Kasus: Tipikor

  • Panitera PN Surabaya Terima Rp 9,5 Juta dari Pihak Ronald Tannur: Saya Khilaf

    Panitera PN Surabaya Terima Rp 9,5 Juta dari Pihak Ronald Tannur: Saya Khilaf

    Jakarta

    Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Uji Astuti, mengakui menerima duit dari pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat senilai Rp 9,5 juta. Uji mengaku khilaf.

    Hal itu disampaikan Uji saat dihadirkan sebagai saksi dalam kasus vonis bebas Ronald Tannur dengan terdakwa mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, ibu Ronald, Meirizka Widjaja, serta pengacara Ronald, Lisa Rachmat. Uji awalnya mengatakan Lisa menitipkan uang ke satpam PN Surabaya, Sepyoni, senilai Rp 25 juta.

    “Berapa nominalnya?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (10/4/2025).

    “Yang diucapkan oleh Pak Sepyoni, ‘ini ada titipan bu, jumlahnya Rp 25 (juta)’ dengan perincian,” jawab Uji.

    Jaksa mendalami rincian pembagian uang tersebut. Uji mengatakan ia mendapat bagian Rp 10 juta selaku panitera muda (panmud) kamar pidana PN Surabaya.

    “Berapa untuk panmud?” tanya jaksa.

    “Kemudian? Siapa lagi? Sisa Rp 15 (juta) ini untuk siapa?” tanya jaksa.

    “Yang Rp 10 (juta) untuk PP (panitera pengganti),” jawab Uji.

    “Yang Rp 5 (juta) nya itu untuk Pak Yudi,” jawab Uji.

    Uji mengaku sempat menolak menerima uang tersebut. Dia mengatakan sudah meminta Sepyoni mengembalikan uang itu ke Lisa.

    “Apakah sudah tersampaikan pada masing-masing pihak yang disampaikan Sepyoni?” tanya jaksa.

    “Nggak tahu sya, hanya disampaikan dari Pak Sepyoni, bahwa ada ini gimana bu, sudah kembalikan aja,” jawab Uji.

    “Pada saat itu saksi tolak kembali?” tanya jaksa.

    “Iya,” jawab Uji.

    Uji mengatakan Sepyoni kembali mendatanginya dan masih membawa uang tersebut. Dia mengatakan Lisa menolak menerima pengembalian uang tersebut.

    “Setelah sekitar 2 bulan kemudian, bulan Oktober, Pak Sepyoni datang lagi, bu ini gimana bu, uangnya masih ada di saya, saya sudah berusaha untuk mengembalikan tapi nggak diterima,” ujar Uji.

    Uji mengaku khilaf hingga akhirnya menerima uang dari Lisa tersebut. Uji menerima Rp 9,5 juta dan memberikan Rp 500 ribu ke Sepyoni.

    “Kemudian apa yang Saudara lakukan pada saat itu?” tanya jaksa.

    “Ya akhirnya saya khilaf menerima,” jawab Uji.

    “Berapa? Rp 10 juta? Atau kurang dari itu?” tanya jaksa.

    “Saya terima Rp 9,5 juta,” jawab Uji.

    “Yang Rp 500 ribunya lagi?” tanya jaksa.

    “Saya serahkan ke Pak Sepyoni,” jawab Uji.

    Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum mendakwa Meirizka memberi suap agar anaknya divonis bebas dalam kasus tewasnya Dini Sera. Suap itu diberikan kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili Ronald.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Lisa Rachmat, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, yaitu memberi uang tunai keseluruhan sebesar Rp 1.000.000.000 dan SGD 308.000 (sekitar Rp 3,6 miliar),” kata jaksa dalam sidang dakwaan Meirizka di PN Tipikor Jakarta, Senin (10/2).

    Suap itu diberikan melalui pengacara bernama Lisa Rachmat yang juga jadi terdakwa. Uang suap tersebut lalu diserahkan kepada tiga hakim majelis kasus Ronald Tannur di PN Surabaya, mulai Erintuah Damanik, Mangapul, sampai Heru Hanindyo. Tiga hakim itu juga telah menjadi terdakwa.

    Sementara Zarof Ricar didakwa menerima gratifikasi Rp 915 miliar dan 51 kg emas selama 10 tahun menjadi pejabat MA. Selain itu, Zarof didakwa terlibat menjadi makelar perkara dalam vonis bebas Ronald Tannur.

