Kasus: Tipikor

  • KPK Sita 65 Bidang Tanah Terkait Kasus Tol Trans Sumatera, Aset Akan Dikembalikan ke Petani

    KPK Sita 65 Bidang Tanah Terkait Kasus Tol Trans Sumatera, Aset Akan Dikembalikan ke Petani

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 65 bidang tanah di Kalianda, Lampung Selatan, sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) tahun 2018–2020. Penyitaan tersebut dilakukan penyidik pada 14–15 April 2025. 

    “KPK melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penyitaan tanah sebanyak 65 bidang yang berlokasi di Kalianda Lampung Selatan terkait perkara tersebut,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan, Rabu, 30 April 2025. 

    Tessa menjelaskan, mayoritas bidang tanah tersebut merupakan milik para petani yang hingga kini belum menerima pembayaran penuh dari para tersangka. Para petani hanya menerima uang muka pada tahun 2019 dengan kisaran 5–20 persen dari nilai lahan. Untuk pembayaran uang muka tersebut berasal dari aliran dana dugaan tindak pidana korupsi. 

    Mirisnya lagi, sudah hampir enam tahun tidak ada kepastian atau kelanjutan atas pembayaran lahan-lahan tersebut, di satu sisi para petani tidak bisa menjual tanah tersebut kepada pihak lain karena selama ini surat-surat kepemilikan tanah dikuasai atau dipegang notaris. 

    “Dan di sisi lain para petani juga tidak bisa mengembalikan uang muka yang mereka terima mengingat kondisi ekonomi mereka,” ucap Tessa. 

    Lebih lanjut, Tessa menyebut, selama ini tanah itu tetap dimanfaatkan oleh para petani untuk menanam jagung. Untuk memberikan kepastian hukum, penyidik KPK akhirnya memutuskan menyita 63 dari 65 bidang tanah tersebut beserta dokumen kepemilikannya.

    “Penyitaan dimaksud agar nantinya KPK dapat meminta kepada pengadilan untuk memutuskan agar tanah beserta suratnya dapat dikembalikan kepada para petani tanpa pengembalian uang muka yang pernah diminta atau tanah tersebut dapat dilelang dan hasilnya digunakan untuk pelunasan para petani yang belum terbayarkan,” ucap Tessa. 

    Tessa menjelaskan, bila diputuskan dilelang akan memakan waktu yang cukup lama. Mengingat penjualan bidang tanah tidak semudah menjual aset bergerak.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Terpidana Kasus Korupsi BTS Kominfo, Achsanul Qosasi Bebas Bersyarat – Page 3

    Terpidana Kasus Korupsi BTS Kominfo, Achsanul Qosasi Bebas Bersyarat – Page 3

    Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara terhadap mantan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi terkait kasus korupsi proyek BTS 4G BAKTI Kominfo.

    “Mengadili menyatakan terdakwa Achsanul Qosasi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan alternatif ketiga penuntut umum,” kata hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (20/6/2024).

    Achsanul Qosasi dinyatakan terbukti bersalah menerima uang USD 2,64 juta atau senilai Rp40 miliar terkait kasus korupsi proyek BTS 4G BAKTI Kominfo.

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan,” jelas dia.

    Majelis hakim juga memerintahkan Achsanul Qosasi untuk membayar denda Rp250 juta yang apabila tidak dapat disanggupi maka diganti pidana kurungan penjara selama 4 bulan.

    “Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” hakim menandaskan.

  • 8 Ring di Jantung, Minum Obat Pengencer Darah

    8 Ring di Jantung, Minum Obat Pengencer Darah

    PIKIRAN RAKYAT – Mantan Direktur JakTV Tian Bahtiar memiliki riwayat penyakit jantung jadi tahanan kota dari Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak Kamis, 24 April 2025.

    Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, tersangka kasus dugaan perintangan penanganan perkara itu dibebankan wajib lapor usai jadi tahanan kota.

    “Yang bersangkutan dikenakan untuk wajib lapor setiap hari Senin, satu kali dalam satu pekan,” ucap Kapuspenkum Harli Siregar di Gedung Kejagung Jakarta pada Senin, 28 April 2025.

    Riwayat Penyakit Direktur JakTV Nonaktif

    Dokter melakukan observasi, hasilnya diketahui Tian Bahtiar harus mengonsumsi obat pengencer darah.

