Kasus: Tipikor

  • 1.750 Narapidana di Lapas Malang Dapat Remisi Nyepi dan Idul Fitri, 5 Langsung Bebas

    1.750 Narapidana di Lapas Malang Dapat Remisi Nyepi dan Idul Fitri, 5 Langsung Bebas

    Malang (beritajatim.com) – Sebanyak 1.750 narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Malang mendapatkan remisi khusus dalam rangka perayaan Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri. Pemberian remisi ini dipimpin langsung oleh Kalapas Malang, Ketut Akbar Herry Achjar, di Halaman Museum Pendjara Lowokwaroe, Kota Malang, Jumat (28/3/2025).

    Remisi khusus ini diberikan kepada warga binaan yang beragama Hindu dan Islam sebagai bentuk pengurangan masa hukuman dalam rangka perayaan hari raya keagamaan. Remisi terbagi menjadi dua kategori, yaitu Remisi Khusus I (RK I) dan Remisi Khusus II (RK II).

    RK I merupakan pengurangan masa hukuman bagi narapidana yang masih harus menjalani sisa hukumannya setelah menerima remisi. Sementara itu, RK II adalah remisi yang langsung membebaskan narapidana karena masa hukumannya telah habis setelah dikurangi remisi tersebut.

    Dalam perincian jumlah penerima, sebanyak 1.743 orang mendapatkan RK I, sedangkan 5 orang lainnya memperoleh RK II dan langsung bebas setelah remisi diberikan. Untuk Hari Raya Nyepi, sebanyak 2 warga binaan menerima RK I.

    Sementara itu, dalam rangka Idul Fitri, remisi diberikan kepada 1.748 narapidana dengan rincian 1.053 narapidana kasus narkotika, 18 narapidana tindak pidana korupsi, serta 677 narapidana tindak pidana umum.

    Ketut Akbar Herry Achjar menegaskan bahwa pemberian remisi merupakan bentuk penghargaan bagi warga binaan yang telah menunjukkan sikap baik dan perilaku positif selama menjalani masa pembinaan di dalam lapas.

    “Remisi ini bukan hanya sebagai pengurangan masa hukuman, tetapi juga sebagai motivasi bagi para warga binaan untuk terus berbuat baik, menjalani proses pembinaan dengan penuh tanggung jawab, dan kembali ke masyarakat sebagai pribadi yang lebih baik,” ujar Herry. [luc/suf]

  • Update Pejabat Terkaya RI Versi KPK: Widiyanti Putri, Rusdi Kirana, Maruarar 3 Besar

    Update Pejabat Terkaya RI Versi KPK: Widiyanti Putri, Rusdi Kirana, Maruarar 3 Besar

    Bisnis.com, JAKARTA – Pejabat publik atau penyelenggara negara di Indonesia wajib melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setiap tahun.

    Laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) merupakan bagian dari upaya negara untuk mewujudkan transparansi dan membentuk budaya antikorupsi di antara penyelenggara negara.

    Langkah ini penting pasalnya korupsi masih akut di kalangan peyelenggara negara. Data KPK, misalnya, mengungkap selama tahun 2024 lalu ada sebanyak 154 kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara baik itu dari legislatif, eksekutif, maupun yudikatif di semua level baik pusat maupun daerah.

    Tak hanya itu, LHKPN bekalangan juga membantu penyidik lembaga antikorupsi untuk memitigasi risiko termasuk menindak penyelenggara negara yang memiliki harta melebihi profil pendapatannya.

    Salah satu kasus yang berhasil ditindak oleh KPK adalah mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo. Pengungkapan kasus Rafael Alun tidak lepas dari proses penelaahan laporan harta kekayaannya. Dia terbukti bersalah dan telah berstatus terpidana.

    Adapun, hingga Sabtu (29/3/2025), dari 416.401 wajib lapor, sebanyak 94,8% penyelenggara negara telah melaporkan LHKPN. Sisanya sebanyak 22.581 atau sekitar 5,42% belum melaporkan LHKPN ke KPK.  

