Kasus: Tipikor

  • Mahfud MD Sebut Korupsi di Peradilan Bertransformasi Menjadi Jaringan Berbahaya: Itu Jorok Sekali – Halaman all

    Mahfud MD Sebut Korupsi di Peradilan Bertransformasi Menjadi Jaringan Berbahaya: Itu Jorok Sekali – Halaman all

    TRIBUNNEWS, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD, ikut buka suara soal maraknya kasus korupsi yang melibatkan beberapa hakim pengadilan. 

    Ia menegaskan bahwa praktik korupsi di lembaga peradilan saat ini telah bertransformasi menjadi jaringan berbahaya yang secara serius merusak integritas hukum di Indonesia.

    “Nah justru sekarang juga yang tumbuh adalah korupsi peradilan, itu jorok sekali,” katanya usai diskusi publik bertajuk “Enam Bulan Pemerintahan Prabowo, The Extraordinary, The Good, The Bad, and The Ugly” di Trinity Tower, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).

    Lebih lanjut, Mahfud menyinggung soal kasus vonis lepas (onslag) dalam skandal korupsi Crude Palm Oil (CPO) yang baru-baru ini mencuat.

    Modus operandi korupsi kasus ini, menurutnya, melibatkan penggunaan vonis onslag di mana terdakwa dibebaskan dengan alasan perkara perdata, atau dinyatakan tidak terbukti bersalah meskipun bukti tindak pidana korupsi sangat jelas.

    “Ini yang kasus sekarang ini, tiga korporasi, yang kemudian menangkap Hakim Jakarta Selatan, itu kan sudah jelas korupsi, tapi dibebaskan. Dengan apa? Kalau di dalam hukum pidana ada dua cara. Satu, namanya onslag. Jadi kasus ada korupsinya, tapi dibilang bukan korupsi, kasus perdata, jadi dibebaskan tiga korporasi yang ‘makan uang triliunan’ itu. Atau dikatakan tidak terbukti kasus pidananya. Ada dua cara membebaskan itu, onslag atau dikatakan tidak terbukti,” ujarnya.

    Ia mengungkapkan bahwa jaringan kerja sama kasus korupsi ini melibatkan tiga pengadilan, yakni Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara.

    “Coba bayangkan bahayanya korupsi sekarang, jaringannya di pengadilan itu melibatkan tiga pengadilan. Hakim yang terlibat dalam suap-menyuap itu bersama paniteranya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara. Jadi ini sudah jaringan di korupsi. Gila ini sangat berbahaya, sangat jorok sekarang,” ujarnya.

    Mahfud menilai respons Mahkamah Agung (MA) terhadap kasus-kasus korupsi selama ini cenderung normatif dan tidak efektif, sehingga menurutnya diperlukan intervensi langsung dari Presiden.

    “Iya sekarang sudah perlu langkah darurat ya. Karena ini situasinya darurat, sehingga perlu keputusan-keputusan darurat, kalau perlu Presiden turun tangan buat Perpu. Bongkar itu semua. Jangan takut-takut, rakyat mendukung.”

    “Karena kalau nunggu Mahkamah Agung memperbaiki selalu kembali ke formalitas. Ini sudah karena kasus yang terakhir itu melibatkan tiga pengadilan. Hakim dan Paniteranya berombongan di situ nerima suap dari tiga korporasi itu. Itu yang sekarang ditemukan oleh Kejaksaan Agung, dan ini darurat,” katanya.

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung Republik Indonesia mengungkapkan adanya dugaan suap terhadap tiga orang majelis hakim yang menangani perkara korupsi ekspor CPO atau korupsi minyak goreng.

    Kasus ini sebelumnya disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan berakhir dengan putusan vonis lepas (onslag) terhadap tiga korporasi besar, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group pada 19 Maret 2024.

    Penyidikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kemudian menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. 

    Mereka adalah:

    Marcella Santoso (pengacara)
    Ariyanto (Pengacara)
    Muhammad Arif Nuryanta (Mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat)
    Wahyu Gunawan (Panitera Muda Perdata)
    Djuyamto (Ketua Majelis)
    Agam Syarif Baharuddin (Hakim Anggota)
    Ali Muhtarom (Hakim Ad Hoc)

    Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa dugaan suap ini bermula ketika Ariyanto menawarkan imbalan Rp 20 miliar kepada Panitera Muda Wahyu Gunawan untuk memengaruhi putusan majelis hakim agar membebaskan ketiga korporasi terdakwa dari jerat hukum.

