Kasus: Tipikor

  • 3 Hakim Pemberi Vonis Bebas Ronald Tannur Hadapi Tuntutan Hari Ini

    3 Hakim Pemberi Vonis Bebas Ronald Tannur Hadapi Tuntutan Hari Ini

    loading…

    Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menggelar sidang pembacaan tuntutan terhadap tiga hakim pemberi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur pada hari ini, Selasa (15/4/2025). Foto/Dok SindoNews/Nur Khabibi

    JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan menggelar sidang pembacaan tuntutan terhadap tiga hakim pemberi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur pada hari ini, Selasa (15/4/2025). Tiga hakim yang dimaksud adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

    Hal itu sebagaimana disampaikan ketua majelis hakim Teguh Santoso dalam sidang sebelumnya yang berlangsung pada Selasa (8/4/2025). “Pemeriksaan Saudara selesai, tinggal tuntutan dari penuntut umum. Kita tunda hari Selasa tanggal 15 April 2025 ya,” kata Hakim Santoso di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Diketahui, tiga hakim pemberi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, didakwa menerima suap sebanyak Rp1 miliar dan SGD308 ribu. Hal itu sebagaimana disampaikan Jaksa saat membacakan surat dakwaan terhadap Terdakwa Heru Hanindyo, Mangapul, dan Erintuah Damanik.

    Adapun, surat dakwaan tersebut dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024). “Yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp1.000.000.000 dan SGD308.000,” kata Jaksa di ruang sidang.

    Dalam surat dakwaan disebutkan, uang yang diterima para tiga terdakwa tersebut diberikan oleh Ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja dan pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.

    Dijelaskan, Meirizka dan Lisa menyerahkan uang tunai SGD48 ribu kepada Erintuah Damanik. Selanjutnya, dua orang tersebut kembali memberikan uang tunai dalam mata uang Singapura sebanyak SGD140 ribu yang dibagikan kepada tiga terdakwa.

    “Pembagian masing-masing terdakwa Erintuah Damanik sebesar SGD38 ribu, Mangapul SGD36 ribu, dan Heru Hanindyo sebesar SGD36 ribu,” ungkap Jaksa.

    “Dan sisanya sebesar SGD30 ribu disimpan oleh terdakwa Erintuah Damanik,” sambungnya.

    Selanjutnya, penerimaan Rp1 miliar dan SGD120 ribu yang diberikan Meirizka dan Lisa kepada Heru Hanindyo. Uang tersebut, ditujukan untuk vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    “Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul telah mengetahui uang yang diberikan oleh Lisa Rachmat adalah untuk menjatuhkan putusan bebas (vrijspraak) terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan penuntut umum,” ujarnya.

    Atas perbuatannya, tiga terdakwa disangkakan Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    (rca)

  • Kolega Hakim yang Terjerat Suap Vonis Lepas CPO Tegaskan Rekan Kerjanya Harus Berani Tanggung Jawab – Halaman all

    Kolega Hakim yang Terjerat Suap Vonis Lepas CPO Tegaskan Rekan Kerjanya Harus Berani Tanggung Jawab – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Sementara itu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.

    Selain itu, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas itu.

    Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.

    Menanggapi kabar ini, hakim Pengadilan Tipikor yang juga merangkap Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Maryono, menilai tiga sosok hakim yang terjerat kasus ini merupakan pribadi yang tidak mampu bersyukur.

    “3 sosok sebagai hakim yang tidak mampu bersyukur dan tidak mensyukuri serta tidak mengambil hikmah kejadian-kejadian sebelumnya,” kata Maryono, saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (14/4/2025).

    Meski bekerja di peradilan yang sama dengan ketiga hakim tersebut, yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Maryono, mengaku tidak pernah bekerja dalam satu majelis dengan ketiga hakim tersebut.

    “Saya tidak pernah satu majelis dengan ketiganya,” ungkapnya.

    Di sisi lain, sebagai kolega sesama hakim Pengadilan Tipikor, dia meyakini setiap manusia memiliki takdir yang berbeda-beda.

    Namun tetap, ia menegaskan, ketiga koleganya itu harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah mereka perbuat.

    “Sama halnya pada peristiwa ini, kita yang mengemban tugas negara sebagai hakim dalam menjalankan tupoksinya telah dibekali etika rambu-rambu guna mempertanggung jawabkan,” ucapnya.

    “Maka berani bertindak tentunya harus berani bertanggungjawab,” tambahnya.

    Lebih lanjut, dengan adanya kasus suap yang melibatkan sejumlah hakim ini, Maryono mengaku sedih karena melihat tercorengnya marwah peradilan Indonesia.

    “Atas peristiwa ini kesan kita yang jelas sedih dan juga sangat-sangatlah perihatin karena korps peradilan tercoreng kembali,” imbuh hakim Maryono.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat tersangka dalam dugaan suap yang menjerat sejumlah hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Empat tersangka tersebut adalah MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Wahyu Gunawan (WG) yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    Sementara itu Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR) berprofesi sebagai advokat.

