaksanaan fashion show FH POUR HOMME by FEBY HANIV adalah sebesar Rp 804.000.000, di mana perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tidak mendapatkan keuntungan atas pemberian uang sponsorship untuk kegiatan fashion show (tidak mendapat eksposur ataupun keuntungan lainnya).
    “Bahwa pada periode tahun 2014-2022, Muhamad Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dollar Amerika dari beberapa pihak terkait melalui Budi Satria Atmadi,” kata dia.
    Budi Satria Atmadi selanjutnya melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp 10.347.010.000 dan pada akhirnya melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp 14.088.834.634.
    Pada tahun 2013-2018, Haniv melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui Perusahaan Valuta Asing dan pihak-pihak yang bekerja pada Perusahaan Valuta Asing keseluruhan sejumlah Rp 6.665.006.000.
    “Bahwa Muhamad Haniv telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show Rp 804.000.000, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp 6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp 14.088.834.634 sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp 21.560.840.634,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Vs Hasto Gara-gara Pelimpahan Kasus ke Penuntut Umum

    KPK Vs Hasto Gara-gara Pelimpahan Kasus ke Penuntut Umum

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto disebut menolak langkah penyidik untuk melimpahkan berkas penyidikan ke tim jaksa penuntut umum (JPU) hari Kamis (6/3/2025) kemarin. 

    Penasihat hukum Hasto, Maqdir Ismail, yang hadir pada pelimpahan tahap dua di Gedung Merah Putih KPK, menyebut kliennya menolak tindakan tim penyidik tersebut. Alasannya, pihak Hasto keberatan karena pelimpahan dilakukan sebelum pemeriksaan saksi meringankan dilakukan.

    “Mas Hasto membuat suatu pernyataan menolak tindakan kegiatan ini karena ada hak-hak yang kami sampaikan terkait permohonan agar supaya terhadap ahli diperiksa terlebih dahulu, termasuk di antaranya saksi yang menguntungkan. Tetapi itu diabaikan oleh pihak penyidik,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Kamis (6/3/2025). 

    Maqdir juga menyebut Hasto tidak digiring melalui pintu depan Gedung KPK usai pelimpahan tahap dua dilakukan. Dia menduga ada sesuatu yang hendak disembunyikan KPK. 

    “Sebab selama ini setiap orang selesai [pelimpahan, red] tahap dua akan selalu diajak keluar bersama-sama, termasuk dengan penasihat hukum,” ujar advokat senior itu. 

    Maqdir mengaku khawatir pelimpahan tahap dua sudah dilakukan supaya mencegah putusan praperadilan terjadi. Sebagaimana diketahui, praperadilan yang diajukan tersangka bakal gugur apabila perkaranya sudah mulai disidangkan di pengadilan. 

    Sementara itu, setelah pelimpahan tahap dua, hanya tinggal selangkah lagi sebelum JPU melimpahkan berkas Hasto ke Pengadilan Tipikor. 

    “Terus terang saya berharap KPK tidak gegabah melimpahkan berkas perkara ke pengadilan,” ucapnya. 

    KPK Bantah Buru-buru 

    Di sisi lain, KPK pun membantah tudingan tim Hasto soal pelimpahan tahap dua yang dilakukan secara buru-buru. Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mempertanyakan balik tudingan kubu Hasto soal pelimpahan tahap dua yang dinilai terlalu cepat.

    “Indikator terlalu cepatnya itu apa? Kalau dari KPK sendiri, dalam hal ini penyidik, pelaksanaan proses penyidikannya berjalan sesuai dengan timeline yang sudah direncanakan,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/3/2025).

    Tessa juga merespons tudingan soal KPK menghindari praperadilan dengan sudah melakukan pelimpahan tahap dua. Seperti diketahui, Hasto telah mengajukan dua permohonan praperadilan baru ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.  

    Menurutnya, proses penyidikan dan praperadilan adalah dua hal yang berbeda. Dia menilai penyidik bisa saja melimpahkan berkas Hasto pada saat praperadilan pertama, apabila lembaganya dituding buru-buru. 

    “Kami bisa melakukan itu pada saat praperadilan yang pertama. Tapi tidak, pra-peradilan yang pertama itu tetap berjalan sesuai dengan hak tersangka mengajukan, penyidik juga melakukan proses penyidikan sesuai dengan kewenangan penyidik,” ucapnya.

