Kasus: Tipikor

  • Hilal Tak Kunjung Datang, Kasus Firli Bakal Tuntas Setelah Lebaran?

    Hilal Tak Kunjung Datang, Kasus Firli Bakal Tuntas Setelah Lebaran?

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah resmi menjadi tersangka sejak Rabu (22/11/2023) lalu.

    Namun, hingga kini, belum ada “hilal” penyelesaian kasus tersebut. Polisi bahkan belum menahan purnawirawan jenderal bintang tiga tersebut. 

    Adapun, Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi alias Kortas Tipikor Polri, hanya mengemukakan segera merumuskan penanganan perkara Firli pasca libur Lebaran 2025.

    Kepala Kortas Tipikor Polri, Irjen Pol Cahyono Wibowo mengatakan kesepakatan untuk membahas perkara Firli muncul usai dirinya bertemu dengan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto.

    “Pada satu acara beliau ngajak untuk ketemu membahas masalah Pak Firli. Tindak lanjutnya itu mungkin akan dirumuskan setelah lebaran. Nah itu kesepakatan yang disampaikan,” ujarnya di Bareskrim, Rabu (19/3/2025).

    Hanya saja, Cahyono tidak menjelaskan terkait rencana pertemuan tersebut secara detail. Meskipun begitu, dia meyakini bahwa Polda Metro Jaya bakal menyelesaikan perkara mantan pimpinan komisi antirasuah tersebut secara tuntas. 

    “Saya yakin Polda Metro itu punya keinginan untuk menyelesaikan secara hukum lah apa yang sudah diberikan dan punya tanggung jawab untuk diselesaikan secara penugasan,” pungkasnya.

    Janji Karyoto 

    Dalam pemberitaan Bisnis sebelumnya, Karyoto sempat berjanji bakal menuntaskan kasus Firli sekitar Februari 2025. Hal tersebut disampaikan Karyoto saat rilis akhir tahun di Balai Pertemuan Polda Metro Jaya, Selasa (31/12/2024).

    Kala itu, Karyoto mengaku pihaknya tengah melengkapi berkas perkara secara formil dan materiil terkait salah satu kasus yang menyeret Firli Bahuri.

    “Tinggal memenuhi empat petunjuk, kalau kita bilang formil dan materil, lebih banyak sifatnya materil dan itu hanya crosscheck. Mudah-mudahan ya kita berusaha secepatnya 1-2 bulan lagi selesai,” ujarnya di Polda Metro Jaya, Selasa (31/12/2024).

    Firli Gugat Praperadilan 3 Kali

    Dalam catatan Bisnis, setidaknya Firli sudah melayangkan gugatan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan selama tiga kali. 

    Pertama, gugatan praperadilan itu diajukan sekitar 2023. Namun, Hakim Tunggal Imelda menyatakan tidak dapat menerima permohonan praperadilan Firli lantaran permohonan dianggap kabur atau tidak jelas pada (14/11/2023).

    Kedua, Firli juga sempat mengajukan kembali gugatan praperadilan. Hanya saja, gugatan itu dicabut dengan pertimbangan untuk memenuhi aspek materi hukum hingga beberapa alasan teknis lainnya pada (30/1/2025).

    Ketiga, Purn Polri bintang tiga ini menggugat Polda Metro Jaya atas status tersangkanya pada Rabu (19/3/2025). Namun, gugatan itu kembali dicabut oleh kubu Firli Bahuri.

    Penasihat Hukum Firli, Ian Iskandar menjelaskan alasan pencabutan gugatan itu lantaran pihaknya masih perlu melakukan perbaikan dan penyempurnaan materi gugatan.

    “Poin nya adalah tetap penyempurnaan, perbaikan dan materi permohonan. Itu aja. Saya kira tidak ada yang lain ya,” ujarnya.

    Atas hal itu, Hakim Tunggal Parulian Manik telah memutuskan untuk mengabulkan permohonan dari kubu Firli. Putusan itu dibacakan di ruang sidang PN Jaksel hari ini, Rabu (19/3/2025).

