Kasus: Tipikor

  • Bareskrim Kembali Serahkan Berkas Kasus Pagar Laut ke Kejagung, Kapuspenkum: Saat Ini Masih Ditelaah – Page 3

    Bareskrim Kembali Serahkan Berkas Kasus Pagar Laut ke Kejagung, Kapuspenkum: Saat Ini Masih Ditelaah – Page 3

     

    Liputan6.com, Jakarta – Bareskrim Polri telah melimpahkan berkas perkara dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) untuk proyek pagar laut di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten atau dikenal tahap 1 ke Kejaksaan Agung. Dalam kasus ini, salah satu tersangkanya adalah Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengkonfirmasi, berkas perkara itu kini sedang ditelaah oleh tim peneliti Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung. Dia mengatakan, surat dari penyidik perihal pengiriman kembali berkas perkara tersangka Arsin Bin Asip, dan kawan-kawan telah diterima per 10 April 2025

    “Saat ini Tim JPU sedang mempelajari dan meneliti kembali,” kata dia kepada wartawan, Sabtu (12/4/2025).

    Harli mengatakan, Kejaksaan Agung akan meminta penyidik Bareskrim melimpahkan tersangka maupun barang bukti, bilamana berkas telah dinyatakan lengkap. Dia menegaskan, proses penelaahan hingga kini masih berjalan.

    “Jika hasil penelitiannya sudah ada nanti kita sampaikan ya,” tandas dia.

    Dalam berkas tersebut, Bareskrim menyimpulkan bahwa dugaan pelanggaran hanya sebatas tindak pidana umum, yakni pemalsuan dokumen milik warga terkait kepemilikan lahan di kawasan pesisir. Oleh karena itu, pasal korupsi tidak dimasukkan dalam dakwaan.

    Menurut penjelasan Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani, tidak ditemukan unsur kerugian negara dalam perkara ini. Ia menegaskan bahwa penyidik merujuk pada Putusan MK No.25/PUU-XIV/2016, yang menyatakan bahwa pasal korupsi harus dibuktikan dengan adanya kerugian keuangan negara secara nyata dan berdasarkan audit lembaga resmi seperti BPK atau BPKP.

    “Dalam frase dapat merugikan kerugian negara di pasal 2 dan 3 Undang-Undang No.31 tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sehingga kerugian negara secara nyata haruslah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI atau BPKP,” tegas Djuhandani.

  • Berkas Kasus Pagar Laut Tak Mencantumkan Pidana Korupsi, Bareskrim Kirim Kembali ke Kejagung

    Berkas Kasus Pagar Laut Tak Mencantumkan Pidana Korupsi, Bareskrim Kirim Kembali ke Kejagung

    Bisnis.com, JAKARTA — Bareskrim Polri kembali menyerahkan berkas kasus ‘Pagar Laut Tangerang’, sebelumnya berkas kasus yang sama dikembalikan oleh Kejagung karena dianggap tidak mencantumkan dugaan korupsi.

    Saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mempelajari berkas perkara yang kembali dikirimkan Bareskrim Polri terkait kasus pemalsuan dokumen di area pagar laut Tangerang.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menyatakan tim jaksa penuntut umum (JPU) sudah menerima kembali berkas tersebut sejak  Kamis (10/4/2025).

    “Saat ini Tim JPU sedang mempelajari dan meneliti kembali,” ujarnya saat dihubungi, Sabtu (12/4/2025).

    Harli menyatakan bahwa analisa itu nantinya akan menentukan nasib dan tuntutan kepada para tersangka yakni Kades Kohod Arsin Cs. 

    Menurutnya, jika JPU sudah menyatakan lengkap, maka kasus tersebut akan diproses untuk tahap selanjutnya. Namun, apabila belum lengkap, maka JPU akan kembali memberikan petunjuk terhadap penyidik Bareskrim.

    “Jika hasil penelitiannya sudah ada nanti kami sampaikan ya,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, berkas perkara pagar laut telah diterima Kejagung pada 13 Maret lalu.  Namun, setelah diteliti Tim Jaksa Kejagung,  berkas itu dikembalikan kepada Bareskrim Polri karena dianggap tidak mencantumkan unsur pidana korupsi. 

    Pengembalian berkas perkara dari Kejagung dilakukan pada 25 Maret lalu. Adapun, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan bahwa Bareskrim menilai kasus pemalsuan dokumen itu tidak memiliki unsur korupsi.