    Ronald sendiri telah dihukum 5 tahun penjara dalam tingkat kasasi. Dia sedang menjalani hukuman penjara.

    (mib/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Bareskrim Yakin Tak Ada Korupsi di Kasus Pemalsuan Sertifikat Pagar Laut Tangerang, Ini Alasannya – Halaman all

    Bareskrim Yakin Tak Ada Korupsi di Kasus Pemalsuan Sertifikat Pagar Laut Tangerang, Ini Alasannya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dittipidum Bareskrim Polri meyakini tidak ada indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus pemalsuan sertifikat pagar laut di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten.

    Hal ini sebagai respons terhadap Kejaksaan Agung (Kejagung) yang memberikan petunjuk agar dalam berkas perkara yang dinyatakan belum lengkap (P19) disertakan pasal terkait korupsi.

    Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan tidak ditemukannya kerugian negara setelah berdiskusi dengan para ahli termasuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi alasan kasus pemalsuan tak bisa disertai pasal korupsi.

    Hal ini juga sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.25/ PUU 14-2016 yang di mana kasus korupsi harus dibuktikan dengan kerugian negara. 

    “Sehingga melihat posisi kasus tersebut fakta yang dominan adalah pemalsuan dokumen dimana tidak menyebabkan kerugian negara terhadap keuangan negara ataupun perekonomian negara sehingga penyidik berkeyakinan perkara tersebut merupakan bukan merupakan tindak pidana korupsi,” kata Djuhandani kepada wartawan, Kamis (10/4/2025).

    Menurutnya, hal itu juga mengacu pada Pasal 14 Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Tipikor.

    Ditambah, kasus pemalsuan sertifikat ini telah sesuai dengan ‘lex consumen derogat legi consumte’ yakni asas didasarkan pada fakta-fakta dominan dalam suatu perkara. 

    Dengan posisi kasus pemalsuan sertifikat yang tidak merugikan perekonomian negara. Namun, memiliki dampak kerugian pada masyarakat yang terganggu kehidupannya akibat pagar laut yang membentang di perairan Tangerang 

    “Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan. Dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” jelasnya.

    Sehingga, penyidik Bareskrim Polri tetap mengirim berkas perkara tersebut dengan tidak menyertakan pasal korupsi di dalam kasus pemalsuan sertifikat. 

    “Penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan pasal 263 KUHP menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil. Artinya kita sudah hari ini kita kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” ungkapnya.

    Lebih lanjut, Djuhandani mengatakan kasus polemik pagar laut terkait pemalsuan sertifikat, berbeda dengan kasus dugaan suap atau gratifikasi. Nantinya perkara korupsi akan diselidiki secara terpisah.

    “Terdapatnya indikasi pemberian suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara negara. Saat ini yang dalam hal ini Kades Kohod, ini saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortas Tipikor Mabes Polri,” jelasnya.

    “Kemudian, terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut desa Kohod, saat ini sedang dilaksanakan proses penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprint sidik-nya. Ini yang sekarang berlangsung,” imbuhnya.

    Perintah Kejagung

    Sebelumnya, Kejagung meminta agar penyidik Bareskrim Polri menerapkan pasal tindak pidana korupsi (tipikor) dalam penanganan kasus pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Banten.

    Dalam kasus yang menjerat Kepala Desa Kohod Arsin itu, Jaksa Penuntut Umum (Jpu) menemukan adanya indikasi kuat bahwa penerbitan SHM, SHGB, serta izin PKK-PR darat dilakukan secara melawan hukum.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menerangkan, dugaan- dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod.

    “Jaksa Penuntut Umum memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor,” kata Harli kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

    Akan tetapi sejak dikembalikan pada 24 Maret 2025 lalu penyidik Bareskrim Polri belum menyerahkan kembali berkas perkara kepada pihak Kejaksaan.

    Padahal tenggat waktu yang diberikan oleh Jpu hanya 14 hari sejak pertama kali dilakukan pengembalian berkas perkara.

    “Hingga saat ini penyidik belum menyerahkan berkas perkara a quo dengan Pasal sangkaan UU Tipikor,” ucap Harli.

    Dalam kasus ini, Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka kasus pemalsuan dokumen pagar laut Tangerang.

