Kasus: Tipikor

  • KPK Sebut Adik Febri Diansyah Tak Dipanggil ke KPK Selasa 8 April 2025 – Page 3

    KPK Sebut Adik Febri Diansyah Tak Dipanggil ke KPK Selasa 8 April 2025 – Page 3

    Djoko diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku dan advokat PDIP Donny Tri Istiqomah (DTI). Hanya saja KPK belum memberikan keterangan alasan memeriksa Djoko di kasus suap tersebut.

    Donny Tri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi bersama-sama dengan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Mereka menyuap Wahyu Setiawan yang merupakan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017-2022.

    “Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka DTI bersama-sama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan, berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum bersama-sama dengan Agustiani Tio F Terkait penetapan anggota DPR RI Terpilih 2019-2024,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa 24 Desember 2024.

    Menurut Setyo, Hasto melakukan berbagai cara untuk menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024, namun gagal. Hingga akhirnya memilih untuk menyuap anggota KPU RI Wahyu Setiawan.

    “Oleh karenanya upaya-upaya tersebut tidak berhasil maka saudara HK bekerja sama dengan saudara Harun Masiku, Saiful Bahri, dan DTI melakukan upaya penyuapan kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio, di mana diketahui Wahyu merupakan kader dari partai yang menjadi komisioner di KPU,” jelas dia.

    Mulai dari proses perencanaan hingga penyerahan uang tersebut, Hasto Kristiyanto mengatur dan mengendalikan anak buahnya yakni Saiful Bahri dan Donny Tri Istiqomah untuk memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan.

    Dia juga mengatur dan mengendalikan Donny Tri Istiqomah untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA, serta surat permohonan pelaksanaan fatwa MA kepada KPU RI.

    “Saudara HK bersama dengan Harun Masiku, Saiful Bahri dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan. Jumlahnya sama dengan penjelasan dengan kasus sebelumnya,” Setyo menandaskan.

  • Usai Diperiksa KPK, Djoko Tjandra Mengaku Tidak Kenal Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto – Page 3

    Usai Diperiksa KPK, Djoko Tjandra Mengaku Tidak Kenal Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto – Page 3

    Terdakwa Hasto Kristiyanto membacakan nota keberatan atau eksepsi dalam sidang kasus suap dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OOJ) terkait buronan Harun Masiku. Dia pun menyatakan tidak memiliki motif dalam perkara tersebut.

    “Bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan sebelumnya dan penelitian pada penasihat hukum kami, ditegaskan bahwa motif utama kasus ini selain karena ambisi saudara Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI atas dasar legalitas hasil judicial review dan Fatwa Mahkamah Agung, juga motif lain dari saudara Saeful Bahri untuk mendapatkan keuntungan,” tutur Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (21/3/2025).

    Sebab itulah, kata Hasto, biaya yang disepakati Saeful Bahri dengan Harun Masiku untuk pengurusan ke KPU sebesar Rp1,5 miliar, sementara yang dijanjikan ke Wahyu Setiawan adalah Rp1 miliar.

    “Sehingga ada selisih sebesar Rp500 juta di luar bonus sekiranya hal tersebut berhasil. Tidak ada motif dari saya apalagi sampai memberikan dana sebesar Rp400 juta sebagaimana dituduhkan dalam surat dakwaan,” jelas dia.

    “Dalam teori kepentingan, seharusnya saudara Harun Masiku yang memberikan dana ke saya. Apalagi ditinjau dari nomor urut, saudara Harun Masiku ditempatkan pada nomor urut 6, yang bukan nomor urut favorit,” lanjut Hasto.

    Dalam setiap tindak pidana sendiri akan selalu terdapat motif yang menjadi dasar, alasan, dan penyebab. Sementara untuk kasus ini, Hasto kembali menegaskan tidak ada motif darinya untuk melakukan suap dan obstruction of justice.

    “Tindakan obstruction of justice menurut UU KPK Pasal 21 dilakukan pada tahap penyidikan. Saya ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 24 Desember 2024. Dakwaan terhadap saya yang memerintahkan saudara Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam pada tanggal 6 Juni 2024. Pada tanggal 6 Juni 2024 tersebut posisi penegakan hukum KPK terhadap saya masih pada tahap penyelidikan sehingga tidak memenuhi kriteria Pasal 21 UU KPK,” ungkapnya.