    Di sisi lain, Tessa turut memastikan bahwa pihaknya masih bisa mengakomodasi permintaan pihak Hasto untuk menghadirkan saksi meringankan. Sebelumnya, tim Hasto telah mengajukan tiga orang ahli hukum untuk dijadikan saksi a de charge pada tahap penyidikan. 

    Untuk diketahui, Hasto resmi ditahan oleh KPK pada 20 Februari 2024 lalu. Penahanan terhadap Hasto usai permohonan praperadilan pertama yang diajukannya dinyatakan tidak dapat diterima oleh PN Jakarta Selatan. 

    Kemudian, pihak Hasto kembali mengajukan praperadilan kedua untuk dua kasus berbeda yakni dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 serta perintangan penyidikan. 

    Sebelumnya, KPK menetapkan Hasto dan advokat sekaligus kader PDIP sebagai tersangka kasus dugaan suap yang menyeret buron Harun Masiku. Selain kasus suap, Hasto turut dijerat dengan pasal perintangan penyidikan.

  • Jaksa Tak Bisa Buktikan Aliran Dana 1 Rupiah pun!

    Jaksa Tak Bisa Buktikan Aliran Dana 1 Rupiah pun!

    GELORA.CO –  Pengacara mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menyatakan, kliennya tidak terbukti melakukan korupsi satu rupiah pun. Dia menyebut, jaksa tak bisa membuktikan adanya aliran dana kepada Tom Lembong.

    “Terdakwa disangka melakukan korupsi, sementara satu rupiah pun (jaksa) penuntut umum tidak bisa membuktikan adanya aliran dana yang masuk ke terdakwa baik secara langsung ataupun tidak langsung,” kata Ari di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025)

    Ari mengaku miris melihat kliennya dikriminalisasi dan keadilannya dirampas.

    “Kami sangat prihatin, bagaimana sebuah kekuasaan yang dimandatkan oleh peraturan perundang-undangan untuk menegakkan hukum, justru digunakan oleh penuntut umum secara sewenang untuk menghancurkan keadilan, seseorang yang seharusnya dilindungi,” katanya.

    Menurutnya, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyatakan tak ada penyelewengan dalam kegiatan importasi gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015-2016.

    Oleh karena itu, Ari meminta majelis hakim bisa bertindak secara adil dalam memimpin persidangan ini.

    “Tidak ditemukan sama sekali adanya penyelewengan pengelolaan keuangan, semuanya clear dan clean,” ujar dia.

    Sebelumnya, Tom Lembong melawan usai didakwa merugikan negara sebesar Rp578 miliar terkait kasus dugaan korupsi impor gula. Dia mengajukan nota keberatan atau eksepsi usai surat dakwaan dibacakan.

    “Kami akan mengajukan eksepsi,” kata Tom ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/3/2025).

    Pernyataan Tom disambut tepuk tangan pengunjung sidang. Hakim kemudian menanyakan kembali apakah Tom akan mengajukan eksepsi.

    “Eksepsi. Mohon izin akan disampaikan oleh penasihat hukum,” jawab Tom disambut lagi tepuk tangan pengunjung sidang.

  • Ini Harapan Anies Baswedan Usai Hadiri Sidang Perdana Tom Lembong

    Ini Harapan Anies Baswedan Usai Hadiri Sidang Perdana Tom Lembong

    PIKIRAN RAKYAT – Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengapresiasi majelis hakim yang memberikan kesempatan kepada pengacara Tom Lembong untuk membacakan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Dengan dibacakannya eksepsi, masyarakat mendapatkan informasi lengkap mengenai kasus dugaan korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong.

    “Kita semua keluar dari persidangan hari ini mendengar secara lengkap, baik yang disampaikan oleh penuntut maupun disampaikan oleh penasihat hukum,” kata Anies usai menyaksikan sidang perdana Tom Lembong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 6 Maret 2025.

    Anies berharap majelis hakim dapat memutus perkara Tom Lembong secara objektif dengan mengedepankan prinsip kebenaran, kepastian hukum, dan juga keadilan. Ia pun meyakini majelis hakim akan berpegang pada tiga hal tersebut dalam mengadili kasus Tom Lembong.