    Di antara penyelenggaran negara yang telah lapor LHKPN, terdapat 10 orang yang diketahui memiliki harta cukup besar.

    Berikut daftarnya per 10 Maret 2025:

    Menteri Pariwisata Widiyanti Putri: Rp5,4 triliun  
    Rusdi Kirana (anggota DPR): Rp2,6 triliun
    Maruarar Sirait (Menteri Perumahan dan Pemukiman): Rp1,5 triliun
    Otto Hasibiuan (Wakil Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan): Rp1,5 triliun.
    Menpora Dito Ariotedjo: Rp292,2 miliar
    Yusril Ihza Mahendra: Rp269 miliar
    Wali Kota Palu Hadianto Rasyid: Rp266,6 miliar
    Silmy Karim: Rp229, 2 miliar
    Agus Gumiwang Kartasasmita: Rp193,3 miliar
    Suahasil Nazara: Rp129,7 miliar.

  • KPK Periksa Adik Mantan Jubir Terkait Penggeledahan Visi Law Office

    KPK Periksa Adik Mantan Jubir Terkait Penggeledahan Visi Law Office

    Jakarta, Beritasatu.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Fathroni Diansyah Edi (FDE) untuk mengonfirmasi dokumen yang ditemukan dalam penggeledahan di firma hukum Visi Law Office.

    Penggeledahan Visi Law Office dilakukan sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    “Pemeriksaan dilakukan terkait beberapa dokumen hasil penggeledahan di kantor Visi Law Office, termasuk dokumen konfirmasi biaya bantuan hukum untuk Syahrul Yasin Limpo dan pihak terkait lainnya,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Sabtu (29/3/2025).

    Fathroni Diansyah diketahui merupakan adik dari mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. Febri sendiri sebelumnya menjadi bagian dari tim penasihat hukum SYL bersama pengacara Donal Fariz di Visi Law Office.

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan penyidik menduga Syahrul Yasin Limpo menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi untuk membayar jasa hukum Visi Law Office.

    “Visi Law Office direkrut oleh SYL sebagai konsultan hukum saat itu. Kami menduga uang hasil tindakan korupsi SYL digunakan untuk membayar jasa tersebut,” ujar Asep dalam konferensi pers, Kamis (27/3/2025).

    Atas dasar dugaan ini, KPK melakukan penggeledahan Visi Law Office pada Rabu (26/3/2025) untuk mengumpulkan bukti tambahan.

    “Kami akan mendalami apakah kontrak antara mereka memang sah atau ada hal-hal lain, seperti penyimpanan dana yang mencurigakan. Semua masih dalam proses penyelidikan,” tambah Asep terkait penggeledahan Visi Law Office.

  • KPK Sita Duit dari Rumah Djan Faridz Saat Lakukan Penggeledahan

    KPK Sita Duit dari Rumah Djan Faridz Saat Lakukan Penggeledahan

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ada uang yang disita rumah eks Dewan Pertimbangan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) Djan Faridz yang digeledah Rabu, 22 Januari lalu.

    Temuan ini didapat ketika upaya paksa dilakukan penyidik untuk mencari bukti terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI 2019-2024 yang menyeret Harun Masiku. Hal ini baru disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika setelah Djan diperiksa sebagai saksi pada Rabu, 26 Maret.

    “Info terakhir ada uang juga yang diamankan,” kata Tessa kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Maret.

    Meski begitu, Tessa belum bisa memerinci berapa jumlah yang diterima penyidik. “Belum tahu tapi infonya ada (uang, red),” tegasnya.

    Sementara itu, Djan Faridz usai diperiksa tak mau banyak bicara. “Tanya ke KPK,” tegasnya kepada wartawan di lokasi.

    Begitu juga saat disinggung soal penggeledahan rumahnya di Jalan Borobodur, Jakarta Selatan pada 22 Januari lalu. Djan memilih tak banyak bicara dan menyerahkan pada KPK.

    Diberitakan sebelumnya, KPK belum menahan dua tersangka dalam kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Mereka adalah Donny Tri Istiqomah selaku pengacara dari PDIP dan Harun Masiku yang masih buron.

    Sedangkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang terseret kasus suap ini sedang menjalani persidangan.

    Dia didakwa melakukan perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Jaksa menilai Hasto berperan dalam pelarian Harun saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 2020.

    Tak sampai di situ, jaksa juga mendakwa terlibat dalam pemberian suap kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Suap senilai Rp600 juta itu diberikan bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio.

    Pemberian ini ditujukan supaya Harun bisa duduk sebagai anggota DPR RI dengan mekanisme pergantian antarwaktu.

  • Pemeriksaan Febri Diansyah Batal Bukan Disebabkan Penyidik KPK Cuti, tapi Sedang Periksa Fathroni Diansyah

    Pemeriksaan Febri Diansyah Batal Bukan Disebabkan Penyidik KPK Cuti, tapi Sedang Periksa Fathroni Diansyah

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal memeriksa mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah (F) sebagai saksi kasus dugaan suap pergantian antarwaktu anggota DPR periode 2019-2024 untuk tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah, Kamis, 27 Maret 2025. Febri yang telah datang di kantor KPK mengaku tidak jadi diperiksa lantaran penyidik sudah cuti, dan sebagian lainnya sedang bertugas.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengatakan, pemeriksaan terhadap Febri Diansyah batal bukan disebabkan penyidik sedang cuti, tetapi karena penyidik sedang memeriksa Fathroni Diansyah (FD), adik kandung Febri. Adapun Fathroni Diansyah diperiksa sebagai saksi kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    “Penyidik kedatangan saudara FD yang merupakan adik kandung saudara F pada pukul 10.00 WIB. Kehadiran saudara FD tersebut adalah dalam rangka penjadwalan ulang pemeriksaan sebelumnya pada 24 Maret 2025,” kata Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Maret 2025. 

    Fathroni lebih awal datang ke kantor KPK lantaran Febri harus mendampingi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebelumnya, Febri memang mengonfirmasi akan menghadiri agenda pemeriksaan setelah persidangan Hasto rampung. 

    “Selanjutnya penyidik yang seharusnya dijadwalkan memeriksa saudara F pada jam 10 hari ini akhirnya melakukan pemeriksaan kepada saudara FD. Selanjutnya sewaktu proses pemeriksaan saudara FD sedang berjalan, saudara F hadir pada pukul 11.45 WIB,” ujar Tessa. 

    Tessa mengungkapkan, karena penyidik sedang memeriksa Fathroni, maka pemeriksaan Febri dijadwalkan ulang setelah Hari Raya Idulfitri. Akan tetapi, Tessa belum menyebut mengenai tanggalnya.

    Pernyataan Febri Diansyah Soal Penyidik Cuti 

    Sebelumnya, Febri Diansyah tiba di kantor KPK pada Kamis, 27 Maret 2025, sekira pukul 11.38 WIB. Ia sudah siap diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas perkara tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah. 

    Namun, pemeriksaan tersebut batal dilakukan karena sejumlah penyidik KPK sedang mengambil cuti. Febri yang sudah masuk ke dalam lobi Gedung Merah Putih KPK dan mengisi buku tamu kemudian meninggalkan bekas kantornya itu pada pukul 11.48 WIB.

    “Ada informasi dari bagian penyidikan, bahwa hari ini karena sejumlah penyidik sedang cuti, dan mungkin penyidik yang ada sedang ada tugas yang lain, maka jadwal pemeriksaan saya akan reschedule,” kata Febri kepada wartawan, Kamis, 27 Maret 2025. 

    Menurut Febri, kemungkinan ia akan diminta kembali hadir di gedung KPK setelah Hari Raya Idulfitri. Namun, ia masih harus menunggu informasi lebih detail dari pihak lembaga antirasuah. 

    “Jadi dijadwal ulang, estimasinya mungkin setelah lebaran. Dan tadi juga disampaikan nanti menunggu informasi lebih lanjut atau panggilan,” ucap Febri. 

