Tiga Hakim Tersangka Suap Vonis Lepas Ekspor CPO Langsung Ditahan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Tiga hakim
langsung ditahan
Kejaksaan Agung
(Kejagung) usai ditetapkan ebagai tersangka suap vonis lepas kasus fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) terhadap tiga perusahaan.
Mereka adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) selaku hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, serta Djuyamto (DJU) selaku hakim Pengadilan Jakarta Selatan.
Ketiganya ditahan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejagung.
“Ketiga tersangka tersebut dilakukan
penahanan
di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Agung Republik Indonesia selama 20 hari,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025).
Kejaksaan Agung menduga ketiga tersangka menerima uang suap yang diserahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN).
Tujuannya, agar ketiga hakim memutuskan perkara CPO korporasi besar menjadi onslag atau putusan lepas.
Uang suap sebesar Rp 22,5 miliar dibagikan sebanyak dua kali. Pertama, sebesar 4,5 miliar di ruangan Muhammad Arif Nuryanta.
“Rp 4,5 miliar tadi, oleh ASB dimasukkan ke dalam goodie bag. Kemudian setelah keluar dari ruangan yang tadi dibagi kepada tiga orang, yaitu masing-masing ASB sendiri, kepada AL yang keduanya sebagai hakim anggota, dan juga kepada DJU sebagai ketua majelis hakim dalam persidangan perkara dimaksud,” katanya.
Lalu pada September-Oktober 2024, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) menyerahkan uang senilai Rp 18 miliar kepada Djuyamto (DJU).
Djuyamto membagi uang tersebut dengan Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AL) yang diserahkan di depan Bank BRI Pasar Baru Jakarta Pusat.
“Untuk ASB menerima uang dollar AS dan bila disetarakan rupiah sebesar Rp 4,5 miliar, DJU menerima uang dollar AS jika dirupiahkan sebesar atau setara Rp 6 miliar, dan AM menerima uang berupa dollar AS jika disetarakan rupiah sebesar Rp 5 miliar,” ujarnya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 c juncto 12B juncto 6 ayat 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-

21 Motor Mewah Terkait Kasus Suap Vonis Lepas Korporasi CPO Disita, Butuh 3 Towing untuk Angkut – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 21 motor mewah yang diduga terkait kasus suap dan gratifikasi atas vonis lepas atau ontslag tiga terdakwa korporasi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng, di Pengadilan Tpikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kasus itu sendiri turut melibatkan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
Motor-motor mewah tersebut termasuk merk ternama seperti Harley Davidson, Triumph, hingga Vespa, dan dibawa ke Gedung Kartika Kejagung menggunakan tiga truk towing pada Minggu (13/4/2025) sekitar pukul 17.55 WIB.
Motor-motor yang tertata rapi di atas truk tersebut menambah daftar barang bukti yang berhasil diamankan dalam penyelidikan Kejagung terkait kasus yang melibatkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.
Tak hanya motor, Kejagung juga menyita tujuh unit sepeda dari berbagai merk, seperti BMC dan Lynskey.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar mengatakan, penyitaan kendaraan mewah ini dilakukan setelah penggeledahan yang dilakukan di beberapa lokasi.
“Penyidik baru saja melakukan penggeledahan di beberapa tempat. Baru saja kita menerima sekitar 21 unit sepeda motor dengan berbagai jenis dan 7 unit sepeda,” kata Harli di Gedung Kejagung.
Namun, Harli enggan memberikan rincian lebih lanjut mengenai siapa yang memiliki kendaraan-kendaraan mewah tersebut.
“Setelah seluruhnya barang bukti yang diperoleh karena kan ini bukan hanya ini, ada terkait uang, ada terkait dokumen dan sebagainya. Nanti akan kami sampaikan,” katanya.
Kejagung sebelumnya telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, termasuk Muhammad Arif Nuryanta, yang juga merupakan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tersangka lainnya adalah panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, WG, serta dua advokat MS dan AR.