    Hasto juga mengulas, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Kusnadi, yang dimaksud “Yang itu ditenggelamkan saja tidak usah mikir sayang dan lain-lain”, adalah Kusnadi mengikuti ritual ngelarung atau ritual membuang sial dan Sekretariat DPP PDIP menyuruhnya untuk membuang pakaian yang digunakan.

    “Faktanya telepon genggam tersebut tetap ada dan saat ini menjadi sitaan KPK. Pelanggaran hukum atau tindakan melawan hukum justru dilakukan oleh penyidik KPK pada tanggal 10 Juni 2024, saat memeriksa saya dengan operasi 5M (menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas dan menginterogasi terhadap Kusnadi),” Hasto menandaskan.

     

    Reporter: Rahmat Baihaqi

    Sumber: Merdeka.com

  • Bareskrim Tak Kunjung Kembalikan Berkas Perkara Kasus Pagar Laut, Ini Respons Kejagung – Halaman all

    Bareskrim Tak Kunjung Kembalikan Berkas Perkara Kasus Pagar Laut, Ini Respons Kejagung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) terus memonitor penanganan perkara pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten yang saat ini tengah diusut oleh Bareskrim Polri.

    Terkait hal ini, sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejagung pun telah memberikan beberapa petunjuk kepada penyidik Bareskrim ketika mengembalikan berkas perkara penyidikan pada 24 Maret 2025 lalu.

    Satu di antaranya, JPU meminta agar Bareskrim mengubah pengusutan kasus pagar laut itu dari tindak pidana umum menjadi tindak pidana khusus lantaran terdapat indikasi dugaan korupsi di dalamnya.

    Penuntut umum pun memberikan tenggat waktu hingga 14 hari sejak berkas itu dikembalikan untuk segera diperbaiki sesuai petunjuk yang diberikan.

    Kendati demikian hingga kini penyidik Bareskrim belum kunjung menyetorkan kembali berkas perkara yang sebelumnya dikembalikan oleh penuntut umum mengingat tenggat waktu yang diberikan sudah habis.

    Menyikapi hal ini Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar pun memberikan tanggapan.

    Harli menjelaskan, belum diserahkannya berkas perkara pagar laut oleh Bareskrim diduga karena pihak kepolisian masih mengerjakan petunjuk yang diberikan oleh pihaknya.

    Lantaran dalam kasus ini penuntut umum meminta agar Bareskrim menerapkan pasal tindak pidana korupsi (tipikor) yang sebelumnya tidak dikenakan oleh penyidik terhadap tersangka Kepala Desa Kohod Arsin dan tersangka lainnya.

    Sehingga kata Harli, penyidik Bareskrim diinsyalir masih harus mengubah tahap penyidikan dari yang tadinya mengusut tindak pidana umum menjadi tindak pidana korupsi.

    “Jika dilihat dari sisi waktu penyidikan lanjutannya, harus dipahami sebelumnya penyidik melakukan penyidikan dengan pasal-pasal dalam tindak pidana umum, dan oleh Jpu memberi petunjuk agar disidik dengan UU Tipikor,” kata Harli saat dihubungi, Rabu (9/4/2025).

    “Tentu secara administrasi penanganan perkara berubah,” sambungnya.

    Kendati demikian jika dalam kurun 30 hari kedepan penyidik tak kunjung mengembalikan berkas perkara sesuai petunjuk, maka kata Harli Kejaksaan bakal mengingatkan Bareskrim.

    Hal itu disebut Harli berdasarkan pedoman Jaksa Agung nomor 24 tahun 2021 tentang penanganan perkara tindak pidana umum.

    “Yang pada pokoknya apabila apabila dalam waktu 30 hari sejak berkas dikembalikan penyidik belum menindaklanjuti, penuntut umum akan mengirimkan surat permintaan perkembangan penyidikan,” jelasnya.