    “Sebagai bentuk komitmen dan sikap kooperatif saya sudah datang ke sini. Dan tapi memang ada situasi yang kita tidak bisa perkirakan sebelumnya,” katanya menambahkan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kubu Hasto Sebut KPK Panik hingga Periksa Febri Diansyah: Berhenti Lakukan Pembungkaman – Halaman all

    Kubu Hasto Sebut KPK Panik hingga Periksa Febri Diansyah: Berhenti Lakukan Pembungkaman – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Kubu Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, menilai ada kepanikan di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hal ini terlihat dari pemanggilan terhadap Febri Diansyah yang tergabung dalam tim kuasa hukum Hasto.

    Febri diminta mendatangi KPK, Kamis (27/3/2025), untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.

    “Saya melihat sudah ada kepanikan KPK,” ungkap tim kuasa hukum Hasto, Johanes Oberlin Tobing, Kamis, dilansir Kompas.com.

    Terkait hal itu, Johannes meminta kepada KPK agar fokus membuktikan dakwaan yang ditujukan untuk Hasto di persidangan.

    Menurutnya, KPK sebaiknya berhenti melakukan pembungkaman terhadap pihak-pihak yang mendampingi Sekjen PDIP dalam perkara Harun Masiku.

    “Jadi saya kira, KPK berhenti untuk melakukan hal-hal yang seperti itu ya (pembungkaman), kalaupun kita mau berdebat secara hukum, mari kita buktikan di persidangan,” pungkas dia.

    Febri sendiri diketahui memenuhi panggilan KPK untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku.

    Mantan Juru Bicara KPK itu tiba di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis sekitar pukul 11.45 WIB, setelah rampung mendampingi Hasto menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

    Ia didampingi sejumlah advokat, termasuk Ronny Talapessy.

    Tetapi, tak lama setelah masuk ke dalam Gedung Merah Putih, Febri dan rombongan keluar.

    Febri mengatakan pemeriksaan terhadap dirinya batal sebab sebagian besar penyidik sudah mengambil cuti lebaran.

    Karena itu, menurut Febri, KPK kembali menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap dirinya.

    “Ada informasi dari bagian dari penyidikan, hari ini sejumlah penyidik sedang cuti, dan mungkin ada yang sedang tugas lain ya,” kata Febri.

    “Maka jadwal pemeriksaan untuk saya akan di-reschedule, jadi dijadwal ulang. Estimasinya ya kemungkinan setelah Lebaran ya,” imbuh dia.

    Organisasi Advokat Duga KPK Lakukan Intimidasi

    Sebelumnya, sebanyak 15 organisasi advokat menduga kuat eks Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah, diintimidasi oleh lembaga anti-rasuah, buntut bergabung dalam tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Salah satu perwakilan organisasi advokat, Ketua Dewan Penasihat KAI ‘Sarinah’, Erman Umar, mengungkapkan dugaan intimidasi itu berupa pemeriksaan orang-orang terdekat Febri oleh KPK.

    Pekan lalu, rekan Febri di KPK dan juga Visi Law Office, Rasamala Aritonang, diperiksa terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) oleh mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Rasamala sendiri merupakan mantan tim Biro Hukum KPK.

    Tak hanya rekannya diperiksa, Visi Law Office yang merupakan mantan kantor Febri, turut digeledah KPK, di mana dua koper telah disita.

    “Dugaan ini menguat setelah salah satu kolega Febri Diansyah di kantor lamanya, dipanggil oleh KPK sebagai saksi untuk perkara TPPU SYL.”

    “Kemudian dilanjutkan dengan penggeledahan kantor Visi Law Office serta penggeledahan rumah di hari yang sama, 19 Maret 2025,” jelas Erman dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).

    Selain Rasamala, adik Febri, Fathroni Diansyah, juga dipanggil KPK terkait kasus TPPU SYL.

    Padahal, saat Febri dan Rasamala menangani kasus SYL, Fathroni berstatus sebagai peserta magang advokat di Visi Law Office.

    Atas hal itu, Erman berpendapat, sikap KPK terhadap Febri dan orang terdekatnya, patut dipertanyakan.

    Ia mengaku heran mengapa KPK masih melanjutkan pemeriksaan terkait kasus TPPU SYL.

