Kasus: Tipikor

  • Kronologi Hasto Minta Harun Masiku Hilangkan Jejak Usai Wahyu Setiawan Ditangkap KPK – Page 3

    Kronologi Hasto Minta Harun Masiku Hilangkan Jejak Usai Wahyu Setiawan Ditangkap KPK – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kasus suap Pergantian Antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 kembali mencuat. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto didakwa terlibat dalam upaya perintangan penyidikan dengan memerintahkan Harun Masiku, terduga pelaku suap, untuk menghilangkan jejak.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkapkan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam handphonenya ke dalam air setelah terungkapnya kasus suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan petugas KPK, kemudian terdakwa melalui Nuhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air,” beber Jaksa dalam surat dakwaan yang dibacakan di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

    Perintah tersebut diberikan setelah KPK menangkap Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno Hatta. Hasto, melalui orang kepercayaannya Nurhasan, kemudian menginstruksikan Harun Masiku untuk menghilangkan bukti.

    “Petugas KPK mendatangi PTIK namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku,” terang Jaksa.

    KPK kemudian mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Harun Masiku yang hingga saat ini masih dalam perburuan oleh penyidik.

    Hasto sendiri didakwa dengan pasal Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    Selain itu, Sekjen PDIP itu juga didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1). 

  • Sidang Perdana Hasto Kristiyanto, Dakwaan KPK Ungkap Peran Lindungi Harun Masiku

