Kasus: Tipikor

  • Menko Yusril Sebut RUU Perampasan Aset Bakal Dibahas Pemerintahan Prabowo

    Menko Yusril Sebut RUU Perampasan Aset Bakal Dibahas Pemerintahan Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah siap untuk membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

    Dia berpandangan bahwa memang seharusnya perampasan aset hasil korupsi perlu diatur dengan Undang-Undang, supaya hakim memiliki dasar hukum yang kuat dalam mengambil keputusan.

    “Kapan aset yang diduga sebagai hasil korupsi itu dapat disita dan kapan harus dirampas untuk negara, semua harus diatur dengan undang-undang agar tercipta keadilan dan kepastian hukum serta penghormatan terhadap HAM,” jelasnya melalui keterangan tertulis yang dikutip Senin (5/5/2025).

    Selain itu, Yusril melihat bahwa UU tersebut juga penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum (APH).

    Lebih lanjut, eks Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menyinggung pengalaman serupa saat pembahasan RUU KUHAP yang diajukan DPR pada masa Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). 

    Kala itu, ujarnya, DPR melakukan revisi dan penyempurnaan naskah akademik terlebih dahulu sebelum membahasnya bersama pemerintah.

    “Ada kemungkinan DPR akan melakukan hal yang sama dengan RUU Perampasan Aset yang telah diajukan di era Presiden Jokowi dan baru akan dibahas pada masa Presiden Prabowo Subianto sekarang,” katanya.

    Lebih jauh, Yusril menilai RUU Perampasan Aset sejalan dengan Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada 2006.

    “Perampasan itu tidak hanya dapat dilakukan terhadap aset hasil korupsi di dalam negeri, tetapi juga terhadap aset-aset yang ada di luar negeri,” tutup dia.

    Sebelumnya, Prabowo akhirnya memberi ‘lampu hijau’ bagi eksekutif dan legislatif untuk mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset. Komitmen tersebut disampaikan Prabowo dalam pidatonya saat peringatan Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Kamis (1/5/2025). 

    Menurutnya, pembahasan RUU Perampasan Aset yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan demi  memberantas praktik korupsi di Tanah Air. 

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu [rampas aset],” tegas Prabowo yang langsung disambut riuh ribuan buruh yang mengikuti aksi May Day hari itu.  

    Meski begitu, Prabowo juga menyayangkan adanya fenomena aksi demonstrasi yang justru mendukung pelaku tindak pidana korupsi. Demo tersebut, kata dia, dilakukan segelintir pihak yang justru terlihat dalam kasus korupsi atau suap yang merugikan negara. 

    “Saya heran, di Indonesia bisa ada demo dukung koruptor. Gue heran,” imbuhnya.

  • Kata KPK & Erick Thohir Soal Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara

    Kata KPK & Erick Thohir Soal Direksi BUMN Bukan Penyelenggara Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi Undang-undang No.1/2025 tentang Badan Usaha Milik Negara alias BUMN tampaknya akan berimbas signifikan dalam proses pemberantasan perkara hukum di tubuh perusahaan pelat merah. Apalagi dalam beleid itu, BUMN telah dikeluarkan dari rumpun ‘penyelenggara negara’. 

    Adapun pekan lalu, Menteri BUMN dan jajaran bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah isu dibahas salah satunya terkait dengan status direksi hingga komisaris pasca pelaksanaan UU BUMN versi terbaru.

    Sejauh ini lembaga antikorupsi, masih  akan mengkaji substansi bahwa direksi maupun komisaris dalam regulasi itu bukan penyelenggara negara.

    “Perlu ada kajian, baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan, untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dilansir dari Antara, Senin (5/5/2025).

    Tessa menjelaskan bahwa kajian diperlukan mengingat komitmen Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan untuk meminimalkan, bahkan menghilangkan kebocoran anggaran.

    Selain itu, kata dia, kajian dibutuhkan agar KPK dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait perbaikan maupun peningkatan suatu peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.