    Padahal, ujar dia, penyidikan kasus TPPU SYL sudah berlangsung sejak 26 September 2023.

    “Akal sehat yang wajar membuat kita dapat mempertanyakan, kenapa tindakan pemanggilan hingga upaya paksa berupa penggeledahan dan penyitaan, dilakukan setelah Febri Diansyah masuk sebagai salah satu Tim Penasihat Hukum Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto?” singgung Erman.

    “Apalagi saat pemanggilan dan penggeledahan dilakukan, perkara korupsi yang melibatkan SYL telah diputus berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, sedangkan penyidikan dugaan TPPU sudah berlangsung sejak lama, yaitu 26 September 2023,” urainya.

    Kini, Febri dipanggil KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap oleh Harun Masiku yang juga menyeret Hasto.

    Erman pun meyakini sikap KPK itu merupakan bentuk intimidasi terhadap Febri.

    “Oleh karena itu, wajar jika kami menduga tindakan-tindakan tersebut adalah upaya teror dan intimidasi yang sangat mengganggu pelaksanaan tugas advokat,” pungkas dia.

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Abdi Ryanda Shakti, Kompas.com/Irfan Kamil/Nicholas Ryan)

  • Febri Dipanggil KPK soal Harun Masiku tapi Pilih ke Sidang Hasto Dulu

    Febri Dipanggil KPK soal Harun Masiku tapi Pilih ke Sidang Hasto Dulu

    Jakarta

    Febri Diansyah dipanggil KPK sebagai saksi kasus dugaan suap Harun Masiku. Namun, Febri lebih memilih hadir di sidang kliennya Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terlebih dulu.

    Febri menyebut dirinya menerima undangan dari KPK untuk hadir pemanggilan pukul 10.00 WIB, Kamis (27/3/2025), di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Febri menerima undangan itu pada Rabu (26/3) lewat WhatsApp.

    Namun, Febri mengaku akan memprioritaskan kliennya dan akhirnya menghadiri sidang Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia mengaku akan memenuhi panggilan KPK setelah sidang.

    “Benar, saya diminta KPK hadir sebagai saksi untuk perkara Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah pada Kamis, 27 Maret 2025 pukul 10.00 WIB. Surat panggilan saya terima Rabu pagi kemarin melalui chat WA,” kata Febri ketika dihubungi, Kamis (27/3/2025).

    “Namun, saya tampaknya baru bisa hadir setelah selesai persidangan Pak Hasto Kristiyanto Kamis ini. Karena saya sedang menjalankan tugas sebagai advokat dan bertanggung jawab sebagai kuasa hukum Pak Hasto di tahap persidangan yang sedang berjalan,” tambahnya.

    Alasan Febri

    Foto: Rifkianto Nugroho

    Febri mengatakan dirinya memiliki kewajiban menjalankan tugas sebagai advokat atau pengacara dari Hasto.

    “Saya sudah kirimkan surat pada KPK. Pertama poinnya adalah saya menghargai dan menghormati kewenangan institusi KPK, karena itu saya kirim surat dan katakan saya akan hadir memenuhi panggilan tersebut,” kata Febri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3).

    “Namun karena jadwalnya bertepatan, bersamaan dengan sidang Pak Hasto dan saya juga punya kewajiban profesional, saya melaksanakan tugas sebagai advokat, tugas profesional sebagai advokat,” sambungnya.

    Sebab itu, Febri mengatakan dirinya harus memenuhi kewajiban terlebih dulu. Dia memastikan akan kooperatif dengan proses hukum yang berjalan di KPK.

    “Maka pagi ini saya datang terlebih dahulu memenuhi proses persidangan sebagai penasihat hukum Pak Hasto dan setelah ini, saya akan ke KPK sebagai bentuk penghormatan terhadap surat KPK tersebut, saya akan memenuhi panggilan penyidik,” ujarnya.

    Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum Hasto yang lainnya, Johanis Tobing, menilai adanya kepanikan yang terjadi di KPK dengan memanggil Febri. Padahal, kata dia, perkara Syahrul Yasin Limpo (SYL) telah terdapat putusan perkara.