    Keempat tersangka yakni Kepala Desa Kohod Arsin, Sekretaris Desa Kohod Ujang Karta, dan dua orang lain berinisial SP dan CE.

    Adapun pagar yang terbuat dari bambu itu membentang sepanjang 30,16 kilometer di Kawasan Laut Tanggerang, Banten. 

    Sekilas bambu-bambu yang tertancap rapat di laut itu tampak seperti deretan pagar sederhana. 

    Bambu sepanjang 30,16 km itu berada pada wilayah 16 desa di 6 kecamatan dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.

     

     Bareskrim Yakin Tak Ada Korupsi di Kasus Pemalsuan Sertifikat Pagar Laut Tangerang, Kortas Tipidkor Tetap Selidiki
     

  • Bareskrim Limpahkan Lagi Berkas Kasus Pagar Laut Tangerang ke Kejagung

    Bareskrim Limpahkan Lagi Berkas Kasus Pagar Laut Tangerang ke Kejagung

    Jakarta

    Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah melengkapi berkas perkara kasus pagar laut di perairan Tangerang. Penyidik telah melimpahkan kembali berkas perkara tersebut ke Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini.

    Hal itu disampaikan Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menjawab pertanyaan soal catatan Kejagung yang meminta kasus dikembangkan menjadi dugaan tindak pidana korupsi (tipikor).

    “Kami tetap dari penyidik Polri khususnya melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP. Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil,” kata Djuhandhani di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (10/4/2025).

    Dia menyebut, berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi ahli termasuk pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), atas pengembangan kasus dokumen SHGB dan SHM di wilayah pagar laut Tangerang, belum ditemukan indikasi kerugian negara.

    “Kita diskusikan kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya. Mereka (BPK) belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” ucap Djuhandhani.

    Karena itu, Djuhandani menyatakan pihaknya belum bisa melanjutkan kasus tersebut ke ranah dugaan korupsi. Sebab sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.25/ PUU 14-2016, kasus korupsi harus dibuktikan dengan kerugian negara sesuai BPK.

    “Kemudian, terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut desa Kohod, saat ini sedang dilaksanakan proses penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprint sidiknya. Ini yang sekarang berlangsung,” lanjut Djuhandhanu.

    Adapun terkait pidana umum menyangkut pemalsuan sertifikat, kata Djuhandani, telah didasarkan pada fakta-fakta dominan. Dengan posisi kasus pemalsuan sertifikat yang tidak merugikan perekonomian negara.

    “Karena kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang oleh para nelayan. Dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya. Jadi kita masih melihat itu sebagai tindak pidana pemalsuan,” terang Djuhandhani.

    Sehingga, lanjut dia, kasus polemik pagar laut terkait pemalsuan sertifikat, berbeda dengan kasus dugaan suap atau gratifikasi. Di mana Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) nya pun akan terpisah.

    Sebelumnya, Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Kejagung mengembalikan berkas perkara terkait dugaan pemalsuan sertifikat di wilayah pagar laut Tangerang kepada Dittipidum Bareskrim Polri.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan berkas yang dikembalikan itu atas nama tersangka Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin, UK selaku Sekretaris Desa (Sekdes) Kohod, serta SP dan CE selaku penerima kuasa.

    “Berdasarkan hasil analisis hukum, jaksa penuntut umum (JPU) memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor,” kata Harli, dilansir Antara, Selasa (25/3/2025).

    Dia mengatakan berdasarkan hasil analisis JPU pada Jampidum, terdapat indikasi kuat bahwa penerbitan sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), dan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) darat dilakukan secara melawan hukum.

    “Dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod,” ucapnya.

    Selain itu, JPU juga menemukan potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal.

    “Hal ini termasuk penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKKPR laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” terangnya.

    Oleh karena itu, JPU memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi.

    “Koordinasi lebih lanjut dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) diperlukan guna memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan,” kata Harli.

    (ond/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kejagung Minta Polri Kenakan Pasal Tipikor di Kasus Pagar Laut Tangerang

    Kejagung Minta Polri Kenakan Pasal Tipikor di Kasus Pagar Laut Tangerang

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengembalikan berkas perkara kasus pagar laut Tangerang ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

    Jaksa meminta supaya Bareskrim menggunakan pasal tindak pidana korupsi pada kasus Pagar Laut di Tangerang. Apalagi menurut Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar, Basrekrim belum menindaklanjuti petunjuk dari jaksa.