Mereka diduga terlibat dalam pengurusan perkara ekspor CPO dengan melibatkan beberapa korporasi besar seperti Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, yang telah diputuskan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
Mereka diduga kuat menerima suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara korupsi pemberian fasilitas CPO dan turunannya pada periode Januari 2021-Maret 2022.
Selain kendaraan mewah, barang bukti yang disita Kejagung juga mencakup uang tunai dalam berbagai mata uang, termasuk Dolar Singapura, Dolar Amerika, dan Rupiah, serta beberapa mobil mewah seperti Ferrari, Nissan GT-R, dan Mercedes-Benz.
Penyidik Kejagung kini terus mendalami aliran suap dan gratifikasi yang mengalir dalam perkara ini, dan dipastikan akan ada pengembangan lebih lanjut dalam kasus besar ini.
-

Ketua PN Jaksel Tersangka Suap Rp 60 M Ternyata Hakim Kasus KM 50, Netizen Sebut karena Muhabalah
GELORA.CO – Kasus yang menjerat Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, menjadi topik bahasan di laman X atau Twitter dengan cuitan 60 M.
Hakim Muhammad Arif ini memang sudah ditetapkan Kejagung menjadi tersangka kasus korupsi suap dan gratifikasi.
Lalu sebagian netizen menyebut ini sebagai karma atau karena muhabalah dalam kasus KM 50 Laskar FPI dimana Muhammad Arif merupakan hakim dalam kasus ini tahun 2022 lalu.
Dari amatan Pojoksatu.id, kasus korupsi Rp60 miliar dengan tersangka Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta dan tiga tersangka lain ini jadi bahasan utama di laman X.
Sudah ada 7.481 postingan ‘60 M’ hingga Minggu sore (13/4/2025). Sebagian netizen mengaitkan ini dengan kasus KM 50 yang divonis tahun 2022 lalu.
“M Arif Nuryanta Hakim yang menangani kasus KM 50 FPI tersangkut kasus Tipikor menerima suap 60 M dalam perkara ekspor CPO di PN Jakpus,” kata akun @yaniarsim.
“Alhamdulillah ini baru di dunia, karena siapa berbuat pasti akan ada balasanya,”kata akun @danu_ budiyono.
“Semoga untuk putusan yang dibuat nya pada perkara km 50, dia tidak dibayar,”kata akun @AgustaLeon4.
“Karena Muhabalah,”kata akun@NoorPeni.
“Hidupnya akan sengsara sepanjang masa,” kata akun@CacaHendy.
“Semua akan dapat karmanya,” tulis akun@IOytes.
Diketahui, Hakim Arif ditetapkan sebagai tersangka pada Sabtu malam, 12 April 2025 bersama tiga orang lain.
Ketiganya yakni Kuasa Hukum Korporasi Marcella Santoso (MS) dan Advokat Ariyanto (AR), serta Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG).
Kasus ini terjadi saat Muhammad Arif Nuryanta menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat tahun 2024 lalu.
Berdasarkan laman PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta berpendidikan S2. Pengadilan Tinggi Jakarta melantik Arif Nuryanta sebagai Ketua PN Jakarta Selatan pada Rabu, 6 November 2024 silam.
Kontroversi Kasus KM 50
Nama Muhammad Arif Nuryanta sebelumnya pernah menjadi sorotan publik saat memutus lepas dua terdakwa penembak Laskar FPI atau dikenal sebagai peristiwa KM 50.
Kedua terdakwa yang divonis lepas ini merupakan anggota polisi yaitu Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella.
Tindakan melawan hukum terdakwa adalah merampas nyawa orang lain dengan melakukan penembakan anggota FPI di dalam mobil Xenia milik polisi pada 7 Desember 2020.
Perbuatan pidana itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP, masuk dalam dakwaan primer jaksa.
Atas dakwaan itu, majelis hakim berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terbukti, tetapi perbuatan itu merupakan upaya membela diri.