    Sidang Perdana Hasto Kristiyanto, Dakwaan KPK Ungkap Peran Lindungi Harun Masiku

    Sidang Perdana Hasto Kristiyanto, Dakwaan KPK Ungkap Peran Lindungi Harun Masiku
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto Kristianto
    , telah menjalani sidang perdana dugaan korupsi
    Harun Masiku
    pada Jumat (14/3/2025).
    Dalam agenda pembacaan dakwaan tersebut, sejumlah tuduhan serius dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terungkap terkait Hasto dan keterlibatannya dalam kasus yang telah berlanjut sejak 2019.
    Hasto didakwa telah melakukan sejumlah tindakan untuk menghalangi penyidikan terkait kasus korupsi pergantian antar-waktu (PAW) Anggota DPR RI.
    “Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” ungkap jaksa dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
    Dalam pembacaan dakwaan, jaksa menyoroti tindakan Hasto yang diduga memerintahkan Nur Hasan untuk meminta Harun Masiku merendam telepon genggamnya ke dalam air.
    Perintah ini disampaikan setelah KPK melakukan tangkap tangan terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, pada 8 Januari 2020.
    Pasalnya, Harun Masiku diketahui tengah dikejar oleh tim penyidik KPK dalam penyelidikan kasus suap PAW DPR RI.
    Tak hanya itu, Hasto juga diduga meminta Harun untuk bersembunyi di Markas Partai.
    Jaksa menjelaskan, tujuan tindakan itu adalah agar Harun tidak terdeteksi oleh petugas KPK.
    “Terdakwa memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (
    stand by
    ) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK,” ujarnya.
    Dari investigasi yang dilakukan oleh tim KPK, diketahui bahwa Harun Masiku kemudian bertemu dengan Nur Hasan di Hotel Sofyan Cikini, sebelum berpindah ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
    “Namun, ketika petugas KPK mendatangi PTIK, mereka tidak berhasil menemukan Harun Masiku,” kata jaksa.
    Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUHAP.
    Setelah pembacaan dakwaan, kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, menyampaikan pandangannya kepada media.
    Febri menyentil dakwaan tersebut tidak disusun dengan hati-hati, mengingat terdapat kesalahan penulisan undang-undang.
    “Salah satu pasal yang paling penting yang didakwakan pada dakwaan ke-1 ternyata salah menggunakan undang-undang,” kata Febri.
    Febri menunjukkan bahwa seharusnya jaksa mencantumkan Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) alih-alih Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
    “Jadi, pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara,” ujarnya.
    Meskipun kesalahan terletak pada satu huruf, kata Febri, hal itu menjadi sangat berbeda.
    Pasal 65 KUHAP, kata dia, mengatur tentang hak terdakwa untuk menghadirkan saksi dan ahli yang meringankan.
    Di sisi lain, persoalan hak Hasto untuk menghadirkan saksi dan ahli meringankan inilah yang diabaikan KPK ketika melakukan penyidikan.
    “Jadi, pasal itu diabaikan, tidak dilaksanakan demi mempercepat proses pelimpahan perkara,” ujar mantan Juru Bicara KPK tersebut.
    “Nah, sekarang justru pasal itu yang salah tulis begitu. Nah, itu catatan kami tentu saja yang pertama,” tambah dia.
    Tak hanya itu, Febri juga menyoroti inkonsistensi dalam materi dakwaan terkait sumber uang Rp 400 juta yang digunakan Harun Masiku untuk menyuap Wahyu Setiawan.
    Ia menjelaskan, dakwaan tersebut merupakan gabungan dari beberapa surat dakwaan yang berbeda.
    Menurut dia, terdapat ketidaksesuaian antara keterangan yang diajukan dalam surat dakwaan yang berbeda oleh KPK.
    “Kami menemukan inkonsistensi,” ungkapnya.
    Dia menuturkan, dakwaan yang dibacakan jaksa KPK merupakan gabungan dari tiga surat dakwaan Wahyu Setiawan dan eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, Saeful Bahri, dan Hasto.
    Mantan Juru Bicara KPK itu mengatakan, dalam surat dakwaan Wahyu, disebutkan pada kurun sekitar 17 atau 19 Desember 2019, uang Rp 400 juta diberikan Harun Masiku kepada Saeful Bahri.
    Adapun Wahyu dan Tio saat ini sudah berstatus terpidana dan menghirup udara bebas.
    Sementara, dalam dakwaan yang dibacakan hari ini disebutkan, uang Rp 400 juta seolah-olah berasal dari Hasto.
    Adapun perkara Hasto dan Wahyu Setiawan merupakan satu rangkaian dan masih dalam kasus suap Harun Masiku.
    Ia mempertanyakan bagaimana KPK bisa membuat dua dakwaan dengan fakta yang saling bertolak belakang.
    “Apakah sedemikian rupa mengubah dakwaan hanya untuk menjerat Hasto Kristiyanto?” ucapnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penjualan Aset Sitaan Kasus Jiwasraya Tembus Rp5,5 T, Ini Rinciannya

    Penjualan Aset Sitaan Kasus Jiwasraya Tembus Rp5,5 T, Ini Rinciannya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Pemulihan Aset Kejaksaan Agung menyelesaikan penjualan sebagian barang rampasan negara dan barang sita eksekusi yang berasal dari perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dalam pengelolaan keuangan dan investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

    Adapun perolehan hasil penyelesaian/penjualan aset barang rampasan negara dan barang sita eksekusi perkara PT Asuransi Jiwasraya sebesar Rp5.560.997.227.551,07 yang terdiri dari banyak aset mulai dari properti hingga kendaraan.

    Rincian aset tersebut adalah:

    Rp262.151.625.961,87 perolehan dari penjualan/lelang Barang Rampasan Negara berupa 225 bidang tanah dan bangunan, 1 unit kapal phinisi, 26 unit mobil, 5 unit sepeda motor, 3 unit sepeda 1 buah gitar listrik, 16 buah jam tangan, 3 buah perhiasan, tas, dompet, sepatu, sandal dan ikat pinggang, penjualan aset PT GBU: 1 unit kantor, 1 unit mess, 1 unit room power house, 2 unit kendaraan bermotor mobil dan 19 unit alat berat;

    Rp11.823.398.617,87 uang rampasan dari berbagai mata uang;