    “Petunjuk JPU agar penyidik melakukan penyidikan dalam perkara ini dengan pasal persangkaan dalam UU Tipikor dan setelahnya berkoordinasi dengan jajaran Pidsus,” ujarnya saat dihubungi, dikutip Kamis (10/4/2025).

    Dia menekankan, petunjuk JPU itu nantinya harus disidik dengan Pasal UU Tipikor. Alhasil, menurutnya, kemungkinan administrasi perkara tersebut bisa berubah.

    “Sebelumnya, penyidik melakukan penyidikan dengan pasal-pasal dalam tindak pidana umum dan oleh JPU memberi petunjuk agar disidik dengan UU Tipikor tentu secara administrasi penanganan perkara kan berubah,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, berkas perkara pagar laut telah diterima Kejagung pada (13/3/2025). Namun, setelah dianalisis jaksa, Kejagung kembali mengembalikan berkas perkara itu pada (25/3/2025).

    Adapun, Bareskrim telah menetapkan Kades Kohod Arsin, Sekdes Kohod Ujang Karta, serta dua penerima kuasa SP dan CE telah ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (18/2/2025). 

    Arsin Cs juga diduga bekerja sama untuk memalsukan dokumen untuk menerbitkan kepemilikan tanah atas nama warga Kohod.

    Total, ada 263 sertifikat kepemilikan tanah yang diduga dipalsukan Kades Kohod Arsin Cs sepanjang periode Desember 2023—November 2024.

  • Terima Uang Rp5 Juta dari Pengacara Ronald Tannur, Juru Sita PN Surabaya: Untuk Jajan dan Bagi-bagi

    Terima Uang Rp5 Juta dari Pengacara Ronald Tannur, Juru Sita PN Surabaya: Untuk Jajan dan Bagi-bagi

    loading…

    Juru sita pengganti Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rini Asmin Septerina mengaku menerima uang Rp5 juta dari Lisa Rahmat yang merupakan pengacara Gregorius Ronald Tannur. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Juru sita pengganti Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Rini Asmin Septerina mengaku menerima uang Rp5 juta dari Lisa Rahmat yang merupakan pengacara Gregorius Ronald Tannur . Uang itu diberikan untuk jajan atau dibagikan kepada pegawai lain.

    Hal itu diungkapkan saksi Rini saat dihadirkan dalam sidang kasus dugaan suap vonis bebas Ronnald Tannur dengan terdakwa tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

    Rini mengaku dihubungi Lisa melalui percakapan WhatsApp untuk menanyakan berkas kasus perkara Ronald Tannur. “Kalau seingat saya ‘Mbak saya pengacara Ronald, ada perkara Ronald apa sudah masuk?” kata Rini dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (10/4/2025).

    Selanjutnya, dia diminta menginfokan ke Lisa bilamana perkara Ronald Tannur telah dilimpahkan ke PN Surabaya.

    “Saya awalnya enggak tahu niatnya (Lisa), dia cuma ngontak. ‘Mbak kalau ada perkara Ronald Tannur masuk, tolong infokan ke saya’,” katanya.

    “Terus saksi menyanggupi itu?” tanya Jaksa.

    “Iya saya bilang ‘Belum masuk Bu saat ini,” jawaban Rini.

    Selanjutnya, setelah perkara itu telah dilimpahkan ke PN Surabaya, Rini pun melaporkan ke Lisa. Dari laporan itulah dia diberikan uang dari Lisa.

  • Pakai BMW X5, Eks Kepala BP Batam Diperiksa Dugaan Korupsi Pelabuhan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        10 April 2025

    Pakai BMW X5, Eks Kepala BP Batam Diperiksa Dugaan Korupsi Pelabuhan Regional 10 April 2025