    Sementara itu, dia menyatakan bahwa KPK merupakan pelaksana UU. Dengan demikian, penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi tidak boleh keluar dari aturan yang ada, termasuk mengenai direksi maupun komisaris BUMN dalam UU BUMN.

    “Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani,” jelasnya.

    Konsultasi Erick Thohir 

    Di sisi lain, Menteri BUMN Erick Thohir berkoordinasi dengan berbagai lembaga, termasuk KPK, untuk membahas sederet perubahan di tubuh perusahaan pelat merah menyusul lahirnya Undang-Undang (UU) No.1/2025 tentang BUMN. 

    Erick menjelaskan Kementerian BUMN  saat ini masih berkoordinasi untuk menyinkronkan berbagai aturan baru di UU BUMN, termasuk mengenai status penyelenggara negara pada petinggi pelat merah. Dia menyebut koordinasi dilakukan salah satunya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    “Justru kenapa kita ada sinkronisasi dengan KPK, Kejaksaan, BPK, semua ini ya tadi, untuk supaya semuanya transparan, dan ada juklak-juklak daripada penugasan yang lebih ini,” katanya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/4/2025). 

    Lebih lanjut, Erick memastikan bakal ada peraturan turunan yang akan mendefinisikan lebih lanjut aturan mengenai status penyelenggara negara bagi komisaris-direksi BUMN sebagaimana tertuang di dalam UU. 

    Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan. 

    “Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, dari pada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu. 

    Erick memastikan upaya sinkronisasi definisi soal status penyelenggara negara atas komisaris-direksi BUMN itu akan terus dilakukan. Dia enggan berkomentar lebih lanjut. 

    “Iya itu UU-nya ada definisinya, tapi tentu ini yang kita harus sinkronisasi. Saya tidak mau terlalu mendetailkan, nanti ada perbedaan persepsi yang jadi polemik baru. Nah ini yang kita tidak mau, kenapa sejak awal kita langsung rapatkan,” terang Menteri BUMN sejak 2019 itu.

    Poin Perubahan UU BUMN

    Berdasarkan catatan Bisnis, rancangan Revisi Undang-undang No.19/2003 tentang BUMN versi DPR menegaskan bahwa Badan Pengelola Investasi Danantara serta Direksi, Komisaris, hingga Dewan Pengawas BUMN bukan bagian dari rumpun penyelenggara negara. Ketentuan mengenai status kepegawaian Badan tercantum dalam Pasal 3 Y RUU BUMN.

    Sementara itu, ketentuan yang mengatur mengenai status Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan penyelenggara negara diatur secara eksplisit dalam Pasal 9G.

    Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

    “Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.” 

    Adapun, Pasal 87 angka 5 menyatakan bahwa pegawai BUMN juga bukan penyelenggara negara. Namun demikian, aturan itu hanya melekat kepada mereka yang diangkat hingga diberhentikan sesuai dengan peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. 

    Di sisi lain, untuk komisaris atau dewan pengawas yang berasal dari penyelenggara negara, statusnya sebagai penyelenggara tetap melekat.  

    Menariknya, ketentuan mengenai status kepegawaian karyawan hingga direksi BUMN bersifat lex specialist, kecuali ketentuan lainnya terkait penyelenggara negara yang tidak diatur dalam RUU BUMN. 

    Itu artinya tidak ada celah dari undang-undang lain untuk mengintervensi status BUMN bukan sebagai penyelenggara negara. 

    Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), terutama Pasal 2, yang kategorikan pegawai BUMN sebagai penyelenggara negara. Aturan inilah yang sering menjadi rujukan penegak hukum untuk menindak oknum di BUMN. 

  • Riuh Rendah RUU Perampasan Aset dari Era SBY, Jokowi, hingga Prabowo

    Riuh Rendah RUU Perampasan Aset dari Era SBY, Jokowi, hingga Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto telah secara terbuka mendorong eksekusi pembahasan Rancangan Undang-undang atau RUU  Perampasan Aset. Pernyataan Prabowo itu menuai banyak sorotan baik yang pro maupun yang ragu ‘niat baik’ itu bakal terealisasi.