    “Sebagaimana hari ini majelis hakim membuat keputusan yang baik sekali, dengan memberikan kesempatan untuk eksepsi dibacakan hari ini,” ujar Anies.

    Tom Lembong Didakwa Bikin Rugi Keuangan Negara Rp578 Miliar

    Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong telah merugikan keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47 atau Rp578 miliar terkait kasus dugaan korupsi impor gula. Jaksa menyebut angka tersebut diperoleh dari hasil penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Merugikan keuangan negara sebesar Rp515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Dalam Kegiatan Importasi Gula Di Kementerian Perdagangan Tahun 2015 s.d. 2016 Nomor : PE.03/R/S-51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI),” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, 6 Maret 2025.

    Jaksa menyebut Tom Lembong melakukan dugaan tindak pidana korupsi bersama 10 orang, yakni:

    1. Charles Sitorus selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) sejak tahun 2015

    2. Tony Wijaya NG selaku Direktur Utama PT Angels Products sejak tahun 2003

    3. Then Surianto Eka Prasetyo selaku Direktur PT Makassar Tene sejak tahun 2006

    4. Hansen Setiawan selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya sejak tahun 2013

    5. Indra Suryaningrat selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry sejak tahun 2012

    6. Eka Sapanca selaku Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama sejak tahun 2015

    7. Wisnu Hendraningrat selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo sejak tahun 2015

    8. Hendrogiarto A Tiwow selaku Direktur PT Duta Sugar International sejak tahun 2016

    9. Hans Falita Hutama selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur sejak tahun 2010

    10. Ali Sandjaja Boedidarmo selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas sejak tahun 2011

    Lebih lanjut, jaksa juga menyebut Tom Lembong telah memperkaya diri sendiri dan orang lain, yakni:

    1. Memperkaya Tony Wijaya melalui PT Angels Products sebesar Rp144.113.226.287,05 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT. Angels Products dengan INKOPKAR, INKOPPOL, dan PT PPI.

    2. Memperkaya Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene sebesar Rp31.190.887.951,27 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Makassar Tene dengan INKOPPOL dan PT PPI.

    3 Memperkaya Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya sebesar Rp36.870.441.420,95 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Sentra Usahatama Jaya dengan INKOPPOL dan PT PPI.

    4. Memperkaya Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry sebesar Rp64.551.135.580,81 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Medan Sugar Industry dengan INKOPPOL dan PT PPI.

    5. Memperkaya Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama sebesar Rp26.160.671.773,93 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Permata Dunia Sukses Utama dengan INKOPPOL dan PT PPI.

    6. Memperkaya Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo sebesar Rp42.870.481.069,89 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Andalan Furnindo dengan INKOPPOL dan PT PPI.

    7. Memperkaya Hendrogiarto A. Tiwow melalui PT Duta Sugar Internationa sebesar Rp41.226.293.608,16 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Duta Sugar Internationa dengan PT PPI.

    8. Memperkaya Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur sebesar Rp74.583.958.290,80 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Berkah Manis Makmur dengan INKOPPOL, PT PPI, dan SKKP TNI–Polri/PUSKOPPOL.

    9. Memperkaya Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas sebesar Rp47.868.288.631,27 )yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Kebun Tebu Mas dengan PT PPI.

    10. Memperkaya Ramakrishna Prasar Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses sebesar Rp5.973.356.356,22 yang diperoleh dari kerjasama impor gula PT Dharmapala Usaha Sukses dengan INKOPPOL.

    Jaksa dalam surat dakwaanya menyebut Tom Lembong yang menjabat Mendag pada periode 2015 sampai 2016 menerbitkan 21 pengakuan atau persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) dalam rangka penugasan pembentukan stok gula dan stabilitas harga gula kepada 10 orang tersebut. Menurut jaksa, hal tersebut dilakukan Tom Lembong tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian. 

    “Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor /Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016,” ujar jaksa.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Tom Lembong Kecewa! Dakwaan Kasus Impor Gula Dinilai Tidak Akurat dan Minta Transparansi Kejaksaan

    Tom Lembong Kecewa! Dakwaan Kasus Impor Gula Dinilai Tidak Akurat dan Minta Transparansi Kejaksaan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Perdagangan periode 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, mengungkapkan kekecewaannya atas dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada tahun 2015–2016.

