Kasus: Tipikor

  • Ini 5 Pernyataan Ahok usai Diperiksa Penyidik Kejaksaan Agung Terkait Kasus Korupsi Pertamina – Halaman all

    Ini 5 Pernyataan Ahok usai Diperiksa Penyidik Kejaksaan Agung Terkait Kasus Korupsi Pertamina – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, memenuhi panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina.

    Ahok tiba di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Kamis (13/3/2025) pagi dan menjalani pemeriksaan selama 10 jam.

    Dalam pemeriksaan tersebut, Ahok membawa catatan rapat sebagai data pendukung, meski tidak menjelaskan detail isinya.

     

    Ia menyatakan siap membantu Kejaksaan Agung dengan informasi yang ia ketahui selama menjabat.

    Terkejut dengan Temuan Kejagung

    Setelah keluar dari ruang pemeriksaan pada pukul 18.31 WIB, Ahok mengungkapkan keterkejutannya atas berbagai temuan yang disampaikan penyidik. Ia mengaku baru mengetahui adanya dugaan penyimpangan dalam operasional subholding Pertamina.

    “Saya juga kaget-kaget, kok gila juga ya,” ujar Ahok kepada wartawan.

    Ia menegaskan bahwa sebagai Komisaris Utama Pertamina periode 2019-2024, dirinya tidak memiliki akses langsung ke operasional anak perusahaan atau subholding.

    Dugaan Fraud dan Transaksi Mencurigakan

    Ahok mengaku baru mengetahui dugaan fraud dan transaksi mencurigakan saat diperiksa. Penyidik menjelaskan adanya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan transaksi tertentu.

    “Saya kaget juga saat diberi tahu ada fraud, penyimpangan, dan transfer mencurigakan,” kata Ahok.

    Dirinya menegaskan, selama menjabat, kinerjanya hanya berfokus pada monitoring keuangan berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

    Membongkar Isi Rapat Selama di Pertamina

    Dalam pemeriksaan, Ahok memberikan keterangan mengenai rapat-rapat dan arahan yang pernah ia berikan selama menjadi Komisaris Utama. 

    Menurutnya beberapa arahan tidak dijalankan oleh jajaran direksi Pertamina.

    “Soal kenapa arahan tidak dikerjakan, silakan tanya ke direksi,” tegasnya.

    Meski sudah tidak menjabat, Ahok masih memiliki catatan agenda rapat yang dapat membantu penyidik dalam mengungkap kasus ini.

    Tidak Ditanya Soal Pertamax Oplosan

    Ahok juga menegaskan bahwa penyidik tidak menanyakan dugaan pengoplosan Pertamax dalam pemeriksaannya.

    Menurutnya, kasus yang sedang diselidiki jauh lebih kompleks.

    “Kalau pengoplosan, pasti konsumen langsung tahu karena kendaraan akan bermasalah,” ujarnya.

    Ia juga mengisyaratkan bahwa ada informasi yang belum bisa diungkap ke publik dan baru akan terungkap di persidangan.

    Kejagung Diminta Periksa Mantan Dirut Pertamina

    Ahok menilai Kejagung seharusnya juga memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution, yang dianggap mengetahui banyak hal terkait kasus ini.

    “Seharusnya dipanggil juga, kan ada lapisan direktur utama sebelumnya,” kata Ahok.

    Saat ditanya apakah ia mengenal Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid yang menjadi tersangka dalam kasus ini, Ahok membantah mengenalnya.

    Sementara itu, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini, terdiri dari enam petinggi anak usaha Pertamina dan tiga broker.

    Dugaan korupsi ini menyebabkan kerugian negara hingga Rp 193,7 triliun.

    Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Belum Putuskan Status Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB

    KPK Belum Putuskan Status Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB

    KPK Belum Putuskan Status Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) belum menentukan status mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar)
    Ridwan Kamil
    dalam kasus korupsi pengadaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk atau Bank BJB.
    “Bapak RK (Ridwan Kamil) ini statusnya apa? Kalau statusnya sampai saat ini beliau ya di dalam perkara ini saksi juga belum ya, karena belum, belum dipanggil saksi,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung Merah Putih, Jakarta, dikutip Jumat (14/3/2025).
    Meski demikian, Budi memastikan bahwa akan memanggil Ridwal Kamil untuk diperiksa terkait kasus
    korupsi Bank BJB
    tersebut.
    Pemanggilan Ridwan Kamil dibutuhkan untuk dilakukan klarifikasi terkait barang bukti yang disita dari penggeledahan rumahnya.
    “Kapan akan dipanggil, nanti pasti akan kita panggil (Ridwan Kamil) karena di rumah yang bersangkutan, kita laksanakan penggeledahan dan ada beberapa barang bukti yang kita sita tentunya harus kita klarifikasi kepada yang bersangkutan,” ujar Budi.
    Sebelumnya, KPK menyita sejumlah dokumen dan beberapa barang dari penggeledahan di rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Bandung, Jawa Barat pada Senin, 10 Maret 2025.
    “Pastinya kalau soal disita atau tidak, pasti ada ya, beberapa dokmen, kemudian beberapa barang,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto saat ditemui di Gedung C1 KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (12/3/2025).
    Setyo mengatakan, sejumlah dokumen dan barang yang disita sedang dikaji dan diteliti oleh para penyidik.
    Menurut dia, dokumen dan barang tersebut disita lantaran dinilai relevan dengan perkara yang tengah ditangani KPK.
    “Sementara kan pasti dikaji ya segala sesuatunya itu tidak serta merta gitu. Diteliti, dilihat, gitu. Nanti, kalau memang enggak ada relevansinya, pasti dikembalikan. Tapi yang ada nanti pasti akan diikutkan,” ujarnya.
    Adapun dalam perkara ini, KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus korupsi pengadaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk atau Bank BJB pada 13 Maret 2025.
    Mereka adalah Yuddy Renaldi (YR) selaku mantan Direktur Utama Bank BJB; Widi Hartoto (WH) selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB Widi Hartoto.
    Kemudian, tiga tersangka dari kalangan swasta yaitu, Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, Kin Asikin Dulmanan; Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), Suhendrik; dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), Raden Sophan Jaya Kusuma.
    Dalam konstruksi perkara, Budi mengatakan, kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB ini mencapai Rp 222 miliar.
    Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
    Namun, KPK belum melakukan penahanan terhadap kelima tersangka. Hanya saja, para tersangka dilarang bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan Jilid II Firli Bahuri Rabu 19 Maret 2025 Pekan Depan – Halaman all

    PN Jaksel Gelar Sidang Praperadilan Jilid II Firli Bahuri Rabu 19 Maret 2025 Pekan Depan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri kembali mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Pantauan di Sistem Informasi Penelusuran Pekara (SIPP) PN Jaksel, pendaftaran praperadilan Firli teregister dengan nomor perkara 42/Pid.Pra/2025/PNJKT.SEL pada Rabu (12/3/2025).

    Firli selaku pemohon sedangkan termohon Kapolri dan Kapolda Metro Jaya.

    Adapun klasifikasi perkara sah atau tidaknya penetapan tersangka.

    Humas PN Jaksel Djuyamto membenarkan praperadilan yang diajukan Firli Bahuri.

    “Benar pendaftaran Rabu (12/3/2025),” katanya saat dikonfirmasi.

    Dia menyampaikan hakim tunggal pada sidang praperadilan itu ialah Parulian Manik.

    Sesuai agenda sidang pertama praperadilan soal sah atau tidaknya penetapan tersangka akan digelar pada Rabu (19/3/2025).

    Sebelumnya, Firli Bahuri juga pernah mengajukan praperadilan terkait perkara serupa pada Selasa (19/12/2023).

    Namun kala itu Hakim Tunggal Imelda menyatakan tidak dapat menerima permohonan praperadilan Firli dengan alasan dasar permohonan dianggap kabur atau tidak jelas.

    Setelah itu, Firli mengajukan lagi praperadilan kedua pada Senin (22/1/2024) dengan nomor perkara 17/Pid.Pra/2024/PNJKT.SEL.

    Disamping itu, Kapolda Metro Jaya bersama Kejati Jakarta telah digugat praperadilan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).

    Gugatan terkait sah atau tidaknya penghentian itu ditolak oleh hakim.

    Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto menegaskan bahwa kasus pemerasan menyeret eks pimpinan KPK Firli Bahuri secepatnya akan dituntaskan. 

    Ia menyebut kasus tersebut diselesaikan dalam satu hingga dua bulan lagi. 

    “Saya tidak diam, mana Dirreskrimsus. Buka telinga lebar-lebar, catat. Secara teknis tidak usah dijelaskan. Ketika perkara ini belum selesai, ini hutang saya,” kata Karyoto kepada awak media di Jakarta, Selasa (31/12/2024). 

    Kemudian diterangkannya penuntasan kasus tersebut juga sudah didiskusikan. 

    “Dari diskusi kita terakhir, sudah satu minggu. Bahwa ini memang konsen untuk kita tuntaskan. Kortas Tipikor juga mendorong ini akan dituntaskan,” terangnya. 

    Lanjut Karyoto petunjuk sudah didapat untuk menuntaskan perkara tersebut. 

    “Empat petunjuk antara formil dan materil, ini lebih banyak sifatnya materil. Dan itu hanya cross check. Dan mudah-mudahan ya, kita berusaha secepatnya itu bisa satu bulan, dua bulan ini selesai,” tandasnya. 

  • Penyidik Geledah 4 Lokasi Terkait Kasus Korupsi PDNS Komdigi, Ini Daftarnya

    Penyidik Geledah 4 Lokasi Terkait Kasus Korupsi PDNS Komdigi, Ini Daftarnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menggeledah empat lokasi dalam perkara dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kominfo (sekarang Komdigi) periode 2020-2024.

    Kepala Seksi Intel Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting mengatakan pihaknya telah menerbitkan sprindik No: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025.

    Adapun keempat wilayah yang digeledah mulai dari Jakarta Pusat di perkantoran Menara Salemba dan Menara Oasis. Kemudian, di kediaman pihak-pihak terkait yang berlokasi di Cilandak Jakarta Selatan, Bogor dan Tangerang Selatan.

    “Ada di Cilandak rumah pihak terkait, di Bogor rumah pihak terkait juga, sama satu lagi di Tangerang rumah juga,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (14/3/2025).

    Bani menambahkan, penyidik juga telah menyita sejumlah barang bukti mulai dari dokumen, uang hingga aset seperti mobil, tanah dan bangunan.

    “Menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang patut diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat Kominfo diduga melakukan pengondisian pengadaan barang atau jasa serta pengelolaan PDNS periode 2020-2024.

    Pengondisian tender proyek PDNS itu diduga untuk memenangkan perusahaan PT AL. Adapun, total nilai proyek PDNS ini senilai Rp958 miliar.

  • Fatal!Jaksa KPK Salah Gunakan UU di Dakwaan Hasto, Febri Diansyah: Tidak Ekstra Hati-hati

    Fatal!Jaksa KPK Salah Gunakan UU di Dakwaan Hasto, Febri Diansyah: Tidak Ekstra Hati-hati

    PIKIRAN RAKYAT – Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah mengungkapkan adanya ketidakhati-hatian jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyusunan dakwaan terhadap kliennya. Menurutnya, terdapat sejumlah kesalahan, salah satunya penggunaan Undang-Undang (UU) yang tidak tepat. 

    “Dakwaan tersebut tidak disusun dengan ekstra hati-hati. Salah satu pasal yang paling penting yang didakwakan pada dakwaan ke-1 ternyata salah menggunakan undang-undang,” kata Febri usai mendampingi Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    Febri menyebut, pasal yang digunakan dalam dakwaan pertama yakni Pasal 65 yang seharusnya mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), namun yang tercantum justru Pasal 65 dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

    “Meskipun ini hanya satu huruf, tapi perbedaan pengaturannya sangat luar biasa,” ujar Febri.

    Febri menjelaskan, Pasal 65 KUHAP berkaitan dengan hak tersangka dan terdakwa untuk mengajukan saksi atau ahli yang meringankan. Pasal tersebut, kata dia, justru diabaikan KPK ketika tim kuasa hukum mengajukan ahli meringankan dalam proses penyidikan. 