    Dalam catatan Bisnis, isu tentang RUU Perampasan Aset banyak digunjingkan publik ketika pemerintahan Presiden ke 7 Joko Widodo alias Jokowi. Namun sejatinya, upaya untuk mendorong RUU Perampasan Aset menjadi undang-undang telah muncul sejak pemerintahan Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. 

    Pada era SBY, pemerintah bahkan telah menyusun Naskah Akademik RUU Perampasan Aset Tindak Pidana. Naskah setebal 204 halaman itu memuat sejumlah substansi penting tentang penanganan aset tindak pidana. Pada bagian pertama, misalnya, pemerintah waktu itu mendesain tentang kategori aset hasil tindak pidana yang dirampas. Kemudian ada pula substansi mengenai mekanisme penelusuran aset.

    Menariknya, setelah SBY selesai menjabat, isu tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, redup. Nyaris tidak terdengar. Diskusi tentang RUU Perampasan Aset muncul kembali pada periode ke dua pemerintahan Jokowi.

    Salah satu momen yang paling banyak terekam media adalah, saat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan pada waktu itu, Mahfud MD, rapat kerja bersama Komisi III DPR, yang masih diketuai oleh politikus PDI Perjuangan (PDIP), Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul. Rapat berlangsung akhir Maret 2023. 

    Mahfud pada waktu itu secara khusus meminta kepada DPR supaya segera membahas RUU Perampasan Aset. Namun reaksi dari Bambang Pacul tidak terduga. Bambang Pacul menyebut bahwa RUU Perampasan Aset dan tetek bengek-nya, termasuk RUU Pembatasan Uang Kartal, bisa dibahas secara mulus jika memperoleh izin dari Ketua Umum Parpol.

    “Pak Mahfud tanya kepada kita, ‘Tolong dong RUU Perampasan Aset dijalanin.’ Gampang Pak Senayan ini [DPR], lobinya jangan di sini Pak, ini Korea-korea ini [anggota dewan] semua nurut bosnya masing-masing,” ujar Pacul saat rapat dengan Mahfud di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (29/3/2023) malam.

    Dia menjelaskan, para anggota DPR bisa saja berkomentar liar saat rapat di parlemen namun ketika ditegur pimpinan partainya masing-masing mereka akan langsung ciut. “Di sini boleh ngomong galak, Pacul ditelepon, ‘Pacul berhenti,’ ‘Siap!’. Laksanakan? laksanakan Pak,” ungkap politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu.

    Dalam catatan Bisnis, pemerintahan Jokowi telah menyusun naskah akademik RUU Perampasan Aset tahun 2022 lalu. Bedanya dengan era SBY, RUU era Jokowi jauh lebih tebal yakni 342 halaman. Pengaturan tentang mekanisme perampasan asetnya pun jauh lebih detail, misalnya soal waktu, kategori aset yang bisa dirampas, mekanisme penelusuran aset, hingga ke teknis pemblokiran aset yang terbukti hasil tindak pidana.

    Tak hanya itu, Jokowi bahkan telah mengirim surat presiden alias surpres ke DPR. Surpres adalah surat khusus yang ditujukan kepada DPR, biasanya substansinya terkait dengan pembahasan undang-undang atau fit and proper test calon pejabat publik yang mekanismenya melalui dewan.

    Namun karena status pembahasannya tidak kunjung jelas, RUU Perampasan Aset menjadi menjadi komoditas politik pada Pilpres 2024 lalu. Hampir semua pasangan calon alias Paslon yang bertarung berkomitmen untuk merealisasikan RUU Perampasan Aset.

    Isu tentang RUU itu juga pernah disinggung oleh Jokowi ketika tensi politik panas pada Pilkada 2024 lalu. Dia meminta kepada DPR supaya tidak sibuk soal Pilkada, tetapi juga mengesahkan RUU Perampasan Aset. 