    “Saya melihat dakwaan tersebut tidak mencerminkan dengan akurat realitas yang berlaku pada saat itu, saat masa-masa yang diperkarakan,” ucap Tom Lembong saat ditemui usai sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

    Tom menyoroti bahwa salah satu aspek yang tidak dijelaskan secara jelas dalam surat dakwaan adalah terkait dengan perhitungan kerugian negara.

    Menurutnya, angka kerugian negara yang disebut dalam dakwaan tidak disertai dengan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang seharusnya menguraikan dasar perhitungannya.

    Oleh karena itu, Tom Lembong berharap Kejaksaan dapat menunjukkan profesionalisme dan transparansi, terutama dalam hal perhitungan kerugian negara.

    “Saya juga mau menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada masyarakat,” tambahnya.

    Dalam kasus ini, Tom Lembong didakwa merugikan negara sebesar Rp578,1 miliar. Dugaan kerugian ini berkaitan dengan penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa melalui rapat koordinasi antar-kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

    Surat persetujuan impor tersebut memungkinkan para pihak untuk mengimpor gula kristal mentah (GKM) guna diolah menjadi gula kristal putih (GKP), meskipun perusahaan penerima izin bukanlah pihak yang berhak mengolah gula kristal mentah karena statusnya sebagai perusahaan gula rafinasi.

  • Korupsi Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Dituntut 5 Tahun dan 3 Bulan Penjara

    Korupsi Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Dituntut 5 Tahun dan 3 Bulan Penjara

    Korupsi Pengadaan Truk, Eks Sestama Basarnas Dituntut 5 Tahun dan 3 Bulan Penjara
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mantan Sekretaris Utama (Sestama) Badan SAR Nasional (Basarnas)
    Max Ruland Boseke
    dituntut 5 tahun dan 3 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan truk angkut personel 4WD dan rescue carrier vehicle (RCV) tahun anggaran 2014.
    Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menilai, Max terbukti bersalah melakukan korupsi dan melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
    “Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa Max Ruland Boseke dengan pidana penjara selama 5 tahun dan 3 bulan,” ujar jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
    Jaksa juga menuntut Max membayar denda Rp 500 juta.
    Jika tidak dibayar, maka hukuman badannya akan ditambah 9 bulan kurungan.
    Selain itu, jaksa juga menuntut Max membayar uang pengganti Rp 2,5 miliar yang harus dibayar maksimal satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
    Jika dalam waktu tersebut uang pengganti tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas.
    “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti pidana penjara selama 1 tahun,” ujar jaksa KPK.
    Pada kesempatan yang sama, jaksa KPK juga menuntut Direktur CV Delima Mandiri, perusahaan karoseri yang mengerjakan proyek pengadaan truk dan RCV tersebut.
    William dituntut 5 tahun penjara dan 8 bulan serta denda Rp 500 juta subsidair 9 bulan kurungan.
    Selain itu, William juga dituntut membayar uang pengganti atas kerugian negara yang ditimbulkan sebesar Rp 17,9 miliar.
    “Membebankan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp 17.944.580.000,” kata jaksa KPK.
    Jika dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas.
    Dalam hal harta bendanya tidak mencukupi, maka hukumannya akan ditambah.
    “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda lagi yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka diganti pidana penjara selama 3 tahun,” ujar jaksa KPK.
    Sementara itu, anak buah Max, Anjar Sulistiyono yang menjabat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan itu dituntut 4 tahun dan 6 bulan penjara.
    Anjar juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Ia tidak dituntut membayar uang pengganti karena tidak menikmati hasil korupsi.
    Dalam perkara ini, KPK menyebut korupsi pengadaan truk angkut ini merugikan keuangan atau perekonomian negara sebesar Rp 20.444.580.000.
    Kasus berawal ketika Basarnas membeli sekitar 30 truk angkut personel 4WD dengan pembiayaan Rp 42.558.895.000.
     