Dengan demikian, kedua polisi tersebut tidak dapat dihukum, sehingga dilepaskan dari segala tuntutan hukum.***
-

Kejagung Sita 21 Motor Mewah Terkait Suap Penanganan Ekspor CPO, Ini Merek-mereknya
PIKIRAN RAKYAT – Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita 21 unit sepeda motor mewah, termasuk Harley Davidson, Honda Monkey, Piaggio, BMW, dan Triumph, serta 7 unit sepeda pada Minggu, 13 April 2025. Penyitaan dilakukan terkait dugaan suap penanganan perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Berdasarkan pantauan, puluhan motor dan sepeda diangkut menggunakan tiga towing dan tiba di Kejagung sekira pukul 17.55 WIB. Akan tetapi, belum diketahui secara pasti dari tangan siapa saja kendaraan-kendaraan tersebut disita. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, barang bukti tersebut didapat hasil penggeledahan di beberapa tempat.
“Penyidik baru saja melakukan penggeledahan di beberapa tempat, baru saja kita menerima sekitar 21 unit sepeda motor dengan berbagai jenis dan 7 unit sepeda,” kata Harli Siregar kepada wartawan di Kejagung, Jakarta Selatan, Minggu, 13 April 2025.
Harli mengatakan, pihaknya akan menyampaikan informasi terperinci soal penyitaan kendaraan-kendaraan tersebut. Menurutnya, ada beberapa penyidik yang masih berada di luar daerah untuk mencari barang bukti.
“Kita akan rilis secara lengkap apa yang sudah dilakukan oleh penyidik terhadap penyitaan barang bukti. Karena masih ada juga penyidik yang kerja di luar daerah,” ujar Harli.
Ketua PN Jakarta Selatan Jadi Tersangka
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi ekspor CPO atau minyak sawit mentah yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus). Saat penanganan kasus ini, Arif menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Abdul Qohar menyampaikan, penetapan tersangka terhadap MAN dilakukan setelah penyidik mengantongi bukti kuat adanya praktik suap dalam proses penanganan perkara korupsi tersebut.
“Penyidik menemukan adanya alat bukti baik berupa dokumen dan uang yang mengarah pada suap atau gratifikasi terkait penanganan perkara di PN Jakpus,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, Sabtu, 12 April 2025, malam.
Penggeledahan juga dilakukan kembali pada Sabtu (12/4) di berbagai lokasi di Jakarta dan beberapa daerah di luar ibu kota. Hasilnya, penyidik menemukan sejumlah barang bukti berupa dokumen dan uang tunai yang mengarah pada dugaan suap terhadap hakim yang menangani perkara korupsi ekspor CPO.
Dalam penggeledahan di rumah dan mobil milik Wahyu Gunawan (WG) selaku panitera muda perdata PN Jakpus dan rumah seorang pengacara berinisial AR, Kejagung menemukan barang bukti yakni:
– Uang Dolar Singapura sebanyak 40 ribu
– 5.790 Dolar Amerika Serikat
– 200 yen
– Rp10 juta
– 3.400 Dolar Singapura
– 600 Dolar Amerika Serikat
– 11 Juta Rupiah dari mobil milik WD
– Rp136 juta dari rumah AR
Selain itu, disita juga uang dalam pecahan asing dan rupiah yang disimpan dalam amplop, dompet, dan tas. Beberapa kendaraan mewah seperti satu unit Ferrari, Nissan GT-R, Mercedes-Benz, dan Lexus turut diamankan sebagai barang bukti.
“Selanjutnya penyidik membawa beberapa orang panitera muda perdata pada PN Jakarta Utara. MS dan AR berprofesi sebagai advokat karena ditemukan dokumen dan uang dari yang bersangkutan. MAN ketua Pengadilan Negeri Kaksel. Karena digeledah ditemukan beberapa uang,” tutur Abdul Qohar.
Rp60 Miliar untuk Putusan Onslag
Dari hasil pemeriksaan, penyidik mengungkap adanya dugaan suap senilai Rp60 miliar yang diberikan kepada Muhammad Arif Nuryanta (MAN). Suap tersebut diduga diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO terhadap tiga korporasi besar, yakni Permata Hijau Grup, Wilmar Grup, dan Musim Mas Grup.