    Wahyu Gunawan kemudian melaporkan tawaran ini kepada Muhammad Arif Nuryanta, yang kemudian justru menaikkan permintaan suap menjadi Rp 60 miliar.  

    Permintaan fantastis ini disetujui oleh pihak pengacara. 

    Dana suap dalam bentuk dolar Amerika Serikat kemudian berpindah tangan ke Wahyu Gunawan untuk diteruskan kepada Arif Nuryanta. 

    Atas jasanya, Wahyu Gunawan juga disebut menerima “fee” sebesar 50.000 dolar AS.

    Setelah menerima dana, Arif Nuryanta diduga menunjuk tiga hakim, yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, untuk mengadili kasus ini. 

    Ia juga disinyalir menyerahkan uang tunai sebesar Rp 4,5 miliar dalam bentuk dolar kepada Djuyamto dan Agam Syarif.

    Penyerahan uang yang diduga berkedok biaya membaca berkas ini disertai permintaan Arif agar perkara tersebut ditangani secara khusus. 

    Beberapa waktu kemudian, Arif kembali menyerahkan sekitar Rp18 miliar dalam bentuk dolar kepada Djuyamto, yang kemudian kembali membagikannya kepada kedua rekannya, dengan Agam menerima Rp 4,5 miliar dan Ali Muhtarom berkisar Rp 5 miliar.

    Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa seluruh anggota majelis hakim diduga kuat mengetahui tujuan pemberian uang tersebut, yaitu untuk memastikan putusan onslag bagi para terdakwa korporasi CPO. (Grace Sanny Vania)

     

  • Kelakar Hasto Usai Sidang di PN Tipikor : Maaf Baru Belajar jadi Terdakwa

    Kelakar Hasto Usai Sidang di PN Tipikor : Maaf Baru Belajar jadi Terdakwa

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto berkelakar soal dirinya masih belajar menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Hasto memang kerap diingatkan oleh hakim ketika diberikan kesempatan bicara setelah pemeriksaan saksi.

    Misalnya, saat sesi Hasto diberikan kesempatan untuk menyanggah keterangan dari saksi yang dihadirkan, yakni Wahyu Setiawan dan Arief Budiman. Namun, Hasto juga menyampaikan tanggapannya pada sesi tersebut.

    “Jadi ini pertama, masih belajar sebagai terdakwa hahaha,” ujar Hasto usai menjalani sidang di PN Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

    Dia menambahkan bahwa persidangan dalam agenda perdana pemeriksaan saksi itu berjalan dengan baik. Sebab, seluruh pihak baik itu jaksa, penasihat hukum hingga saksi diberikan untuk menyampaikan keterangannya.

    “Jadi, mengikuti persidangan dan ternyata banyak belajar tentang bagaimana kami semua baik dri jpu maupun PJ dan juga saya, selaku terdakwa diberikan kesempatan juga untuk menyampaikan keberatan,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, jaksa penuntut umum menghadirkan tiga saksi, yakni eks Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman.

    Selain Arief, Eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan dan mantan Anggota Bawaslu RI Agustiani Tio Fridelina juga turut dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara yang menyeret Hasto.

    Hanya saja, jaksa menyebut bahwa hanya dua saksi yang terkonfirmasi hadir. Pasalnya, saksi Agustiani Tio ini tidak mengkonfirmasi kehadirannya.

    “Sedianya tiga orang saksi yang akan kami hadirkan, namun sampai dengan saat ini, yang sudah terkonfirmasi hadir itu dua orang. Yang satu belum konfirmasi kehadiran,” tutur jaksa.

  • Waspada! PPATK Ramal Perputaran Duit Judol 2025 Tembus Rp1.200 Triliun

    Waspada! PPATK Ramal Perputaran Duit Judol 2025 Tembus Rp1.200 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan perputaran uang transaksi judi daring alias judi online pada 2025 bakal naik menjadi Rp1.200 triliun. 

    Lembaga intelijen keuangan itu mencatat perputaran uang transaksi judi online itu akan naik dari nilai transaksi pada 2024, yakni Rp981 triliun. 

    Hal itu disampaikan oleh Kepala PPATK Ivan Yustiavandana pada acara Peringatan Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) ke-23, Kamis (17/4/2025). Dia mengakui bahwa saat ini Indonesia tengah menghadapi permasalahan judi online. 

    Tantangan baru yang dihadapi Indonesia, terangnya, juga bukan hanya judi online. Dia pun menyinggung teknologi dan alat transaksi baru untuk melakukan tindak pidana juga ikut berkembang mengikuti zaman, seperti menggunakan aset kripto hingga platform online lainnya. 