    Rp1.978.917.443.776,00 hasil penjualan Barang Sita Eksekusi berupa 79 barang berupa tanah, saham, tas, mobil, kapal;

    Rp1.978.917.443.776,00 hasil penjualan Barang Sita Eksekusi berupa 79 (tujuh puluh sembilan) barang berupa tanah, saham, tas, mobil, kapal;

    Rp979.878.788.055,33 hasil Penjualan 989.709.959 unit penyertaan reksadana dan 40.000.000 unit penyerta yang diserahkan kepada PT Asuransi Jiwasraya;

    Rp2.221.825.971.140,03 hasil penjualan 67.091.255.092 lembar efek (saham, waran, obligasi, MTN, sukuk, dll).

    “Hasil lelang yang dilakukan oleh Badan Pemulihan Aset dengan perantara Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setempat, baik berupa Barang Rampasan Negara, Barang Sita Eksekusi dan Surat Berharga, yang telah melalui mekanisme pelelangan yang terbuka untuk umum sesuai PMK Nomor 145/PMK.06/2021 tanggal 22 Oktober 2021 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari Barang Rampasan Negara dan barang gratifikasi, dimana hasil tersebut disetorkan ke kas negara,” tulis Kapuspenkum Kejagung, dikutip Sabtu (15/3/2025).

    Adapun Kerugian negara akibat kasus Jiwasraya adalah Rp16,81 triliun. Kerugian ini terdiri dari kerugian investasi saham sebesar Rp4,65 triliun dan kerugian investasi reksa dana sebesar Rp12,16 triliun.

    Kerugian negara ini dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK melakukan pemeriksaan investigatif atas pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tahun 2008-2018.

     

    (luc/luc)

  • Politikus PDIP Deddy Sitorus Diminta Sebutkan Siapa Utusan yang Menyeret Nama Jokowi – Halaman all

    Politikus PDIP Deddy Sitorus Diminta Sebutkan Siapa Utusan yang Menyeret Nama Jokowi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekretaris Jenderal DPP Gibranku, Pangeran Mangkubumi menantang Politisi PDIP Deddy Sitorus untuk membuktikan dan menyebutkan siapa nama utusan yang disebut membawa pesan agar pemecatan Jokowi dari PDIP dibatalkan, termasuk permintaan agar Hasto dicopot dari jabatannya sebagai Sekjen PDIP.

    Menurutnya, dibawa kembali nama Jokowi ke dalam pusaran polemik yang terjadi di internal PDIP usai penetapan Hasto sebagai tersangka kasus korupsi merupakan penistaan terhadap nurani, moral dan etika.

    “Karena itu saya menantang bang Deddy Sitorus untuk menyebutkan siapa nama utusan yang dia maksud. Dan saya juga minta Bang Deddy Sitorus menghentikan dramaturgi politik dan produksi fitnah terhadap Pak Jokowi,” kata Pangeran kepada wartawan, Sabtu (15/3/2025).

    Sebagai seorang Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum, Pangeran menyoroti bila Deddy Sitorus dapat dikenakan sanksi pidana bila tidak dapat membuktikan pernyataan yang dibuatnya.

    “Tentu narasi yang dibuat oleh bang Deddy Sitorus harus bisa dibuktikan kebenarannya, bila tidak ia dapat dijerat dengan Pasal 311 KUHP ayat 1,” kata Pangeran.

    Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Sitorus, mengatakan pihaknya mendapat permintaan pada 14 Desember 2024 agar Hasto Kristiyanto mundur dari Sekretaris Jenderal PDIP.

    Menurut Deddy Sitorus, permintaan itu disampaikan oleh seorang utusan yang disebutnya memiliki kewenangan.

    Selain meminta Hasto mundur, utusan itu juga meminta PDIP tak melakukan pemecatan Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi.