    Padahal, dana yang sebenarnya digunakan untuk pembiayaan itu hanya Rp 32.503.515.000, sehingga terdapat selisih pembayaran sebesar Rp 10.055.380.000.
    Sementara itu, pembayaran 75 rescue carrier vehicle sebesar Rp 43.549.312.500 dari nilai pembiayaan sebenarnya Rp 33.160.112.500 yang berarti terdapat selisih Rp 10.389.200.000.
    BPKP kemudian memasukkan selisih itu sebagai kerugian negara dalam Laporan Hasil Perhitungan Investigatif.
    Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Max memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,5 miliar dan memperkaya William Widharta selaku pemenang lelang dalam proyek ini sebesar Rp 17.944.580.000.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaksa Bongkar Hasil Audit BPKP soal Rp 578 M Kerugian Negara di Kasus Tom Lembong

    Jaksa Bongkar Hasil Audit BPKP soal Rp 578 M Kerugian Negara di Kasus Tom Lembong

    Jaksa Bongkar Hasil Audit BPKP soal Rp 578 M Kerugian Negara di Kasus Tom Lembong
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa penuntut umum menyebutkan kerugian negara akibat dugaan korupsi importasi gula pada masa Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, sebesar Rp 578.105.411.622,47 (Rp 578 miliar).
    Jaksa menyebutkan bahwa kerugian negara tersebut merujuk pada Laporan Hasil Penghitungan Keuangan Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan Tahun 2015-2016 Nomor PE.03/R/S51/D5/01/2025 tanggal 20 Januari 2025.
    Menurut jaksa, kerugian negara tersebut timbul akibat kebijakan pemberian persetujuan impor (PI) dari
    Tom Lembong
    kepada sejumlah perusahaan swasta.
    “Mengakibatkan merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 515.408.740.970,36 yang merupakan bagian dari kerugian keuangan negara sebesar Rp 578.105.411.622,47,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
    Jaksa kemudian merincikan laporan audit BPKP terkait kebijakan impor gula yang meliputi kemahalan harga yang dibayarkan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dalam pengadaan Gula Kristal Putih (GKP) terkait tugas stabilisasi harga atau operasi pasar.
    Laporan itu menyebutkan bahwa PT PPI membeli GKP dari para importir pabrik gula sebesar Rp 1.832.049.545.455,55.
    Nominal tersebut kemudian dikurangi jumlah nilai pembelian yang seharusnya dibayar PT PPI dalam membeli GKP berdasarkan harga patokan petani (HPP) sebesar Rp 1.637.331.363.636,36.
    “Kerugian Keuangan Negara atas Kemahalan harga yang dibayarkan PT PPI dalam pengadaan GKP untuk penugasan sebesar Rp 194.718.181.818,19,” tutur jaksa.
    Kerugian lainnya timbul dari kekurangan pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang seharusnya dibayar oleh para importir sebesar Rp 1.443.009.171.790,46.
    Jumlah itu kemudian dikurangi dengan jumlah nilai bea masuk dan PDRI yang sudah dibayarkan saat impor Gula Kristal Mentah (GKM) untuk penugasan operasi pasar sebesar Rp 1.059.621.941.986,18.
    Dalam uraiannya, jaksa menyebutkan bahwa untuk mengendalikan harga pasar, seharusnya produk yang diimpor berupa gula kristal putih, bukan gula kristal mentah.
    Sementara itu, terdapat perbedaan nilai bea masuk dan PDRI dari impor gula kristal mentah dan gula kristal putih.
    “Kerugian keuangan negara atas Kekurangan Pembayaran Bea Masuk dan PDRI sebesar Rp 383.387.229.804,28,” ujar jaksa.
    “Jumlah kerugian keuangan negara Rp 578.105.411.622,47,” sambungnya.
    Sementara itu, dalam eksepsinya, kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyebutkan bahwa BPKP tidak berwenang melakukan audit atas importasi gula tahun 2015-2016.
    Sebab, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan audit importasi gula 2015-2017 dan dinyatakan tidak terdapat kerugian negara maupun pelanggaran.
    Selain itu, Ari juga mempersoalkan dasar perhitungan harga oleh jaksa yang mengacu pada Harga Patokan Petani (HPP), sedangkan pembelian oleh PT PPI lebih mahal.
    Padahal, dalam dakwaan jaksa sendiri telah dijelaskan bahwa GKP dibeli dari perusahaan importir sekaligus produsen gula, bukan dari petani. “Sehingga tidak tepat apabila perhitungan jaksa penuntut umum didasarkan pada Harga Patokan Petani,” ujar Ari.
    Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.