    “Jadi kalau menurut saya soal hari ini KPK melakukan pemanggilan justru memang, saya melihat sudah ada kepanikan KPK. Perkara yang ditangani saudara Febri pada perkara SYL itu tuh sudah putus perkaranya, sudah selesai,” ujarnya.

    “Nah kalau memang betul ada indikasi misalnya mereka mau bertanya soal Honorarium, soal Lawyer fee, tanya dong dari awal,” sambung dia.

    Batal Diperiksa, Febri Sebut Penyidik KPK Cuti

    Foto: Pengacara Febri Diansyah memenuhi panggilan KPK untuk kasus Harun Masiku. (Adrial/detikcom)

    Febri Diansyah akhirnya memenuhi panggilan KPK setelah sidang Hasto usai. Namun dirinya batal diperiksa karena diinfokan bahwa penyidik perkara ini sedang cuti.

    Pantauan detikcom di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/3/2025), Febri tiba sekitar pukul 11.30 WIB. Dirinya terlihat mengenakan pakaian batik berwarna biru. Namun Febri langsung keluar lagi dari gedung KPK pada pukul 11.49 WIB.

    “Tadi saya sudah daftar, sudah serahkan KTP, sudah dikasih lanyard sebagai tamu, dan sudah mengisi buku tamu juga, kemudian ada informasi dari bagian penyidikan bahwa hari ini karena sejumlah penyidik sedang cuti, jadi karena sejumlah penyidik sedang cuti,” kata di lokasi, Kamis (27/3).

    Febri mengatakan baru bisa hadir siang hari karena harus mendampingi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam persidangan. Dirinya tidak mengetahui apa alasannya dipanggil terkait perkara Harun Masiku.

    “Saya juga nggak tahu ya, kenapa tiba-tiba panggilan terkait perkara Harun Masiku, perkara yang sama dengan perkara besarnya kasus Pak Hasto yang sekarang sedang sidang,” ujarnya.

    Febri menambahkan pemeriksaannya akan dijadwal ulang setelah Lebaran. Dia mengaku akan kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan KPK.

    “Maka jadwal pemeriksaan untuk saya akan di-reschedule, akan dijadwalkan ulang. Estimasinya kemungkinan tentu setelah Lebaran ya, dan tadi juga disampaikan nanti menunggu informasi lebih lanjut atau panggilan lebih lanjut,” tuturnya.

    Penjelasan KPK

    Foto: Adrial Akbar/detikcom

    KPK merespons pernyataan Febri Diansyah yang menyebutkan penyidiknya sedang cuti. KPK menyebutkan penyidiknya tak cuti, tapi terlebih dulu memeriksa adik Febri, Fathroni Diansyah (FDE).

    “Bahwa pada hari ini, Kamis, penyidik kedatangan saudara FDE yang merupakan adik kandung saudara F pada pukul 10.00 WIB,” kata jubir KPK, Tessa Mahardhika, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (27/3).

    KPK mengatakan adik dari Febri datang lebih pagi sehingga diperiksa duluan. Pemeriksaan Fathroni itu merupakan penjadwalan ulang setelah sebelumnya absen pada Senin (24/3).

    Penyidik yang awalnya menjadwalkan pemeriksaan Febri, akhirnya melakukan pemeriksaan ke adiknya sehingga pemeriksaan terhadap Febri dijadwal ulang.

    “Sewaktu proses pemeriksaan saudara FDE sedang berjalan sampai dengan saat ini, saudara F hadir pada pukul 11.45,” kata dia.

    “Dan dikarenakan penyidik masih melakukan pemeriksaan terhadap adik kandung saudara F yaitu FDE. Maka saudara F dijadwalkan ulang untuk dilakukan pemeriksaan berikutnya, kemungkinan pasca Idul fitri atau lebaran nanti, demikian,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 4

    (azh/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Balasan Menohok KPK ke Kubu Hasto Perkara Tak Rugikan Negara

    Balasan Menohok KPK ke Kubu Hasto Perkara Tak Rugikan Negara

    Jakarta

    KPK dan Hasto Kristiyanto silih berganti melempar pendapat. KPK kini memberikan balasan pedas usai kubu Hasto mengkritik langkah KPK yang mengusut Sekjen PDIP itu meski tidak ada kerugian negara yang timbul.

    Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menjawab eksepsi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menyebut tak ada kerugian negara dalam kasus yang menjeratnya. Jaksa menegaskan kasus Hasto merupakan perkara suap.

    Hal itu disampaikan jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3/2025). Mulanya, jaksa menyebut jika pihak Hasto menilai KPK tak berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap perkara Hasto karena tak ada kerugian negara.

    “Dalam eksepsinya, Terdakwa berdalih bahwa dalam UU KPK No 19 Tahun 2019 telah membatasi kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi, di antaranya adanya kerugian keuangan negara paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah),” kata jaksa.

    “Sedangkan dalam perkara yang dituduhkan kepada Terdakwa, tidak ada kerugian keuangan negaranya sehingga KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sambungnya.

    Jaksa KPK Tegaskan Kasus Hasto Bukan Delik Kerugian Negara

    Foto: Sidang Hasto Kristiyanto (Anggi/detikcom)

    Jaksa pun menilai pihak Hasto telah salah memaknai Pasal 11 UU KPK itu. Jaksa menegaskan perkara Hasto bukan merupakan perkara dengan delik kerugian negara.

    Jaksa mendakwa Hasto dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

    Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor mengatur ancaman pidana yang melakukan perbuatan tindak pidana yang diatur Pasal 209 KUHP. Dalam pasal tersebut, dijelaskan setiap orang dapat dipidana jika melakukan perbuatan curang dengan cara memberi atau menerima, menimbulkan harapan atau menjanjikan hadiah, keuntungan atau upah dalam bentuk apa pun.

    Jaksa menegaskan perkara Hasto bukan berkaitan dengan kerugian negara. Jaksa pun menilai memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

    “Perkara a quo bukanlah perkara yang deliknya terkait dengan kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor, akan tetapi terkait pasal suap, sehingga tidak berlaku ketentuan huruf b,” ujarnya.

    “Berdasarkan argumentasi di atas, maka keberatan Terdakwa haruslah ditolak,” imbuh dia.

    Hasto merupakan terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang jadi buron sejak 2020.

    Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku merendam handphone agar tak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku stand by di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK.

    Hasto juga disebut memerintahkan anak buahnya menenggelamkan ponselnya jelang diperiksa KPK. Perbuatan Hasto itu disebut membuat Harun Masiku belum tertangkap hingga saat ini.

    Jaksa juga mendakwa Hasto menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    Halaman 2 dari 2

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tim Hukum Hasto Kristiyanto Beberkan Kelemahan Jawaban Jaksa KPK

    Tim Hukum Hasto Kristiyanto Beberkan Kelemahan Jawaban Jaksa KPK

    Jakarta (beritajatim.com) – Pengacara senior Maqdir Ismail yang merupakan salah satu kuasa hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, menyoroti sejumlah kelemahan dalam tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi (nota keberatan) yang diajukan tim pembela usai persidangan ketiga kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (27/3/2025).

    Dalam konferensi pers mendampingi Hasto usai persidangan, Maqdir memaparkan, tiga kejanggalan utama dalam konstruksi dakwaan JPU. Pertama, adalah Kesalahan Dakwaan Bersama Tanpa “Meeting of Minds”.

    “JPU mendakwa Mas Hasto bersama terdakwa lain seolah-olah ada meeting of minds (kesepakatan, red) dan kontribusi bersama. Padahal, fakta tidak menunjukkan hal itu.

    Misalnya, mereka memakai analogi dua pencuri di tempat berbeda yang didakwa bersama. Ini tidak logis karena dakwaan bersama mensyaratkan adanya keterkaitan tindakan dan kontribusi masing-masing pihak, yang tidak dijelaskan JPU,” urai Maqdir.

    Kedua, Kesalahan Penerapan Pasal Obstruction of Justice.