    “Penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS dan AR melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN sebanyak, ya diduga sebanyak Rp60 miliar,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, Sabtu (12/4/2025) malam.

    Abdul Qohar menjelaskan jika suap tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara korporasi sawit soal pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.

    “Terkait dengan aliran uang, penyidik telah menemukan bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan (MAN) diduga menerima uang sebesar 60 miliar rupiah,” ujar Abdul Qohar.

    “Untuk pengaturan putusan agar putusan tersebut dinyatakan onslag, dimana penerimaan itu melalui seorang panitera namanya WG,” imbuhnya.

    Putusan onslag tersebut dijatuhkan pada tiga korporasi raksasa itu. Padahal, sebelumnya jaksa menuntut denda dan uang pengganti kerugian negara hingga sekira Rp17 triliun.

    Kekinian, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga menerima uang senilai Rp 22,5 miliar dalam kasus suap dan gratifikasi vonis lepas atau ontslag terhadap tiga terdakwa korporasi ekspor Crude Palm Oil (CPO).

    Adapun ketiga hakim yang kini berstatus tersangka itu yakni Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, Agam Syarif Baharudin selaku hakim anggota dan Ali Muhtarom sebagai hakim AdHoc.

  • Buntut 4 Hakim Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, MA Revisi Aturan Mutasi dan Promosi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 April 2025

    Buntut 4 Hakim Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, MA Revisi Aturan Mutasi dan Promosi Nasional 15 April 2025

    Buntut 4 Hakim Jadi Tersangka Kasus Ekspor CPO, MA Revisi Aturan Mutasi dan Promosi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Mahkamah Agung
    (MA) berencana merevisi Keputusan Mahkamah Agung (KMA) yang menjadi dasar aturan mutasi dan promosi hakim.
    Rencana revisi ini dikeluarkan sebagai respons MA atas penangkapan empat “wakil tuhan” yang diduga terlibat suap untuk mengatur perkara kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).
    “Pagi tadi Pimpinan Mahkamah Agung RI menyelenggarakan Rapat Pimpinan (RAPIM) dengan agenda pembahasan revisi SK KMA RI Nomor 48/KMA/SK/II/2017 tentang Pola Promosi dan Mutasi Hakim pada Empat Lingkungan Peradilan,” ujar Juru Bicara MA, Yanto, dalam konferensi pers, Senin (14/4/2025).
    Namun, hingga berita ini diturunkan, Yanto masih enggan membeberkan poin-poin apa saja yang akan direvisi di dalam beleid tersebut.
    Yanto juga mengatakan, Badan Pengawasan MA berupaya mengevaluasi kinerja dan kepatuhan para hakim, khususnya yang sering menjadi sorotan seperti di DKI Jakarta.
    Sehingga mereka membentuk
    Satuan Tugas Khusus
    (Satgasus).
    “Badan Pengawasan Mahkamah Agung telah membentuk Satuan Tugas Khusus (SATGASSUS) untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kedisiplinan, kinerja, dan kepatuhan hakim dan aparatur terhadap kode etik dan pedoman perilaku pada empat lingkungan peradilan di wilayah hukum DKI Jakarta,” ucapnya.
    Di sisi lain, MA juga berupaya menghindari adanya “perkara pesanan” dengan berencana menerapkan sistem robotik untuk penugasan para hakim.
    Smart robotik ini akan menunjuk langsung hakim yang akan menangani perkara secara acak, untuk menghindari adanya keberpihakan hakim dalam suatu perkara.
    Sebelumnya, empat hakim yang menangani kasus tiga terdakwa dalam perkara korupsi CPO ditetapkan sebagai tersangka kasus suap oleh Kejaksaan Agung.
    Hakim yang menjadi tersangka pertama yang ditetapkan adalah Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, pada Sabtu (12/4/2025) malam.
    Kemudian, keesokan harinya, Minggu (13/4/2025), tiga hakim yang menyusul Ketua PN Jaksel adalah Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, keduanya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan Djuyamto, seorang hakim dari PN Jaksel.
    Arif disebut menerima uang Rp 60 miliar dari MS, kuasa hukum korporasi, dan AR, seorang advokat.
    Dia kemudian membagi-bagikan uang haram tersebut kepada ketiga hakim untuk mengatur agar PT Wilmar Group bisa divonis lepas.
    Kejaksaan Agung menyebut, tiga hakim lainnya, Agam Syarif, menerima Rp 4,5 miliar, Djuyamto Rp 6 miliar, dan Ali Muhtarom Rp 5 miliar dalam aksi suap-menyuap ini.
    Kasus ini bermula dari vonis lepas yang ditetapkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat pada Januari 2023 silam.
    Dalam kasus ini, jaksa menuntut Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, dengan hukuman 12 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 10,9 triliun.
    Namun, Majelis Hakim Tipikor hanya menjatuhkan vonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta terhadap Master pada pembacaan putusan hari ini, Rabu (4/1/2023).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MAKI Kritik Pengawasan MA Buruk Usai 3 Hakim Jadi Tersangka Suap

    MAKI Kritik Pengawasan MA Buruk Usai 3 Hakim Jadi Tersangka Suap

    Jakarta

    Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengkritik Mahkamah Agung (MA) buntut kasus hakim dan panitera terjerat perkara suap vonis onstslag atau putusan lepas pada kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng. MAKI menilai pengawasan MA buruk.