    “Jadi pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara. Sekarang justru pasal itu yang salah tulis,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Febri mengungkapkan adanya inkonsistensi dalam dakwaan yang dibuat oleh KPK. Ia menyebutkan terdapat perbedaan signifikan dalam dakwaan terhadap Hasto Kristiyanto, Wahyu Setiawan, dan Saiful Bahri, khususnya terkait sumber dana Rp400 juta yang sebelumnya disebut diberikan oleh Harun Masiku pada Saiful Bahri.

    “Sedangkan pada dakwaan tadi kita dengar, itu diubah. Diubah sedemikian rupa sehingga seolah-olah Rp400 juta itu berasal dari Pak Hasto,” ujar Febri. 

    Menurut Febri, perbedaan ini menimbulkan pertanyaan besar terkait apakah perubahan tersebut dilakukan dengan sengaja untuk menjerat Hasto.

    “Bagaimana mungkin KPK yang sama, lembaga yang sama membuat dua dakwaan dengan fakta uraian yang bertolak belakang,” tuturnya.

    Febri juga menyoroti soal tuduhan Hasto memerintahkan Nurhasan menghubungi Harun Masiku untuk menenggelamkan telepon genggamnya. Menurutnya, tidak ada bukti yang mendukung tuduhan tersebut. 

    “Fakta ini sangat bertolak belakang. Karena itulah ini yang menjadi catatan kami juga. Apa sebenarnya maksud di balik dakwaan itu sehingga sedemikian rupa memutarbalikan fakta hukum yang sudah muncul di proses persidangan,” tutur Febri.

    Jaksa Dakwa Hasto Suap Wahyu Setiawan Rp600 Juta 

    Jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. 

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hasto menyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Hasto Kristiyanto Juga Didakwa Rintangi Penyidikan 

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kejari Jakpus Geledah Kantor Komdigi Terkait Kasus PDNS!

    Kejari Jakpus Geledah Kantor Komdigi Terkait Kasus PDNS!

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menggeledah kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di kasus dugaan korupsi terkait PDNS periode 2020-2024.

    Hal tersebut dikonfirmasi langsung oleh Kasi Intel Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting. “Sudah, sudah [geledah di Komdigi],” ujar Bani saat dihubungi, Jumat (14/3/2025).

    Dia menambahkan, penggeledahan itu dilakukan pada Kamis (13/3/2025) malam. Namun, dia masih belum bisa mengungkap barang bukti yang telah disita dari penggeledahan tersebut.

    “Masih rekap hari ini, itu juga masih running,” tambahnya.

    Sebelumnya, Kejari Jakpus juga telah melakukan penggeledahan di empat wilayah sekaligus, mulai dari Jakarta Pusat di perkantoran Menara Salemba dan Menara Oasis.

    Kemudian, di kediaman pihak-pihak terkait yang berlokasi di Cilandak Jakarta Selatan, Bogor dan Tangerang Selatan.

    Bani menambahkan, penyidik juga telah menyita sejumlah barang bukti mulai dari dokumen, uang hingga aset seperti mobil, tanah dan bangunan.

    “Menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang patut diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat Kominfo diduga melakukan pengondisian pengadaan barang atau jasa serta pengelolaan PDNS periode 2020-2024.

    Pengondisian tender proyek PDNS itu diduga untuk memenangkan perusahaan PT AL. Adapun, total nilai proyek PDNS ini senilai Rp958 miliar.

  • Hasto Sesumbar Kasusnya Bisa Hambat Kepercayaan Investor

    Hasto Sesumbar Kasusnya Bisa Hambat Kepercayaan Investor

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, sesumbar bahwa kasusnya menunjukkan tidak adanya supremasi hukum dan bisa berdampak terhadap kepercayaan investor.

    Hasto adalah terdakwa dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan alias obstruction of justice kasus Harun Masiku. Harun Masiku adalah tersangka kasus suap pergantian anggota DPR antar waktu. Dia menyebut komisioner KPU Wahyu Setiawan.

    “Jangankan untuk membangun, menghadirkan investor ketika tidak ada supremasi hukum, semuanya akan menjadi sia-sia,” tuturnya di PN Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). 

    Adapun Hasto menghadapi sidang perdana kasus perintangan penyidikan dan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). 