    “Yang bersangkutan ada riwayat sakit jantung dan sudah 8 ring dipasang. Selain itu, ada kolesterol dan masalah pada pernapasan,” lanjut Kapuspenkum.

    Menurutnya, istri tersangka menjadi jaminan atas pengalihan penahanan yang bersangkutan.

    “Kalau tidak salah, sampai mengeluarkan darah di mulut dan mata,” lanjut Harli Siregar.

    Harli mengungkapkan, Tian juga dipasangi alat khusus sehingga pergerakannya selalu terpantau.

    “Mudah-mudahan kami harapkan yang bersangkutan ke depan akan ada pemulihan dan supaya lebih sehat dalam menghadapi perkara ini,” lanjutnya.

    Update Kasus

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan 2 tersangka lain yakni Marcella Santoso (MS) selaku advokat dan Junaedi Saibih (JS) selaku dosen serta advokat.

    Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar, para tersangka melakukan pemufakatan jahat.

    Mereka mencegah, merintangi atau menggagalkan penanganan perkara secara langsung atau tak langsung.

    Perintangan dilakukan pada rangkaian penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022.

    Tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong serta perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Menurutnya kasus terungkap berawal dari pengembangan kasus dugaan suap dalam putusan lepas perkara pemberian fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Tersangka Marcella Santoso dan Junaedi Saibih memerintahkan tersangka Tian Bahtiar membuat berita-berita negatif yang menyudutkan penyidik Jampidsus Kejagung dengan imbalan Rp478.500.000,00.

    “Tersangka TB kemudian memublikasikannya di media sosial, media online, dan JAKTV News sehingga kejaksaan dinilai negatif,” ujar Qohar.

    Selain berita, tersangka Marcella dan Junaedi juga membiayai demonstrasi, kegiatan seminar, podcast dan talkshow yang menyudutkan kejaksaan. Berita demonstrasi dipublikasikan Tian dalam bentuk pemberitaan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Eks Direktur Askrindo Klaim Tak Nikmati Uang Korupsi Rp 169 Miliar
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 April 2025

    Eks Direktur Askrindo Klaim Tak Nikmati Uang Korupsi Rp 169 Miliar Nasional 30 April 2025

    Eks Direktur Askrindo Klaim Tak Nikmati Uang Korupsi Rp 169 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Direktur Operasional Komersial PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) tahun 2018-2020,
    Dwi Agus Sumarsono
    mengeklaim tidak pernah menikmati uang korupsi Rp 169 miliar.
    Pernyataan tersebut Agus sampaikan saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang di
    Pengadilan Tipikor
    Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2025).
    Adapun Agus merupakan satu dari empat terdakwa dugaan korupsi penerbitan jaminan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) untuk
    PT Kalimantan Sumber Energi
    (KSE).
    “Saya pun tidak pernah menikmati sepeserpun uang Rp 169 miliar, sebagaimana persidangan ini uang tersebut digunakan oleh PT KSE,” kata Agus.
    Ia mengeklaim, saat bertugas di PT Askrindo, ia tidak pernah berniat mencari keuntungan untuk diri sendiri.
    Sebagai bagian tim pemasaran, ia mencari klien untuk perusahaan. Oleh karena itu, ujar Agus, dirinya tidak pernah berniat melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 169 miliar.
    “Saya hanya menjalankan kewenangan saya yaitu memberikan arahan teknis, saya tidak memiliki kewenangan untuk menganalisa dan melakukan presentasi,” ujar Agus.
    Mantan pejabat perusahaan pelat merah itu menyebut, uang Rp 60 juta yang diterimanya merupakan sponsorship dari PT KSE.
    Uang itu digunakan untuk mencari klien dan mendapatkan keuntungan Askrindo. Meski demikian, kata Agus, ia telah mengembalikan uang tersebut berikut kendaraan bermotor yang juga telah diterima.
    “Namun ini sudah saya kembalikan beserta motor yang dipinjamkan kepada saya, atas pengembalian uang tersebut saya tidak memiliki bukti pengembalian uang ini,” tutur Agus.
    Dalam perkara ini, Agus didakwa turut terlibat melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara.
    Mengutip Antara, jaksa menyebut, perbuatan itu Agus lakukan bersama Direktur PT KSE Alfian Rivai, Kepala Bagian Pemasaran Kantor Cabang Utama PT Askrindo Jakarta Kemayoran pada 2018 Adi Kusumawijaya, dan Pimpinan Kantor Cabang Utama PT Askrindo Jakarta Kemayoran periode 2018-2019 Agus Hartana.
    Setelah tahap pembuktian di persidangan, jaksa menuntut Agus dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan.
    Jaksa juga menuntut Agus membayar uang pengganti sebesar Rp 600 juta, dikurangi Rp 60 juta yang telah dikembalikan kepada penyidik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siapa Zarof Ricar yang Produseri Film Sang Pengadil? Ini Perannya dalam Vonis Bebas Ronald Tannur