    “Sistem pengawasan MA sangat buruk karena nyatanya baru aja jebol Surabaya, ini jebol Jakarta, bahkan Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, karena ini tipikornya kan rangkaiannya di pusat, ternyata hakimnya sebagian dari Jakarta Selatan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Senin (14/4/2025).

    Boyamin menyebut kasus-kasus yang menjerat oknum MA dan petinggi peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan PN Tipikor Jakarta Pusat belum menjadikan MA mengawasi secara efisien. Boyamin pun mengaku kecewa.

    “Jadi ya kita kecewa ternyata MA belum mampu mereformasi dirinya, di mana masih banyak yang tergoda. Bahkan levelnya menurut saya itu minta digoda, bukan hanya tergoda. Karena ini uangnya cukup besar dan nampaknya sudah pada posisi mengatur. Berartikan sudah level kalau saya tuh minta digoda, bukan tidak tahan godaan,” ucapnya.

    Dia meminta MA harus membuka diri selebar-lebarnya terhadap pengawasan dari Komisi Yudisial (KY). Boyamin ingin agar KY bisa mengawasi MA secara menyeluruh, artinya tidak sebatas mengawasi perilaku hakim di bawah MA.

    “Nah ini yang menjadikan MA harus membuka diri terhadap KY untuk menilai, mengaudit keseluruhan, bukan hanya perilaku tapi juga putusan-putusan dan ada dugaan-dugaan penyimpangan ya harus didalami bersama,” ujar Boyamin.

    Sebelumnya, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat. Selain itu, ada pula 3 hakim, serta panitera muda pada PN Jakarta Utara dan pengacara yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

    Kasus suap dan gratifikasi itu berkaitan dengan vonis onstslag atau putusan lepas pada kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng. Majelis hakim saat itu memberikan putusan lepas pada terdakwa korporasi.

    Tiga hakim itu bersekongkol dengan Muhammad Arif Nuryanta selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan; Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara; serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan.

    (fas/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Apa Kaitan La Nyalla dengan Kasus Dana Hibah Jatim hingga Rumahnya di Surabaya Digeledah KPK? – Halaman all

    Apa Kaitan La Nyalla dengan Kasus Dana Hibah Jatim hingga Rumahnya di Surabaya Digeledah KPK? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kediaman anggota DPD RI La Nyalla Mattalitti di kawasan Mulyorejo Surabaya, Senin (14/4/2025) siang.

    Rumah yang digeledah berlokasi di pojokan perumahan di Jalan Wisma Permai Barat I No.4, Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo, Surabaya. 

    Penggeledahan ini berkaitan dengan kasus dana hibah Jawa Timur yang saat ini tengah ditangani KPK. 

    Penggeledahan ini dilakukan selama dua jam pukul 10.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto membenarkan penggeledahan rumah La Nyalla tersebut berkaitan dengan kasus hibah Jatim. 

    “Penyidik sedang melakukan kegiatan penggeledahan di Kota Surabaya, terkait penyidikan perkara dana hibah Pokmas Jatim,” kata Tessa mengutip TribunJatim.com. 

    Diketahui, penggeledahan itu dilakukan penyidik KPK dalam rangka mencari bukti tambahan terhadap tersangka Kusnadi, mantan Ketua DPRD Jawa Timur dalam perkara tindak pidana korupsi dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

    Dalam penggeledahan itu, 5 orang penyidik KPK diterima oleh penjaga rumah M Eriyanto dan disaksikan dua asisten rumah tangga. 

    Lalu apa hubungan La Nyalla dengan kasus dana hibah Pokmas Jatim tersebut.

    Apakah ada keterlibatan La Nyalla?

    Menanggapi hal ini, Tessa enggan berkomentar lebih jauh.

    Dia menyebut penjelasan akan diberikan setelah rangkaian kegiatan penggeledahan selesai.

    “Untuk detil penjelasan lebih lanjut akan disampaikan setelah seluruh rangkaian kegiatan penggeledahan selesai dilaksanakan,” terangnya. 

    Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/9/2024). (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)

    Namun hingga penggeledahan berakhir, Tessa masih belum memberikan penjelasannya.

    Rumah La Nyalla Dijaga Ormas PP

    Berdasarkan informasi di lapangan, La Nyalla tidak berada di lokasi saat penyidik melakukan penggeledahan.

    Hanya ada asisten rumah tangga. 

    Rumah La Nyalla dijaga oleh para anggota ormas Pemuda Pancasila. 

    Sebagai informasi, La Nyalla merupakan Ketua MPW Pemuda Pancasila Jatim. 

    Hingga penggeledahan rampung, puluhan anggota ormas tersebut masih bertahan di lokasi. 

    Tak Ada Barang yang Disita

    Sementara itu pihak keluarga La Nyalla Mattalitti memastikan penyidik tidak membawa satu barang pun dalam penggeledahan yang dilakukan selama dua jam itu.

