Kasus: Tipikor

  • Koruptor Tak Takut Penjara tapi Takut Miskin

    Koruptor Tak Takut Penjara tapi Takut Miskin

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menunjukkan komitmen dalam mengelola aset rampasan negara secara optimal melalui mekanisme hibah dan Penetapan Status Penggunaan (PSP). Tujuannya, agar aset yang telah disita dari hasil tindak pidana korupsi dapat memberi manfaat bagi kepentingan publik.

    Atas dasar itu, KPK secara resmi menyerahkan empat aset barang rampasan negara kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Penyerahan berlangsung di Auditorium Kantor LPSK, Jakarta Timur pada Selasa, 25 Maret 2025.

    Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto mengatakan, pemanfaatan aset rampasan negara bukan hanya untuk mengoptimalkan nilai ekonomisnya, tetapi juga sebagai bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang lebih luas. Ia menegaskan, selain hukuman penjara, efek jera terhadap koruptor juga bisa diterapkan lewat perampasan aset.

    “Pada dasarnya, para pelaku tidak takut pada hukuman penjara, tetapi lebih khawatir jika mengalami kemiskinan. Oleh karena itu, pemulihan aset menjadi bagian penting dalam penegakan hukum,” kata Fitroh dalam keterangan yang diterima Rabu, 26 Maret 2025.

    Lebih lanjut, Fitroh menjelaskan, mekanisme hibah yang dilakukan ini juga merupakan upaya mitigasi risiko untuk menjaga nilai ekonomis aset rampasan, serta memperjelas pemisahan kewenangan antara eksekusi dan pengelolaan barang milik negara.

    Empat Aset Bernilai Rp3,7 Miliar

    Adapun aset rampasan negara yang diserahkan KPK ke LPSK adalah tanah dan bangunan senilai Rp3,71 miliar, yang meliputi:

    Dua bidang tanah dan bangunan seluas 320 m² dengan nilai Rp2,88 miliar. Satu unit rumah susun seluas 53 m² dengan nilai Rp664,15 juta. Satu unit rumah susun seluas 36 m² dengan nilai Rp186,6 juta.

    Proses hibah ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6/KM.6/WKN.07/2024 tertanggal 16 Desember 2024.

    LPSK Apresiasi KPK

    Ketua LPSK, Achmadi mengapresiasi KPK atas dukungan dan kepercayaan yang diberikan melalui penyerahan aset ini.

    “Terima kasih atas dukungan KPK dalam membantu pemenuhan sarana dan prasarana untuk kantor perwakilan LPSK di daerah,” ucapnya.

    Achmadi menegaskan, aset yang diberikan kepada LPSK akan dimanfaatkan untuk memperkuat perlindungan bagi saksi dan korban tindak pidana. Menurutnya, hibah aset ini bukan sekadar seremoni, tetapi langkah konkret untuk memperkuat sistem perlindungan saksi dan korban di Indonesia.

    “Dengan adanya kantor perwakilan di berbagai daerah, kami berharap dapat memberikan perlindungan lebih luas bagi masyarakat,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Djan Faridz Irit Bicara Usai Diperiksa KPK di Kasus Harun Masiku

    Djan Faridz Irit Bicara Usai Diperiksa KPK di Kasus Harun Masiku

    Djan Faridz Irit Bicara Usai Diperiksa KPK di Kasus Harun Masiku
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden,
    Djan Faridz
    irit bicara usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) terkait kasus
    Harun Masiku
    , Rabu (26/3/2025).
    Berdasarkan pantauan
    Kompas.com
    di lokasi, Djan Faridz keluar dari gedung Merah Putih KPK Jakarta pada pukul 14.04 WIB.
    Eks Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu irit bicara saat dicecar wartawan soal materi pemeriksaan di Komisi Antirasuah.
    “Tanya KPK,” kata Djan Faridz menjawab pertanyaan wartawan.
    Awak media pun mencecar Djan Faridz soal
    penggeledahan
    di kediamannya oleh penyidik KPK.
    Namun, lagi-lagi ia meminta wartawan untuk menanyakan pemeriksaannya kepada KPK.
    Ia juga enggan menjawab saat ditanya soal komunikasi dengan Harun Masiku.
    “Tanya sama penyidiknya, kok tanya sama saya, yang meriksa dia,” kata Djan Faridz.
    Adapun Djan Faridz diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pergantian antar-waktu (PAW) Anggota DPR RI 2019 – 2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
    Ia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka eks calon anggota legislatif (caleg) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Harun Masiku dan pengacara PDI-P, Donny Tri Istiqomah.
    Djan Faridz sempat menjadi sorotan karena rumahnya digeledah penyidik KPK, pada Rabu (22/1/2025) lalu.
    Dari penggeledahan tersebut, penyidik Komisi Antirasuah menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.
    “Informasi yang kami dapatkan dari penyidik, ditemukan dan disita dokumen serta barang bukti elektronik,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis 23 Januari 2025.
    Adapun kasus Harun Masiku terungkap ketika KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
    Dari hasil operasi, tim KPK menangkap 8 orang dan menetapkan 4 orang sebagai tersangka.
    Empat tersangka tersebut adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saiful Bahri, dan Harun Masiku.
    Hingga kini Harun Masiku masih buron.
    Adapun KPK melakukan pengembangan perkara dan menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka.
    Hasto kini tengah diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
    Sementara Donny belum ditahan KPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Teka-teki Calon Sekjen PDIP Baru Pengganti Hasto Jelang Kongres

    Teka-teki Calon Sekjen PDIP Baru Pengganti Hasto Jelang Kongres

    Bisnis.com, JAKARTA – PDIP berencana untuk menggelar kongres pada bulan depan atau April 2025, meski Sekjen Hasto Kristiyanto saat ini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Meski sempat simpang siur, Ketua DPP PDIP Komarudin mengatakan kongres yang digelar setiap lima tahun sekali tersebut rencananya akan digelar sesuai jadwal. 