    Siapa Zarof Ricar yang Produseri Film Sang Pengadil? Ini Perannya dalam Vonis Bebas Ronald Tannur

    PIKIRAN RAKYAT – Advokat Bert Nommensen Sidabutar mengaku beri Rp1 miliar pada terdakwa suap dan gratifikasi, mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar guna membantu produksi film Sang Pengadil.

    Bert mengaku memberi uang guna mendapat keuntungan, ketika dihadirkan sebagai saksi sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin, 28 April 2025.

    Ia adalah kolega satu kampus Zarof Ricar yang juga eksekutif produser dalam film yang bercerita tentang perjalanan kerja hakim itu.

    “Jadi, kita ini kan orang hukum, saya melihat bahwa tidak pernah ada film hukum, ya, jadi saya pikir pasti membeludak ini film, pasti untung, saya feeling,” kata Bert saat dikonfirmasi jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung seperti dikutip dari Antara.

    Kronologi

    Menurutnya pemberian uang bermula saat mereka bertemu dalam acara halal bihalal alumni Fakultas Hukum kampus swasta di restoran milik putra Zarof Ricar di bilangan Jakarta Selatan.

    Mereka mengobrol dan bertukar kabar, Zarof saat itu telah pensiun dari Mahkamah Agung. Ia mengaku membutuhkan uang guna produksi film Sang Pengadil.

    “Namanya kita ngobrol-ngobrol, ya, jadi saya tanya apa kabar, kan pensiun beliau ini, gimana pensiun, apa kegiatan. Langsung beliau sampaikan bahwa sedang bikin film Sang Pengadil… Saya sebenarnya bercanda, ‘Banyak duit dong’, beliau bilang, ‘Ini saja gue perlu duit’,” ujarnya.

    Beberapa hari usai acara halal bihalal alumni itu, Bert bertanya pada Zarof Ricar soal nominal bantuan yang bisa diberikan. Ia menyebut 1 meter yang ternyata berarti Rp1 miliar.

    Bert lalu memberi bantuan uang itu pada Zarof di rumahnya di kawasan Senayan, Jakarta yang dimaksudkan guna mendapat untung dari film ini.

    Ia berpikir Zarof, mantan pejabat Mahkamah Agung bisa membantu pengurusan perkara di pengadilan. Bert mengirimkan nomor perkara kerabatnya agar dibantu penyelesaiannya.

    “Waktu beliau sampaikan Rp1 miliar, di benak saya, karena sempat ngomong, ‘Bert kalau lu ada perkara mungkin gue bisa bantu’. Saya ada perkara kebetulan. Saya cobalah kirim, hanya dua lembar,” ujar Bert melanjutkan.

    Bert mengirimkan 2 nomor perkara pada Zarof Ricar yakni perdata di tingkat kasasi dan pidana di tingkat pengadilan pertama. Ia melakukan hal ini atas inisiatif sendiri.

    “Itu inisiatif saya karena saya tahu beliau ini di MA atau apalah, saya coba. Kalau bisa, dibantu. Beliau juga minta. ‘Bert gue coba bantu, lu kasih berkasnya’. Emang saya tidak kasih berkasnya. Cuma kertas dua lembar itu,” tuturnya.

    Menurutnya ke-2 perkara yang dikirimkan nomornya pada Zarof diputus tak sesuai dengan keinginan atau tidak dikabulkan majelis hakim.

    Peran Zarof Ricar

    Zarof didakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan memberi atau menjanjikan sesuatu pada hakim berupa uang Rp5 miliar soal vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti.