    “JPU menggunakan fakta yang terjadi pada tahap penyelidikan untuk menjerat klien kami dengan pasal obstruction of justice. Padahal, UU secara eksplisit menyatakan pasal itu hanya berlaku untuk tahap penyidikan. Ini kesalahan fatal yang seharusnya tidak diakomodir hakim,” paparnya.

    Ketiga adalah Pengabaian Putusan Kasus Sebelumnya.

    “JPU berargumen bahwa hakim tidak wajib mengikuti putusan kasus terdahulu. Ini keliru. Jika ada kasus serupa yang sudah diputus dengan dakwaan dan fakta sama, hakim harus mempertimbangkannya. Dalam kasus ini, JPU justru mengabaikan putusan yang sudah inkrah,” tambah Maqdir.

    Saat ditanya wartawan tentang bukti yang diserahkan tim hukum, Maqdir menjelaskan sebagai berikut.

    “Kami menyerahkan bukti-bukti yang menguatkan kebenaran fakta dalam eksepsi kami. Ini penting agar majelis hakim bisa menilai secara objektif, terutama setelah JPU membantah sejumlah poin kami tanpa dasar kuat,” kata Maqdir.

    Ia menegaskan, dokumen tersebut fokus pada tiga kelemahan utama dakwaan, termasuk analisis hukum terkait obstruction of justice dan perbandingan dengan putusan kasus sejenis.

    Maqdir berharap hakim tidak mengabaikan kejanggalan ini dalam putusan sela.

    “Jika poin-poin ini belum diakomodir di putusan sela, kami yakin hakim akan mempertimbangkannya pada putusan akhir. Keadilan harus ditegakkan berdasarkan fakta dan hukum, bukan tekanan politik,” tegasnya. (ted)

  • 1
                    
                        Kadis Kominfo Terlibat Korupsi Rp 1,8 M, Bobby: Makanya Jangan Aneh-aneh
                        Medan

    1 Kadis Kominfo Terlibat Korupsi Rp 1,8 M, Bobby: Makanya Jangan Aneh-aneh Medan

    Kadis Kominfo Terlibat Korupsi Rp 1,8 M, Bobby: Makanya Jangan Aneh-aneh
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Gubernur Sumatera Utara
    Bobby Nasution
    angkat bicara terkait penetapan tersangka Kadis Kominfo Sumut, Ilyas Sitorus, dalam kasus korupsi pembangunan perpustakaan digital senilai Rp 1,8 miliar.
    Bobby awalnya mengatakan telah mengetahui informasi tersebut.
    “Sudah tahu, baru dilaporkan kemarin sore sama pak Sekda,” ujar Bobby singkat usai melepas mudik gratis di Stasiun Kereta Api
    Medan
    , Kamis (27/3/2025).
    Bobby lalu tidak berkomentar panjang; dia hanya mengatakan bahwa apa yang dialami Ilyas merupakan konsekuensi dari perbuatannya.
    Dia pun mengimbau ke jajarannya untuk tidak melakukan perbuatan yang “aneh-aneh”.
    “Makanya, jangan korupsi lah, jangan yang aneh-aneh dan jangan pungli-pungli,” ujar mantan wali kota Medan tersebut.
    Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Negeri Batu Bara, Oppon Beslin Siregar, mengatakan bahwa kasus yang menjerat Ilyas terjadi pada tahun 2021.
    Kala itu, dia masih menduduki jabatan sebagai Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara.
    Kemudian, dia menangani proyek pengadaan software perpustakaan digital dan media pembelajaran SD dan SMP.
    “Bahwa IS (Ilyas Sitorus) dalam kegiatan (proyek) dimaksud bertindak sebagai KPA/Pejabat Pembuatan Komitmen (PPK),” ujar Oppon dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/3/2025).
    Oppon belum mendetailkan bagaimana cara Ilyas melakukan korupsi, namun mereka mengatakan telah memiliki dua alat bukti.
    “Dan bahwa berdasarkan penghitungan ahli dalam kegiatan (proyek tersebut) ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 1,8 miliar,” ujarnya.
    Kata Oppon, akibat perbuatannya, Ilyas disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 18 Subs Pasal 3 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 18 UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.