    Menurutnya, pelaksaan kongres PDIP tetap berlangsung walaupun ada prahara yang melanda internal partai, yaitu Sekjen Hasto Kristiyanto yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku.

    “Enggak ada [dampak Hasto terhadap gelaran kongres PDIP]. Kongres jadwal biasa di setiap lima tahun sekali, tidak ada pengaruh, kongres tetap jalan sesuai rencana,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).

    Meski demikian, legislator PDIP itu megatakan dirinya masih belum tahu kapan tanggal pasti pelaksanan kongres. Dia menyebut memang ada rencana kongres PDIP digelar pada April mendatang.

    “Saya tidak tahu, belum tahu kapan itu ada rencana tapi waktunya tidak tahu,” ucapnya.

    Senada, Ketua DPP PDIP Puan Maharani juga belum bisa memberikan kepastian tanggal digelarnya Kongres. Dia mengatakan ada kemungkinan diselenggarakan pada April, tetapi masih menunggu Lebaran.

    “InsyaAllah [April]. Belum tahu. Tunggu lebaran,” tutur dia di tempat yang sama.

    Di lain sisi, Puan menyebut dalam kongres mendatang pihaknya akan menentukan pengganti Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen PDIP.

    “Ya pasti [bahas Sekjen], di Kongres kan harus ada pembaharuan struktur dari atas ke bawah,” tutup putri Ketua Umum Megawati Soekarnoputri tersebut.

    Siapa Sosok Pengganti Hasto?

    Salah satu agenda yang ditunggu-tunggu dalam kongres PDIP tak lain adalah memastikan siapa sosok yang akan menggantikan Hasto sebagai Sekjen PDIP.

    Komarudin Watubun mengungkapkan hingga sejauh ini dirinya belum mengetahui siapa kandidat terkuat untuk menjadi pengganti Hasto Kristiyanto. Nantinya, ujar dia, Sekjen akan dipilih oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan akan diumumkan dalam Kongres mendatang. 

    “Saya belum tahu ya itu nanti [diumumkan] di Kongres, Sekjen itu Ketua Umum terpilih yang akan menentukan siapa saja,” tuturnya.

    Lebih lanjut, dia pun enggan membocorkan siapa saja kader PDIP yang dicalonkan menjadi Sekjen partai. Dia hanya menyebut silakan saja para kader bertarung bila ingin menjadi Sekjen.

    “Ya kader [PDIP] banyak, silakan bertarung mau menjadi sekjen. Silakan saja,” ucap Komarudin.

    Dia pun turut menerangkan bahwa dalam Kongres nantinya hanya akan memilih ketua umum saja. Sementara itu, seluruh pengurus termasuk sekjen akan dipilih oleh ketua umum.

    Senada, Ketua DPP PDIP Puan Maharani juga mengatakan di Kongres mendatang pihaknya akan menentukan pengganti Hasto sebagai sekjen.

    “Ya pasti [bahas Sekjen], di Kongres kan harus ada pembaharuan struktur dari atas ke bawah,” katanya di tempat yang sama.

    Diberitakan sebelumnya, PDIP belum berencana mencari calon pengganti untuk mengisi posisi sekretaris jenderal atau sekjen setelah Hasto Kristiyanto ditahan KPK.

    Ketua PDIP bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy mengemukakan bahwa tugas dan fungsi Sekjen PDIP kini dipegang langsung Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

    Menurutnya, PDIP tidak akan menunjuk Plt Sekjen meskipun Hasto Kristiyanto ditahan penyidik KPK terkait kasus gratifikasi dan merintangi penyidikan.

    “Semua kegiatan dan aktivitas partai saat ini dipimpin langsung oleh Bu Megawati,” tuturnya di DPP PDIP Jakarta, Kamis (20/2/2025).

    Sementara itu, Komarudin Watubun meminta seluruh kader PDIP agar tetap bersiaga dan solid serta hadir ketika dibutuhkan oleh partai.

    “Semua kader PDIP harus tetap solid dan bersiaga ketika dibutuhkan,” katanya.

    Komarudin memastikan ribuan kader PDIP bakal terus mengawal perkara terkait Hasto Kristiyanto di KPK.

    “Kita akan terus mengawal Pak Hasto,” ujar Komarudin.

    Hasto Minta Dipindah ke Rutan Salemba

    Hasto Kristiyanto, melalui penasihat hukumnya, mengajukan pemindahan penahanan ke Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat dari sebelumnya di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy mengatakan di rutan KPK, akses kliennya terbatas untuk bertemu dengan kolega.

    “Hanya dibatasi untuk pengacara dan keluarga, sedangkan mohon izin yang mulia, bahwa Pak Hasto memiliki banyak kolega atau sahabat yang ingin juga memberi semangat,” ujar Ronny dalam sidang pembacaan nota keberatan atau eksepsi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

    Merespons permintaan tersebut, Hakim Ketua Rios Rahmanto menyampaikan apabila alasan permohonan pemindahan hanya terkait hak kunjung, maka penasihat hukum Hasto bisa mengajukan permintaan mengenai izin kolega yang akan mengunjungi Hasto.

    Namun, Hakim Ketua menjelaskan permintaan tersebut harus dijelaskan secara detail siapa orang yang akan berkunjung.

    “Artinya mungkin tidak semuanya diizinkan, kalau semuanya dibiarkan nanti otomatis dari aspek keamanan perlu dipertimbangkan. Kalau memang jelas siapa yang mengajukan, mungkin bisa majelis pertimbangkan,” ucap Hakim Ketua.

    Dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan pemberian suap, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka pada rentang waktu 2019-2024.

    Hasto diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Selain menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu pada rentang waktu 2019-2020.

    Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) calon legislatif terpilih asal Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019—2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • JPU Kembalikan Berkas Perkara Kades Kohod ke Bareskrim Polri

    JPU Kembalikan Berkas Perkara Kades Kohod ke Bareskrim Polri

    Bisnis.com, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung kembalikan berkas perkara terdakwa kasus pagar laut Kepala Desa Kohod Arsin ke Bareskrim Polri.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyebut berkas perkara itu masih kekurangan syarat formil dan materil, sehingga dikembalikan lagi ke penyidik di Bareskrim Polri untuk dilengkapi kembali disertai petunjuk JPU sebelum dinyatakan lengkap (P21).

    “Adapun berkas perkara yang dikembalikan ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan penggunaannya dalam proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM) di atas wilayah perairan laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang,” tuturnya di Jakarta, Selasa (25/3).

    Menurut Harli, berdasarkan analisis JPU, telah terungkap adanya indikasi kuat ihwal penerbitan SHM, SHGB, serta izin PKK-PR telah dilakukan secara melawan hukum. 

    Dia menjelaskan dugaan tersebut meliputi  dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi ihwal penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod.

    “Selain itu juga ditemukan potensi kerugian keuangan negara dan juga kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal,” kata Harli.

    Ditambah lagi, kata Harli, termasuk soal penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKK-PR Laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    “Berdasarkan hasil analisis hukum, Jaksa Penuntut Umum memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur UU Tipikor,” ujarnya.

  • Kejagung Kembalikan Berkas Perkara Pagar Laut Tangerang ke Bareskrim, Kenapa?

    Kejagung Kembalikan Berkas Perkara Pagar Laut Tangerang ke Bareskrim, Kenapa?

    loading…

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama TNI Angkatan Laut (AL) melakukan pembongkaran pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, hari ini, Rabu (22/1/2025). FOTO/DOK.SindoNews

    JAKARTA – Kejaksaan Agung ( Kejagung ) mengembalikan berkas perkara kasus dugaan pemalsuan sertifikat pagar laut Tangerang dengan tersangka Kades Kohod, Arsin dan kawan-kawan kepada Bareskrim Polri. Pengembalian ini disertai petunjuk untuk menindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi.

    “Pengembalian berkas ini dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 110 ayat (2), (3), dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP guna dilengkapi dalam jangka waktu 14 hari,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya, Rabu (26/3/2025).

    Harli menjelaskan, berkas perkara yang dikembalikan ini berkaitan dengan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen dan/atau penggunaannya dalam proses penerbitan sertifikat hak milik(SHM) di atas wilayah perairan laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang.

    “Dugaan ini mencuat karena sertifikat tersebut diduga digunakan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah dalam proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland,” ujarnya.

    Menurutnya, Analisis Jaksa Penuntut Umum mengungkap adanya indikasikuat bahwa penerbitan SHM, SHGB, serta izin PKK-PR darat dilakukan secara melawan hukum. Dugaan tersebut, lanjut dia, meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk kepala desa dan sekretaris Desa Kohod.

    “Selain itu, ditemukan potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal,” katanya.

    “Hal ini termasuk penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKK-PR Laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” imbuhnya.

    Oleh karena itu, Kejagung memberikan petunjuk agar penyidikan tersebut bisa ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi. “Berdasarkan hasil analisis hukum, Jaksa Penuntut Umum memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor,” katanya.

    Sebagai informasi, dalam perkara ini, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menetapkan empat orang sebagai tersangka yakni Arsin bin Asip selaku Kades Kohod, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, CP dan SE selaku penerima kuasa.

    Adapun penetapan tersangka itu dilakukan setelah Dittipidum Bareskrim Polri melakukan gelar perkara terkait kasus pemalsuan dokumen SHGB dan SHM di wilayah perairan Tangerang dengan mencatut identitas milik warga Desa Kohod.

    (abd)

  • 1
                    
                        Pengakuan Hakim Pembebas Ronald Tannur: Nyaris Bunuh Diri Sebelum Ungkap Suap
                        Nasional