    Pakai BMW X5, Eks Kepala BP Batam Diperiksa Dugaan Korupsi Pelabuhan
    Tim Redaksi
    BATAM, KOMPAS.com
    – Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kepulauan Riau (Kepri) melanjutkan pemeriksaan dugaan
    korupsi

    revitalisasi dermaga
    utara Pelabuhan Batuampar.
    Saat ini, pihak kepolisian melanjutkan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam,
    Muhammad Rudi
    .
    Pantauan di lokasi, Rudi diketahui datang memenuhi panggilan sejak Kamis (10/4/2025) pagi dengan mengendarai BMW X5 bernopol BP 9 RVR.
    Direktur Reserse Kriminal Khusus
    Polda Kepri
    , Kombes Pol Silvester Simamora, menyebut pemanggilan terhadap Muhammad Rudi masih sebatas saksi.
    Penyidik hanya akan meminta keterangan terkait pengetahuannya mengenai proyek tersebut.
    “Pak Rudi tupoksi-nya hanya seberapa besar dia tahu informasi mengenai proyek tersebut,” jelasnya saat ditemui di Gedung Ditreskrimsus Polda Kepri, Kamis (10/4/2025) siang.
    Silvester juga belum merinci lebih lanjut materi pemeriksaan, maupun potensi kerugian negara dalam kasus ini.
    Namun, ia menegaskan bahwa pemanggilan ini merupakan bagian dari proses penyelidikan awal yang sedang berjalan.
    “Ini panggilan pertama terhadap yang bersangkutan, kerugian negara masih kita dalami,” jelasnya.
    Sebelumnya, Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Kepri hingga saat ini telah memeriksa lebih dari 50 orang saksi dalam penyidikan, yang diawali dari laporan informasi yang diterima Ditreskrimsus Polda Kepri.
    Pernyataan ini dilontarkan Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kepri, Kombes Pol Silvester Simamora, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (27/3/2025) lalu.
    Proses penyidikan sendiri saat ini telah memasuki tahap Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dan telah dikirimkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri dengan tujuh terlapor.
    “Saat ini masih tahap pemeriksaan terhadap para saksi. Untuk mengarah ke eks pejabat BP Batam, kami harus menyelesaikan tahapan ini terlebih dahulu,” ujarnya.
    Dalam laporan yang masuk, proyek revitalisasi di dermaga Batu Ampar, terutama dalam aspek pengerukan, diduga tidak sesuai dengan perencanaan atau tidak dikerjakan.
    Guna memperkuat penyidikan, Kepolisian juga telah menunjuk ahli guna melakukan audit teknis setelah Hari Raya Idul Fitri.
    “Kami menemukan indikasi bahwa pengerukan dalam proyek ini tidak sesuai dengan rencana awal. Oleh karena itu, kami sudah menunjuk ahli untuk melakukan pemeriksaan lebih mendalam,” jelasnya.
    Sementara itu, perhitungan pasti terkait total kerugian negara akibat dugaan korupsi ini masih dalam tahap penyelidikan lebih lanjut.
    Dalam SPDP yang diterima, penyidik Polda Kepri telah menetapkan tujuh orang sebagai terlapor.
    Mereka adalah AM, salah satu ASN di BP Batam, IAM, IMS, ASA, dan NVU yang merupakan wiraswasta, AH seorang pengusaha, dan IS, salah satu karyawan BUMN.
    Tidak hanya itu, guna mendalami penyelidikan terkait dugaan korupsi revitalisasi dermaga utara Pelabuhan Batuampar, penyidik Polda Kepri juga melakukan penggeledahan di Pusat Perencanaan Strategis BP Batam pada Rabu (19/3/2025) dan mengamankan sejumlah dokumen.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Periksa 2 Mantan Direktur LPEI Terkait Korupsi Pemberian Kredit Hari Ini

    KPK Periksa 2 Mantan Direktur LPEI Terkait Korupsi Pemberian Kredit Hari Ini

    loading…

    KPK melakukan pemeriksaan terhadap dua mantan direktur LPEI hari ini. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap dua mantan direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia ( LPEI ) hari ini. Pemangilan dua orang ini untuk mendalami kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari LPEI ke PT Petro Energi (PE).

    “Hari ini Kamis (10/4) KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI),” ucap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Kamis (10/4/2025).

    Adapun kedua saksi yang diperiksa yakni Hadiyanto dan Robert Pakpahan. Pemeriksaan ini dilaksanakan di Gedung Merah Putih Jakarta. “H mantan Direktur LPEI. RP mantan Direktur LPEI,” katanya.