    “23 tahun merupakan waktu yang tidak singkat. Ini bukan hanya tentang apa yang sudah kita lakukan, tetapi tentang apa yang akan kita lakukan bersama ke depannya untuk menerapkan Rezim APUPPT-PPSPM,” katanya dikutip melalui siaran pers, Kamis (17/4/2025). 

    Kendati judi online tengah menjadi sorotan, Ivan melaporkan bahwa tindak pidana korupsi masih menjadi tindak pidana terbesar dalam praktik pencucian uang. Transaksi keuangan mencurigakan yang diduga berasal dari korupsi masih mendominasi berdasarkan hasil National Risk Assesment (NRA) yang dilakukan PPATK. 

    “Negara harus memberikan fokus utama dalam memberantas tindak pidana tersebut,” kata Ivan. 

    Adapun berdasarkan Laporan Tahunan PPATK 2024, transaksi yang diidentifikasi berkaitan dengan tindak pidana selama Januari-Desember 2024 mencapai Rp1.459 triliun. Transaksi terkait dugaan tindak pidana korupsi memiliki nilai terbesar yakni Rp984 triliun. 

    Kemudian, transaksi terbesar diikuti oleh tindak pidana perpajakan Rp301 triliun, perjudian Rp68 triliun, lalu narkotika Rp9,75 triliun. 

    Untuk diketahui, peringatan 23 Tahun Gerakan APU PPT-PPSPM di kantor PPATK itu turut dihadiri oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto serta Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Marthinus Hukom. 

  • Polisi Dinilai Berkacamata Sempit karena Tak Usut Dugaan Korupsi Pagar Laut
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        18 April 2025

    Polisi Dinilai Berkacamata Sempit karena Tak Usut Dugaan Korupsi Pagar Laut Nasional 18 April 2025

    Polisi Dinilai Berkacamata Sempit karena Tak Usut Dugaan Korupsi Pagar Laut
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Langkah Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum)
    Bareskrim Polri
    yang tidak mengusut dugaan adanya
    korupsi
    dalam kasus pagar laut di Tangerang menuai kritik tajam.
    Aktivis antikorupsi sekaligus mantan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW)
    Agus Sunaryanto
    menjelaskan bahwa bentuk korupsi yang dibahas dalam konstruksi tindak pidana korupsi sangat luas.
    “Sayang sekali Bareskrim memahami korupsi dalam kacamata yang sempit sebatas kerugian negara, padahal pidana korupsi sangat luas, ada suap, gratifikasi, ada perbuatan curang, pemerasan, dan lain-lain,” ujar Agus kepada Kompas.com, Kamis (17/4/2025).
    Agus meyakini bahwa dalam kasus pagar laut ini telah terjadi peralihan hak milik tanah dari negara menjadi milik pribadi atau perusahaan.
    Peralihan barang milik negara ini pasti memiliki potensi suap atau gratifikasi kepada pejabat publik yang berwenang untuk mengubah akta kepemilikan.
    “Kalau kita lihat secara sederhana dari kasus pagar laut ini, ada peralihan milik negara menjadi hak milik pribadi atau perusahaan, itu kan pasti ada potensi suap atau gratifikasi dari pejabat publik yang berwenang mengubah akta kepemilikan,” jelas Agus.
    Ia pun menyarankan agar penyidik Bareskrim Polri dan tim dari Kejaksaan duduk bersama agar dapat menyamakan konstruksi atau pemahaman terhadap kasus yang tengah ditangani.
    Atau, berkas ini diserahkan kepada Kortas Tipikor untuk diusut lebih tuntas.
    “Lebih baik, biarkan tim Kortas Tipikor Polri saja yang fokus penyidikan kasus pagar laut ini. Biar satu frekuensi dengan
    Kejaksaan Agung
    ,” kata Agus.
    Agus meyakini bahwa pemalsuan surat di lahan pagar laut di Tangerang memiliki potensi menyebabkan kerugian keuangan negara.
    Hal ini dilihat dari harga tanah yang seharusnya dimiliki negara menjadi berpindah tangan ke pihak lain.
    “Ini kan rencananya setelah dipagari lautnya, dugaan saya, kemudian akan diuruk dengan tanah (reklamasi). Setelah direklamasi jadi daratan pasti nilai tanahnya akan sangat tinggi,” imbuh Agus.