    Perwakilan keluarga, Rohmad Amrullah mengungkapkan, pihaknya kooperatif terhadap KPK dalam upaya pengusutan kasus ini.

    Pihaknya mempersilakan penyidik KPK yang berjumlah belasan orang datang ke rumah La Nyalla di perumahan di Jalan Wisma Permai Barat I Kecamatan Mulyorejo, Surabaya, tersebut. 

    Menurut Amrullah, saat datang, KPK menyampaikan penggeledahan ini dalam kaitan pengusutan kasus yang menimpa Kusnadi, mantan Ketua DPRD Jatim, yang sebelumnya menjadi tersangka.

    “Namun tidak ditemukan sama sekali barang-barang yang berkaitan dengan kasus itu,” kata Amrullah saat diwawancarai di lokasi, Senin (14/4/2025).

    Berdasarkan penuturan Amrullah, dalam berita acara penggeledahan itu KPK juga menyatakan tidak ada barang yang berkaitan dengan kasus yang tengah diusut saat ini.

    Apalagi dia mengungkapkan, tidak ada hubungan antara La Nyalla dengan Kusnadi.

    “Tidak ada hubungan antara Pak Nyalla dengan Pak Kusnadi,” jelasnya.

    Selama proses penggeledahan itu berlangsung, penyidik KPK memeriksa dua rumah milik La Nyalla.

    Namun, Amrullah tak mengetahui persis ruangan apa saja yang diperiksa.

    Dia hanya mengatakan, saat penggeledahan tersebut hanya ada asisten rumah tangga dan sekuriti keluarga La Nyalla.

    Sementara La Nyalla tidak berada di lokasi.

    “Pak Nyalla saya posisi tidak tahu, pastinya sedang tugas sebagai anggota DPD,” terangnya.

    La Nyalla: Saya tidak Pernah Berhubungan dengan Kusnadi

    La Nyalla saat dikonfirmasi mengaku tidak pernah berhubungan dengan Kusnadi.

    “Saya juga tidak tahu, saya juga tidak pernah berhubungan dengan Saudara Kusnadi. Apalagi saya juga tidak kenal sama nama-nama penerima hibah dari Kusnadi. Saya sendiri juga bukan penerima hibah atau pokmas,” kata La Nyalla, Senin (14/4/2025) sore. 

    “Karena itu, pada akhirnya di surat berita acara hasil penggeledahan ditulis dengan jelas, kalau tidak ditemukan barang/uang/dokumen yang terkait dengan penyidikan,” ujarnya.

    La Nyalla juga menunggu penjelasan dari KPK mengapa rumahnya yang tidak ada kaitannya dengan perkara Kusnadi dijadikan obyek penggeledahan.

    Ia juga berharap KPK menyampaikan ke publik, bahwa tidak ditemukan apapun di rumahnya terkait obyek perkara dengan tersangka Kusnadi. 

    Sehingga tidak merugikan dirinya akibat berita penggeledahan tersebut. 

    “Saya sudah baca berita acara penggeledahan yang dikirimkan via WA oleh penjaga rumah, jelas di situ ditulis ‘dari hasil penggeledahan tidak ditemukan uang/barang/dokumen yang diduga terkait perkara’. Jadi sudah selesai. Cuma yang jadi pertanyaan saya, kok bisa alamatnya rumah saya. Padahal saya tidak ada hubungan apapun dengan Kusnadi,” ungkap La Nyalla.

    Sumber: (TribunJatim.com/Yusron Naufal Putra) (Tribunnews.com)

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Rumahnya di Geledah KPK, LaNyalla: Apa Kaitannya Saya dengan Kusnadi?

  • Sidang Korupsi Timah, Ahli Soroti Adanya Kekeliruan Perhitungan Kerugian Negara

    Sidang Korupsi Timah, Ahli Soroti Adanya Kekeliruan Perhitungan Kerugian Negara

    loading…

    Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah dengan terdakwa Alwin Akbar kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/4/2025). Foto/Dok. SindoNews

    JAKARTA – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga timah dengan terdakwa mantan Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk Alwin Akbar kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/4/2025). Agenda sidang menghadirkan saksi ahli, yakni Tri Hayati, dosen Hukum Pertambangan dan Administrasi Negara dari Universitas Indonesia, serta Gatot Supiartono, dosen di institut Bisnis dan Informatika Kesatuan, yang ahli bidang Audit Keuangan Negara.

    Dalam keterangannya, Gatot Supiartono menyampaikan pandangan dari sisi audit. Ia mengkritisi perhitungan kerugian negara yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) dalam perkara ini.

    Menurutnya, terdapat kekeliruan dalam metode penghitungan, terutama terkait dengan penyewaan smelter dan pembelian bijih timah. Karena pihak Kejagung hanya menghitung berdasarkan harga pokok penjualan (HPP) saja.

    “Tidak bisa hanya berdasarkan HPP karena ada komponen lain yang harus dihitung. Untuk kategori kerugian lingkungan, harus nyata dan pasti. Kerusakan lingkungan memang terjadi, tapi belum tentu itu langsung dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara. Negara punya mekanisme pemanfaatan dana jamrek untuk pemulihan. Kalau belum digunakan, belum bisa disimpulkan sebagai kerugian,” katanya.