    1 Pengakuan Hakim Pembebas Ronald Tannur: Nyaris Bunuh Diri Sebelum Ungkap Suap Nasional

    Pengakuan Hakim Pembebas Ronald Tannur: Nyaris Bunuh Diri Sebelum Ungkap Suap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pengakuan mengejutkan datang dari
    Erintuah Damanik
    , Ketua majelis hakim yang memutus bebas terdakwa kasus pembunuhan terhadap Dini Sera Afrianti,
    Ronald Tannur
    .
    Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025), Erintuah mengaku pernah mencoba bunuh diri lantaran terlibat kasus suap penanganan perkara Ronald Tannur.
    Pengakuan ini disampaikan Erintuah saat dihadirkan sebagai saksi mahkota atau terdakwa yang saling bersaksi untuk terdakwa lainnya. Saat itu, Erintuah menjadi saksi untuk hakim Heru Hanindyo.
    Dalam sidang vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah merupakan hakim ketua yang memimpin sidang bersama hakim Heru dan hakim Mangapul sebagai anggota.
    “Apa yang mendorong saudara untuk mengakui semua perbuatan saudara saat itu?” tanya jaksa dalam sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa.
    “Jadi sebagaimana yang diterangkan oleh Pak Heru, saya pernah mau bunuh diri pak. Saya mau bunuh diri akhirnya kemudian enggak jadi, terus saya baca Alkitab Pak, kebetulan saya Nasrani, saya baca Alkitab,” kata Erintuah.
    “Dari hasil kontemplasi saya itu pak, akhirnya kemudian, udah, saya lebih baik saya melakukan apa yang saya lakukan, daripada menyembunyikan sesuatu yang busuk tetapi nanti berdampak kepada anak-anak dan istri saya,” ujarnya lagi.
    Di hadapan majelis hakim, Erintuah yang kini menjadi pesakitan itu mengaku bahwa dia memperoleh kekuatan untuk mengakui perbuatannya dalam perkara Ronald Tannur.
    Usai membaca Alkitab, dia pun akhirnya mau membongkar fakta dan mengakui penerimaan uang atas perkara pembunuhan Ronald Tannur yang diadili bersama Heru dan Mangapul.
    “Karena dalam Alkitab saya dikatakan bahwa itu adalah kutuk pak. Hentikan kutuk ini sampai di sini, jangan sampai ke anak-anak, cucu saya,” kata Erintuah.
    “Itulah kemudian yang mendorong saya dan kemudian ketika saya di BAP penyidikan pak saya tunjukan ayat-ayat Alkitab itu kepada penyidik, saya mengaku,” ujarnya lagi.
    Mendengar pengakuan itu, Jaksa lantas mendalami pembicaraan Erintuah dengan Heru sebelum dilakukan penangkapan oleh Kejaksaan Agung.
    Erintuah menyatakan bahwa Heru tetap tidak ingin mengakui bahwa penerimaan uang dari Lisa Rahmat terkait vonis bebas Ronald Tannur.
    “Apa pembicaraan pada waktu itu terhadap penangkapan ini? Apakah mau mengakui terus terang atau bagaimana?” tanya jaksa.
    “Jadi, waktu itu Heru menyatakan
    fight
    bang ya,
    fight, fight
    , dia bilang. Pokoknya jangan mengaku atau nanti kita ngajukan praperadilan karena penangkapan ini tidak sah karena ini bukan operasi tangkap tangan gitu,” jawab Erintuah menirukan komunikasinya dengan Heru.
    “Terus terhadap penerimaan uang? terdakwa Heru ada menyampaikan?” tanya jaksa mendalami.
    “Ya itu namanya
    fight
    pak,
    fight
    , jangan mengaku,” jawab Erintuah.
    Kepada jaksa, Erintuah juga mengaku, menyampaikan hasil kontemplasi pembacaan Alkitab itu ke Mengapul.
    Dia mengatakan, akhirnya Mangapul juga mau ikut mengakui penerimaan duit terkait vonis bebas Ronald Tannur tersebut.
    “Kami bersebelahan, jadi pada waktu mau dibawa ke Jakarta kebetulan Heru duluan dibawa ke Jakarta baru kemudian saya, baru Pak Mangapul. Jadi, setelah si Heru dibawa ke Jakarta, saya menemui Mangapul,” kata Erintuah.
    “Saya bilang, kebetulan kalau saya sama dia pak, kebetulan dia marga ibu saya, saya bilang, ‘le, terserah kalau kau mau ngaku apa tidak silakan, tapi aku akan mengaku karena itu hasil kontemplasi saya dan ini ayat-ayat yang saya’. Saya tujukan pak ayat-ayat waktu itu, ini ayat-ayatnya hasil kontemplasi saya dan saya harus mengaku, saya bilang. Baru kemudian dia ngaku, baru kemudian Mangapul ngaku,” ujarnya lagi.
    Keterangan Mangapul ini pun langsung dibantah Heru Hanindyo. Hakim nonaktif PN Surabaya itu menyatakan tidak pernah menerima uang atas vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.
    “Saya tidak pernah menerima sama sekali Pak,” jawab Heru.
    Mendengar jawaban itu, Jaksa mencecar Heru soal adanya pemberian uang dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.
    “Dari Lisa Rachmat?” tanya jaksa.
    “Tidak pernah saya menerima, sama sekali,” jawab Heru.
    Kepada jaksa, Heru menyatakan bahwa Lisa tidak pernah menyampaikan terkait uang. Dia menyebut, Lisa hanya menyampaikan ucapan terima kasih terkait konsultasi dalam perkara perdata.
    “Beliau tidak ada menyampaikan sesuatu apa pun, kecuali memberikan
    flashdisk
    ya. Beliau menyampaikan bahwa, ‘bapak terima kasih ya waktu di Jakarta sering saya tanya, bapak sering bantu, nanya kalau atau apa’. Ya saya jawab, saya bilang, ‘sama-sama, saya juga banyak belajar dari situ’,” kata Heru.
    “Kemudian, terkait keterangan Bu Lisa berniat memberikan uang kepada Pak Heru?” cecar jaksa melanjutkan.
    Kepada jaksa, Heru menegaskan bahwa dirinya tidak pernah membicarakan soal duit terkait vonis bebas Ronald Tannur dengan Lisa Rachmat.
    Jaksa pun menggali berita acara pemeriksaan (BAP) Lisa Rachmat yang sempat mengaku memberikan uang kepada Heru.
    ‘BAP pertama kan Bu Lisa mengatakan menyerahkan sejumlah uang kurang lebih 120.000 dollar Singapura, awalnya tersampaikan kepada Pak Heru, kemudain di BAP kedua dicabut, tidak jadi menyerahkan tapi sempat tersampaikan ke Pak Heru?” tanya jaksa mendalami.
    “Saya tidak memperhatikan hal itu pak, jelas ya. Jadi saya tidak ada membicarakan masalah uang dengan Bu Lisa, tidak ada,” kata Heru.
    “Sekali lagi saya tidak pernah membicarakan masalah uang dengan Bu Lisa, hanya membahas hal yang tadi saya sampaikan,” ujarnya lagi menegaskan.
    Sebagai informasi, tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya itu didakwa menerima suap sebesar Rp 4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.
    Selain suap, ketiganya juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dollar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
    Ketiganya didakwa dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Kembalikan Berkas Kasus Pagar Laut Tangerang ke Bareskrim – Page 3

    Kejagung Kembalikan Berkas Kasus Pagar Laut Tangerang ke Bareskrim – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembalikan berkas perkara terkait dugaan pemalsuan sertifikat di wilayah pagar laut Tangerang kepada Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (25/3), mengatakan berkas yang dikembalikan itu atas nama tersangka Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, serta SP dan CE selaku penerima kuasa.

    “Berdasarkan hasil analisis hukum, jaksa penuntut umum (JPU) memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor,” katanya seperti dilansir Antara.