    Harga tanah reklamasi ini menjadi potensi kerugian keuangan negara. Namun, penghitungan ini membutuhkan waktu karena standar harganya perlu ditentukan dahulu.
    “Luasan area laut yang dipagari ini yang harus dinilai sebagai kerugian negara. Cuma, mungkin butuh waktu karena bisa jadi BPN sedang mencari standar nilai jual luasan area per m²,” kata Agus.
    Berhubung perhitungan kerugian keuangan negara ini membutuhkan waktu, penyidik perlu mencari alternatif potensi korupsi lain selain unsur kerugian keuangan negara.
    Diberitakan, pengusutan kasus pagar laut di Tangerang, Banten, tak kunjung masuk ke meja hijau. Sebab, antara Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri masih berbeda pendapat dalam penanganan kasus ini, utamanya terkait dugaan korupsi.
    Kejagung
    menduga bahwa ada persoalan korupsi dalam penerbitan dokumen sertifikat lahan. Sementara itu, Bareskrim menilai bahwa persoalan yang terjadi hanya sebatas pada pemalsuan dokumen semata.
    Sejak awal pengusutan hingga kini, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri sudah dua kali melimpahkan berkas perkara ke Kejagung. Namun, keduanya dikembalikan oleh Kejagung.
    Sejak pengembalian pertama pada 25 Maret 2025, Kejagung telah memberikan instruksi kepada Bareskrim agar turut mengusut dugaan suap atau gratifikasi yang berkaitan dengan korupsi dalam kasus ini.
    Jaksa menemukan adanya dugaan atau potensi terjadinya korupsi dalam pemalsuan surat tanah yang dilakukan Kepala Desa Kohod, Tangerang, Arsin bersama jajaran stafnya.
    Petunjuk dan catatan Jampidum soal pengusutan korupsi ini kembali dipertegas dalam pengembalian berkas kali kedua pada 16 April 2025.
    Akan tetapi, tim peneliti berkas menyampaikan bahwa Bareskrim Polri belum mengikuti petunjuk dari Kejaksaan Agung sehingga berkas harus dikembalikan lagi. “Jadi, berkas perkara yang kita terima, itu tidak ada perubahan dari berkas perkara yang awal. Tidak ada satu pun petunjuk yang dipenuhi,” ujar Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, saat konferensi pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kelakar Hasto Seusai Sidang: Baru Belajar Jadi Terdakwa Korupsi

    Kelakar Hasto Seusai Sidang: Baru Belajar Jadi Terdakwa Korupsi

    Jakarta, Beritasatu.com – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kembali menjalani sidang lanjutan atas dugaan perintangan penyidikan dan suap PAW anggota DPR terkait Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025). Seusai sidang, Hasto justru berkelakar  dirinya masih dalam tahap “belajar menjadi terdakwa”.

    “Jadi ini pertama, masih belajar sebagai terdakwa,” ujar Hasto seusai persidangan.

    Dalam persidangan, Hasto Kristiyanto mendapat kesempatan dari majelis hakim untuk mengajukan keberatan atas kesaksian dua saksi yang dihadirkan jaksa KPK, yakni mantan Ketua KPU Arief Budiman dan mantan anggota KPU Wahyu Setiawan.

    Hasto menyebut kesaksian Wahyu Setiawan berbeda dari yang sebelumnya pernah disampaikan pada persidangan 2020 silam. Ia menegaskan, putusan saat itu sudah menyebut uang untuk pengurusan PAW Harun Masiku diterima Wahyu melalui Saeful Bahri dan Agustiani Tio Fridelina, bukan dirinya.

    “Ketika Wahyu Setiawan diperiksa pada 6 Januari 2025, dia diminta membaca ulang keterangan yang dia buat lima tahun sebelumnya. Kemudian di-print ulang dan ditandatangani sehingga fakta hukum yang sebenarnya diabaikan,” terang Hasto.

    Sebagai informasi, Hasto Kristiyanto didakwa terlibat dalam upaya menghalangi penyidikan dan menyuap Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta demi memuluskan langkah Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui skema PAW periode 2019-2024.

    Atas perbuatannya, Hasto Kristiyanto dijerat Pasal 21, Pasal 5 ayat (1) huruf a, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 ayat (1), Pasal 55 ayat (1) ke-1, dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Sosok Rini Puji Astuti, ASN Yang Korupsi 13 Tahun Bebas Berkeliaran dan Masih Terima Gaji

    Sosok Rini Puji Astuti, ASN Yang Korupsi 13 Tahun Bebas Berkeliaran dan Masih Terima Gaji

    TRIBUNJATENG.COM, MALANG – Inilah sosok Rini Puji Astuti, aparatur sipil negara (ASN) Kabupaten Malang yang masih terima gaji selama 13 tahun dan tidak ditahan padahal sudah terbukti melakukan korupsi pengadaan barang fiktif.