    “Agar bisa diterapkan ke hal yang lain juga, yang mendesak, misalnya seperti RUU perampasan aset, yang juga sangat penting untuk pemberantasan korupsi. Juga bisa segera diselesaikan oleh DPR,” kata Jokowi.

    Sikap Prabowo Bagaimana?

    Sementara itu, Presiden Prabowo menegaskan komitmennya untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA).

    Dia menekankan agar aturan yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan khususnya untuk memberantas praktik korupsi di Tanah Air.

    Hal ini disampaikan Prabowo dalam pidatonya di peringatan Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Kamis (1/5/2025).

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu,” ujarnya dengan nada tegas yang disambut riuh peserta aksi buruh.

    Meski begitu, Presiden Ke-8 RI itu juga menyayangkan fenomena demonstrasi yang justru mendukung pelaku tindak pidana korupsi. Demonstrasi yang mendukung pelaku tindak pidana korupsi seharusnya tidak terjadi. Apalagi koruptor jelas-jelas merugikan negara.

    “Saya heran, di Indonesia bisa ada demo dukung koruptor. Gue heran,” ujarnya.

    Pernyataan Prabowo mendapat sambutan dari Kejaksaan Agung (Kejagung), mereka mendukung sepenuhnya rencana Prabowo untuk mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menilai pernyataan itu menandakan bahwa kepala negara telah memahami kebutuhan regulasi dalam memberantas korupsi.

    “Kita sependapat dan mendukung sikap Bapak Presiden terkait itu dan kami menilai Bapak Presiden sangat memahami kebutuhan regulasi bagi APH dalam menjalankan tugasnya utamanya dalam pemberantasan TPK,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Sabtu (3/5/2025).

    Dia menambahkan bahwa regulasi perampasan aset ini dianggap penting bagi korps Adhyaksa dalam rangka pemulihan keuangan negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi. 

    “UU perampasan aset penting dalam upaya pemulihan kerugian keuangan negara utamanya pengaturan perampasan aset tanpa harus menunggu putusan pidana atau NCB,”

    Komitmen DPR

    Di sisi lain, Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan mengaku bahwa pihaknya tidak memiliki tantangan tersendiri untuk membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) di Baleg DPR.

    “Sesungguhnya tidak ada tantangan di Baleg, karena sudah ada Prolegnas [Program Legislasi Nasional] dari usulan Pemerintah nomor urut 21,” bebernya kepada Bisnis, Jumat (2/5/2025).

    Meski demikian, dia enggan menjelaskan bagaimana kesiapan Baleg DPR dan konsolidasi politik di fraksi-fraksi DPR terhadap pembahas RUU PA.

    Sementara itu, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah meragukan DPR RI akan segera membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA).

    Menurutnya, jika memang DPR ada iktikad membahas RUU PA, seharusnya sudah dimulai sejak pertama kali Presiden RI Prabowo Subianto ber-statement (memberikan pernyataan). Hingga kini, dia melihat belum ada tindakan dari pernyataan itu.

    Terlebih, lanjutnya, mudah saja bagi Prabowo bila  ingin ada perampasan aset koruptor melalui RUU PA. Mengingat di Parlemen alias DPR, kekuatan presiden sudah mayoritas.

    “Parpol [partai politik] yang kadernya ada di Parlemen masih malas merespons isu perampasan aset ini, bahkan cenderung akan menghalang-halangi,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (2/5/2025).

    Sebab itu, dia khawatir pernyataan yang disampaikan Prabowo saat acara Hari Buruh kemarin soal mendukung Undang-Undang Perampasan Aset hanya berupa lip service (basa-basi) saja.

    “Terlebih sebelumnya juga ada keraguan soal belas kasih ke keluarga koruptor, ini semakin menguatkan jika belum ada komitmen pemberantasan korupsi di era Prabowo ini yang bisa dibanggakan,” tegasnya.