    Lebih jauh dijelaskan Hari, apabila dalam waktu 30 hari sejak surat permintaan perkembangan penyidikan dikirim namun penyidik juga tak kunjung menindaklanjuti, maka Jaksa akan melakukan langkah lanjutan.

    “Yakni maka demi kepastian hukum, SPDP (surat perintah dimulainya penyidikan) tersebut dikembalikan kepada penyidik,” ujarnya.

    Sebelumnya, Dittipidum Bareskrim Polri menetapkan empat orang tersangka kasus pemalsuan dokumen pagar laut Tangerang.

    Keempat tersangka yakni Kepala Desa Kohod Arsin, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua orang lain berinisial SP dan CE.

    Adapun pagar yang terbuat dari bambu itu membentang sepanjang 30,16 kilometer di Kawasan Laut Tanggerang, Banten. 

    Sekilas bambu-bambu yang tertancap rapat di laut itu tampak seperti deretan pagar sederhana. 

    Bambu sepanjang 30,16 km itu berada pada wilayah 16 desa di 6 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.

  • Profil Fitrianti Agustinda, Mantan Wakil Wali Kota Palembang Tersandung Kasus Korupsi

    Profil Fitrianti Agustinda, Mantan Wakil Wali Kota Palembang Tersandung Kasus Korupsi

    Liputan6.com, Bandung – Mantan Wakil Wali Kota Palembang periode 2016-2023 Fitrianti Agustinda ditetapkan sebagai tersangka bersama suaminya yang merupakan Ketua Komisi I DPRD Kota Palembang dari Fraksi Partai Nasdem Dedi Sipriyanto pada Selasa (8/4/2025).

    Melansir dari Antara, Fitriani dan suaminya menjadi tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan biaya pengganti pengolahan darah di PMI Kota Palembang tahun 2020-2023.

    Kepala Kejaksaan Negeri Palembang, Hutamrin menuturkan Fitrianti Agustinda dan Dedi Sipriyanto ditetapkan sebagai tersangka setelah dilakukan penyidikan terhadap dua alat bukti sah menurut Pasal 184 KUHP.

    “Sebelum ditetapkan tersangka, FA dan DS, saksi yang didampingi oleh kuasa hukumnya. Peningkatan status dari saksi ke tersangka terhadap FA dan DS merupakan hasil penyidikan yang intesif,” ucapnya.

    Pihaknya juga menjelaskan kasus dugaan korupsi tersebut bermula dari adanya dugaan penyalahgunaan Pengelolaan Biaya Pengganti Darah pada Palang Merah Indonesia Kota Palembang tahun 2020-2023.

    Kemudian hal tersebut diduga tidak sesuai dengan ketentuan dan membuat kerugian keuangan negara. Hutamrin juga menyebutkan keduanya memiliki peran aktif dalam pengelolaan dana tersebut namun tidak sesuai dengan pengalokasiannya.

    Saat ini, keduanya mulai dilakukan penahanan hingga 20 hari ke depan. Tersangka Fitriani ditahan di Lapas Perempuan Kelas II A Palembang dan suaminya di Rutan Kelas I A Palembang.

  • Pegawai Bank BUMN Gelapkan Uang Nasabah Rp 3,1 M untuk Judi Online

    Pegawai Bank BUMN Gelapkan Uang Nasabah Rp 3,1 M untuk Judi Online

    Tanjung Pandan, Beritasatu.com – Polisi menangkap seorang pegawai salah satu bank BUMN berinisial DP di Kabupaten Belitung, Bangka Belitung karena diduga uang nasabah sebanyak Rp 3,1 miliar untuk bermain judi online.

    Kasat Reskrim Polres Belitung AKP Fatah Meilana mengatakan modus operandi yang dilakukan oleh tersangka, yakni menawarkan program simpanan fiktif kepada para nasabah dengan iming-iming bunga tinggi dan cashback.

    “Setelah nasabah menyerahkan dana, tersangka memberikan surat pernyataan palsu serta membuat slip setoran fiktif. Uang yang diserahkan nasabah tidak pernah disetorkan ke dalam sistem bank dan tidak tercatat dalam rekening maupun pembukuan resmi,” kata Fatah di Tanjung Pandan, Rabu (9/4/2025).