    Padahal atas perbuatannya tersebut, negara mengalami kerugian mencapai Rp 271 juta.

    Kasus Rini tersebut bisa terjadi karena sistem pada masa itu belum menggunakan digital seperti saat ini.

    Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang  akhirnya menahan Rini Puji Astuti, Rabu (16/4/2025) atas kasus korupsi.

    Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang, Deddy Agus Oktavianto mengatakan Rini diduga melakukan korupsi terkait pengadaan komputer pada tahun 2008, atau selama bertugas di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau Sekwan Kabupaten Malang. 

    “Pada saat itu, Rini menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam lelang pengadaan komputer di Sekretariat DPRD Kabupaten Malang. Ia tidak membuat harga perkiraan sendiri (HPS) sesuai yang diamanatkan dan justru mengadakan barang fiktif,” ungkap Deddy melalui sambungan telepon, Kamis (17/4/2025). 

    Tidak diketahui berapa unit komputer yang akan diadakan dalam proyek saat itu.

    Hanya saja, kerugian negara akibat perbuatan Rini mencapai Rp 271 juta.

    “Selain Rini, dua terpidana telah divonis bersalah dan menjalani hukuman sejak tahun 2010,” ucap dia.  

    Deddy menyebut, proses hukum terhadap Rini sebenarnya sudah berjalan sejak tahun 2010.

    Saat itu, ia ditetapkan sebagai tahanan kota.

    Namun, warga Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, itu mengajukan upaya hukum banding hingga kasasi. 

    Pada tahun 2012, Mahkamah Agung (MA) menetapkan Rini bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Ia dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun serta denda Rp 200 juta,” ujarnya.  Hanya saja, keterbatasan sistem menyebabkan Rini tak kunjung ditahan, dan selama itu ia masih menjabat sebagai aparatur sipil negara (ASN) aktif.

    Sampai pada saat dieksekusi Rabu kemarin, ia berdinas sebagai staf di Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kabupaten Malang.

    “Putusan MA sudah berkekuatan hukum tetap di tahun 2012. Tapi kami baru saja mendapat putusan secara lengkap,” ujarnya.

    Deddy menyampaikan, pada tahun 2012, sistem di instansi Kejaksaan masih belum berbasis content management system (CMS) atau Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP).

    “Sehingga, penelusuran dokumen harus dilakukan satu per satu secara fisik. Ketika kami mendapat salinan putusan kasasi, kami segera cocokkan,” katanya. 

    Penahanan terhadap terpidana Rini tersebut sesuai dengan putusan kasasi nomor 1876k/pidsus/2012.

    Ia ditahan di Lapas Perempuan Kelas IIA, Kota Malang. (*)

     

  • Muncul dalam Fakta Persidangan Hasto, KPK Pertanyakan Mengapa Penyidik tak Panggil Megawati

    Muncul dalam Fakta Persidangan Hasto, KPK Pertanyakan Mengapa Penyidik tak Panggil Megawati

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan penyidik untuk mengetahui alasan tidak dipanggilnya Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, saat proses penyidikan kasus Suap PAW KPU terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kala itu.

    Langkah ini untuk merespons fakta persidangan Hasto terkait eks caleg PDIP, Harun Masiku, yang mengintervensi Arief Budiman saat menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

    “Tentunya berkoordinasi dengan penyidik apabila pertanyaannya mengapa pada saat proses penyidikan tidak dilakukan pemanggilan,” kata Jubir KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).

    Tessa menjelaskan, ia perlu mengetahui keterangan penyidik secara utuh terkait alasan Harun menunjukkan foto Megawati sehingga keterangan itu dapat disampaikan kepada publik. “Saya perlu melihat dulu secara real untuk bisa memberikan tanggapan yang proper,” ucapnya.

    Dalam persidangan hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkapkan bahwa eks caleg PDIP, Harun Masiku, mengintervensi Arief Budiman ketika menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

    Awalnya, jaksa penuntut Wawan Yunarwanto mengonfirmasi Arief Budiman terkait pertemuannya dengan Harun di ruang kerja Arief di Kantor KPU RI. Arief dihadirkan sebagai saksi dalam sidang untuk Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, terdakwa kasus dugaan suap PAW anggota DPR dan perintangan penyidikan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).