    Dia mengatakan berdasarkan hasil analisis JPU pada Jampidum, terdapat indikasi kuat bahwa penerbitan sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), dan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) darat dilakukan secara melawan hukum.

    “Dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod,” ucapnya.

    Selain itu, JPU juga menemukan potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal.

    “Hal ini termasuk penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKKPR laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terangnya.

     

  • Terungkap Hakim Pembebas Ronald Tannur Ingin Bunuh Diri Sebelum Akui Suap

    Terungkap Hakim Pembebas Ronald Tannur Ingin Bunuh Diri Sebelum Akui Suap

    Jakarta

    Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Erintuah Damanik, mengaku sempat mencoba bunuh diri. Erintuah mengatakan dia sempat ingin bunuh diri sebelum akhirnya mengakui menerima duit untuk vonis bebas Gregorius Ronald Tannur.

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa tiga hakim PN Surabaya menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

    Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.

    Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

    Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap bahwa vonis bebas itu diberikan akibat suap.

    Jaksa juga telah mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.

    Kini, giliran Erintuah dihadirkan sebagai saksi mahkota atau terdakwa yang saling bersaksi untuk terdakwa lainnya, Heru Hanindyo. Dalam sidang vonis bebas Ronald Tannur, Erintuah merupakan hakim ketua dengan Mangapul dan Heru sebagai anggota.

    “Apa yang mendorong saudara untuk mengakui semua perbuatan saudara saat itu?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (25/3/2025).

    “Jadi sebagaimana yang diterangkan oleh Pak Heru, saya pernah mau bunuh diri, Pak. Saya mau bunuh diri akhirnya kemudian nggak jadi, terus saya baca Alkitab, Pak. Kebetulan saya Nasrani, saya baca Alkitab. Dari hasil kontemplasi saya itu, Pak, akhirnya kemudian, udah, saya lebih baik saya melakukan apa yang saya lakukan, daripada menyembunyikan sesuatu yang busuk tetapi nanti berdampak kepada anak-anak dan istri saya,” jawab Erintuah.

    Dia mengaku takut keluarganya terkutuk. Dia berharap masalah yang terjadi berakhir pada dirinya.

    “Karena dalam Alkitab saya dikatakan bahwa itu adalah kutuk, Pak. Hentikan kutuk ini sampai di sini, jangan sampai ke anak-anak-cucu saya. Itulah kemudian yang mendorong saya dan kemudian ketika saya di BAP penyidikan, Pak, saya tunjukkan ayat-ayat Alkitab itu kepada penyidik, saya mengaku,” ujar Erintuah.

    Jaksa kemudian mendalami pembicaraan Erintuah dengan Heru. Erintuah mengatakan Heru bersikeras tak mau mengakui penerimaan duit terkait vonis bebas Ronald Tannur.

    “Jadi waktu itu Heru menyatakan fight, Bangm ya, fight, fight, dia bilang. Pokoknya jangan mengaku atau nanti kita ngajukan praperadilan karena penangkapan ini tidak sah karena ini bukan OTT gitu,” jawab Erintuah.

    “Terus terhadap penerimaan uang? terdakwa Heru ada menyampaikan?” tanya jaksa.

    “Ya itu namanya fight, Pak, fight, jangan mengaku,” jawab Erintuah.

    Erintuah mengaku menyampaikan hasil kontemplasi pembacaan Alkitab itu ke Mengapul. Dia mengatakan Mangapul lalu ikut mengakui penerimaan duit terkait vonis bebas Ronald Tannur ini.

    “Saya bilang, kebetulan kalau saya sama dia pak, kebetulan dia marga ibu saya, saya bilang, ‘Lae, terserah kalau kau mau ngaku apa tidak, silakan, tapi aku akan mengaku karena itu hasil kontemplasi saya dan ini ayat-ayat yang saya’. Saya tunjukkan, Pak, ayat-ayat waktu itu, ini ayat-ayatnya hasil kontemplasi saya dan saya harus mengaku, saya bilang. Baru kemudian dia ngaku, baru kemudian Mangapul ngaku,” ujar Erintuah.

    Tawaran dari Hakim Heru

    Foto: Sidang kasus suap vonis bebas Ronald Tannur (Mulia/detikcom)

    Erintuah juga menyebut Heru pernah menawarkan jaminan biaya sekolah anak. Dia mengatakan Heru meminta dirinya tak menyebut nama Heru dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Hal itu disampaikan Erintuah saat bertanya ke Heru. Kali ini, Heru dihadirkan sebagai saksi mahkota atau terdakwa yang saling bersaksi untuk terdakwa lainnya, Erintuah dan Mangapul.

    Dalam sidang vonis bebas Ronald Tannur, Erintuah merupakan hakim ketua dengan Mangapul dan Heru sebagai anggota. Heru membantah pernah meminta Erintuah untuk menyebutkan jika dia yang membuat putusan vonis Ronald.

    Erintuah kemudian menyebut Heru menawarkan untuk membiayai sekolah hingga pernikahan anaknya asal nama Heru tak disebut terkait penerimaan duit vonis bebas Ronald. Heru membantah mengatakan hal tersebut.

    “Apakah saudara pernah menemui saya, bertemu kita pada saat sidang pertama di lantai ground dan meminta kepada saya untuk tidak menyebut-nyebut namamu, katakan nanti bang, ‘Memang saya mau diserahkan uang, tetapi saya tidak mau. Nanti biaya anak-anakmu untuk kuliah atau nikah saya tanggung’?” tanya Erintuah.

    “Saya tidak pernah menanyakan seperti itu,” jawab Heru.

    Heru juga membantah pernah menemui istri Erintuah. Mendengar itu, Erintuah mengatakan istrinya bisa dihadirkan dalam persidangan jika diperlukan keterangannya.

    “Apakah hal yang sama juga pernah saudara katakan kepada istri saya?” tanya Erintuah.