    “Sekitar tanggal 14 Desember, itu ada utusan yang menemui kami, memberitahu bahwa Sekjen harus mundur lalu jangan pecat Jokowi,” kata Deddy Sitorus di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Tak hanya itu, Deddy Sitorus menuturkan bahwa utusan tersebut juga menyampaikan terdapat 9 orang kader PDIP ditarget aparat penegak hukum.

    “Dan menyampaikan ada sekitar 9 orang dari PDIP yang menjadi target dari pihak kepolisian dan KPK,” ujarnya.

    “Jadi itu lah salah satu dan itu disampaikan oleh orang yang sangat berwenang,” ucapnya menambahkan.

    Karenanya, Deddy Sitorus meyakini bahwa kasus yang menjerat Hasto bukan murni penegakan hukum.

    “Karena seharusnya kalau memang KPK ingin menjadi lembaga yang sebenar-benarnya ingin menegakkan hukum, maka sungguh banyak persoalan-persoalan yang bisa dipecahkan oleh KPK,” tegasnya.

    Diketahui, KPK telah menetapkan Hasto sebagai tersangka pada 24 Desember 2024 dan ditahan pada 20 Februari 2025.

    Hal ini terkait kasus dugaan suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk kepentingan penetapan PAW anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku (buron).

    Selain dugaan suap, Hasto juga dijerat pasal perintangan penyidikan dalam kasus yang sama. 

    Pengadilan Tipikor Jakarta sudah menentukan jadwal sidang perdana pembacaan dakwaan bagi Hasto Kristiyanto, yaitu pada Jumat, 14 Maret 2025.

  • Pakar Hukum Pidana Soroti Potensi Overpenalization dalam Gugatan PT Timah ke MK

    Pakar Hukum Pidana Soroti Potensi Overpenalization dalam Gugatan PT Timah ke MK

    loading…

    PT Timah Tbk mengajukan gugatan meminta MK untuk mengubah Pasal 18 ayat 1 huruf b dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). FOTO/DOK.SindoNews

    JAKARTA – Pakar Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda menanggapi gugatan PT Timah Tbk yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengubah Pasal 18 ayat 1 huruf b dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Pasal tersebut mengatur tentang kewajiban mengganti kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.

    PT Timah berpendapat pasal tersebut perlu diubah agar pembayaran uang pengganti tidak hanya dihitung berdasarkan jumlah harta benda yang diperoleh dari tindak pidana, melainkan juga berdasarkan kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara.

    Menurut Chairul Huda, jika gugatan tersebut diterima dan MK mengabulkannya, maka bisa terjadi overpenalization atau hukuman yang berlebihan terhadap terdakwa.

    “Karena pidana yang dijatuhkan kepada orang yang memperkaya diri sendiri akan double atau triple dengan pidana yang dijatuhkan kepada pihak lain (orang atau korporasi) yang juga mendapatkan penambahan kekayaan karena korupsi dimaksud,” katanya, Jumat (14/3/2025).

    Terlebih, dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah tersebut, bentuk kerugian negara sebesar Rp300 Triliun bukanlah angka riil, melainkan potensi kerugian akibat kerusakan lingkungan.

    “Mengambil contoh kasus PT Timah sama sekali tidak tepat, karena kerugian yang dianggap ada dalam kasus tersebut bukan kerugian keuangan negara, tapi potensi kerugian akibat kerusakan lingkungan,” ujarnya.

    Chairul menyoroti praktik eksplorasi dan eksploitasi di wilayah tambang timah. Menurutnya, yang lebih banyak menikmati hasil dari eksplorasi tambang itu adalah PT Timah itu sendiri. Karena itu, menurutnya, PT Timah yang justru harus disanksi, tapi tidak menggunakan UU Tipikor, melainkan melalui undang-undang yang lebih spesifik, seperti UU Minerba atau UU Lingkungan.

    “Justru PT Timah yang harus disanksi pidana, dengan UU Minerba dan UU lingkungan, bukan UU Tipikor,” ujarnya.