    Jaksa kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Arief Budiman nomor 21, saat diperiksa kembali oleh penyidik KPK pada 15 Januari 2025. Dalam BAP tersebut, disebutkan bahwa Harun Masiku masuk ke ruang kerja Arief bersama seseorang yang tidak dikenal, tanpa undangan dan tanpa jadwal pertemuan yang ditentukan oleh pihak KPU.

    Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar September 2019 itu, Harun meminta bantuan Arief agar dirinya dapat diloloskan sebagai anggota DPR melalui surat PDIP. “Selanjutnya saudara Harun Masiku dan rekannya memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk meminta tolong agar permohonan yang secara formal telah disampaikan PDIP melalui surat nomor 2576/X/DPP/VIII/2019 kepada KPU dapat dibantu untuk direalisasikan,” kata jaksa membacakan.

    Isi surat tersebut memuat permintaan agar KPU melaksanakan permohonan PDIP berdasarkan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa partai memiliki hak untuk menentukan kader terbaik dalam pengisian PAW kursi legislatif. Pada saat itu, Harun dimaksudkan untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas yang telah meninggal dunia.

    Setelah itu, menurut jaksa Wawan, Harun menunjukkan fotonya bersama Megawati dan mantan Ketua MA, Hatta Ali, sebagai bentuk intervensi agar Arief mengabulkan permintaan tersebut. “Foto-foto yang di dalamnya terdapat gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjuangan, dan gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Muhammad Hatta Ali selaku Ketua Mahkamah Agung. Itu yang disampaikan ya?” tanya jaksa kepada Arief.

    Arief membenarkan adanya pertemuan tersebut. Menurutnya, ruang kerjanya memang selalu terbuka bagi siapapun yang ingin menemuinya. Namun, Arief mengaku tidak mengetahui alasan Harun menunjukkan foto-foto tersebut. Ia menyatakan tidak merasa terintervensi dan tidak menyimpan foto-foto itu.

    “Enggak tahu, Pak. Saya sih, ruangan saya kan selalu terbuka, dan saya bisa menerima siapa pun tamu-tamu yang datang, ya. Baik teman-teman dari daerah, teman-teman partai politik, anggota DPR, itu biasa saja masuk. Dan untuk hal-hal yang bersifat formal-formal begitu biasanya saya minta kirimkan saja suratnya secara resmi ke kantor,” jelas Arief.

    “Nah, kalau Pak Harun Masiku menunjukkan foto itu ya saya nggak tahu maksudnya apa. Tapi bagi saya kan biasa saja itu, saya juga tidak membawa, menerima, mengoleksi hal-hal yang semacam itu,” sambungnya.

    Dalam perkara ini, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.

    Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020. Ia juga disebut meminta stafnya, Kusnadi, untuk membuang ponsel saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Juni 2024.

    Selain itu, Hasto didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan secara bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui Agustiani Tio.

    Menurut jaksa, suap itu diberikan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme PAW.

    Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Mahfud MD Sebut Penuntasan Kasus Pagar Laut Tidak Jelas, Sarankan Kejagung Ambil Alih  – Halaman all

    Mahfud MD Sebut Penuntasan Kasus Pagar Laut Tidak Jelas, Sarankan Kejagung Ambil Alih  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menkopolhukam Mahfud MD mengungkapkan penuntasan perkara kasus pagar laut di Tangerang, Banten tidak jelas. 

    Atas hal itu ia sarankan Kejaksaan Agung untuk ambil alih perkara tersebut. 

    Adapun hal itu disampaikan Mahfud MD saat berbicara pada diskusi publik bertajuk enam bulan pemerintahan Prabowo, The Extraordinary, The Good, The Bad, and The Ugly di Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025). 

    “Sekarang ini perkembangannya apa? Perkembangannya kasus pagar laut itu. Polisi menyatakan itu bukan korupsi. Hanya pemalsuan yang dilakukan oleh seorang lurah bernama Kohod,” kata Mahfud MD. 

    Kemudian dikatakan Mahfud MD, bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai sebaliknya. 

     “Sekarang kasus ini, kasus yang besar sekali, nggak jelas nasibnya,” imbuhnya. 

    Oleh sebab itu, lanjut Mahfud, karena pagar laut menjadi ujian bagi masa depan hukum.

    “Maka saya ingin mengatakan, ini supaya segera. Satu caranya Kejaksaan Agung itu bisa mengambil alih kasus ini secara sendiri, tanpa harus lewat polisi,” tandasnya. 

    Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan penyidik Bareskrim Polri sama sekali tidak mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) terkait kasus pagar laut yang menjerat Kepala Desa Kohod Arsin.