    “Saya tidak pernah ketemu sama istri bapak,” jawab Heru.

    Heru kemudian membantah dirinya berada di ruang kerja Mangapul saat pembagian duit terkait vonis bebas Ronald Tannur. Heru membantah menyerahkan uang ke Erintuah.

    “Ketika di ruangan Pak Mangapul, apakah, sekali lagi saya tanya, sebetulnya sudah ditanya, nurani saudara yang menjawab, apakah saudara hadir nggak di situ dalam pembagian itu?” tanya Erintuah.

    “Saya tidak pernah melihat,” jawab Heru.

    “Apakah setelah itu saudara ada menyerahkan uang sama saya 500 dolar Singapura di luar itu, karena merasa bahwa bagian saya belum memadai?” tanya Erintuah.

    “Saya nggak pernah,” jawab Heru.

    Hakim Heru Jelaskan Duit yang Disita

    Foto: Heru Hanindyo (Mulia Budi/detikcom)

    Hakim Heru juga menjelaskan soal uang tunai yang ditemukan penyidik Kejaksaan Agung RI saat melakukan penggeledahan. Heru mengaku terbiasa menyimpan uang tunai dalam tas untuk kebutuhan sehari-hari.

    “Pernah dilakukan penggeledahan ya oleh penyidik ya?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

    “Betul,” jawab Heru.

    Heru lalu memberikan penjelasan. Heru mengatakan uang USD 2.200 di rumahnya merupakan uang pulang dari dinas luar negeri.

    “Saya jelaskan. Ada uang, Yang Mulia, USD 2.200 itu uang pulang dari dinas luar negeri. Ada uang 100 ribu Yen pecahan 10 ribu, itu uang yang saya pakai biasanya kalau transit di Haneda atau di Jepang,” jawab Heru.

    Heru mengatakan uang SGD 9.100 merupakan uang titipan dari kakaknya, Ambar, untuk dibelikan tas. Namun, dia batal membelikan tas itu karena tak ada outlet premium di Spanyol.

    “Kemudian, ada uang 9.100 dolar Singapura, itu uangnya kakak saya, dititip, ‘tolong belikan saya tas di premium outlet’, karena kalau saya dinas ke US atau saya dinas ke Austria atau Swiss itu ada namanya premium outlet. Premium outlet itu harganya murah, free tax,” kata Heru.

    Sepulang dari dinas luar negeri, Heru mengaku tidak sempat bertemu dengan kakak iparnya. Heru juga mengatakan dirinya pergi ke Bali dan kakaknya kembali menitip untuk dibelikan kain Bali yang sama seperti di rumahnya.

    Heru mengaku membelikan dua kain Bali untuk kakaknya tersebut. Dia mengklaim sisanya akan dikembalikan ke kakaknya dan diletakkan di atas koper Heru.

    “Saya belikan dua, uang itu saya taruh di atas meja di bawah koper saya yang baru saja pulang dari Eropa, nanti saya bilang sama saudara saya, ‘Mas Muh, kalau nanti datang Mbak Ambar atau suaminya, tolong ini kasihkan ya, ini ada uangnya, uangnya kemarin nggak jadi terbelikan, nanti kalau dia mampir ke sini tolong sampaikan dan berikan’,” imbuh Heru.

    Heru mengaku terbiasa menyimpan uang tunai untuk keperluan sehari-hari. Uang itu disimpan dalam empat tas dan satu koper.

    “Terus kemudian saya terbiasa menaruh uang untuk kehidupan sehari hari, makan, Go-Jek, Go-Food, itu ada 4 tas saya, satu koper, koper kabin merek Tumi warna hitam, di situ pasti ada uang pecahan Rp 100 ribu dan pecahan Rp 50 ribu. Jadi start awalnya pasti Rp 15 juta,” ujar Heru.

    “Kemudian di ransel, di ransel saya itu juga sama ada yang Rp 100 ribu, ada Rp 50 ribu. Kemudian, di tas kerja saya, itu tas hijau biasanya bisa jadi ransel atau jadi tenteng, itu juga sama, saya biasanya saya taruh Rp 100 ribuan, Rp 50 ribuan, itu yang biasa saya taruh ke kantor,” ujar Heru.

    Sementara uang tunai yang berada di dalam koper, menurut Heru, merupakan uang hasil bagi usaha warung milik orang tuanya. Dia mengatakan jumlah uang dalam tas dan koper itu sudah berkurang karena sudah digunakan.

    “Nah kemudian, di dalam koper hitam saya itu ada uang cash Rp 70 juta, di mana Rp 20 juta itu udah memang ada sekitar 30 atau 40 itu memang saya selalu memang ada uang cash. Rp 50 juta saya dapat itu waktu sebelumnya saya ke Bali, saya minta uang yang dibagi hasil dari warungnya orang tua,” ujar Heru.

    Dia menjelaskan momen ketika penyidik melakukan penggeledahan. Heru menjelaskan mengapa terdapat uang yang berada di mobil.

    “Itu saya digeledah, Yang Mulia, hari Rabu, tanggal 23. Saya berpikir hari Jumat setelah apel, saya berangkat. Kenapa ada di mobil? Mobil itu selalu saya taruh kalau nggak di bandara, di Stasiun Pasar Turi,” katanya.

    “Jadi kalau pulangnya langsung, atau malam, sudah ada pakai mobil itu. Itulah uang-uang yang bisa saya sampaikan yang digeledah. Jadi yang di koper itu maupun di tas apa, pasti sudah berkurang jumlahnya karena sudah digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,” tambah Heru.

    Halaman 2 dari 3

    (haf/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • ‘Perseteruan’ Dua Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur

    ‘Perseteruan’ Dua Hakim Pemvonis Bebas Ronald Tannur

    JAKARTA – Dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya saling adu argumen dalam persidangan kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Keduanya yakni Erintuah Damanik dan Heru Hanindyo.