    Pasalnya, sebelum kembali melimpahkan berkas perkara ke Kejagung, Bareskrim telah melakukan diskusi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan ahli terkait. Hasilnya, dalam koordinasi itu baik BPK maupun ahli belum menemukan unsur rasuah dalam kasus itu.

    Alasan lainnya, berkaitan dengan ketentuan UU Tipikor telah mengatur secara eksplisit menyatakan bahwa kasus yang dikategorikan tindak pidana korupsi adalah yang melanggar UU Tipikor. 

    Sementara itu, tersangka pada kasus ini, yakni Kades Kohod Arsin Cs dikenakan pasal Pidana Umum dengan jeratan Pasal 263 KUHP dan Pasal 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen.

    “Menurut penyidik yang berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formil maupun materil. Artinya kami sudah hari ini, kami kembalikan dengan alasan-alasan yang tadi kami sampaikan,” tutur Djuhandhani di Bareskrim, Kamis (10/4/2025).

  • KPK Panggil Saksi Tambahan sebelum Periksa Ridwan Kamil

    KPK Panggil Saksi Tambahan sebelum Periksa Ridwan Kamil

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan memanggil sejumlah saksi tambahan terkait dugaan korupsi proyek pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) periode 2021–2023. Langkah ini dilakukan guna menelusuri lebih lanjut kemungkinan keterlibatan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

    “Kami masih membutuhkan informasi yang lengkap mengenai peran mantan gubernur ini. Perannya bukan di depan, melainkan di belakang. Oleh karena itu, kami perlu menggali lebih banyak informasi dari para saksi,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, saat dikonfirmasi dari Jakarta, Sabtu (12/4/2025).

    Asep menambahkan, pemanggilan Ridwan Kamil baru akan dilakukan setelah KPK memperoleh data dan keterangan yang cukup. Ia juga mengungkapkan telah menandatangani surat pemanggilan saksi-saksi lain untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

    “Saya kemungkinan sudah menandatangani pemanggilan saksi-saksi di awal pekan ini. Nanti tunggu saja siapa saja yang hadir,” ucapnya.

    Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyampaikan pemeriksaan terhadap saksi-saksi internal Bank BJB maupun pihak vendor yang memenangkan pengadaan iklan masih berlangsung.

    “Sepanjang pengetahuan saya, proses pemeriksaan belum selesai. Jadi, jika konteksnya adalah pemeriksaan, itu masih berlanjut,” jelas Tessa saat dikonfirmasi pada Kamis (10/4/2025).

    Dalam perkara ini, penyidik KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR), Pejabat Pembuat Komitmen sekaligus Kepala Divisi Corsec Bank BJB Widi Hartoto (WH), serta tiga pengendali agensi, yaitu Ikin Asikin Dulmanan (IAD) dari Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, Suhendrik (S) dari BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspres, dan Sophan Jaya Kusuma (SJK) dari Cipta Karya Sukses Bersama.

    Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Dalam kasus koruspi proyek iklan yang menyeret Ridwan Kamil, KPK memperkirakan kerugian negara mencapai Rp 222 miliar.v

  • 6 Fakta Mantan Wakil Wali Kota Palembang dan Suaminya Jadi Tersangka Dugaan Korupsi PMI

    6 Fakta Mantan Wakil Wali Kota Palembang dan Suaminya Jadi Tersangka Dugaan Korupsi PMI

    Dari hasil penyelidikan, penetapan tersangka eks Wawako Palembang dan suaminya dikuatkan dengan dua alat bukti yang sah. Keduanya dijerat UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, Pasal 2 dan Pasal 3 tentang UU Tipikor.

    Fitrianti Agustinda ditahan di Lapas Perempuan Kelas II A Palembang. Sedangkan suaminya Dedi mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1A Palembang. Keduanya akan dipenjara selama 20 hari sejak masuk tahanan.

    “Modusnya diduga pengelolaan dana tidak sesuai dengan ketentuan yang menimbulkan potensi kerugian negara. Hal itu dari peran aktif keduanya. Untuk berapa besar kerugiannya akan ditetapkan dari penghitungan oleh BPKP nanti,” kata Kepala Kejari Palembang Hutamrin.