    Ia juga didakwa menerima gratifikasi uang Rp915 miliar dan emas 51 kilogram (kg) selama menjabat di Mahkamah Agung, membantu pengurusan perkara tahun 2012–2022.

    Pemufakatan jahat diduga dilakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat bertujuan suap pada Hakim Agung Soesilo, hakim ketua kelanjutan perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi tahun 2024.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Belum Setahun di Penjara, Achsanul Qosasi Bebas Bersyarat dari Kasus BTS 4G

    Belum Setahun di Penjara, Achsanul Qosasi Bebas Bersyarat dari Kasus BTS 4G

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi telah bebas bersyarat dalam perkara korupsi BTS 4G Kominfo.

    Informasi tersebut dikonfirmasi langsung oleh Kabag Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Aprianti. Dia mengatakan Achsanul telah bebas bersyarat sejak 10 April 2025.

    “Iya betul [Achsanul Qosasi telah bebas bersyarat],” ujarnya saat dihubungi, Rabu (30/4/2025).

    Meski demikian, Achsanul masih diwajibkan untuk menjalani masa bimbingan di balai pemasyarakatan (Bapas) Bogor hingga 1 Februari 2027.

    “Masa bimbingan sampai 1 Februari 2027, di Bapas Bogor,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Achsanul Qosasi didakwa telah menerima uang Rp40 miliar dalam perkara pembangunan menara pemancar sinyal 4G tersebut.

    Pada intinya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai pemberian uang dimaksudkan agar Achsanul selaku pejabat BPK memanipulasi hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) proyek BTS 4G soal kerugian negara.

    JPU juga menilai Achsanul Qosasi selaku penyelenggara telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan BPK RI No.4/2018 tentang kode etik dan UU No.28/1999.

    Adapun, majelis hakim PN Tipikor Jakarta Pusat menilai bahwa Achsanul terbukti bersalah lantaran menerima suap dalam pengondisian proyek tersebut. 

    Kemudian, Hakim menjatuhkan vonis 2,5 tahun pidana dan denda Rp250 juta kepada Achsanul pada Kamis (20/6/2024). 

    Hanya saja, putusan itu lebih kecil dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang meminta Achsanul divonis lima tahun penjara dan denda Rp500 juta.

  • Akui Terima Uang, Erintuah Damanik Minta Status JC Dikabulkan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 April 2025

    Akui Terima Uang, Erintuah Damanik Minta Status JC Dikabulkan Nasional 30 April 2025

    Akui Terima Uang, Erintuah Damanik Minta Status JC Dikabulkan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya,
    Erintuah Damanik
    , memohon kepada majelis hakim untuk mempertimbangkan dirinya sebagai
    justice collaborator
    (JC) dalam perkara
    dugaan suap
    yang menyeret tiga hakim yang memutus bebas Gregorius Ronald Tannur.
    “Saya berharap dan memohon kiranya yang Mulia Majelis Hakim mempertimbangkan terdakwa sebagai terdakwa yang bekerjasama atau justice collaborator dan memberikan hukuman yang se-adil-adilnya terhadap terdakwa,” kata Erintuah.
    Permintaan tersebut disampaikan Erintuah dalam nota pembelaan (pleidoi) pribadinya di sidang lanjutan yang digelar di
    Pengadilan Tipikor
    Jakarta, Senin (29/4/2025).
    Erintuah menyatakan, dirinya bersama hakim Mangapul telah mengakui secara terbuka perihal penerimaan uang dari penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rahmat.
    Ia juga mengaku telah mengungkapkan secara terang benderang bahwa tindakan ini juga dilakukan bersama hakim Heru Hanindio.
    “Bahwa terdakwa dan saksi Mengapul mengakui semua perbuatan yang kami lakukan yaitu menerima uang dari pengacara Lisa Rahmat dan telah membagi-bagikannya kepada majelis terdakwa, Mengapul, dan Heru Hanindio pada hari Senin 10 Juni 2004. Posisinya di ruang kerja saksi Mengapul,” kata Erintuah.
    Namun, Erintuah menegaskan bahwa pemberian uang itu tidak mempengaruhi putusan bebas terhadap Ronald Tannur.
    Menurutnya, vonis tersebut murni berdasarkan fakta-fakta persidangan yang menyimpulkan bahwa Tannur tidak terbukti melakukan tindak pidana.
    Erintuah pun menyatakan penyesalannya dan mengakui bahwa menerima uang dari penasihat hukum merupakan pelanggaran etik yang tidak seharusnya dilakukan oleh hakim.
    “Mengingat bahwa terdakwa telah mengungkap perkara ini setelah terang benderang dan dapat disebut sebagai justice collaborator, kiranya majelis hakim yang mulia dapat menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya kepada terdakwa,” kata Erintuah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Erintuah Damanik Sentil Heru Hanindyo yang Dinilai Tak Koperatif sehingga Persidangan Tersendat  – Halaman all