    Perseteruan yang dimaksudkan yakni saling adu argumen ketika Heru menjadi saksi mahkota untuk Erintuah Damanik dan Mangapul.

    Bermula Erintuah mempertanyakan ingatan Heru mengenai proses persidangan kasus pembunuhan dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur.

    “Saudara saksi, masih saudara ingat ketika pembacaan putusan?” ujar Erintuah dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 25 Maret.

    “Ingat,” jawab Heru yang kemudian langsung ditimpali Erintuah “Siapa yang membacakan putusan?”

    “Dibacakan pembukaan oleh pak Erin, lalu dilanjutkan oleh saya, dan kembali lagi ke pak Erin,” kata Heru.

    Kemudian, disinggung juga mengenai siapa yang meminta berkas putusan Ronald Tannur direvisi usai dibacakan. Saat itu, Heru pun mengamini bila dirinya yang memintanya.

    Kemudian, menjelaskan alasannya karena ada catatan-catatan yang yang belum masuk dalam berkas putusan tersebut.

    “Saudara mengatakan setelah merivisi kalo ada yang nanya siapa yang membuat putusan ini, katakan bahwa saya yang membuat putusan?” singgung Erintuah.

    “Saya ngga tau pak. Saya merasa tidak ngomong begitu karena draf dari pak Erin,” sahut Heru.

    “Ketika saudara merevisi putusan, apakah ketika itu ada saudara bertanya direkam ngga suara ku bang?” tanya Erintuah.

    “Saya bertanya pada saat putusan itu kita merekam atau tidak,” Jawab Heru.

    “Ada saudara mengatakan?” cecar Erintuah yang kemudian diamini Heru “Betul”.

    Lalu, Erintuah menyinggung soal momen pertemuannya dengan Heru yang meminta agar tak menyebut tak menyeret namanya. Bahkan, Heru berjanji akan membiayai pendidikan dan pernikahan anaknya.

    “Apakah saudara pernah menemui saya bertemu kita saat sidang pertama di lantai ground dan meminta kepada saya untuk tidak menyebut nama mu dengan katakan ‘Bang memang saya mau diserahkan uang tetap saya tidak mau. Nanti biaya anak-anak mu untuk kuliah atau nikah saya tanggung’,” singgung Erintuah.

    “Saya tidak pernah mengatakan itu,” jawab Heru.

    “Apakah hal yang sama pernah saudara katakan kepada istri saya?” cecar Erintuah.

    “Saya tidak pernah ketemu sama istri bapak,” kata Heru.

    “Baik kalo perlu istri saya juga dihadirkan di persidangan,” timpal Erintuah.

  • KPK Geledah Kantor-Rumah Dinas Bupati Ogan Komering Ulu, Ini Barang Bukti yang Disita

    KPK Geledah Kantor-Rumah Dinas Bupati Ogan Komering Ulu, Ini Barang Bukti yang Disita

    PIKIRAN RAKYAT – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan serangkaian penggeledahan terkait kasus dugaan suap dan pemotongan anggaran pada proyek di Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan (Sumsel). Penggeledahan dilakukan sejak 19 hingga 24 Maret 2025.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan, penyidik menyita barang bukti elektronik (BBE) hingga dokumen pokok pikiran (pokir) DPRD OKU tahun 2025. Kuat dugaan barang bukti tersebut ada kaitannya dengan kasus korupsi yang tengah diusut KPK.

    “Hasil geledah ditemukan dan disita BBE dan Dokumen diantaranya Dokumen terkait Pokir DPRD OKU tahun 2025, dokumen kontrak 9 proyek pekerjaan, voucher penarikan uang, dan lain-lain” kata Tessa kepada wartawan, Selasa, 25 Maret 2025.

    Berikut lokasi-lokasi yang digeledah penyidik KPK:

    19 Maret 2025

    – Kantor PUPR Kabupaten OKU
    – Komplek perkantoran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKU (Kantor bupati, kantor sekda dan kantor BKAD)
    – Rumah dinas Bupati

    20 Maret 2025

    – Kantor DPRD OKU
    – Bank sumsel Babel kcp baturaja
    – Rumah tersangka UMI
    – Kantor Dinas Perkim

    21 Maret 2025

    – Rumah tersangka NOP
    – Rumah tersangka MF
    – Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip
    – Rumah kepala dinas perpus dan arsip
    – Kantor Bank BCA KCP baturaja
    – Rumah saudara A
    – Rumah saudara AS

    22 Maret 2025

    – Rumah saudara M
    – Rumah tersangka F
    – Rumah tersangka MFZ
    – Rumah saudara RF

    24 maret 2025

    – Rumah saudara MI
    – Rumah saudara AT
    – Rumah saudara I

    Enam Orang Tersangka

    KPK menahan enam tersangka dalam kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, pada Minggu, 16 Maret 2025. Praktik rasuah tersebut terbongkar melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan tim lembaga antirasuah pada Sabtu, 15 Maret 2025.

    Empat orang tersangka berstatus sebagai penerima suap yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU Nopriansyah (NOV), Ketua Komisi III DPRD OKU M. Fahrudin (MFR), Anggota Komisi III DPRD OKU Ferlan Juliansyah (FJ), dan Ketua Komisi II DPRD OKU Umi Hartati (UH). Dua tersangka lainnya dari pihak swasta yaitu M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).

    “Penyidik selanjutnya melakukan penahanan terhadap enam tersangka tersebut selama 20 hari terhitung mulai tanggal 16 Maret sampai dengan 4 April 2025,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers, Minggu, 16 Maret 2025.

    Setyo mengatakan, pada Januari 2025 dilakukan pembahasan RAPBD OKU Tahun Anggaran (TA) 2025. Selanjutnya, agar RAPBD TA 2025 dapat disahkan, beberapa perwakilan DPRD menemui pihak Pemda.

    “Pada pembahasan tersebut perwakilan dari DPRD meminta jatah pokir (Pokok Pikiran) seperti tahun sebelumnya,” ucap Setyo.