    Sebelumnya, PT Timah mengajukan gugatan kepada MK untuk mengubah Pasal 18 ayat (1) huruf b dalam UU Tipikor. Gugatan ini dilayangkan pada 3 Maret 2025 melalui kuasa hukum mereka, yang menilai bahwa pasal tersebut sudah tidak relevan dalam konteks perkara yang melibatkan Harvey Moeis dkk.

    Pasal 18 ayat (1) huruf b dalam UU Tipikor yang berlaku saat ini mengatur pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

    PT Timah meminta agar pasal tersebut diubah menjadi, “Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan kerugian keuangan negara dan/atau kerugian perekonomian negara yang timbul akibat tindak pidana korupsi.”

    Permohonan ini diajukan terkait dengan kasus timah ilegal yang melibatkan Harvey Moeis dan sembilan terdakwa lainnya, yang kini sudah berada di tingkat banding.

    Dalam putusan banding tersebut, kerugian negara mencapai Rp300 triliun, yang terdiri dari kerugian lingkungan akibat tambang timah ilegal sebesar Rp271 triliun dan kerugian lainnya terkait penyewaan alat proses pelogaman timah yang tidak sesuai ketentuan. PT Timah menilai bahwa penerapan Pasal 18 ayat (1) huruf b dalam UU Tipikor tidak memberikan keadilan. Dalam gugatannya, mereka menyatakan, “Akibat penerapan Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Tipikor tersebut menjadi tidak adanya keadilan dan kepastian hukum karena para terdakwa tidak dihukum untuk mengganti kerugian keuangan negara atau perekonomian negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah ilegal di wilayah IUP Pemohon I sebesar Rp271.069.688.018.700,00”.

    (abd)

  • KPK Imbau Penyelenggara Negara Tolak Gratifikasi Jelang Lebaran, Bisa Lapor ke Sini

    KPK Imbau Penyelenggara Negara Tolak Gratifikasi Jelang Lebaran, Bisa Lapor ke Sini

    loading…

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengimbau seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penyelenggara negara tegas menolak grarifikasi menjelang Idulfitri 144 H. FOTO/DOK.SindoNews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) mengimbau seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penyelenggara negara tegas menolak gratifikasi menjelang Idulfitri 1446 H. Lembaga antirasuah itu meminta para abdi negara melapor jika tidak dapat menolak gratifikasi Lebaran.

    Imbauan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pencegahan dan Pengendalian Gratifikasi Terkait Hari Raya.

    “Melalui surat ini, KPK mengingatkan para ASN dan PN untuk menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, terlebih dalam rangka perayaan Hari Raya Idul Fitri 1446H,” kata tim juru bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Sabtu (14/3/2025).

    Budi mengingatkan, penerimaan dana atau hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR), baik secara individu maupun mengatasnamakan institusi kepada masyarakat, perusahaan, atau sesama ASN/PN merupakan perbuatan yang dilarang. Perbuatan itu dapat berimplikasi menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan dan kode etik, serta memiliki risiko Tindak Pidana Korupsi.

    “KPK juga mengimbau kepada pimpinan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dan BUMN/BUMD agar melarang penggunaan fasilitas dinas untuk kepentingan pribadi. Fasilitas dinas seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan terkait kedinasan. Pimpinan K/L/PD dan BUMN/BUMD juga diharapkan menerbitkan imbauan secara internal untuk pegawai di lingkungan kerjanya, agar menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugasnya,” kata Budi.

    “Di sisi lain, Pimpinan Asosiasi/Perusahaan/Masyarakat juga diharapkan melakukan langkah-langkah pencegahan dengan mengimbau anggotanya tidak memberikan dan/atau menerima gratifikasi yang berpotensi suap, uang pelicin, atau suap dalam bentuk lainnya,” imbuhnya.