    Bantah Korupsi

    Saat hendak dibawa ke Lapas Perempuan Kelas II A Palembang Fitrianti Agustinda membantah tuduhan korupsi yang dilakukannya saat menjabat sebagai Ketua PMI Palembang 2020-2023.

    “Tidak ada dana hibah. Tolong dicatat. Dana hibah sudah diperiksa oleh BPK tidak ada kerugian negara,” ucapnya.

    Dia berkilah, jika BPPD PMI Palembang bukanlah dana hibah, sehingga dia tak terima dituduh memakan dana hibah tersebut selama mencatat.

    Respon Suami Fitrianti

    Jika Fitrianti Agustinda bersuara terkait penetapan status tersangka oleh Kejari Palembang. Berbeda dengan Dedi Sipriyanto yang hanya sedikit menjawab pertanyaan awak media.

    “Kalian mau nanya apa,”ucapnya pelan.

    Setelah itu, tak ada lagi suara dari Dedi Sipriyanto sampai akhirnya pasutri tersebut dibawa ke mobil Kejari Palembang untuk diantar ke penjara.

     

  • KPK Tahan Dua Tersangka Korupsi Jual Beli Gas PT PGN, Segini Kerugian Negara

    KPK Tahan Dua Tersangka Korupsi Jual Beli Gas PT PGN, Segini Kerugian Negara

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi dalam kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energi (PT IAE) tahun 2017–2021. Dua tersangka yang ditahan ialah Komisaris PT IAE periode 2006-2023, Iswan Ibrahim (ISW) dan Direktur Komersial PT PGN periode 2016-2019, Danny Praditya (DP).

    Iswan Ibrahim (ISW) dan Danny Praditya (DP) diduga berperan dalam skema kerja sama jual beli gas yang berujung pada kerugian keuangan negara sebesar 15 juta Dolar Amerika Serikat (AS) atau setara lebih dari Rp203 miliar, dihitung dengan kurs pada 2017. Demi kepentingan penyidikan keduanya ditahan selama 20 hari pertama.

    “Dilakukan Penahanan terhadap Tersangka ISW dan Tersangka DP di Cabang Rumah Tahanan dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Jakarta Timur selama 20 hari terhitung mulai tanggal 11 April 2025 sampai dengan tanggal 30 April 2025,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Kamis, 11 April 2025.

    Asep menyebut, tindakan keduanya melanggar berbagai aturan, di antaranya Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga telah menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif pada 15 Oktober 2024 yang memperkuat adanya kerugian negara senilai USD15 juta dalam dugaan korupsi ini.

    Lebih lanjut, Asep menyampaikan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan saksi sebanyak 75 orang dan menyira barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektronik, dan uang senilai USD1.000.000.

    “Telah dilakukan Penggeledahan atas 8 (delapan) lokasi Rumah/Kantor atau ruang/pekarangan/tempat tertutup lainnya,” ujar Asep.

    Eks Menteri BUMN Rini Soemarno Diperiksa KPK

    Sebelumnya, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno rampung diperiksa KPK pada Senin, 10 Februari 2025. Dia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan PT Inti Alasindo Energi (IAE) tahun 2017–2021.

    “Saya diminta untuk konfirmasi sebagai saksi mengenai dirutnya ini, program PGN diakuisisi sama Pertamina. Betul enggak bahwa program itu adalah program pemerintah. Betul program pemerintah untuk PGN diakuisisi,” kata Rini kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 10 Februari 2025.

    Rini mengaku dimintai konfirmasi oleh penyidik mengenai transaksi yang dilakukan Danny Praditya saat menjabat Direktur Komersial PT PGN. Akan tetapi, dia menyatakan tidak mengetahui mengenai kontrak kerja sama terkait jual beli gas antara PGN dengan Isar Gas.

    “Ini transaksi sebetulnya transaksi direktur biasanya enggak sampai dirut tapi saya enggak tahu saya bilang gitu,” kata Rini.

    “Karena itu transaksinya 15 juta kalau enggak salah, itu enggak nyampe ke dirut saja biasanya enggak sampai. Direkturnya? Kalau enggak salah iya (Danny Praditya),” ucapnya menambahkan.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Bareskrim Sebut Tak Ada Kerugian Negara dalam Kasus Pagar Laut, Said Didu: Kok Polisi yang Memutuskan?