    Erintuah Damanik Sentil Heru Hanindyo yang Dinilai Tak Koperatif sehingga Persidangan Tersendat  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hakim non aktif Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik ‘menyentil’ terdakwa Heru Hanindyo karena dianggap tidak koperatif selama persidangan kasus suap dan gratifikasi vonis bebas Ronald Tannur. 

    Erintuah juga menyatakan akibat Heru tidak kooperatif berpengaruh dalam jalannya proses persidangan yang dianggapnya tersendat. 

    Adapun hal itu diungkapkan Erintuah saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang kasus suap dan gratifikasi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/4/2025). 

    “Saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang telah memimpin jalannya persidangan dalam perkara ini dengan tegas, Arif dan bijaksana sehingga persidangannya ini lancar,” kata Erintuah. 

    “Kalaupun agak tersendat itu karena salah satu pihak terdakwa yang kurang kooperatif,” sambungnya. 

    Tak hanya itu, Erintuah dalam pleioinya juga menyinggung Heru yang dianggapnya tidak mengaku telah menerima uang yang dibagikan oleh terdakwa Mangapul di ruang kerja di Pengadilan Negeri Surabaya. 

    Hal itu ditambah dengan berubah-ubahnya keterangan dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat pada saat tahap penyidikan hingga tahap pemeriksaan saksi di persidangan. 

    Padahal menurut Erintuah, dalam perkara ini Lisa berperan sebagai sosok pemberi uang suap kepada dirinya dan dua terdakwa lain yakni Mangapul dan Heru Hanindyo. 

    “Saksi mahkota Heru Hanindyo juga tidak mengakui perbuatannya menerima uang yang dibagikan di ruang kerja Mangapul pada hari Senin 10 Juni 2024 dengan alasan yang tidak masuk akal,” jelasnya. 

    Alasan Heru dianggap Erintuah tidak masuk akal lantaran dia beralasan tidak berada di PN Surabaya sejak 17 Juni 2024 hingga 24 Juni 2024. 

    Namun dilain sisi ketika penyidik Kejaksaan Agung menggeledah rumah Heru pada 23 Oktober 2024, uang yang dibagikan oleh Mangapul pada 10 Juni 2024 itu turut ditemukan. 

    “Hal ini merupakan alasan dan logika yang tidak masuk akal,” katanya. 

    Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menyatakan terdakwa Erintuah Damanik Hakim PN Surabaya melakukan tindak pidana korupsi menerima gratifikasi dalam perkara vonis bebas Ronald Tannur. 

    Atas perbuatannya JPU menuntut terdakwa Erintuah Damanik dengan pidana penjara 9 tahun. 

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Erintuah Damanik oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9 tahun dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan. Dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rumah tahanan negara,” ujar jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (22/4/2025) 

    Selain itu jaksa juga menuntut terdakwa Erintuah Damanik membayar denda Rp 750 juta. 

    “Menghukum terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” jelas jaksa. 

    Sebelumnya, Tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang vonis bebas terpidana Ronald Tannur menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/12/2024). 

    Dalam sidang tersebut ketiga Hakim PN Surabaya yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo didakwa telah menerima suap sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000 atau Rp 3,6 miliar terkait kepengurusan perkara Ronald Tannur. 

    Uang miliaran tersebut diterima ketiga hakim dari pengacara Lisa Rahmat dan Meirizka Wijaja yang merupakan ibu dari Ronald Tannur. 

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308.000,” ucap Jaksa Penuntut Umum saat bacakan dakwaan. 

    Pada dakwaannya, Jaksa pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebut bahwa uang miliaran itu diterima para terdakwa untuk menjatuhkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur. 

    “Kemudian terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh dakwaan Penuntut Umum,” ucapnya. 