  • UU BUMN, KPK Tak Bisa Lagi Tangkap Direksi dan Komisaris yang Tersangkut Korupsi – Halaman all

    UU BUMN, KPK Tak Bisa Lagi Tangkap Direksi dan Komisaris yang Tersangkut Korupsi – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mengikuti aturan baru dalam Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) soal penindakan direksi dan komisaris BuMN yang tersangkut kasus korupsi.

    Dalam klausul UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN disebutkan bahwa direksi maupun komisaris perusahaan pelat merah tidak lagi dihitung sebagai penyelenggara negara.

    Maka dari itu, KPK tidak akan lagi menangani kasus dugaan korupsi yang menyeret bos BUMN seperti selama ini mereka lakukan.

    “KPK ini kan pelaksana undang-undang, aturan yang ada tentu harus dijalankan, penegakan hukum tidak boleh keluar dari aturan hukum,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam pernyataannya, Minggu (4/5/2025).

    “Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani,” imbuhnya.

    Namun, KPK tetap akan melakukan pengkajian terhadap UU BUMN. Sejauh mana UU itu berdampak pada penanganan kasus korupsi terhadap bos BUMN.

    “Tentunya dengan adanya aturan yang baru, perlu ada kajian baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK,” ujar Tessa.

    Tessa menuturkan, pengkajian terhadap UU BUMN salah satunya berkaitan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto yang ingin meminimalisasi kebocoran anggaran.

    Selain itu, lanjut Tessa, kajian dibutuhkan agar KPK dapat memberikan masukan kepada pemerintah terkait perbaikan maupun peningkatan peraturan perundang-undangan, terutama yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi.

    “KPK tentu akan memberikan masukan-masukan kepada pemerintah Bapak Prabowo Subianto, mana yang perlu ditingkatkan, mana yang perlu diperbaiki, tentunya hal ini menjadi salah satu concern KPK ya, termasuk salah satunya Undang-Undang BUMN,” tuturnya.

    Dalam UU BUMN yang ditetapkan 24 Februari 2025, disebutkan dalam Pasal 3X ayat 1 bahwa Organ dan pegawai Badan bukan merupakan penyelenggara negara.

    Kemudian pada Pasal 9G, disebutkan bahwa Anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.

    Dalam penjelasan Pasal 9G disebutkan bahwa Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.

    KPK tunduk pada UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 11 ayat 1: Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang: a. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

    Yang dimaksud penyelenggara negara dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, ada pada Pasal 1 ayat 2: penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan kekuasaan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugasnya berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir melakukan audiensi dengan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Selasa (29/4/2025).

    Dalam persamuhan itu, Erick dan Tanak membahas UU BUMN dan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    “Berkonsultasi tapi juga bersinkronisasi dan sehingga nanti ada kesepakatan yang efektif sesuai dengan perubahan yang adanya kami lihat sekarang ini UU BUMN,” ucap Erick di gedung KPK.

    Dia menyebut dengan adanya UU tersebut Kementerian BUMN mengalami berbagai perubahan baik dari penugasan dan juga pola kerja. 

    Saat ini, Kementerian BUMN memegang saham Seri A Dwiwarna sebesar 1 persen dalam Danantara. Dengan saham tersebut, Kementerian BUMN bisa mengambil keputusan strategis lebih cepat dibandingkan sebelumnya.

    Tak hanya itu, dengan Danantara yang merupakan super holding berbagai BUMN perlu adanya pengawasan ketat agar tidak ada celah korupsi. 

    Erick mengatakan salah satu tujuan pertemuan dengan KPK adalah untuk mendukung upaya bersih-bersih di lingkungan BUMN. 

    Ia mengakui bahwa korupsi tidak bisa sepenuhnya dihilangkan dari Kementerian BUMN.

    “Kami menekan, kami tidak menghilangkan, karena tidak mungkin. Kenapa tidak mungkin, bukan karena tidak mampu, tapi memang sistem dan kepemimpinan yang harus kami terus bangun,” kata Erick.