    Koordinator Ketua Tim Peneliti Jaksa P16 Jampidum Sunarawan mengatakan, setelah pihaknya mempelajari berkas perkara yang sebelumnya dikembalikan, diketahui bahwa penyidik Bareskrim sama sekali belum menjalankan petunjuk pihaknya.

    Seperti diketahui dalam hal ini, sebelumnya jaksa penuntut umum memberi petunjuk kepada penyidik agar kasus pagar laut itu diusut dengan Pasal tindak pidana korupsi.

    Alih-alih memperbaiki sesuai petunjuk Jaksa, penyidik malah tidak mengubah berkas perkara yang sebelumnya telah dikembalikan tersebut.

    “Jadi berkas perkara yang kita terima itu tidak ada perubahan dari berkas perkara yang awal. Tidak ada satupun petunjuk yang dipenuhi,” kata Sunarwan kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).

    Seperti diketahui dalam hal ini, sebelumnya jaksa penuntut umum memberi petunjuk kepada penyidik agar kasus pagar laut itu diusut dengan Pasal tindak pidana korupsi.

    Dalam berkas perkara penyidik, tim peneliti kata Sunarwan juga tidak menemukan adanya keterangan saksi dari Badan Penghitung Keuangan (BPK) sebagaimana petunjuk pihaknya.

    Pada berkas itu kata dia hanya terdapat keterangan ahli namun bukan ahli di bidang tindak pidana korupsi.

    “Jadi petunjuk kita belum ada yang dipenuhi satu pun,” katanya.

     

  • Cerita Ketua RT di Pulogadung ‘Tour’ dalam Rumah Ary Bakri yang Digeledah Kejagung Selama 10 Jam – Halaman all

    Cerita Ketua RT di Pulogadung ‘Tour’ dalam Rumah Ary Bakri yang Digeledah Kejagung Selama 10 Jam – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rumah mewah bergaya istana milik Ary Bakri, pengacara yang terseret dalam kasus suap vonis korporasi CPO, kini bukan simbol kemewahan, tapi menjadi lokasi penyitaan barang bukti oleh Kejaksaan Agung. 

    Penggeledahan yang dilakukan di kediaman Ary Bakri  di kawasan elite Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur mengundang perhatian warga sekitar.

    Ketua RT 01 RW 04 Kayu Putih, Hasan menceritakan awalnya rumah tersebut disegel pada malam hari.

    Lalu digeledah esok siangnya selama hampir 10 jam. 

    “Mulai jam 12 siang sampai jam 10 malam. Saya ikut masuk juga, ada RW, koordinator keamanan, polisi, sampai staf-staf rumahnya,” ujar Hasan.

    Penggeledahan ini membongkar sebagian wajah glamor Ary Bakri yang kerap memamerkan kendaraan mewah di media sosial.

    Tidak tanggung-tanggung, Kejagung menyita satu Toyota Land Cruiser, dua unit Land Rover, 21 sepeda motor termasuk motor gede, tujuh sepeda eksklusif, dan uang tunai dalam bentuk Dolar Singapura.

    “Beberapa mobil itu memang sering terlihat di sini, keluar satu-satu. Parkirnya di rumah terus,” kata Hasan.

    Warga sekitar mengaku tak menyangka bahwa rumah yang tampak tenang dan elit itu ternyata menyimpan jejak kasus dugaan suap Rp 60 miliar yang mengguncang institusi peradilan.

    Ary Bakri diduga menjadi perantara suap agar tiga korporasi besar CPO—Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group—dijatuhi vonis lepas.

    Kini, rumah mewah yang dulunya hanya bisa dilihat dari luar pagar tinggi, telah terbuka lebar bagi penyidik, dan menjadi bukti bahwa hukum bisa menembus tembok glamor mana pun.

    Kronologi Kasus Ary Bakri

    Awalnya Ary Bakri selaku pengacara tiga korporasi CPO berkomunikasi dengan Wahyu Gunawan yang merupakan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Pengacara korporasi CPO itu meminta majelis hakim yang dipimpin Djuyamto untuk memberi vonis lepas dengan timbal balik bayaran Rp20 miliar.

    Tiga grup korporasi CPO tersebut adalah Permata Hijau Group, Wilmar Group dan Musim Mas Group,

    Wahyu kemudian berkoordinasi dengan mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang kini telah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta.

    Arif menyetujui permintaan tersebut dengan syarat uang suap naik jadi tiga kali lipat menjadi Rp 60 miliar.

    “Muhamad Arif Nuryanta menyetujui permintaan tersebut untuk diputus onslag namun dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan 3 sehingga totalnya Rp60 miliar,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025) dini hari lalu.