    “Menyatakan perkara pidana praperadilan nomor 42/Pid.Pra/2025/PN.Jkt.Sel yang diterima dan didaftarkan di kepaniteraan PN Jakarta Selatan pada 12 Maret 2025 dicabut,” tutur Parulian.

  • 2 Polisi jadi Tersangka Kasus Pemerasan Rp4,7 Miliar di Sumut

    2 Polisi jadi Tersangka Kasus Pemerasan Rp4,7 Miliar di Sumut

    Bisnis.com, JAKARTA — Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri telah menetapkan dua anggota jadi tersangka kasus pemerasan di Sumatra Utara.

    Kortastipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo mengatakan dua anggota itu adalah mantan Kasubdit Direskrimsus Polda Sumut, Kompol Ramli dan penyidik pembantu Brigadir Bayu.

    “Sudah kita tetapkan tersangka itu dari anggota kita. Pertama itu Kompol Ramli. Beliau ini jabatannya adalah PS Kasubdit Tipidkor Dirkrimsus Polda Sumut,” ujarnya di Bareskrim, Rabu (19/3/2025).

    Dia mengatakan kasus ini berkaitan dengan pengusutan yang dilakukan KPK. Kasus ini bermula saat ada rencana pembangunan mutu SMK dan SMA di Sumut.

    Pembangunan itu bersumber dari dana alokasi khusus. Dalam hal ini, pengusutan terkait pengerjaannya dilakukan oleh KPK. Sementara Polri lebih kepada penanganan kasus dugaan pemerasannya.

    “Nah, ini tadi saya bilang ada dua konstruksi, pertama konstruksi pengadaan itu KPK. Nah kalau yang dua orang ini, ini kita pakai Pasal 12E, Pemerasan,” ujarnya.

    Adapun, modus pemerasan oleh dua anggota ini yakni dilakukan dengan cara mengundang perangkat sekolah di wilayah Sumut untuk ditanya terkait proyek tersebut.

    Setelah diundang, Ramli dan Bayu diduga meminta fee atas proyek tersebut. Total, pemerasan yang dilakukan oleh oknum anggota itu diduga mencapai Rp4,7 miliar.

    “Nah yang tidak mau diminta pekerjaannya inilah pakai, si dua orang ini tadi, pakai kewenangan yang dimiliki untuk mengundang yang kepala sekolah. Terus tiba-tiba itu diminta fee, nah ini pemerasannya. Rp4,7 miliar total [dugaan pemerasannya],” imbuhnya.

    Adapun, Cahyono menjelaskan selama pengusutan ini pihaknya telah memeriksa 12 sekolah di wilayah Sumut. Selain itu, korps antirasuah Polri itu juga telah menyita dokumen hingga Rp400 juta dalam kasus ini.

    “Ada, ada. Ada itu masalah terkait administrasi penyelidikannya. Terus termasuk yang uangnya. 400 juta yang ada di mobilnya kompol Ramli,” pungkas Cahyono.

    Sebagai informasi, baik Ramli dan Bayu sudah dilakukan sidang etik dengan hukuman pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH. Atas putusan itu, Ramli telah mengajukan banding. 

  • Jadi Saksi Kasus e-KTP, Andi Narogong Penuhi Panggilan KPK

    Jadi Saksi Kasus e-KTP, Andi Narogong Penuhi Panggilan KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Andi Agustinus (AA) alias Andi Narogong (AN) memenuhi panggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (19/3/2025). Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

    KPK sejatinya menjadwalkan pemanggilan terhadap Andi Narogong untuk diperiksa pada Selasa (18/3/2025) kemarin. Hanya saja, pemeriksaan dijadwalkan ulang menjadi hari ini.

    “Di-reschedule hari ini ya, dan sudah hadir,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Rabu (19/3/2025).

    KPK belum membeberkan soal detail materi yang hendak didalami melakukan pemeriksaan saksi tersebut. Hasilnya dapat disampaikan ketika saksi hadir dan agenda pemeriksaan telah rampung.