    Fatah mengatakan tersangka yang pernah menjabat pegawai bank BUMN di Belitung dengan jabatan relationship manager itu melakukan transaksi di kantor cabang pembantu dan cabang utama. 

    “Dana yang digelapkan oleh tersangka digunakan untuk keperluan pribadi dan judi online,” kata Fatah Meilana dikutip dari Antara.

    Penyidik Unit Tipikor Satreskrim Polres Belitung Belitung sudah menahan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Sp.Han/18/III/RES.2.2./2025/Reskrim/Polres Belitung/Polda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 10 Maret 2025.

    Selain itu, penahanan dilakukan setelah diterbitkannya Laporan Polisi Nomor: LP/28/II/2025/Sat.Reskrim/Polres Belitung/Polda Kep. Babel tanggal 17 Februari 2025.

    Fatah menambahkan, perbuatan tersangka melanggar ketentuan Pasal 49 ayat (1) huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 49 ayat (1) huruf a, b, dan c UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, atau Pasal 374 KUHP.

    “Dalam kasus ini jumlah korban tercatat sebanyak enam orang nasabah dengan total kerugian mencapai Rp 3,1 miliar,” ujarnya terkait pegawai bank gelapkan uang nasabah untuk judi online.

  • Langkah-langkah Prabowo Memberantas Korupsi, Sudah Tepat?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 April 2025