    Ary Bakri kemudian menyetujui permintaan tersebut dan menyerahkan uang tersebut melalui Wahyu.

    Arif juga menerima 50.000 USD sebagai biaya penghubung.

    Kemudian, Arif menunjuk tiga hakim, termasuk Djuyamto, untuk menangani perkara tersebut.

    Ketiga hakim ini sepakat memberikan vonis lepas setelah menerima uang suap sebesar Rp 22,5 miliar.

    Dan akhirnya pada 19 Maret 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang dipimpin Djuyamto menjatuhkan vonis lepas (ontslag van rechtsvervolging) kepada tiga korporasi besar dalam perkara korupsi ekspor CPO.

    Ketiga korporasi kakap CPO itu pun akhirnya lolos dari segala tuntutan jaksa Kejagung yakni pidana denda masing-masing Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 17 triliun. (Tribun Jakarta/Elga Hikari Putra)

     

     

  • Kasus yang Pernah Ditangani Hotma Sitompul dari Masyarakat Kurang Mampu hingga Artis Ternama

    Kasus yang Pernah Ditangani Hotma Sitompul dari Masyarakat Kurang Mampu hingga Artis Ternama

    PIKIRAN RAKYAT – Pengacara Hotma Sitompul salah satu pengacara ternama di Indonesia baru saja tutup usia pada Rabu, 16 April 2025.

    Semasa hidupnya dan berkarir di dunia hukum, Hotma Sitompul telah meninggalkan jejak yang mendalam serta dikenal banyak menangani kasus besar yang menarik perhatian publik.

    Ia tidak hanya menangani kasus besar namun juga berbagai kasus artis ternama yang cukup menyita perhatian publik. Berikut beberapa kasus yang pernah ditangani oleh Hotma Sitompul semasa berkarir di dunia hukum, mulai dari kasus masyarakat kurang mampu kasus artis ternama tanah air.

    1. Kasus Pembunuhan gadis cilik di Bali

    Kasus pembunuhan gadis kecil bernama Angeline ini cukup viral dan menjadi salah satu kasus yang ditangani Hotma. Kasus pembunuhan gadis kecil yang dilakukan oleh ibu tirinya ini sangat menyita perhatian masyarakat.

    Pada saat itu kasus pembunuhan gadis kecil di Bali terjadi pada tahun 2015. Ia menjadi kuasa hukum dari Magriet yang melawan pengacara kondang Hotman Paris yang merupakan kuasa hukum dari asisten rumah tangga korban yang bernama Agus.

    2. Kasus Narkoba Raffi Ahmad

    Pada tahun 2013 Raffi Ahmad terjerat kasus penggunaan narkoba. Hotma Sitompul menjadi pengacara yang menangani kasus narkoba artis kondang tersebut.

    3. Kasus Perdata Baim Wong

    Pada tahun 2019, Hotma Sitompul menangani kasus perdata artis Baim Wong dengan QQ Production milik Astrid.

    4. Kasus KDRT Rizky Billar

    Kasus ini cukup menyita perhatian publik dan terjadi pada 2022, Hotma Sitompul menjadi pengacara Rizky Billar pada kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) yang dilakukannya terhadap Lesty Kejora.

    Di kasus tersebut, Hotma Sitompul menggantikan sepupunya, Adek Erfil Manurung. Namun pada saat itu ia menjadi sorotan publik dikarenakan kasus perceraiannya pada tahun 2021.

    Hotma dikabarkan mengusir istrinya Desiree sampai memperebutkan hak lahan tanah dan perabotan rumah. Kasus tersebut diakhiri dengan damai meski mereka tetap bercerai.

    5. Kasus Kematian Aktivis HAM Munir Said Thalib

    Pada tahun 2004, Hotma Sitompul terlibat dalam proses hukum terkait kematian aktivis HAM yang diduga diracun di dalam pesawat dan juga kasus ini menjadi simbol perjuangan HAM (Hak Asasi Manusia) di Indonesia.

    6. Kasus Gayus Tambunan

    Pada tahun 2010, marak kasus mafia pajak yang ditangani oleh Hotma Sitompul. Kasus tersebut berupa penggelapan dana pajak besar-besaran yang dilakukan oleh Gayus Tambunan dan cukup menyita perhatian publik terkait tindak pidana korupsi pajak.

    Selain itu Hotma Sitompul juga mendirikan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Mawar Saron yang didedikasikan untuk membantu masyarakat kurang mampu.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News