    Budi menyampaikan, ASN bisa melapor ke KPK bila tidak dapat menolak pemberian gratifikasi tersebut. Pelaporan paling lambat 30 hari kerja sejak gratifikasi diterima. Mekanisme dan formulir pelaporan atas penerimaan gratifikasi ini dapat diakses melalui aplikasi Gratifikasi Online (GOL), laman https://gol.kpk.go.id atau email: [email protected].

    (abd)

  • Tim Pengacara Hasto Temukan Fakta Baru: Ada Proses Penyidikan ‘Jeruk Makan Jeruk’ – Halaman all

    Tim Pengacara Hasto Temukan Fakta Baru: Ada Proses Penyidikan ‘Jeruk Makan Jeruk’ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    Penasihat Hukum Hasto, Todung Mulya Lubis mengatakan bagi PDI Perjuangan dan Hasto Kristiyanto persidangan tersebut adalah bagian dari perjuangan politik yang akan dijalankan dengan segenap jiwa raga  sebagaimana pada tahun 1930, Bung Karno menghadapi tuduhan dari pemerintahan kolonial. 

    Perbedaannya, kata Todung, hari ini perlawanan politik terhadap kekuasaan yang korup dan pelanggar konstitusi justru dikriminalisasi menggunakan dalih pemberantasan korupsi. 

    “Hasto Kristiyanto adalah tahanan politik yang coba dibungkam dengan tuduhan korupsi,” kata Todung.

    Penasihat Hukum Hasto lainnya, Febri Diansyah mengatakan pihaknya dalam menghadapi proses persidangan akan menguji setiap tuduhan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum serta bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan. 

    Kata Febri jika selama proses penyidikan terdapat banyak pelanggaran aturan dan kesewenang-wenangan, maka pihaknya berharap setelah perkara ini dilimpahkan ke pengadilan, prosesnya dapat berjalan secara fair, berimbang dan independen. Sehingga tidak ada intervensi dari pihak manapun. 

    “Kami juga berharap proses di pengadilan ini juga menjadi edukasi bagi publik,” kata dia.

    Ia juga mengaku telah mempelajari berkas perkara yang diserahkan oleh KPK. Berdasarkan identifikasi awal terdapat sekitar 60 orang saksi dan 20 orang ahli yang telah diambil keterangannya di tahap penyidikan. 

    “Sebagian besar saksi yang diperiksa adalah saksi yang pernah memberikan keterangan pada dua perkara sebelumnya, yang saat ini telah diputus pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Febri.

    Maqdir Ismail, Penasihat Hukum Hasto lainnya juga ikut angkat bicara. Katanya setelah membaca berkas perkara, dirinya semakin memahami ketakutan berlebihan KPK dalam menghadapi pra-peradilan kemarin hingga harus memaksakan pelimpahan perkara secepat kilat. 

    Sebagaimana diketahui, jarak pelimpahan tahap dua dari penyidikan ke penuntutan menuju pelimpahan ke pengadilan hanya satu hari. 

    Padahal dalam perkara-perkara biasa di KPK jarak waktu tersebut bisa selama 2 minggu sampai dengan 20 hari sesuai batas masa penahanan pertama di tahap Penuntutan. 

    “Hal ini tentu menegaskan bahwa KPK meletakkan perkara ini dengan “atensi khusus”, sehingga apa yang dilakukan KPK selama ini semakin memperkuat tendensi politik dalam perkara ini,” ujar Maqdir.

    Selain itu, kelemahan pembuktian KPK juga terdeteksi dari penggunaan bukti saksi dari penyidik, penyelidik dan pegawai KPK yang aktif saat ini, serta mantan penyelidik/penyidik. 

    “Berdasarkan data dari berkas perkara yang Kami terima kami menemukan terdapat total 12 orang Saksi Penyidik/Penyelidik yang aktif ataupun mantan yang diperiksa KPK. Sembilan orang diantaranya saat ini masih berstatus pengawai KPK aktif, dan 3 lainnya mantan Penyidik/Penyelidik yang bekerja di Mabes Polri,” kata Maqdir.