    Langkah-langkah Prabowo Memberantas Korupsi, Sudah Tepat? Nasional 9 April 2025

    Langkah-langkah Prabowo Memberantas Korupsi, Sudah Tepat?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo
    Subianto berulang kali menegaskan komitmennya dalam pemberantasan
    korupsi
    di Tanah Air.
    Baru-baru ini, Prabowo mengaku geram dengan kasus korupsi yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan.
    Dia pin mendukung beberapa langkah untuk membuat koruptor jera. Salah satunya adalah penyitaan aset koruptor.
    Hal tersebut disampaikannya dalam pertemuan dengan enam pemimpin redaksi di kediaman pribadinya, di Padepokan Garuda Yaksa Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (6/4/2025).
    “Ada soal memiskinkan (koruptor), saya berpendapat begini. Makanya, saya mau negosiasi, kembalikan uang yang kau curi. Tetapi, memang susah, ya kan? Karena, secara sifat, manusia enggak mau mengaku,” ujar Prabowo, dilansir dari
    Kompas.id
    , Senin (7/4/2025).
    “Jadi, pertama harus dikasih kesempatan. Apa kerugian negara yang dia timbulkan harus dikembalikan. Maka, aset-aset, pantas kalau negara itu menyita,” katanya lagi.
    Kendati demikian, menurut Prabowo, keadilan untuk anak dan istri koruptor tetap harus diperhatikan.
    Sebab, Prabowo mengatakan, dalam aset yang dimiliki seorang koruptor, bisa saja terdapat harta yang dimilikinya sebelum melakukan tindak pidana korupsi.
    “Nanti para ahli hukum suruh bahas. Apakah adil anaknya menderita juga? Kan, dosa seorang tua tidak boleh diturunkan ke anaknya. Tetapi, ini saya minta masukan dari ahli-ahli hukum,” ujar Prabowo.
    Di sisi lain, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan, rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset resmi dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) untuk periode 2025-2029.
    “Pemerintah itu komit mengusulkan, itu ada di daftar 40 RUU yang kami ajukan dalam prolegnas 2025-2029, dan RUU Perampasan Aset itu ada di urutan kelima,” ujar Supratman dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Senin (18/11/2024).
    Langkah berikutnya, Prabowo akan menaikkan gaji semua hakim secara signifikan agar mereka tidak dapat disuap.
    Dalam waktu dekat, dia mengatakan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi akan mendiskusikan hal tersebut.
    “Hakim harus dibikin begitu terhormat dan begitu yakin sehingga dia tidak bisa disuap. Saya juga beri petunjuk agar hakim punya rumah dinas yang layak. Ini sedang dikerjakan Menteri Perumahan. Kalau tidak salah, hakim kita di seluruh Indonesia tidak sampai 10.000 orang,” ujar Prabowo.
    Dalam kesempatan lain, Prabowo sempat meminta para hakim menghukum koruptor seberat-beratnya jika sudah jelas dan nyata merugikan negara.
    “Saya mohon ya kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur lah, terutama juga hakim-hakim, vonisnya jangan terlalu ringan,” kata Prabowo di Gedung Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat pada 30 Desember 2024.
    Pada momen tersebut, Prabowo bertanya langkah yang diambil Kejaksaan Agung atas ringannya vonis hakim terhadap salah satu koruptor.
    Kepala Negara tidak menyebutkan secara spesifik koruptor yang dimaksud, tetapi publik baru-baru ini dihebohkan dengan vonis ringan terhadap Harvey Moeis.
    Kejaksaan Agung pun akan melakukan banding atas vonis hakim.
    “Tolong menteri pemasyarakatan ya, Jaksa Agung. Naik banding enggak? Naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira, ya,” ujar Prabowo.
    Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman menilai bahwa
    Presiden Prabowo
    belum memahami secara menyeluruh akar persoalan korupsi di Indonesia.
    Menurut Zaenur, pernyataan Prabowo dalam wawancara dengan enam pemimpin redaksi itu menunjukkan bahwa belum memiliki peta jalan yang jelas untuk
    pemberantasan korupsi
    dalam lima tahun masa jabatannya.
    “Dari jawaban-jawabannya, saya melihat Presiden Prabowo tidak benar-benar paham akar masalah korupsi dan tidak punya rencana yang jelas bagaimana selama lima tahun pemerintahannya akan melakukan pemberantasan korupsi,” kata Zaenur, Senin (8/4/2025).
    Zaenur menilai, langkah-langkah yang disampaikan Presiden Prabowo belum menjawab tantangan utama dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.
    Salah satu yang disorot adalah rencana Prabowo untuk menaikkan gaji dan memberikan rumah dinas bagi para hakim agar mereka tidak mudah disuap.
    Selain itu, Prabowo juga tampak ragu dalam mendukung upaya pemiskinan koruptor melalui pengesahan UU Perampasan Aset.
    Zaenur juga menyoroti soal dorongan Prabowo kepada jaksa agar mengajukan banding terhadap vonis ringan dalam perkara korupsi.
    Menurut dia, penyataan Kepala Negara dalam wawancara tersebut tidak memperlihatkan adanya arah yang jelas dalam pemberantasan korupsi selama lima tahun ke depan.
    “Ini tentu cukup meresahkan. Karena apa yang disampaikan beliau sebagai langkah-langkah pemberantasan korupsi itu bukan merupakan jawaban atas permasalahan-permasalahan utama korupsi di Indonesia,” ujar Zaenur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menko Yusril Ungkap Alasan Prabowo Tidak Setuju Hukum Mati Koruptor

    Menko Yusril Ungkap Alasan Prabowo Tidak Setuju Hukum Mati Koruptor

    Bisnis.com, JAKARTA – Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menilai sikap Presiden Prabowo Subianto yang tidak ingin menghukum mati koruptor mencerminkan sosok negarawan.

    Dia menekankan bahwa dalam setiap kebijakannya, Prabowo selalu menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dan kemanusiaan. 

    “Jika seseorang sudah dieksekusi mati, tidak ada lagi kesempatan kita menghidupkan kembali orang tersebut, walaupun hakim sudah menyatakan 99,9% orang itu terbukti bersalah,” ujar Yusril dalam keterangan tertulis, Rabu (9/4/2025).

    Menurutnya, meskipun hakim telah menyatakan 99,9% koruptor bersalah, namun masih ada 0,1% kemungkinan tidak bersalah. Alhasil, koruptor masih memiliki kesempatan untuk bertobat.

    “Presiden berbicara bukan sebagai seorang hakim, tetapi sebagai seorang negarawan, sebagai bapak bangsa yang berjiwa besar dan mengedepankan sisi kemanusiaan dari pada sisi lainnya,” imbuhnya.