    Sekadar informasi, kasus ini KPK telah mengumumkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit dari LPEI. Dari lima orang tersebut, dua berasal dari LPEI dan sisanya dari PT Petro Energy (PE) selaku debitur.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, kelimanya adalah Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi; Direktur Pelaksana IV LPEI, Arif Setiawan. Kemudian dari pihak PT PE yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta.

    Sementara itu, dari lima tersangka dalam perkara ini, tiga di antaranya telah ditahan, yakni Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta. Adapun nilai potensi kerugian negara yang semula diperkirakan Rp988,5 miliar telah dikoreksi oleh KPK menjadi Rp846,9 miliar.

    (cip)

  • Kejagung Limpahkan Berkas Perkara Korupsi dan TPPU Duta Palma Group, 7 Korporasi Diadili

    Kejagung Limpahkan Berkas Perkara Korupsi dan TPPU Duta Palma Group, 7 Korporasi Diadili

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan kasus korupsi dan TPPU Duta Palma Group ke PN Tipikor Jakarta Pusat.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan pelimpahan itu dilakukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri Jakpus ke PN Tipikor.

    “JPU pada Kejari Jakpus telah melakukan pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan dalam perkara dugaan korupsi dan TPPU oleh PT Duta Palma Group ke PN Tipikor,” ujar Harli dalam keterangan, Kamis (10/4/2025).

    Dia menambahkan, setidaknya ada tujuh korporasi yang bakal didakwa dalam kasus rasuah ini. Mereka yakni PT Darmex Plantations serta PT Asset Pacific yang diwakili oleh kuasa yang bertindak atas nama Surya Darmadi. 

    Kemudian, PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Kencana Amal Tani yang diwakili oleh kuasa atas Tovariga Triaginta Ginting.

    “Selanjutnya penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat akan menghadiri agenda sidang pembacaan surat dakwaan setelah hari sidang ditetapkan,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, korps Adhyaksa secara total telah menyita total Rp6,5 triliun dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dalam kegiatan usaha di Indragiri Hulu, Riau ini.

    Adapun, uang hasil tindak pidana itu diduga dialirkan atau disamarkan ke holding perkebunan Duta Palma Group, yakni PT Darmex Plantations dan PT Asset Pacific holding yang bergerak di bidang properti.

  • Kasus Korupsi Korporasi dan Pencucian Uang Duta Palma Segera Disidang

    Kasus Korupsi Korporasi dan Pencucian Uang Duta Palma Segera Disidang

    Jakarta

    Berkas perkara dugaan korupsi korporasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Duta Palma Group telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Tipikor Jakpus). Kasus rasuah itu segera disidang.

    “Rabu 9 April 2025, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah melakukan pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh PT Duta Palma Group,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).

    Sebagai informasi, kasus korupsi dengan tersangka korporasi Duta Palma Group merupakan pengembangan kasus korupsi terkait perizinan perkebunan sawit Bos Duta Palma, Surya Darmadi.

    Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan total lima korporasi sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang terkait perkebunan kelapa sawit di Indra Giri Hulu. Kelima tersangka korporasi itu adalah PT Palma Satu, PT Siberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, dan PT Kencana Amal Tani.

    Sedangkan dua perusahaan lainnya yakni PT Darmex Plantations (holding perkebunan) dan PT Asset Pacific (holding properti) ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang. Mereka diduga ditugaskan melakukan pencucian uang hasil korupsi tersebut.

    Para terdakwa tersebut didakwa dengan:

    Primer

    Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    dan

    Kedua

    Primer

    Pasal 3 juncto Pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Subsider

    Pasal 4 juncto Pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    2. PT Darmex Plantations dan PT Asset Pacific

    Primer

    Pasal 3 juncto Pasal 7 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

    Subsider

    Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.

    (ond/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • KPK Masuk Kepengurusan BPI Danantara, Setara Institute Pertanyakan Independensi Lembaga Antirasuah – Halaman all

    KPK Masuk Kepengurusan BPI Danantara, Setara Institute Pertanyakan Independensi Lembaga Antirasuah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setara Institute mempertanyakan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang masuk dalam kepengurusan tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, secara normatif, masuknya KPK sebagai pengawas Danantara merupakan sesuatu yang baik.

    Ia menilai, penyelenggaraan negara dalam tata pemerintahan demokratis pada berbagai aspeknya harus menjadi objek pengawasan.