    Bahkan lanjut Maqdir salah satu saksi yang diperiksa dan dijadikan bukti dalam perkara ini adalah Kepala Satgas Penyidikan, Rossa Purbo Bekti.

    “Sangat tidak masuk akal, Kepala Satgas Penyidikan perkara kemudian diperiksa oleh Penyidiknya sendiri dan jelas hal ini melanggar prinsip-prinsip Hukum Acara Pidana,” ujarnya.

    Maqdir menjelaskan apa yang hendak dibangun dalam proses penyidikan “jeruk makan jeruk” seperti ini. Penyidik aktif memeriksa Penyidiknya atau Pegawainya sendiri dan kemudian dijadikan bukti dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi. 

    “Ini adalah bukti yang semakin memperkuat bahwa proses penyidikan perkara ini benar-benar dipaksakan dan telah melanggar prinsip profesionalitas dan integritas dalam Penyidikan. Wajar Kami bertanya, Apakah praktik kasar Penyidikan seperti ini diketahui oleh Pimpinan KPK?,” kata Maqdir.

    Jika sedemikian besar hasrat untuk memenjarakan Hasto Kristiyanto, Maqdir mempertanyakan mengapa harus melewati seolah-olah proses hukum yang akal-akalan seperti ini?.

    “Kami menegaskan akan mengajukan protes keras dengan cara-cara penyidikan kasar seperti ini. Bisa dibayangkan proses penyidikan seperti ini kemudian dijadikan bahan persidangan. Tentu saja ini menghina akal sehat kita dan bahkan menghina proses peradilan yang seharusnya dihormati secara serius,” tuturnya.

     

  • Abdul Gani Kasuba Meninggal, Ratusan Warga Melayat ke Rumah Duka

    Abdul Gani Kasuba Meninggal, Ratusan Warga Melayat ke Rumah Duka

    Ternate, Beritasatu.com – Ratusan warga melayat rumah duka mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba yang meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Chasan Busurie Ternate, Jumat (14/3/2025).

    Jenazah almarhum kini sudah berada di rumah duka di Kelurahan Tanah Tinggi. Abdul Gani Kasuba tutup usia di usia 74 tahun pada pukul 20.00 WIT. 

    Almarhum sebelumnya menjalani perawatan medis di ruangan Intensive Care Unit (ICU) selama tiga pekan karena menderita penyakit komplikasi berupa jantung, saraf, prostat, dan lainnya.

    Muhammad Thariq Kasuba selaku putra pertama Abdul Gani Kasuba menyampaikan jenazah almarhum akan dimakamkan di Desa Bibinoi, Kabupaten Halmahera Selatan, Sabtu (15/3/2025) pagi. 

    “Beliau meminta maaf atas kesalahan-kesalahan selama ini. Beliau juga berpesan sebelum wafat beberapa minggu beliau berpesan dimakamkan di Desa Bibinoi,” ucap Thariq.

    Sementara itu Wali Kota Ternate, Muhammad Tauhid Soleman mengungkapkan rada duka yang mendalam atas berpulangnya Abdul Gani Kasuba. 

    “Secara pribadi saya menyampikan duka yang mendalam atas berpulangnya mantan gubernur Maluku Utara. Kami juga merasa kehilangan salah satu tokoh masyarakat mudah-mudahan Allah memuluskan perjalan beliau terutama di bulan Ramadan. Beliau ini tokoh agama, tokoh masyarakat Maluku Utara, apa pun terkait degan beliau tetap sangat disegani dan dihomati,” ujarnya.

    Abdul Gani Kasuba pernah dua periode menjadi gubernur Maluku Utara. Almarhum lahir pada 21 Desember 1951 Desa Bibinoi, Kecamatan Bacan Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.