    Andi Narogong diketahui sempat menjalani proses hukum atas kasus tersebut. Mahkamah Agung (MA) memperberat hukuman Andi Narogong menjadi 13 tahun pidana penjara. Hukuman ini lebih berat dua tahun daripada putusan banding Pengadilan Tinggi DKI yang menjatuhkan hukuman 11 tahun pidana penjara terhadap Andi Narogong.

    Berdasarkan laman kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, putusan kasasi tersebut diputus pada tanggal 16 September 2018 oleh Majelis Hakim Agung Mohamad Askin, Leopold Hutagalung, dan Surya Jaya.

    Dalam putusannya, MA menyatakan Andi Narogong terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan e-KTP, dan menjatuhkan hukuman 13 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Tak hanya itu, Andi juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$ 2,15 juta dan Rp 1,186 miliar subsider 3 tahun kurungan.
     

  • Tok! MA Kabulkan PK Antam, Budi Said Batal Dapat Emas 1,1 Ton

    Tok! MA Kabulkan PK Antam, Budi Said Batal Dapat Emas 1,1 Ton

    Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan peninjauan kembali gugatan perdata PT Antam Tbk. (ANTM) terhadap Crazy Rich Surabaya, Budi Said.

    Berdasarkan situs resminya, MA memutuskan telah menganulir putusan PK pertama terkait kewajiban pembayaran kekurangan emas sebesar 1,1 ton atau senilai Rp1,1 triliun. Oleh karenanya, kewajiban Antam membayar kekurangan emas itu telah batal secara hukum melalui putusan tersebut.

    “Kabul PK, batal PK 1, adili kembali, tolak gugatan,” demikian putusan MA, dikutip dari situs resminya, Rabu (19/3/2025).

    Perkara ini teregister dengan No.815/PK/PDT/2025. PK yang diajukan Antam ini diputus oleh Majelis Hakim Agung yang dipimpin oleh Suharto, dan anggota Syamsul Ma’arif, Hamdi, Lucas Prakoso, dan Agus Subroto pada Selasa (11/3/2025). 

    Dalam perkara ini, Antam tidak hanya mengajukan PK terhadap Budi Said, tetapi juga terhadap termohon lainnya, mereka yakni Endang Kumoro selaku Kepala Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya (termohon II).

    Kemudian, Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 PT Aneka Tambang Tbk (termohon III); Yosep Purnama selaku Vice President Precious Metal Sales and Marketing UBPP-LM Antam (termohon IV); PT Inconis Nusa Jaya (termohon V).

    Berkaitan dengan hal ini, Kuasa Hukum ANTAM Fernandes Raja Saor menyatakan bahwa Antam telah menjalankan bisnis sesuai dengan prinsip good corporate governance.

    “Kepastian hukum ini memperkuat posisi Antam sebagai perusahaan BUMN yang beroperasi secara transparan dan akuntabel,” ujar Fernandes dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (19/3/2025).

    Sekadar informasi, kasus korupsi transaksi emas Antam sudah bergulir di meja hijau. Budi kemudian divonis dengan pidana selama 15 tahun dan denda Rp1 miliar pada PN Tipikor.

    Namun, pada sidang banding, PT Jakarta juga telah memutuskan untuk menambah hukuman terhadap Crazy Rich Surabaya Budi Said menjadi 16 tahun dengan denda Rp1 miliar.

    Pengusaha properti asal Surabaya itu juga dibebankan hukuman tambahan berupa pembayaran uang pengganti dengan 58,841 kg emas atau setara dengan Rp35 miliar.

    Selain itu, Budi Said juga diwajibkan mengganti 1.136 kg emas antam atau setara Rp1,07 triliun berdasarkan harga pokok produksi emas antam per Desember 2023 atau setidak-tidaknya setara dengan nilai tersebut pada saat eksekusi.