    Sekadar informasi, Yusril juga mengungkap bahwa dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyatakan ada kans menghukum mati koruptor dalam keadaan tertentu.

    Misalnya, saat terjadi perang, krisis ekonomi hingga bencana nasional. Namun, hingga saat ini RI tidak pernah menjatuhkan hukuman mati terhadap koruptor.

    “Dalam keadaan tertentu itu adalah keadaan-keadaan yang luar biasa seperti keadaan perang, krisis ekonomi maupun bencana nasional yang sedang terjadi,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Prabowo menyatakan tidak ingin menghukum mati dalam wawancara eksklusif bersama enam pemimpin redaksi media nasional di Hambalang, Bogor.

    Menurutnya, ada pilihan lain untuk memberikan efek jera terhadap koruptor. Misalnya, melalui mekanisme memiskinkan koruptor.

    Namun, mekanisme tersebut tidak serta merta bisa diterapkan terhadap aset yang telah dimiliki oleh keluarga pada periode sebelum korupsi terjadi.

    “Saya pada prinsipnya juga, kalau bisa kita cari efek jera yang tegas, tapi mungkin tidak sampai hukuman mati,” tutur Prabowo.

  • Detik-detik Hakim Pembebas Ronald Tannur Coba Bunuh Diri Diungkap di Sidang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 April 2025

    Detik-detik Hakim Pembebas Ronald Tannur Coba Bunuh Diri Diungkap di Sidang Nasional 9 April 2025

    Detik-detik Hakim Pembebas Ronald Tannur Coba Bunuh Diri Diungkap di Sidang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya
    Erintuah Damanik
    sempat ingin bunuh diri setelah terjerat
    kasus suap
    atas vonis bebas Gregorius
    Ronald Tannur
    .
    Peristiwa ini diungkap hakim Mangapul saat diperiksa sebagai terdakwa kasus suap vonis bebas Ronald Tannur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025).
    Dalam perkara yang berujung vonis bebas Ronald Tannur di PN Surabaya, Erintuah Damanik merupakan hakim ketua.
    Sementara, Mangapul dan Heru Hanindyo merupakan anggota majelis.
    Kepada majelis hakim, Mangapul mengungkapkan peristiwa rencana bunuh diri oleh Erintuah Damanik yang terjadi setelah mereka ditahan oleh tim jaksa penyidik pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
    “Pak Damanik menceritakan waktu itu, beliau satu atau dua hari sebelumnya mencoba bunuh diri dengan cara mengambil tali matras tempat tidurnya, digigit-gigit diapakan ke lehernya, gitu,” kata Mangapul.
    Mangapul menuturkan, upaya
    percobaan bunuh diri
    Erintuah itu gagal setelah dicegah oleh Heru Hanindyo.
    Ia pun mengaku kaget atas langkah Erintuah yang ingin menyelesaikan persoalan dengan percobaan bunuh diri tersebut.
    “Tapi tidak terjadi karena Pak Heru mencegah waktu itu. Pak Heru juga bilang kepada saya, ‘eh kenapa Bang, kenapa Bang?’ akhirnya enggak jadi lah. Jadi waktu itu baru ceritakan kepada saya, saya pun kaget,” tutur Mangapul.
    “’Kok sampai segitunya?’ Saya bilang. ‘Iya, biarlah saya’. Kalau memang jadi bunuh diri itu, beliau akan tidak membawa beban lagi, selesai sama keluarganya, katanya. Itulah alasannya,” ucapnya.
    Namun demikian, Mangapul bersyukur Erintuah masih selamat dalam upaya percobaan bunuh diri tersebut.
    Ketua majelis hakim perkara vonis bebas Ronald Tannur itu akhirnya mengaku siap menanggung risiko terhadap perkara yang menjeratnya sebagai pesakitan.
    “Terus saya bilang, ‘bersyukur juga lah sama Tuhan, Pak Damanik tidak terjadi itu (bunuh diri)’ saya bilang, ‘Dan sekarang selamat. Udah kita siap lah menanggung risiko perkara kita ini’, saya bilang, ‘apapun yang terjadi’,” kata Mangapul.
    Sebagai informasi, tiga orang hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya itu didakwa menerima suap sebesar Rp 4,67 miliar dan gratifikasi dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada 2024.
    Selain suap, ketiganya juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dollar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
    Ketiganya didakwa dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 Ayat (2) atau Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Tak Sepakat Koruptor Dihukum Mati, Yusril: Beliau Mengedepankan Sisi Kemanusiaan