    Bareskrim Sebut Tak Ada Kerugian Negara dalam Kasus Pagar Laut, Said Didu: Kok Polisi yang Memutuskan?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, melontarkan kritik terhadap pernyataan Bareskrim Polri yang menyebut tidak ada kerugian negara dalam kasus dugaan pemalsuan izin di proyek pagar laut Tangerang.

    Said Didu mempertanyakan dasar dan kewenangan kepolisian dalam menentukan ada atau tidaknya kerugian negara dalam sebuah perkara.

    “Kok polisi yang memutuskan bahwa tidak ada kerugian negara? Makin jelas,” kata Said Didu di X @msaid_didu (11/4/2025).

    Said Didu menyoroti bahwa keputusan mengenai kerugian negara seharusnya berada di tangan auditor negara seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau lembaga terkait, bukan aparat penegak hukum seperti kepolisian.

    Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri telah merespons petunjuk dari Kejaksaan Agung terkait berkas kasus dugaan pemalsuan dokumen dalam penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang.

    Kasus ini juga berkaitan dengan pembangunan pagar laut yang tengah menjadi sorotan publik.

    Penyidik menyatakan bahwa hasil telaah terhadap petunjuk jaksa dalam P-19 tidak mengarah pada tindak pidana korupsi.

    “Kami sudah membaca dan mempelajari petunjuk P19 dari Kejaksaan. Penyidik berkeyakinan perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana korupsi,” kata Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rharjdjo Puro, di Mabes Polri, Kamis (10/4/2025) kemarin.

    Seperti diketahui, berkas perkara milik empat tersangka dalam kasus ini sempat dikembalikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 24 Maret 2025.

  • Kronologi Kasus Korupsi Jual Beli Gas yang Seret Eks Petinggi PGN

    Kronologi Kasus Korupsi Jual Beli Gas yang Seret Eks Petinggi PGN

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kronologi kasus jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN (PGAS) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE).

    Kasus ini diduga merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta (setara Rp252 miliar sesuai kurs Jisdor BI Rp16.805 per dolar AS).

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menuturkan bahwa uang US$15 juta itu diduga merupakan uang muka yang dibayarkan oleh PGN, atas perintah Direktur Komersial PGN 2016-2019 Danny Praditya, kepada Isargas Grup yang merupakan induk PT IAE. Uang muka itu ditujukan untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas PGN dan PT IAE.

    KPK pun telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus tersebut. Selain Danny Praditya, lembaga antirasuah turut menetapkan Komisaris PT IAE 2006-2023, Iswan Ibrahim sebagai tersangka. Keduanya resmi ditahan untuk 20 hari ke depan sejak hari ini.

    “Dilakukan Penahanan terhadap Tersangka ISW (Iswan Ibrahim) dan Tersangka DP (Danny Praditya) di Cabang Rumah Tahanan dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Jakarta Timur selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 11 April 2025 sampai dengan tanggal 30 April 2025,” ujar Asep pada konferensi pers, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025).

    Asep memaparkan, kasus tersebut bermula saat Danny pada Agustus 2017 lalu menawarkan kepada sejumlah trader gas untuk menjadi local distributor company (LDC) untuk PGN. Salah satu trader gas itu adalah PT Isargas, induk PT IAE.

    Danny lalu memerintahkan anak buahnya untuk menjalin kerja sama dengan PT IAE untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas. Pihak Isargas pun menyampaikan kepada Danny soal permintaan uang muka/advance payment sebesar US$15 juta ihwal pembelian gas PT IAE oleh PGN. Isargas juga menawarkan kepada PGN peluang untuk mengakuisisi sebagian hingga seluruh saham perusahaan itu.

    Uang muka tersebut digunakan untuk membayar utang PT Isargas kepada pihak lain, yang tidak berhubungan dengan perjanjian jual beli gas dengan PGN. Misalnya, kepada PT Pertagas Niaga, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Isar Aryaguna.

    Adapun gas PT IAE yang dijual ke PGN berasal dari alokasi gas bumi Husky Cnooc Madura Ltd. (HCML). Rencana penyerapan gas PT IAE itu pada 2017 sebesar 10 million standard cubic feet per day (MMSCFD), 15 MMSCFD pada 2018 dan 40 MMSCFD pada 2019.

    Kemudian, Danny dan Iswan Ibrahim pada 2 November 2017 menandatangani sejumlah dokumen meliputi Kesepakatan Bersama, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), Kesepakatan Bersama Pembayaran di Muka serta Kesepakatan Bersama Pemanfaatan Infrastruktur.