  • Peran Adik Ipar Ganjar dalam Kasus Korupsi Jembatan Merah Purbalingga Rp 13,2 M
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        19 Maret 2025

    Peran Adik Ipar Ganjar dalam Kasus Korupsi Jembatan Merah Purbalingga Rp 13,2 M Regional 19 Maret 2025

    Peran Adik Ipar Ganjar dalam Kasus Korupsi Jembatan Merah Purbalingga Rp 13,2 M
    Penulis
    KOMPAS.com –
    Zaini Makarim Supriyatno
    , adik ipar mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, didakwa dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jembatan Merah Sungai Gintung, Kabupaten Purbalingga.
    Zaini, yang berperan sebagai konsultan pengawas dalam proyek tersebut, disidang bersama dua mantan pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Purbalingga di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang pada Senin (17/3/2025).
    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Purbalingga, Bagus Suteja, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada tahun anggaran 2017 dan 2018, di mana ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 13,2 miliar berdasarkan audit inspektorat.
    “Pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak kerja sehingga hanya bisa dilewati kendaraan kecil. Akibatnya kepentingan umum tidak terlayani,” ungkap Bagus.
    Sebagai konsultan pengawas, Zaini memiliki tanggung jawab untuk memastikan pelaksanaan proyek sesuai dengan standar teknis yang telah ditetapkan dalam kontrak kerja.
    Namun, menurut jaksa, terdapat beberapa bagian yang tidak terpenuhi secara teknis dalam pengerjaan konstruksi baja jembatan.
    Audit menemukan bahwa pengerjaan proyek tersebut telah dibayar meskipun belum mencapai 100 persen penyelesaian.
    Selain itu, hasil pengukuran dari Komisi Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) menunjukkan bahwa jembatan tersebut hanya bisa dilalui oleh kendaraan kecil, sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
    Dalam perkara ini, selain Zaini, dua mantan Kepala DPUPR Kabupaten Purbalingga, yakni Setiyadi dan Priyo Satmoko, juga menjadi terdakwa. Seluruh terdakwa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Zaini dijadwalkan untuk menyampaikan eksepsi dalam sidang yang akan datang.
    Untuk diketahui, Zaini Makarim Supriyatno adalah seorang teknokrat yang sebelumnya dikenal sebagai kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan pernah mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati Purbalingga dalam Pilkada 2020.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7 Saksi Diperiksa Kejari Jakpus Terkait Kasus Dugaan Korupsi PDNS Komdigi

    7 Saksi Diperiksa Kejari Jakpus Terkait Kasus Dugaan Korupsi PDNS Komdigi

    loading…

    Sebanyak 7 orang saksi diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Foto/Instagram Kejari Jakpus

    JAKARTA – Sebanyak 7 orang saksi diperiksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat (Jakpus) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Pusat Data Nasional Sementara ( PDNS ) di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Digital atau Komdigi (sebelumnya bernama Kominfo) pada 17-18 Maret 2025. Kasi Intel Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting mengatakan para saksi itu di antaranya terdiri dari pejabat Komdigi.

    “Para saksi yang diperiksa terdiri dari pejabat Kementerian Komunikasi dan Informatika serta pihak terkait dalam pengadaan dan pengelolaan PDNS, sejumlah 7 orang saksi,” kata Bani dalam keterangannya, Rabu (19/3/2025).

    Kendati demikian, Bani tidak merinci siapa sosok pejabat Komdigi yang diperiksa itu, termasuk saksi-saksi lainnya. Bani menambahkan, penyidik telah merencanakan pemeriksaan terhadap puluhan saksi lainnya untuk mengungkap dugaan korupsi tersebut.

    “Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat masih akan terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi terkait untuk menuntaskan penyidikan perkara a quo, hingga saat ini masih ada sekitar 70 orang saksi yang akan diperiksa, ahli serta pemeriksaan dokumen-dokumen terkait,” ujar dia.

    Dia menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk mengusut perkara ini secara transparan. Ia juga mengimbau semua pihak untuk mendukung proses hukum ini.

    Sebagai informasi, Kejari Jakpus tengah menyelidiki dugaan korupsi proyek PDNS di lingkungan Kementerian Kominfo (saat ini bernama Kementerian Komdigi) pada 2020-2024. Surat perintah penyidikan atas kasus ini pun telah dikeluarkan pada Kamis (13/3/2025).