    Mantan auditor BPKP ini juga menyoroti BPKP yang terlalu cepat menyimpulkan bahwa seluruh transaksi dianggap ilegal sehingga diklaim sebagai kerugian total loss.“Kalau diambil dari pemilik IUP yang sah atau berdasarkan SPK PT Timah, maka seharusnya tidak bisa disebut ilegal. Harus ada klasifikasi yang jelas sebelum menyimpulkan kerugian,” ujarnya.

    Sedangkan ahli lainnya Tri Hayati menerangkan, dalam hukum pertambangan, tanggung jawab penuh atas kegiatan penambangan berada pada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Ia menjelaskan, PT Timah sebagai BUMN justru menjalankan peran negara dalam menertibkan tambang ilegal melalui program kemitraan.

    “PT Timah tidak bisa dianggap mencuri di tanah sendiri. Mereka justru diminta negara untuk menertibkan tambang ilegal. Karena penambang rakyat tidak mampu memenuhi syarat berbadan hukum, PT Timah kemudian menggandeng perusahaan untuk menyalurkan aktivitas tersebut dalam program kemitraan,” terangnya.

    Ia menambahkan kegiatan penambangan yang dilakukan melalui kerja sama dalam bentuk Surat Perintah Kerja (SPK) seharusnya dianggap legal. Tri juga menekankan bahwa istilah sewa-menyewa smelter dalam industri pertambangan bukanlah praktik ilegal. Menurutnya, kegiatan tersebut sah sepanjang didasarkan pada perjanjian konsesi untuk efisiensi produksi.

    Terkait kerusakan lingkungan, Tri Hayati menyatakan bahwa dalam setiap aktivitas tambang memang ada dampak lingkungan. Namun hal itu telah diantisipasi melalui kewajiban pembayaran jaminan reklamasi (jamrek) oleh pemegang IUP.

    “Kalau tidak mau ada kerusakan, ya jangan menambang. Tapi tambang ini dijamin oleh pasal 33 UUD 1945 untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” katanya.

    Untuk diketahui, Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk (periode 2017-2020) Alwin Akbar didakwa telah mengakomodir kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk yang dilakukan beberapa pihak salah satunya Harvey Moeis melalui PT Refined Bangka Tin.

    Dakwaan terhadap Alwin telah dibacakan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024) malam. Turut didakwa Plt Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2020 Supianto dan Direktur Jendral Minerba tahun 2015-2020 Bambang Gatot Ariyono.

    (poe)

  • Nestapa Hakim Djuyamto: Datang Tengah Malam, Jubah Pengadil Berubah jadi Rompi Tahanan – Halaman all

    Nestapa Hakim Djuyamto: Datang Tengah Malam, Jubah Pengadil Berubah jadi Rompi Tahanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah keheningan tengah malam Jakarta, seorang pria paruh baya melangkah pelan menuju Gedung JAM Pidsus Kejaksaan Agung. Waktu menunjukkan pukul 02.00 dini hari, Minggu (13/4/2025). 

    Ia bukan tersangka yang dipanggil paksa.

    Ia adalah hakim Djuyamto yang biasa menyidangkan perkara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. 

    Tengah malam itu ia datang sendiri, tanpa pengawalan, hanya berbekal niat untuk menjelaskan dan menunjukkan itikad baik.

    Ia datang ke Gedung JAM Pidusus tengahj malam setelah mengetahui mantan atasannya, mantan Wakil Ketua Pengadilan Jakarta Pusat yang telah menjabat Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan dua orang lainnya, ditetapkan sebagai tersangka kasus suap suap pemberian vonis lepas atau onslag dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada periode Januari 2021-Maret 2022.

    Kedatangan hakim Djuyamto saat itu juga dikarenakan menyadari dirinya merupakan ketua majelis yang memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa korporasi CPO.

    “Malam ini saya mau datang ke Kejagung untuk itikad baik memberikan keterangan sebagai ketua majelis perkara tersebut,” kata Djuyamto saat dihubungi, Sabtu lalu.

    Namun, tengah malam itu jaksa penyidik Kejagung sudah tidak berada di kantor sehingga pemeriksaan hakim Djuyamto tidak dilakukan.

    Waktu pun berlalu, pada Minggu siang, penyidik pun memanggil Ali Muhtarom sebagai Hakim Ad Hoc dan Agam Syarif Baharudin sebagai Hakim Anggota selaku anggota majelis hakim perkara korupsi CPO itu untuk diperiksa.

    Djuyamto saat itu mengaku belum menerima panggilan kembali atas kasus tersebut. Namun, di sisi lain penyidik mengaku menunggu kedatangannya untuk diperiksa bersama dua hakim lainnya.

    Pada Minggu sore, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan pihaknya melakukan penjemputan terhadap Djuyamto untuk diperiksa.