Ketiga perkara tersebut telah diputus pada 19 Maret 2025 oleh majelis hakim PN Jakpus dengan putusan onslag atau lepas dari segala tuntutan hukum. Suap kepada Muhammad Arif Nuryanta diduga diberikan oleh pengacara atas nama Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) melalui Wahyu Gunawan (WG).
“Jadi ketiga perkara korporasi terdiri dari beberapa perusahaan tersebut sudah diputus tanggal yang sama tanggal 19 maret 2025,” ucap Abdul Qohar.
“Terkait putusan onslaag ditemuka fakta alat bukti MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap atau gratifikasi kepada MAN sebanyak diduga sebanyak Rp 60 Miliyar. Dimana pemberian suap diberikan melalui WG. Pemberian ini dalam rangka pengurusan perkara di maksud agar majelis hakim yang mengadili memberikan putusan onslaag,” katanya melanjutkan.
Empat Tersangka Resmi Ditahan
Setelah pemeriksaan intensif, Kejagung menetapkan empat orang sebagai tersangka:
1. Wahyu Gunawan (WG) selaku Panitera Muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara
2. Marcella Santoso (MS) selaku pengacara
3. Ariyanto (AR) selaku pengacara
4. Muhammad Arif Nuryanta (MAN) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Para tersangka dijerat pasal-pasal berbeda sesuai peran masing-masing dalam tindak pidana korupsi ini. Mereka resmi ditahan selama 20 hari ke depan sejak Sabtu, 12 April 2025.
“Tersangka WG di rutan kelas 1 Jaktim cabang KPK. Tersangka MS ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Tersangka AR ditahan dirutan Salemba Kejaksan Negeri Jaksel. Tersangka MAN ditahan di rutan Salemba cabang Kejagung,” ujar Abdul Qohar.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

IM57+ Institute Desak Reformasi Lembaga Peradilan Usai Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka Suap CPO – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua IM57+ Institute Lakso Anindito, mendesak adanya reformasi dan pembenahan lembaga peradilan sebagai pilar utama penegakan hukum di Indonesia.
Hal itu disampaikannya merespons Kejaksaan Agung (Kejagung), yang menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel) MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, sebagai tersangka kasus penanganan perkara suap ekspor crude palm oil (CPO), di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
“Untuk terjadinya reform menjadi suatu syarat mutlak adanya pembenahan dari lembaga penegak hukum dan auditor,” kata dia kepada wartawan Minggu (13/4/2025).
Selain itu, kata Lakso, juga ditetapkannya Ketua PN Jaksel sebagai tersangka menunjukkan masih banyaknya pekerjaan rumah dalam membenahi lembaga peradilan.
“Penangkapan ini menunjukan bahwa ternyata pekerjaan rumah dalam pembenahan lembaga peradilan belum ditindaklanjuti secara serius,” ucapnya.
“Terlebih, apabila benar Kejaksaan mampu membuktikan bahwa suap ini berkaitan dengan proses hukum perkara korupsi, maka ini menjadi indikasi terjadinya korupsi dalam penanganan kasus korupsi,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Lakso menekankan pentingnya fokus yang lebih besar dari aparat penegak hukum, termasuk Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Koordinator dan Pengawas Tipikor (kortastipikor), untuk menyasar lembaga-lembaga penegak hukum itu sendiri.
“Tidak akan terjadi perubahan signifikan tanpa adanya upaya serius untuk membersihkan ‘sapu’ yang digunakan dalam memberantas korupsi,” ujarnya.
IM57+ Institute juga mendorong Mahkamah Agung (MA) untuk mengambil langkah radikal guna menyelesaikan persoalan ini secara menyeluruh.
Ia menilai, perlu ada keterlibatan pihak eksternal agar reformasi dapat berjalan secara objektif dan independen.
“MA perlu melibatkan pihak eksternal dalam proses reform ini untuk menunjukan keseriusan serta mendorong independensi penanganannya,” pungkas Lakso.
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI mengungkap secara gamblang motif di balik skandal suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sebelumnya, korps Adhyaksa telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap perkara tersebut.
Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Sementara itu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.
“Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.