    “Atas adanya dugaan tindak pidana korupsi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H. menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025 dan memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut,” kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus Bani Immanuel Ginting dalam keterangan, Jumat (14/3/2025).

  • Revisi KUHAP: Tak Semua Penyidik Bisa Menangkap dan Menahan Tersangka

    Revisi KUHAP: Tak Semua Penyidik Bisa Menangkap dan Menahan Tersangka

    Revisi KUHAP: Tak Semua Penyidik Bisa Menangkap dan Menahan Tersangka
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (
    RKUHAP
    ) menyebutkan tidak semua
    penyidik
    dapat melakukan penangkapan dan penahanan.
    Berdasarkan draf RKUHAP yang diterima
    Kompas.com
    dari Wakil Ketua
    Komisi III DPR
    RI Ahmad Sahroni pada Selasa (18/3/2025), ada beberapa kategori penyidik.
    Pasal 6 Ayat (1) mengatur bahwa penyidik terdiri atas penyidik Polri,
    Penyidik
    Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan penyidik tertentu seperti jaksa hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    Namun, hanya penyidik polisi dan beberapa penyidik tertentu saja yang bisa melakukan penangkapan dan penahanan, hal ini diatur di Pasal 87 dan Pasal 92 draf RKUHAP.
    Pasal 87 Ayat (3) mengatur bahwa PPNS dan penyidik tertentu tidak dapat melakukan penangkapan kecuali atas perintah Penyidik Polri.
    Akan tetapi, ada pengecualian bagi jaksa, KPK, dan TNI Angkatan Laut (AL).
    “Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan bagi Penyidik Tertentu di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut,” tulis Ayat (4) Pasal 87.
    Hal yang sama juga diatur terkait penahanan, hanya penyidik polisi, jaksa, KPK, dan TNI AL yang bisa melakukan penahanan.
    Ini diatur di Pasal 92 Ayat (3) yang menyebut bahwa PPNS dan Penyidik Tertentu tidak dapat melakukan penahanan kecuali atas perintah Penyidik Polri.
    Ayat selanjutnya mencatat ada pengecualian bagi Penyidik Tertentu di Kejaksaan Republik Indonesia, KPK, dan TNI AL.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Adik Ipar Ganjar Pranowo Didakwa Rugikan Negara Rp13,2 Miliar dalam Kasus Dugaan Korupsi Jembatan Merah

    Adik Ipar Ganjar Pranowo Didakwa Rugikan Negara Rp13,2 Miliar dalam Kasus Dugaan Korupsi Jembatan Merah

    Pada kasus ini, terdakwa Zaini berperan sebagai konsultan yang mengawasi proyek pembangunan Jembatan Merah. Sebagai konsultan, ia tidak menjalankan tugas dan fungsinya dengan benar sehingga menimbulkan kerugian negara

    Sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Semarang pada Senin 17 Maret 2025 ini mengagendakan pembacan dakwaan jaksa. Jaksa menjerat para terdakwa dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Setelah agenda pembacaan dakwaan jaksa tersebut, sidang berikutnya mengagendakan penyampaian eksepsi terdakwa Zaini.

    Proyek Jembatan Merah digagas pada masa kepemimpinan Bupati Tasdi. Setelah Tasdi tertangkap pada OTT KPK, kepemimpinan dilanjutkan Bupati Dyah Hayuning Pratiwi.

    Jembatan Merah dibangun di atas Sungai Gintung, menghubungkan Desa Tegalpingen Kecamatan Pengadegan dengan Desa Pepedan Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

  • KPK Beri Lampu Hijau ke Maruarar Pakai Aset Rampasan Korupsi Buat 3 Juta Rumah

    KPK Beri Lampu Hijau ke Maruarar Pakai Aset Rampasan Korupsi Buat 3 Juta Rumah

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempersilakan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk mengajukan pengelolaan terhadap aset-aset rampasan hasil tindak pidana korupsi. 