    “Ya, dia (Djuyamto) datang setengah 6 atau jam 7 saya lupa pastinya, dan yang bersangkutan sudah diperiksa maraton, bukan datang (sendiri) ya, tapi kita lakukan penjemputan ya oleh penyidik,” ungkap Qohar.

    Jemput paksa sore itu menjadi awal dari babak baru dalam hidup hakim Djuyamto.

    Dari seorang pemegang palu keadilan dengan jubah dan toga Sang Pengadil, setelah menjalani pemeriksaan, hakim Djuyamto juga turut ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan seperti mantan atasannya, hakim Muhammad Arif Nuryanta.

    Dia pun keluar dari ruang pemeriksaan dengan mengenakan rompi tahanan berwarna merah muda tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

    Uang Miliaran Rupiah “Butakan” Mata Para Hakim

    Kasus ini memang menyita perhatian. Bukan hanya karena besarnya nilai suap yang disebut mencapai Rp60 miliar, tapi juga karena keterlibatan nama-nama besar di dunia peradilan Indonesia. Mulai dari hakim, panitera, hingga pengacara papan atas.

    Kejaksaan Agung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus suap pemberian vonis lepas dalam perkara korupsi korporasi ekspor CPO.

    Ketujuh orang itu yakni MAN alias Muhammad Arif Nuryanta, yang kini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, WG yang kini merupakan panitera muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Sementara itu MS dan AR berprofesi sebagai advokat.

    SUAP VONIS LEPAS – Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta saat digiring keluar menuju mobil tahanan, Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (12/4/2025). Ia ditetapkan menjadi tersangka suap vonis bebas tiga korporasi sawit terdakwa korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya. (Dok Tribunnews)

    Lalu, tiga hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara itu yakni Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengatakan awalnya tersangka Ariyanto Bakri selaku pengacara tersangka korporasi kasus tersebut berkomunikasi dengan tersangka Wahyu Gunawan yang saat itu merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    “Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus onslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari.

    Lalu, Wahyu Gunawan berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan permintaan vonis onslag tersebut.

    Arif pun menyetujui permintaan tersebut. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi pihak pengacara yakni dengan melipat gandakan uang suap tersebut.

    “Muhammad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” tuturnya.

    Permintaan itu pun disetujui, oleh pihak pengacara tersangka korporasi dan diserahkan kepada Arif melalui Wahyu Gunawan.

    “Pada saat itu wahyu Gunawan diberi oleh Muhammad Arif Nuryanta sebesar 50.000 USD sebagai jasa penghubung dari Muhammad Arif Nuryanta. Jadi Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” ungkapnya.

    Kemudian, Arif menunjuk tiga orang majelis hakim untuk menangani perkara tersebut yakni Djuyamto cs.

    Ketiga Majelis Hakim ini pun bersepakat untuk membuat perkara tersebut divonis onslag atau lepas setelah menerima uang sebesar Rp22,5 miliar.
     

  • KPK Tegaskan Tak Ada Kendala Tahan Anwar Sadad Terkait Kasus Dana Hibah Jatim

    KPK Tegaskan Tak Ada Kendala Tahan Anwar Sadad Terkait Kasus Dana Hibah Jatim

    PIKIRAN RAKYAT – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, menegaskan tidak ada kendala dalam proses penahanan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Anwar Sadad terkait kasus dugaan suap pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.

    Pernyataan ini disampaikan Setyo Budiyanto saat menjawab pertanyaan wartawan mengenai status hukum Anwar Sadad yang dikabarkan telah berstatus tersangka, namun belum juga ditahan oleh KPK.

    “Kalau soal kendala sebenarnya enggak ada ya,” kata Setyo Budiyanto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin, 14 April 2025.

    Setyo menjelaskan, belum ditahannya Anwar Sadad bukan disebabkan adanya hambatan dalam proses hukum, melainkan karena pertimbangan teknis internal KPK seperti jumlah penyidik. Sebab, ia menyebut penyidik tidak hanya menangani satu perkara korupsi.

    “Pertimbangannya adalah load daripada penyidik yang pastinya jumlahnya tidak banyak, tapi kemudian beban yang ditanggung atau yang menjadi tanggung jawab untuk diselesaikan cukup banyak juga,” tutur Setyo.

    “Sehingga pasti ada yang diprioritaskan, mana yang kemudian agak tertunda sedikit lah,” ucapnya menambahkan.

    KPK Geledah Rumah La Nyalla di Surabaya

    Dalam proses penyidikan kasus ini, penyidik melakukan penggeledahan di Surabaya, Jawa Timur, Senin, 14 April 2025. Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika belum bisa menyampaikan informasi terperinci soal lokasi yang digeledah penyidik. Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun, penyidik menggeledah rumah mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI La Nyalla Mahmud Mattalitti.

    “Penyidik sedang melakukan kegiatan penggeledahan di Kota Surabaya, terkait penyidikan perkara dana hibah Pokmas Jatim,” kata Tessa kepada wartawan, Senin, 14 April 2025.

    Tessa mengatakan, informasi mengenai lokasi dan barang bukti yang disita akan disampaikan kepada publik setelah penggeledahan rampung.