    Lebih lanjut Jaksa menuturkan, bahwa uang-uang tersebut dibagi kepada ketiga dalam jumlah yang berbeda. 

    Adapun Lisa dan Meirizka memberikan uang secara tunai kepada Erintuah Damanik sejumlah 48 Ribu Dollar Singapura. 

    Selain itu keduanya juga memberikan uang tunai senilai 48 Ribu Dollar Singapura yang dibagi kepada ketiga hakim dengan rincian untuk Erintuah sebesar 38 Ribu Dollar Singapura serta untuk Mangapul dan Heru masing-masing sebesar 36 Ribu Dollar Singapura. 

    “Dan sisanya sebesar SGD30.000 disimpan oleh Terdakwa Erintuah Damanik,” jelas Jaksa. 

    Tak hanya uang diatas, Lisa dan Meirizka diketahui kembali memberikan uang tunai kepada terdakwa Heru Hanindyo sebesar Rp 1 miliar dan 120 Ribu Dollar Singapura. 

    “Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata dia. 

    Akibat perbuatannya itu ketiga terdakwa pun didakwa dengan dan diancam dalam Pasal 12 huruf c jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

     

  • Petinggi Berau Coal hingga Adaro Minerals Diperiksa Kejagung

    Petinggi Berau Coal hingga Adaro Minerals Diperiksa Kejagung

    JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa petinggi perusahaan swasta sebagai saksi dalam penanganan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.

    Terkini, penyidik memeriksa Direktur Keuangan PT. Adaro Minerals Indonesia, Heri Gunawan. Pengambilan keterangan itu dilakukan usai rangkaian pemeriksaan terhadap Advisor to CPO PT Berau Coal berinisial GI dan AW selaku Assistant Manager Procurement Department PT Pamapersada Nusantara Group, pada pekan lalu.

    “Pemeriksaan terhadap HG pada Senin, 28 April,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dalam keterangannya, Selasa, 29 April.

    Selain Heri Gunawan, penyidik memeriksa belasan saksi lainnya. Mereka yakni CMS selaku Koordinator Subsidi Bahan Bakar Migas Kementerian ESDM, EED selaku Koordinator Harga Bahan Bakar pada Dirjen Migas Kementerian ESDM, STH selaku Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, HA selaku Manager Non Mining PT Pertamina Patra Niaga, dan EAA selaku Manager Mining PT PPN.

    “Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa 11 orang saksi,” ucapnya.

    Belasan saksi tersebut diperiksa terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018 hingga 2023 untuk tersangka YF dan lainnya.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” kata Harli.

    Dalam penanganan kasus dugaan korupsi ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka. Mereka yakni,l Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; Yoki Firnandi (YF) yang merupakan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping; dan Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.

    Kemudian, Maya Kusmaya (MK) yang merupakan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga; Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga; Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati (DW) sebagai Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim; dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

  • Penyidik Kejagung Blokir Aset Hakim Heru Hanindyo

    Penyidik Kejagung Blokir Aset Hakim Heru Hanindyo

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memblokir aset Hakim Non-aktif PN Surabaya, Heru Hanindyo dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) periode 2020-2024.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar mengatakan kasus TPPU merupakan pengembangan dari tindak pidana awal suap dan atau gratifikasi vonis bebas Ronald Tannur.

    “Selain menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka, juga melakukan berbagai kegiatan pemblokiran terhadap beberapa aset yang dilakukan oleh penyidik,” ujar Harli di Kejagung, Selasa (29/4/2025).

    Hanya saja, Harli belum menjelaskan secara detail terkait dengan aset Heru Hanindyo yang telah diblokir oleh pihaknya tersebut.

    Dia hanya menyampaikan bahwa pihaknya bakal segera menyampaikan perincian aset tersebut. “Ya, nanti penyidik yang masih, masih melakukan pemblokiran-pemblokiran soal itu. Pada saatnya nanti barangkali bisa disampaikan,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Heru saat ini tengah menjadi terdakwa dalam perkara dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.

    Perkara itu tengah diadili di PN Tipikor Jakarta Pusat. Teranyar, Heru telah dituntut oleh jaksa penuntut umum agar divonis bersalah dan dipenjara selama 12 tahun dan denda Rp750 juta subsider enam bulan.