    Aset lahan yang dirampas dari penanganan kasus korupsi itu rencananya bakal dimanfaatkan untuk program pembangunan 3 Juta Rumah, yang merupakan program prioritas Presiden Prabowo Subianto. 

    Hal itu disampaikan oleh Menteri PKP Maruarar Sirait usai bertemu dengan pimpinan KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (18/3/2025). 

    “Kami mendapat kabar baik, kami dapat info dari Bapak Johanis Tanak sebagai pimpinan KPK, boleh kami berkirim surat ya Pak ya, supaya kami diberikan kesempatan untuk mengelola aset-aset tanah yang ada di KPK,” ungkap Ara, sapaannya, Selasa (18/3/2025). 

    Ara memastikan bahwa pemanfaatan aset-aset rampasan itu diutamakan untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). 

    Dia menargetkan pengajuan tersebut akan disampaikan oleh pihaknya ke KPK sesegera mungkin. “Saya paling lama besok sudah akan sampai surat dari kami ke sini Pak. Mudah-mudahan kami nanti bisa dapat lokasi-lokasinya untuk kami survei,” ungkap Ara. 

    Di sisi lain, Kementerian PKP juga akan mengajukan permohonan yang sama ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu), selaku pengelola aset rampasan korupsi itu. 

    Sebagaimana diketahui, aset-aset yang dirampas oleh KPK untuk pengganti kerugian negara akan dikelola oleh DJKN Kemenkeu. Koordinasi juga akan dilakukan dengan Bank Tanah. 

    “Yang pasti kami sudah men-survey beberapa lokasi, sudah ada beberapa lokasi yang kami percaya itu bisa dijalankan karena clean and clean,” ucap Ara. 

    Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengungkap bahwa aset-aset yang bakal bisa diajukan oleh Kementerian PKP itu adalah tanah sitaan yang belum laku meski sudah dilelang.

    Johanis menyebut, pihaknya akan memberikan aset itu untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. “Kalau misalnya Pak Menteri berkenan silahkan mengajukan permintaan kepada kami atas aset-aset tanah, kalau memang itu kemudian dapat dimanfaatkan, ya kami akan serahkan, untuk kepentingan masyarakat dan bangsa,” ucapnya. 

  • Adik Ipar Ganjar Pranowo, Zaeni Makarim Disidangkan Kasus Korupsi Jembatan Merah Purbalingga

    Adik Ipar Ganjar Pranowo, Zaeni Makarim Disidangkan Kasus Korupsi Jembatan Merah Purbalingga

    TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG – Adik Ipar Ganjar Pranowo Zaeni Makarim tersandung skandal korupsi jembatan merah Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah yang merugikan negara Rp 13,2 miliar.

    Mantan calon wakil Bupati Purbalingga saat ini menjalani sidang korupsi di Pengadilan Tipikor Semarang.

    Zaeni diadili bersama dua mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR)Kabupaten Purbalingga Setiyadi serta Priyo.

    Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Purbalingga, Bagus Siuteja, mengatakan  tindak pidana korupsi tersebut pembangunan jembatan terjadi pada tahun anggaran 2017 dan 2018.

    Pada kasus korupsi itu terdapat beberapa pekerjaan yang tidak terpenuhi secara teknis berdasarkan hasil audit.

    “Pengerjaan proyek jembatan tersebut sudah dibayar meski pelaksanaan pekerjaannya belum 100 persen,” jelasnya.

    Berdasarkan hasil pengecekan hasil pengecekan,  Komisi Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) menyatakan jembatan tersebut hanya bisa dilewati oleh kendaraan kecil.

    “Pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak kerja sehingga hanya bisa dilewati kendaraan kecil. Akibatnya kepentingan umum tidak terlayani,” tuturnya.

    Pada perkara itu,  Zaeni Makarim  berperan sebagai konsultan dalam pengawas dalam proyek tersebut.

    Perbuatan tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Terhadap dakwaan jaksa, Zaeni  menyampaikan eksepsi pada sidang yang akan datang. (*)