    Usai didakwa dengan dua pasal Undang-Undang (UU) Tipikor, Hasto menyebut percaya bahwa keadilan akan ditegakkan. Dia menyinggung bahwa tanpa adanya supremasi hukum maka bisa memengaruhi berbagai hal, termasuk investasi yang membutuhkan kepastian hukum. 

    Menurut Hasto, kasus yang menjeratnya itu adalah bentuk daur ulang kembali proses hukum yang sebelumnya sudah memeroleh putusan berkekuatan hukum tetap atau inkracht. 

    Oleh sebab itu, Hasto mengatakan bahwa kasusnya ini akan menjadi suatu pelajaran terbaik terkait dengan cita-cita menegakkan hukum yang berkeadilan di Indonesia.

    Dakwaan Kepada Hasto

    Adapun Hasto didakwa oleh jaksa dalam dakwaan pertama melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku. 

    Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi. 

    “Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atay menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,”  tutur JPU. 

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    “Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto, red] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” terang jaksa. 

    Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

    Kemudian, pada dakwaan kedua, Hasto disebut memberikan suap kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW 2019–2024. 

    Berdasarkan dakwaan yang dibacakan, Hasto disebut dalam kurun waktu Juni 2019 sampai dengan Januari 2020, atau sekitar 2019-2020, di beberapa lokasi memberikan suap kepada anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. Uang suap itu diberikan bersama-sama dengan tiga kader PDIP yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri serta Harun Masiku. 

    Uang suap itu berjumlah SGD57.350 serta Rp600 juta. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku. 

  • Ahok Dipanggil Kejagung soal Kasus Minyak Mentah, Ini 3 Responnya – Page 3

    Ahok Dipanggil Kejagung soal Kasus Minyak Mentah, Ini 3 Responnya – Page 3

    Kejagung kelar memeriksa mantan Komut Pertamina Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023.

    Dia mengakui penyidik Kejagung nyatanya memiliki data lebih banyak daripada miliknya soal masalah di internal Pertamina.

    “Ternyata dari Kejaksaan Agung, mereka punya data yang lebih banyak daripada yang saya tahu. Ibaratnya saya tahu cuma sekaki, dia tahu sudah sekepala, saya juga kaget-kaget juga, dikasih tahu penelitian ini ada fraud apa, ada permimpangan transverse seperti apa, dia jelasin, saya juga kaget-kaget karena kan ini kan subholding ya, subholding kan saya nggak bisa sampai ke operasional, saya cuma sampai memeriksa,” tutur Ahok di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (13 Maret 2025).

    Ahok menyebut, sebagai Komut dia hanya melakukan monitoring dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), termasuk soal untung rugi. Sementara selama dirinya menjabat, kinerja Pertamina menunjukkan hasil yang baik.

    “Jadi kita nggak tahu tuh, ternyata di bawah ada apa, kita nggak tahu, jadi saya minta data, saya cuma sampaikan agenda rapat kita terekam, tercatat, silakan di Kejaksaan Agung untuk meminta dari Pertamina. Nah, saya sendiri sampaikan bahwa ini ya sebatas itu kita tahu,” jelas dia.

  • Kubu Hasto Siapkan Eksepsi terhadap Dakwaan KPK Jumat Pekan Depan

    Kubu Hasto Siapkan Eksepsi terhadap Dakwaan KPK Jumat Pekan Depan

    Bisnis.com, JAKARTA — Penasihat hukum Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto akan mengajukan eksepsi atau bantahan terhadap dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dalam perkara perintangan penyidikan serta suap. 

    Penasihat hukum Hasto, Maqdir Ismail awalnya memohon kepada Majelis Hakim agar mereka diberikan jeda waktu 10 hari untuk menyiapkan eksepsi. Dia menyebut pihaknya hanya memiliki satu hari untuk memelajari berkas perkara JPU sebelum sidang perdana digelar. 

    “Jadi, kami meminta waktu, yang kami khawatirkan kami ini tidak punya kemampuan seperti Bandung Bondowoso Yang Mulia, yang membangun Candi Prambanan dalam waktu satu malam. Sehingga kami meminta waktu untuk sampai pada 10 hari atau tanggal 24 Maret, supaya ada waktu yang cukup untuk kami juga mempelajari berkas perkara ini,” terangnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025). 