    “Untuk detail penjelasan lebih lanjut akan disampaikan setelah seluruh rangkaian kegiatan penggeledahan selesai dilaksanakan,” ujar Tessa.

    Aset Anwar Sadad Senilai Rp8,1 Miliar Disita KPK

    Sebelumnya penyidik KPK menyita tiga bidang tanah dan bangunan yang berlokasi di Surabaya serta satu unit apartemen di Malang senilai Rp8,1 miliar, pada 8 Januari 2025. Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, aset-aset bernilai miliaran rupiah itu disita penyidik dari tangan Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019-2024 Anwar Sadad (AS).

    Dalam kasus ini, Anwar Sadad yang kini menjabat anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra sudah berstatus tersangka tapi belum diumumkan secara resmi oleh KPK.

    “Info dari satgas itu dari pak AS,” kata Asep Guntur Rahayu melalui keterangan tertulis, dikutip Selasa, 14 Januari 2025.

    Sementara itu, Tessa menjelaskan, penyitaan dilakukan karena aset-aset tersebut diduga diperoleh dari hasil tindak pidana dugaan suap pengurusan dana hibah. Menurutnya, lembaga antirasuah akan terus mengembangkan pengusutan perkara tersebut.

    “KPK akan terus berupaya semaksimal mungkin mengembangkan perkara yang sedang disidik dan meminta pertanggungjawaban pidana terhadap para pihak yang patut untuk dimintakan pertanggungjawabannya,” tutur Tessa.

    Penyidik KPK mendalami aset milik Anwar Sadad (AS) saat memeriksa pihak swasta bernama Kris Susmantoro pada Rabu, 8 Januari 2025. Kris Susmantoro diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan dana hibah untuk pokmas dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.

    “Saksi didalami terkait kepemilikan aset Tersangka AS,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Kamis, 9 Januari 2024.

    Sementara itu, pada hari yang sama penyidik mendalami Anwar Sadad dan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Timur periode 2019-2024 lainnya yaitu Achmad Iskandar soal pengurusan dana hibah. Selain itu, keduanya juga dicecar soal kepemilikan aset.

    “Didalami terkait Pengurusan Dana Hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jatim TA 2021 – 2022 dan kepemilikan aset mereka,” tutur Tessa.

    KPK melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi mencegah 21 orang untuk tidak bepergian ke luar negeri terkait penyidikan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah untuk pokmas dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019–2022. Mereka dilarang meninggalkan Indonesia selama enam bulan.

    “Tanggal 26 Juli 2024, KPK telah mengeluarkan surat keputusan Nomor 965 Tahun 2024 tentang larangan bepergian ke luar negeri untuk dan atas nama 21 orang,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 30 Juli 2024.

    Berdasarkan informasi, nama-nama 21 orang yang dicegah ke luar negeri adalah:

    Achmad Iskandar (wakil ketua DPRD) Ahmad Heriyadi (swasta) Mahhud (anggota DPRD) Achmad Yahya M. (guru) R. A. Wahid Ruslan (swasta) Anwar Sadad (wakil ketua DPRD) Jodi Pradana Putra (swasta) Hasanuddin (swasta) Ahmad Jailani (swasta) Mashudi (swasta) Bagus Wahyudyono (staf sekwan) Kusnadi (ketua DPRD) Sukar (kepala desa) A. Royan (swasta) Wawan Kristiawan (swasta) Fauzan Adima (wakil ketua DPRD Sampang) Ahmad Affandy (swasta) M. Fathullah (swasta) Abd. Mottolib (swasta/ketua DPC Gerindra Sampang) Jon Junadi (wakil ketua DPRD Probolinggo) Moch. Mahrus (bendahara DPC Gerindra Probolinggo) KPK Tetapkan 21 Tersangka

    KPK menetapkan 21 tersangka dalam penyidikan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019–2022. Empat orang di antaranya adalah tersangka penerima suap. Sedangkan, 17 lainnya merupakan tersangka pemberi suap.

    Akan tetapi, lembaga antirasuah belum mau mengungkap identitas lengkap para tersangka. Sebab, KPK baru akan mengumumkan identitas tersangka dan kontruksi perkara ketika mereka akan ditahan.

    Sebagai informasi, penyidikan terhadap 21 tersangka ini adalah hasil pengembangan dari perkara yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024 Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) dan kawan-kawan. Sahat telah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan divonis sembilan tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, pada 26 September 2023.

    Selain itu, Sahat juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp39,5 miliar paling lambat satu bulan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Di dalam vonis hakim, Sahat terbukti secara sah dan meyakinkan menerima ijon fee dana hibah pokok pikiran (pokir) masyarakat yang berasal dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2020–2022 serta APBD 2022–2024 yang masih bakal ditetapkan bagi wilayah Kabupaten Sampang. Adapun anggaran Pemprov Jawa Timur untuk dana hibah kelompok masyarakat adalah Rp200 miliar.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • 4 Hakim Jadi Tersangka Suap Putusan Lepas, Perkara Wilmar Group Cs Masih Kasasi

    4 Hakim Jadi Tersangka Suap Putusan Lepas, Perkara Wilmar Group Cs Masih Kasasi

    PIKIRAN RAKYAT – Mahkamah Agung (MA) menyatakan menghormati langkah hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap sejumlah hakim dan panitera Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara Crude Palm Oil (CPO).