    “Tidak boleh ada penyelenggaraan negara yang berjalan tanpa pengawasan. Power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely. Begitulah bunyi adagium Acton,” kata Halili, saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (9/4/2025).

    Menurutnya, kekuasaan itu cenderung korup, jika kekuasaaan itu mutlak, maka akan korup secara mutlak pula.

    Terkait hal ini, Halili kemudian mempertanyakan independensi lembaga antirasuah itu setelah masuk dalam kepengurusan BPI Danantara.

    “Hanya, apakah KPK sepenuhnya independen dari kekuasaan dalam melaksanakan fungsi pengawasan di Danantara, itu masalahnya,” ucap Halili.

    Ia mengatakan, apabila KPK hanya dilibatkan sebagai selubung politik bagi sentimen negatif di ruang publik yang mengemuka berkaitan dengan Danantara, tidak ada yang bisa diharapkan dari pelibatan KPK.

    Lebih lanjut, menurutnya, butuh waktu untuk KPK bisa membuktikan integritasnya dalam hal pengawasan di Danantara.

    “Butuh pembuktian dari KPK soal integritas mereka dalam hal independensi dan profesionalitas keterlibatan mereka dalam pengawasan tata kelola Danantara,” imbuh Halili.

    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak akan ada konflik kepentingan meskipun mereka terlibat dalam tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menegaskan bahwa KPK akan tetap menjaga objektivitas dalam setiap keputusan yang diambil.

    “KPK menegaskan bahwa tidak akan ada konflik kepentingan dalam kepengurusan KPK di Danantara. KPK yang terlibat dalam komite pengawasan dan akuntabilitas Danantara akan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak mempengaruhi objektivitas KPK dalam menjalankan tugasnya,” kata Tessa dalam keterangannya, Senin (7/4/2025).

    Menurutnya, meskipun KPK menjadi bagian dari pengawasan Danantara, lembaga antikorupsi ini tetap berkomitmen untuk bertindak profesional dan transparan, terutama jika terjadi permasalahan hukum.

    Tessa juga menjelaskan bahwa penunjukan KPK dalam struktur Danantara adalah untuk lembaga, bukan individu, sehingga keputusan yang diambil selalu berdasarkan pertimbangan organisasi.

    “Penunjukan KPK sebagai salah satu tim Komite Pengawasan dan Akuntabilitas BPI Danantara tersebut adalah kepada KPK sebagai institusi, bukan merujuk kepada kapasitas personal, dalam hal ini Ketua KPK Setyo Budiyanto,” katanya.

    Meskipun banyak yang mengkritik langkah ini, termasuk peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, yang berpendapat bahwa KPK seharusnya tetap berada di luar struktur Danantara untuk menjaga independensi, Tessa menegaskan bahwa KPK tetap akan menjaga standar tata kelola yang baik dan mengedepankan akuntabilitas.

    Dengan bergabung dalam Komite Pengawasan dan Akuntabilitas, KPK berharap dapat berkolaborasi dengan lembaga-lembaga penting lainnya, seperti PPATK, BPK, BPKP, Polri, dan Kejaksaan Agung, untuk meningkatkan pengawasan terhadap BPI Danantara secara profesional.

    “KPK akan terus mengevaluasi efektivitas keterlibatan KPK, untuk langkah-langkah perbaikan selanjutnya,” kata Tessa.

    Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari 2025.

    Danantara bertugas mengelola dividen BUMN dan langsung bertanggung jawab kepada presiden. Badan ini memiliki Komite Pengawasan dan Akuntabilitas yang terdiri dari berbagai lembaga penting, termasuk KPK, PPATK, BPKP, BPK, Kapolri, dan Kejaksaan Agung.

    Namun, keputusan memasukkan KPK dalam kepengurusan Danantara mendapat kritik dari Zaenur Rohman, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada. Zaenur berpendapat bahwa KPK seharusnya tetap berada di luar struktur Danantara sebagai lembaga independen untuk menghindari potensi konflik kepentingan.

    Dia mengkhawatirkan, jika terjadi kasus korupsi, keberadaan KPK dalam struktur Danantara akan menambah masalah baru.
     “Kalau suatu saat terjadi tindak pidana korupsi, padahal dia menjadi bagian dari Danantara itu sendiri, mau bagaimana? Itu potensi kepentingan yang sangat jelas,” kata Zaenur.