    Setyo menyebut, ada kesepakatan jatah pokir diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum sebesar Rp45 miliar dengan pembagian, yakni ketua dan wakil ketua mendapat Rp5 miliar dan anggota mengantongi Rp1 miliar.

    Akan tetapi, diungkapkan Setyo, nilainya turun menjadi Rp35 miliar karena keterbatasan anggaran, dengan fee sebesar 20 persen untuk jatah Anggota DPRD, sehingga total fee adalah sebesar Rp7 miliar.

    “Saat APBD TA 2025 disetujui, anggaran Dinas PUPR naik dari pembahasan awal Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar,” kata Setyo.

    Setyo mengungkapkan, sudah menjadi praktik umum di Pemda OKU adanya parktik jual beli proyek dengan memberikan sejumlah fee kepada Pejabat Pemda OKU dan/atau DPRD.

    Terkait dengan proyek jatah DPRD, Nopriansyah mengondisikan fee atau jatah dari DPRD itu pada 9 proyek yang dikondisikan pengadaannya menggunakan e-katalog, sebagai berikut:

    Rehabilitasi Rumdin Bupati senilai Rp 8,397,563,094.14, dengan Penyedia CV Royal Flush. Rehabilitasi Rumdin Wakil Bupati Rp 2,465,230,075.95, dengan Penyedia CV Rimbun Embun. Pembangunan Kantor Dinas PUPR Kab OKU senilai Rp 9,888,007,167.69 dengan Penyedia CV Daneswara Satya Amerta. Pembangunan jembatan Desa Guna Makmur senilai Rp 983,812,442.82 dengan Penyedia CV Gunten Rizky. Peningkatan jalan poros Desa Tanjung Manggus – Desa Bandar Agung senilai Rp4,928,950,500.00 dengan Penyedia CV Daneswara Satya Amerta. Peningkatan jalan desa Panai Makmur – Guna Makmur senilai Rp 4,923,290,484.24 dengan Penyedia CV Adhya Cipta Nawasena. Peningkatan jalan unit XVI – Kedaton Timur Rp 4,928,113,967.57 dengan penyedia CV MDR Coorporation. Peningkatan jalan Let. Muda M. Sidi Junet Rp 4,850,009,358.12 dengan penyedia CV Berlian Hitam. Peningkatan jalan Desa Makarti tama Rp 3,939,829,135.84 dengan penyedia CV MDR Coorporation.

    “Bahwa Saudara N kemudian menawarkan 9 proyek tersebut kepada MFZ (M. Fauzi alias Pablo) dan ASS (Ahmad Sugeng Santoso) dengan komitmen fee sebesar 22% yaitu 2% untuk Dinas PUPR dan 20% untuk DPRD,” ucap Setyo.

    “Saudara N kemudian mengkondisikan pihak swasta yang mengerjakan dan PPK untuk menggunakan CV yang ada di Lampung Tengah, kemudian penyedia dan PPK melakukan penandatanganan kontrak di Lampung Tengah,” tuturnya melanjutkan.

    Tagih Duit Jelang Idulfitri

    Menjelang Hari Raya Idulfitri, Pihak DPRD yang diwakili Ferlan Juliansyah dan Fahrudin selaku anggota komisi III DPRD OKU serta Umi Hartati yang merupakan Ketua Komisi II DPRD OKUmenagih jatah fee proyek kepada Nopriansyah sesuai komitmen. Kemudian, Nopriansyah berjanji akan memberikan jatah fee sebelum lebaran melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang sebelumnya sudah direncanakan.

    “Pada tanggal 11-12 Maret 2025, Sdr. MFZ mengurus pencairan uang muka atas beberapa proyek, kemudian pada tanggal 13 Maret 2025 sekitar pukul 14.00, Sdr. MFZ mencairkan uang muka di Bank Sumselbabel,” ucap Setyo.

    Ironisnya uang muka untuk proyek tetap dicairkan, padahal Pemerintah Daerah (Pemda) OKU sedang mengalami permasalahan cash flow lantaran uang yang ada diprioritaskan untuk membayar THR, Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), dan penghasilan perangkat daerah.

    Pada tanggal 13 Maret 2025, M. Fauzi alias Pablo menyerahkan uang sebesar Rp 2,2 milyar kepada Nopriansyah, yang merupakan bagian komitmen fee proyek. Selanjutnya, uang tersebut dititipkan kepada Arman yang merupakan PNS pada Dinas Perkim Pemkab OKU.

    “Uang tersebut bersumber dari uang muka pencairan proyek. Selain itu, pada awal Maret 2025, Saudara ASS menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 milyar ke Sdr. N di rumah Sdr. N,” kata Setyo.

    Pada 15 Maret 2025, tim penyelidik KPK mendatangi rumah Nopriansyah dan Arman, di lokasi tersebut tim menemukan serta mengamankan uang sebesar Rp2,6 miliar yang merupakan duit komitmen fee untuk DPRD yang diberikan oleh M. Fauzi alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso.

    “Kemudian tim penyelidik secara simultan juga mengamankan Sdr. MFZ dan Sdr. ASS di rumahnya, dan Sdr. FJ, MFR, UH di kediaman masing-masing. Selain itu, Tim penyelidik juga mengamankan pihak lainnya yaitu Sdr. A dan Sdr. S,” ujar Setyo.

    Dalam OTT, tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa satu unit kendaraan merk Toyota Fortuner, dokumen, beberapa alat komunikasi, dan barang bukti elektronik. Seluruh pihak yang tertangkap tangan diperiksa di Polres Baturaja OKU dan Polda Sumsel, dan selanjutnya dibawa ke kantor KPK.

    “Setelah dilakukan proses ekspose perkara tersebut dengan Pimpinan. Disepakati atas peristiwa tersebut, telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) tahun 2024 sampai dengan tahun 2025,” ucap Setyo.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News