    Abdul Gani pernah menjabat sebagai anggota DPR, menjabat wakil gubernur Maluku Utara tahun 2007-2013, dan sebagai gubernur Maluku Utara dua periode sejak 2014 hingga 2024.

    Diketahui Abdul Gani Kasuba telah divonis 8 tahun oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ternate, pada 26 September 2024. Abdul Gani sebelumnya terkena operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 18 Desember 2023, atas kasus korupsi dan lelang jabatan pada Pemeritah Provinsi Maluku Utara.

  • Jaksa Agung Pastikan Ada Tersangka Baru Kasus Pertamina, Tinggal Tunggu Waktu

    Jaksa Agung Pastikan Ada Tersangka Baru Kasus Pertamina, Tinggal Tunggu Waktu

    Jaksa Agung Pastikan Ada Tersangka Baru Kasus Pertamina, Tinggal Tunggu Waktu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Jaksa Agung

    ST Burhanuddin
    memastikan akan ada tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
    “Pasti ada, pasti. Pasti ada (tersangka baru). Iya, tunggu waktunya,” ujar Burhanuddin dalam program
    Gaspol! Kompas.com
    , Jumat (14/3/2025).
    Burhanuddin menyatakan, tersangka baru pasti akan ada karena praktik korupsi di Pertamina tidak hanya dilakukan oleh sembilan orang yang sudah menjadi tersangka.
    “Kan tidak mungkin hanya orang-orang ini saja. Ada yang di bawahnya lagi yang bergerak,” kata dia.
    Jaksa Agung juga membuka peluang bahwa orang-orang yang berada di jajaran atas Pertamina dapat terseret menjadi tersangka.
    Namun, ia menegaskan bahwa penetapan tersangka harus berlandaskan bukti-bukti.
    “Ya, kalau nanti ada bukti, kenapa tidak kita tarik juga (jadi tersangka),” kata Burhanuddin.
    Diketahui, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, enam orang di antaranya adalah petinggi dari anak usaha atau
    subholding
    Pertamina.
    Keenamnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi; Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin.
    Kemudian, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya; dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.
    Sementara itu, ada tiga broker yang menjadi tersangka, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku
    beneficial owner
    PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
    Kejagung menaksir dugaan kerugian negara pada kasus ini mencapai Rp 193,7 triliun.
    Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tetapkan Lima Tersangka Kasus Korupsi Bank BJB, Kerugian Capai Rp222 Miliar

    KPK Tetapkan Lima Tersangka Kasus Korupsi Bank BJB, Kerugian Capai Rp222 Miliar

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penempatan dana iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB).

    Dua di antaranya merupakan pejabat internal bank, sementara tiga lainnya berasal dari sektor swasta.

    Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menyebutkan bahwa tersangka dari pihak bank adalah Direktur Utama Bank BJB, Yuddy Renaldi (YR), dan Pimpinan Divisi Corporate Secretary, Widi Hartoto (WH).

    “YR (Yuddy Renaldi) selaku Direktur Utama Bank BJB dan WH (Widi Hartoto) selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB,” ujar Budi Sokmo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jum’at (14/3/2025).

    Tiga tersangka lainnya yang berasal dari sektor swasta adalah Kin Asikin Dulmanan, Suhendrik, dan Sophan Jaya Kusuma.

    Mereka diduga terlibat dalam kerja sama pengadaan iklan dengan enam perusahaan agensi yang bertindak sebagai perantara antara Bank BJB dan berbagai media.

    KPK menduga tindakan para tersangka telah menyebabkan kerugian keuangan negara yang cukup besar. Berdasarkan penyidikan sementara, jumlah kerugian diperkirakan mencapai Rp222 miliar.

    “Kerugian negara dalam perkara ini dalam proses penyidikan kurang lebih Rp222 miliar,” ungkap Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Saat ini, penyidik masih terus mengumpulkan bukti tambahan guna menelusuri keterlibatan pihak lain.