    Prabowo Tak Sepakat Koruptor Dihukum Mati, Yusril: Beliau Mengedepankan Sisi Kemanusiaan

    GELORA.CO – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, memberikan penjelasan terkait pernyataan Presiden Prabowo Subianto. Prabowo baru-baru ini menyatakan tidak sepakat jika koruptor dihukum mati.

    Yusril mengatakan, pernyataan Prabowo sah dan sesuai dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia.

    “Apa yang dikatakan oleh Presiden Prabowo mengenai hukuman mati bagi tindak pidana korupsi itu benar dilihat dari segi hukum positif yang berlaku,” kata Yusril kepada wartawan, Selasa (8/4).

    “UU Tipikor memang membuka kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati bagi terdakwa korupsi yang terbukti melakukan kejahatan tersebut ‘dalam keadaan tertentu’,” tambah dia.

    Yusril menjelaskan, dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, dijelaskan keadaan tertentu bagi napi kasus korupsi yang bisa dijatuhi hukuman mati. Kala itu, Yusril yang menjabat Menteri Hukum dan Perundang-undangan era Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, ikut merancang UU Tipikor.

    “Saya sendiri ketika itu mewakili Presiden membahas RUU tersebut dengan DPR. Dalam keadaan tertentu itu adalah keadaan-keadaan yang luar biasa seperti keadaan perang, krisis ekonomi maupun bencana nasional yang sedang terjadi,” jelas Yusril.

    “Meskipun UU telah membuka kemungkinan bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman mati dalam keadaan seperti itu, sampai saat ini belum pernah ada penjatuhan hukuman mati terhadap terdakwa korupsi,” tambah Yusril.

    Presiden Masih Bisa Beri Grasi dan Amnesti

    Yusril menambahkan, meski hakim menjatuhkan hukuman mati dan telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) kepada napi korupsi, masih terbuka ruang bagi Presiden untuk memberikan grasi dan amnesti.

    “Kalaupun grasi atau amnesti tidak diberikan, kapan eksekusi hukuman mati akan dilaksanakan, hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah dalam hal ini Kejaksaan Agung. Sekarang memang cukup banyak narapidana mati yang eksekusinya belum dilaksanakan. Ada yang WNI dan ada yang WNA,” jelas Yusril.

    Yusril lantas menyoroti Indonesia saat ini sedang dalam masa transisi dari KUHP lama peninggalan Belanda menuju KUHP Nasional yang akan mulai berlaku awal 2026. Yusril mengingatkan dalam KUHP Nasional, hukuman mati yang dijatuhkan tidak dapat langsung dilaksanakan.

    “Terpidana mati lebih dahulu harus ditempatkan dalam tahanan selama 10 tahun untuk dievaluasi apakah yang bersangkutan benar-benar sudah taubatan nasuha dalam arti amat menyesali perbuatannya atau tidak,” kata Yusril.

    Selain itu, jika napi itu dinilai telah taubat, maka hukumannya dapat diubah menjadi hukuman seumur hidup. Ketentuan ini berlaku bagi napi hukuman mati WNI atau WNA.

    “Itu garis besarnya. Pelaksanaan hukuman mati dalam KUHP Nasional pelaksanaannya harus diatur dengan undang-undang tersendiri. Pemerintah kini sedang mempersiapkannya,” tutur dia.

    Tidak Ada Perlakuan Khusus Buat WNI dan WNA

    Sementara menanggapi tudingan ada standar ganda terhadap napi hukuman mati WNI dan WNA, Yusril menepisnya. Ia memastikan tidak ada pemberlakuan standar ganda.