    “Mahkamah Agung menghormati proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Juru Bicara MA, Yanto, dalam konferensi pers, Senin, 14 April 2025.

    Yanto menjelaskan bahwa tindakan hukum terhadap hakim diperbolehkan asalkan sesuai aturan, yaitu atas persetujuan Ketua MA dan perintah Jaksa Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU No. 2 Tahun 1986. Namun ia menekankan pentingnya menjunjung asas praduga tak bersalah selama proses hukum berjalan.

    Hakim dan Panitera yang Terlibat

    Para tersangka berasal dari majelis yang menangani perkara CPO dengan tiga korporasi besar sebagai terdakwa, yakni Permata Hijau Grup, Wilmar Grup, dan Musim Mas Grup. Mereka adalah Ketua Majelis Hakim Djuyamto, hakim ad hoc Ali Muhtarom, dan hakim anggota Agam Syarif Baharudin.

    Tersangka lainnya adalah Muhammad Arif Nuryanta, Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, serta Wahyu Gunawan, Panitera Muda di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

    “Perkara tersebut ditangani oleh Majelis yang sama dan telah diputus pada tanggal 19 Maret 2025, dan pada tanggal 27 Maret 2025 Penuntut umum telah mengajukan kasasi,” ujar Yanto.

    Dalam putusannya, majelis menyatakan bahwa para terdakwa terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan, tetapi perbuatan tersebut bukan termasuk tindak pidana. Oleh karena itu, para terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle rechtsvervolging).

    Putusan tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap karena jaksa telah mengajukan kasasi. Yanto menambahkan, setelah berkas lengkap, Pengadilan Tipikor akan segera mengirimkannya ke MA secara elektronik.

    Sanksi dan Langkah Tindak Lanjut MA

    Yanto menyatakan bahwa hakim dan panitera yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan akan diberhentikan sementara. Jika nantinya dinyatakan bersalah berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT), mereka akan diberhentikan secara permanen.

    “Mahkamah Agung sangat prihatin atas peristiwa yang terus mendera dunia peradilan di saat Mahkamah Agung sedang berbenah dan melakukan perubahan dalam mengelola dan menjalankan peradilan untuk mewujudkan peradilan yang bersih dan profesional,” ungkapnya.

    Sebagai langkah perbaikan, MA membentuk Satuan Tugas Khusus (Satgassus) di bawah Badan Pengawasan untuk menilai kinerja, kedisiplinan, dan kepatuhan aparat pengadilan di wilayah DKI Jakarta.

    Selain itu, MA tengah mengembangkan sistem Smart Majelis berbasis kecerdasan buatan untuk menghindari praktik korupsi dalam proses penunjukan majelis hakim.

    “Pimpinan Mahkamah Agung RI menyelenggarakan Rapat Pimpinan (RAPIM) dengan agenda pembahasan revisi SK KMA RI Nomor 48/KMA/SK/II/2017 tentang Pola Promosi dan Mutasi Hakim pada empat lingkungan peradilan,” jelas Yanto.

    MA juga segera menerapkan aplikasi penunjukan majelis hakim secara otomatis di pengadilan tingkat pertama dan banding, sebagaimana telah berlaku di Mahkamah Agung, guna meminimalisasi potensi korupsi di peradilan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hakim-Panitera Kena Suap, Kejagung: Masalah Personal Bukan Institusi

    Hakim-Panitera Kena Suap, Kejagung: Masalah Personal Bukan Institusi

    Jakarta, Beritasatu.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya angkat bicara soal pemberhentian empat hakim dan panitera oleh Mahkamah Agung (MA) yang terlibat dugaan suap dalam vonis lepas kasus korupsi fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan, kasus ini murni tindakan personal, bukan kesalahan institusi. “Kita harus melihat ini tidak institusional, tetapi personal. Tindakan hukum akan fokus pada oknum,” ujar Harli di Jakarta, Senin (14/4/2025).

    Menurut Harli, langkah Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (KY) memberhentikan sementara para hakim dan panitera yang diduga terlibat kasus suap sudah tepat. Ia menyebut tindakan administratif dan proses hukum harus berjalan beriringan.

    “MA dan KY sudah menjalankan tugas sesuai kewenangan, termasuk investigasi etik oleh KY,” tambahnya.

    Sebelumnya, Mahkamah Agung menanggapi proses hukum yang tengah dilakukan Kejagung atas dugaan gratifikasi dalam kasus vonis lepas korupsi ekspor CPO, yang menyeret Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, dan beberapa hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Juru Bicara MA Yanto menegaskan, pihaknya menghormati proses hukum dan asas praduga tak bersalah. “Hakim dan panitera yang jadi tersangka dan ditahan akan diberhentikan sementara. Bila vonis inkrah, mereka diberhentikan permanen,” jelas Yanto di Gedung MA, Jakarta Pusat terkait kasus suap hakim.