Abdul Qohar menjelaskan jika suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.
“Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah,” ujar Abdul Qohar.
“Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, dimana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG,” imbuhnya.
Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa itu. Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun.
-
/data/photo/2025/04/13/67fb07cec1d2d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka Kasus Suap, Anggota DPR: Sangat Memalukan Nasional 13 April 2025
Ketua PN Jaksel Jadi Tersangka Kasus Suap, Anggota DPR: Sangat Memalukan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil mengatakan, penangkapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
Muhammad Arif Nuryanta
, sebagai tersangka dugaan suap fasilitas ekspor
crude palm oil
(CPO) oleh
Kejaksaan Agung
sangat memalukan.
Nasir mengatakan, kasus suap tersebut menunjukkan bahwa pengawasan dan pembinaan hakim masih sangat lemah sehingga rentan disogok dengan uang.
“Sangat memalukan karena ketukan palu hakim ditukar dengan harga yang sangat murah. Ini juga menunjukkan bahwa pengawasan dan pembinaan hakim masih sangat lemah sehingga rentan diretas dengan uang,” kata Nasir, saat dihubungi, Minggu (13/4/2025).
Nasir meminta Mahkamah Agung (MA) untuk melakukan evaluasi hakim secara internal.
Selain itu, ia meminta Kejaksaan untuk membongkar kotak pandora dalam kasus suap pengurusan perkara tiga korporasi besar tersebut sehingga masyarakat mengetahui siapa saja yang terlibat.
“Sebab sogok menyogok itu biasanya diawali dengan melibatkan orang atas perusahaan dengan perantara atau makelar kasus,” ujar dia.
Nasir meminta Mahkamah Agung ke depannya memilih dan memilah hakim-hakim yang akan ditempatkan di wilayah hukum Jabodetabek.
“Hakim-hakim yang rentan diretas dengan uang menunjukkan bahwa penempatan, pembinaan, dan pengawasannya masih sangat lemah,” ucap dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, sebagai tersangka dugaan suap fasilitas ekspor
crude palm oil
(CPO) untuk tiga perusahaan besar.
Tiga perusahaan besar tersebut di antaranya Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
“Penyidik Kejaksaan Agung menetapkan empat orang sebagai tersangka karena telah ditemukan bukti yang cukup terjadinya tindak pidana suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Sabtu (12/4/2025) malam.
Selain Arif, Kejagung juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya, yaitu Panitera Muda Perdata Jakarta Utara berinisial WG, Kuasa Hukum Korporasi Marcella Santoso, dan seorang advokat berinisial AR.
Mereka diduga terlibat dalam korupsi berupa suap dan gratifikasi untuk mengatur perkara yang dihadapi oleh ketiga korporasi tersebut.
Berdasarkan amar putusan yang diperoleh dari laman resmi Mahkamah Agung, diketahui bahwa pada 19 Maret 2025, ketiga korporasi tersebut dibebaskan dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus pemberian fasilitas ekspor CPO antara Januari 2021 hingga Maret 2022.
Sementara itu, dalam keterangan resmi Kejaksaan Agung, JPU sebelumnya menuntut para terdakwa untuk membayar sejumlah denda dan uang pengganti.
Terdakwa PT Wilmar Group dituntut membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619.
Jika tidak dibayarkan, harta Tenang Parulian selaku Direktur dapat disita dan dilelang, dengan ancaman pidana penjara selama 19 tahun.
Terdakwa Permata Hijau Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 937.558.181.691,26.
Jika tidak dibayarkan, harta David Virgo selaku pengendali korporasi tersebut dapat disita, dengan ancaman pidana penjara selama 12 bulan.
Sementara itu, Musim Mas Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 4.890.938.943.794,1.
Jika tidak dibayarkan, harta para pengendali Musim Mas Group, termasuk Ir. Gunawan Siregar selaku Direktur Utama, akan disita untuk dilelang, dengan ancaman pidana penjara masing-masing selama 15 tahun.
Para terdakwa diduga melanggar dakwaan primer Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/04/14/67fc0787c98a9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2025/03/20/67dbcc02eec4a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)