    “Sama sekali tidak. Napi WNA itu dipindahkan ke negaranya untuk dipertimbangkan oleh pemerintahnya apakah akan dieksekusi mati atau tidak. Di dalam negeri, sikap Presiden Prabowo sangat jelas. Sampai hari ini di masa pemerintahan Presiden Prabowo tidak ada seorang pun terpidana mati yang dieksekusi oleh regu tembak, baik WNI maupun WNA,” kata Yusril.

    Yusril mengatakan, perubahan sistem hukum yang akan datang juga menjadi perhatian pemerintah. Terutama terhadap mereka yang telah dijatuhi hukuman mati berdasarkan KUHP lama.

    “Sebagai pemerintah, kami juga harus memikirkan bagaimana nasib terpidana mati berdasarkan KUHP Belanda yang sekarang sudah inkracht dengan berlakunya KUHP Nasional tahun depan. Kalau ada perubahan hukum, maka ketentuan yang paling menguntungkan seseoranglah yang diberlakukan. Saya kira RUU Pelaksanaan Hukuman Mati nanti akan mengatur hal itu dengan jelas agar ada kepastian hukum,” ujarnya.

    Prabowo Sosok Negarawan

    Yusril menekankan, kebijakan Prabowo mencerminkan sikap kenegarawanan yang menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian dan kemanusiaan.

    “Itulah maksud Presiden Prabowo, sebagai Presiden beliau tidak ingin melaksanakan hukuman mati terhadap napi mana saja dan kasus apa saja. Sebab jika seseorang sudah dieksekusi mati, tidak ada lagi kesempatan kita menghidupkan kembali orang tersebut, walaupun hakim sudah menyatakan 99,9 persen orang itu terbukti bersalah,” kata Yusril.

    “Tetapi tetap tersisa 0,1 persen kemungkinan dia tidak bersalah. Itu maksud Presiden Prabowo. Presiden berbicara bukan sebagai seorang hakim, tetapi sebagai seorang negarawan, sebagai bapak bangsa yang berjiwa besar dan mengedepankan sisi kemanusiaan daripada sisi lainnya,” tutup Yusril. (*)

  • Kasus Pagar Laut Tangerang Berpeluang Jadi Korupsi, Ini Kata Kejagung!

    Kasus Pagar Laut Tangerang Berpeluang Jadi Korupsi, Ini Kata Kejagung!

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus pagar laut yang membentang di Perairan Tangerang berpotensi berkembang menjadi dugaan tindak pidana korupsi. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebut masih menunggu berkas perkara dari Bareskrim Polri guna mengusut kasus ini lebih lanjut di ranah hukum pidana khusus.

    Hal itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar. Dia mengatakan, hingga kini, berkas perkara belum juga diterima kembali dari penyidik Bareskrim Polri.

    “Hingga saat ini penyidik belum mengirimkan berkas perkara a quo dengan pasal sangkaan dalam UU Tipikor,” kata Harli, Selasa (8/4/2025).

    Arah Kasus Berubah Jadi Korupsi

    Sebelumnya, penyidikan kasus pagar laut Tangerang dilakukan dengan dasar tindak pidana umum. Namun, berdasarkan petunjuk Jaksa Penuntut Umum (JPU), kasus ini diminta untuk disidik lebih lanjut menggunakan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    “Oleh JPU memberi petunjuk agar disidik dengan UU Tipikor, tentu secara administrasi penanganan perkara berubah,” jelas Harli.

    Kejagung juga akan segera berkoordinasi dengan jajaran pidana khusus (Pidsus) setelah menerima berkas lengkap dari Bareskrim Polri.

    Kejagung Belum Pastikan Batas Waktu Berkas

    Ketika ditanya mengenai potensi kedaluwarsanya berkas jika melebihi 14 hari sejak dikembalikan, Harli enggan memberi komentar lebih lanjut.

    “Sebaiknya ditanya ke penyidik. Namun harus dipahami sebelumnya penyidik melakukan penyidikan dengan pasal-pasal dalam tindak pidana umum,” tutupnya terkait kasus pagar laut Tangerang.