    Pada 9 November 2017, PGN atas perintah Danny membayar uang muka US$15 juta ke PT IAE sebagaimana invoice yang telah dikirimkan sebelumnya. “Untuk membayar kewajiban atau hutang PT IAE dan/atau ISARGAS Grup kepada pihak-pihak sebagai berikut yang tidak berkaitan dengan kegiatan Jual Beli Gas dengan PT PGN,” jelas Asep.

    Uang muka itu lalu tetap dibayarkan PGN ke PT Isargas, kendati Iswan mengetahui bahwa pasokan gas bumi PT IAE dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) yang ditandatangani.

    Usai memberikan uang muka jual beli gas itu, PGN justru diingatkan pada 2018 lalu oleh dua konsultan publik yang dipekerjakan mereka, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra, bahwa Isargas Grup dinyatakan tidak layak untuk diakuisisi.

    Pada 2 Desember 2020, Kepala BPH Migas saat itu, M. Fanshurullah Asa juga mengirimkan surat kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM bahwa tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM No.6/2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

    Tidak sampai di situ, Komisaris PGN Arcandra Tahar pada 18 Februari 2021 juga mengirimkan surat kepada Direktur Utama perseroan ihwal saran Dewan Komisaris kepada Direksi agar dilakukan pemutusan kontrak serta upaya hukum atas uang muka yang dibayarkan ke PT IAE.

    Alhasil, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Transaksi Jual beli Gas antara PT PGN dan PT IAE
    tahun 2017-2021 dengan Nomor: 56/LHP/XXI/10/2024, tanggal 15 Oktober 2024, terjadi kerugian negara sebesar US$15 juta (setara Rp252 miliar).

    Asep lalu memaparkan, selama proses penyidikan KPK telah memeriksa sebanyak 75 orang termasuk ahli dari BPK. Tim penyidik juga telah menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektornik serta uang US$1 juta.

    Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Hasto Kristiyanto Hormati Putusan Sela, Tetap Semangat Wujudkan Keadilan 

    Hasto Kristiyanto Hormati Putusan Sela, Tetap Semangat Wujudkan Keadilan 

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, legowo menerima putusan sela Majelis Hakim yang menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukannya dalam persidangan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. Ia menegaskan, putusan tersebut tidak akan menyurutkan semangatnya untuk memperjuangkan keadilan di Indonesia.

    “Keputusan hari ini tidak akan mengurangi sedikitpun suatu semangat, suatu tekad untuk mewujudkan keadilan, karena Indonesia tanpa keadilan di dalam sistem hukum yang dibangun sama saja juga tidak ada suatu penghormatan terhadap kemanusiaan,” kata Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025. 

    Hasto menyatakan menerima sepenuhnya putusan tersebut dan menilainya sebagai bagian dari proses hukum yang harus dihormati. Menurutnya, eksepsi merupakan bagian dari hak yang dimiliki oleh terdakwa.

    “Dan juga ini sangat penting sebagai bagian dari pendidikan politik kepada rakyat untuk melihat bagaimana seluruh aspek-aspek hukum yang seharusnya berkeadilan,” ucap Hasto.

    Majelis hakim menyatakan, aspek material akan diuji lebih lanjut dalam pemeriksaan pokok perkara. Menanggapi hal itu, Hasto menegaskan dirinya dan penasihat hukum siap menjalani proses persidangan selanjutnya.

    Lebih lanjut, Hasto menilai kasusnya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan perkara yang dipaksakan. Namun ia tetap meyakini, pembuktian di persidangan akan mengungkap kebenaran. Menurutnya, membiarkan berbagai ketidakadilan yang terjadi sama saja membunuh masa depan.

    “Kami tetap berada pada keyakinan bahwa berbagai persoalan yang ditujukan kepada saya, ini adalah suatu persoalan yang dipaksakan, suatu proses daur ulang, tetapi pemeriksaan pokok perkara itulah yang akan membuktikan,” ucap Hasto.

    Hakim Tolak Eksepsi Hasto Kristiyanto

    Majelis hakim menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan Hasto Kristiyanto. Hal ini disampaikan majelis hakim dalam sidang putusan sela yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 11 April 2025. 

    “Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum Terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima,” kata ketua majelis hakim Rios Rahmanto membacakan putusan sela. 