    Meski demikian, Majelis Hakim tidak menerima permintaan pihak Hasto kerena terdapat jadwal sidang lain yang harus dihadiri. Kemudian, sesuai KUHAP, terdakwa diberikan waktu tujuh hari untuk menyiapkan nota keberatan terhadap dakwaan jaksa. 

    Oleh sebab itu, Majelis Hakim memutuskan jadwal sidang dengan agenda pembacaan eksepsi bakal digelar satu pekan dari sekarang, Jumat (21/3/2025). 

    “Sekarang kita fokus pada eksepsi dulu, dari penasihat hukum kita tunda hari Jumat tanggal 21 Maret 2025. Dengan acara mendengarkan eksepsi penasihat hukum terdakwa,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto. 

    Dakwaan Kasus Hasto 

    Adapun Hasto didakwa oleh jaksa dalam dakwaan pertama melakukan perintangan penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menyeret mantan caleg PDIP, Harun Masiku. 

    Politisi asal Yogyakarta itu didakwa melakukan perbuatan selama kurun waktu Desember 2019 sampai dengan Juni 2024, atau sekitar 2019 hingga 2024, di Kantor DPP PDIP, Jakarta, yakni dengan sengaja mencegah, merintangi dan mengagalkan secara langsung arau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pada pengadilan terhadap terdakwa, tersangka atau saksi perkara korupsi. 

    “Yaitu dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah merintangi atay menggagalkan secara langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,”  tutur JPU. 

    Menurut dakwaan jaksa, perbuatan merintangi proses hukum itu meliputi di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    “Dan memerintahkan Kusnadi [staf Hasto, red] untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK,” terang jaksa. 

    Dengan demikian, perbuatan Hasto diancam pidana pasal perintangan penyidikan atau obstruction of justice sebagaimana diatur pada pasal 21 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

    Kemudian, pada dakwaan kedua, Hasto disebut memberikan suap kepada Anggota Komisi Pemilihan Umum 2017-2022 Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW 2019–2024. 

    Berdasarkan dakwaan yang dibacakan, Hasto disebut dalam kurun waktu Juni 2019 sampai dengan Januari 2020, atau sekitar 2019-2020, di beberapa lokasi memberikan suap kepada anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. Uang suap itu diberikan bersama-sama dengan tiga kader PDIP yaitu Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri serta Harun Masiku. 

    Uang suap itu berjumlah SGD57.350 serta Rp600 juta. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku. 

  • Deddy Sitorus PDIP Sebut Dakwaan KPK ke Hasto Kristiyanto Lemah dan Dipaksakan – Page 3

    Deddy Sitorus PDIP Sebut Dakwaan KPK ke Hasto Kristiyanto Lemah dan Dipaksakan – Page 3

    Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto merampungkan sidang perdananya dalam kasus suap dan perintangan penyidikan buron Harun Masiku. Kepada awak media, Hasto menegaskan dirinya makin yakin bahwa kasus yang menjeratnya adalah bentuk kriminalisasi.

    “Saya semakin meyakini bahwa ini adalah kriminalisasi hukum, bahwa ini adalah pengungkapan suatu pokok perkara yang sudah inkrah, yang didaur ulang karena kepentingan-kepentingan politik di luarnya,” kata Hasto di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    Meski demikian, Hasto menyatakan tetap bakal mengikuti seluruh proses hukum dengan sebaik-baiknya. Dia percaya bahwa keadilan bisa ditegakkan.

    “Semuanya demi membangun suatu negara hukum, tanpa adanya supremasi hukum, tanpa adanya suatu keadilan dan ketika suatu proses hukum yang sudah inkrah bisa didaur ulang kembali, maka kita Republik ini tidak akan berdiri kokoh,” pesan Hasto.

    “Jangankan untuk membangun, menghadirkan investor ketika tidak ada supremasi hukum, semuanya akan menjadi sia-sia,” imbuhhya.

    Hasto berharap, kasus hukum yang menjeratnya saat ini dapat menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia agar hukum di Indonesia semakin lebih baik.

    “Semoga ini menjadi suatu pelajaran yang terbaik bahwa cita-cita menegakkan hukum yang berkeadilan adalah cita-cita seluruh anak bangsa kita terimakasih,” Hasto memungkasi.