    Atas ditolaknya eksepsi Hasto, maka majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan perkara dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

    “Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut di atas,” ujar hakim. 

    Dakwaan Hasto 

    Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.  

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. 

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto. 

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Massa Demo Adili Hasto Disebut Kelompok Suruhan: Dibayar 40 Ribu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 April 2025

    Massa Demo Adili Hasto Disebut Kelompok Suruhan: Dibayar 40 Ribu Nasional 11 April 2025

    Massa Demo Adili Hasto Disebut Kelompok Suruhan: Dibayar 40 Ribu
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sebelum sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Jumat (11/4/2025), terdapat kelompok massa yang membentangkan spanduk bertuliskan “Tangkap & Adili
    Hasto Kristiyanto
    “.
    Kuasa hukum Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDI-P
    ) Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy pun menduga bahwa massa yang menggelar aksi tersebut merupakan orang-orang yang dibayar.
    Bahkan Ronny menyebut, bayaran untuk massa tersebut berkisar Rp 40.000 hingga Rp 45.000.
    “Hari ini ada demo yang menuntut Pak Hasto divonis. Kami mendapatkan informasi bahwa massa demo dibayar Rp 40.000 hingga Rp 45.000 per orang, dengan instruksi memakai jaket almamater atau non-almamater,” kata Ronny, Jumat (11/4/2025).
    “Ini bukti nyata ada pihak tertentu yang sengaja menggerakkan massa untuk menjatuhkan Pak Hasto. Kasus ini jelas bermuatan politik,” sambungnya.
    Di samping itu, Ronny berpandangan bahwa kasus yang menimpa Hasto merupakan pengulangan dari perkara yang telah inkrah atau berkekuatan hukum tetap pada 2020.
    Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P itu juga meyakini bahwa Hasto tidak pernah terlibat dalam perintangan penyidikan atau obstruction of justice dalam perkara
    Harun Masiku
    .
    Terlebih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menyita ponsel milik staf Hasto, Kusnadi. Ronny mengeklaim, tidak pernah ada komunikasi yang dapat membuktikan keterlibatan Sekjen PDI-P itu dalam perkara Harun Masiku.
    “Handphone Kusnadi sudah disita penyidik sejak 10 Juni. Tidak ada penghilangan bukti atau penghalangan. Begitu pula dengan panggilan telepon ke Hasan pada 8 Januari 2020, sudah dibuktikan di persidangan sebelumnya bahwa itu bukan dari Pak Hasto,” kata Ronny.
    Ia pun menuding mantan penguasa sebagai dalang di balik kasus ini. Pasalnya, posisi Hasto sebagai Sekjen PDI-P dinilai mengganggu tokoh tertentu.
    “Pak Hasto sengaja ditarget karena posisinya sebagai Sekjen PDI-P. Ini upaya sistematis untuk mengganggu partai dan melemahkan perjuangan kami,” kata Ronny.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hakim Tolak Ekesepsi, ini Tanggapan Kuasa Hukum Hasto

    Hakim Tolak Ekesepsi, ini Tanggapan Kuasa Hukum Hasto

    Jakarta (beritajatim.com) – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diajukan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

    Dengan begitu, perkara dugaan suap pengurusan penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan itu dilanjutkan ke tahap pemeriksaan saksi dan alat bukti.

    Ketua majelis hakim Rios Rahmanto menilai, eksepsi Hasto masuk materi pokok perkara. “Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum Terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima,” ujar Rios saat membacakan amar putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (11/4/2025).

    Dia pun memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum tersebut di atas.

    Usai persidangan, salah satu Kuasa hukum Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy kembali menegaskan bahwa kasus yang menjerat kliennya sarat muatan politisasi.

    Ronny mengungkap adanya indikasi kuat politisasi kasus ini, salah satunya melalui aksi unjuk rasa di depan pengadilan. “Hari ini ada demo yang menuntut Pak Hasto divonis. Kami mendapatkan informasi bahwa massa demo dibayar Rp40 ribu hingga Rp45 ribu per orang, dengan instruksi memakai jaket almamater atau non-almamater,” tegas Ronny.

    Ia menambahkan, “Ini bukti nyata ada pihak tertentu yang sengaja menggerakkan massa untuk menjatuhkan Pak Hasto. Kasus ini jelas bermuatan politik,” kata Ronny. [hen/ian]