    Erick turut menyoroti kelemahan Kementerian BUMN di masa lalu terletak pada fokus yang terlalu besar pada aksi korporasi. 

    Oleh karena itu, ia menegaskan komitmennya untuk memperkuat fungsi pengawasan sebagai upaya menekan angka korupsi.

    “Dan bukan tidak mungkin juga memeriksa pembagian supaya tidak overlaping dengan peran daripada banyak institusi penegak hukum,” ujar Erick.

    Makanya, Erick menyatakan akan bekerja sama dan berkonsultasi dengan KPK untuk membangun sistem pengawasan melalui payung kerja sama. 

    “Insyaallah dalam 2 hingga 3 minggu ke depan,” sebut Erick.

    Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan berupaya agar tidak terjadi tindak pidana korupsi di Danantara. 

    Menurut Tanak, jika tujuannya untuk mengelola uang negara agar bermanfaat untuk masyarakat, seharusnya Danantara dapat dikelola dengan baik tanpa ada celah untuk dikorupsi.

    “Kami support kementerian sekarang ini, lembaga yang ada agar benar-benar kekayaan negara ini dapat dikelola dengan baik,” katanya.

  • Kejati Riau Usut Dugaan Korupsi Pembangunan Sekolah Beranggaran Rp40 Miliar di Rokan Hilir

    Kejati Riau Usut Dugaan Korupsi Pembangunan Sekolah Beranggaran Rp40 Miliar di Rokan Hilir

    Liputan6.com, Pekanbaru – Jaksa penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menggeledah kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Rokan Hilir. Sejumlah dokumen dan barang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi disita sebagai barang bukti.

    Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Riau Zikrullah menjelaskan, jaksa tengah mengusut kegiatan rehabilitasi dan pembangunan gedung sekolah dasar (SD). Dugaan korupsi pembangunan sekolah itu menggunakan anggaran tahun 2023.

    Anggarannya berasal dari dana alokasi khusus fisik senilai Rp40 miliar lebih kurang. Anggaran dimaksud diperuntukkan bagi 41 SD, persisnya membangun dan merehabilitasi 207 ruangan belajar.

    Dalam perjalanannya, anggaran puluhan miliar itu terjadi penyelewengan yang diduga memperkaya orang serta merugikan negara. Ada sejumlah item pekerjaan tidak sesuai peruntukan dan disalahgunakan.

    “Penggeledahan telah dilakukan, sebagai bagian dari pengusutan dugaan korupsi yang tengah ditangani,” kata Zikrullah, Jumat petang, 2 Mei 2025.

    Selain dokumen penting, jaksa juga menyita sebuah laptop yang digunakan menyusun rekapitulasi sebagai dasar penarikan dana. Penarikan dana diduga tidak sesuai dengan peruntukannya.

    “Penggeledahan ini dilakukan untuk mengumpulkan alat bukti tambahan, laptop diduga menjadi alat bantu dalam merekayasa laporan keuangan proyek,” ungkap Zikrullah.

    Ia menambahkan, proses penyidikan masih akan terus berlanjut guna mengungkap seluruh pihak yang bertanggung jawab dalam perkara ini. Kejati Riau menegaskan komitmennya untuk menindak tegas setiap bentuk penyimpangan yang merugikan keuangan negara.

    “Hal ini sesuai dengan Asta Cita Bapak Presiden Prabowo Subianto dan Petunjuk Jaksa Agung melalui Bapak Kepala Kejaksaan Tinggi Riau,” kata Zikrullah.

     

    *** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Kejagung Periksa Biro Hukum Kemendag soal Kasus Suap Vonis CPO

    Kejagung Periksa Biro Hukum Kemendag soal Kasus Suap Vonis CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa Biro Hukum Kemendag berinisial FA dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.

    Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar mengatakan FA berkapasitas sebagai saksi saat diperiksa dalam kasus vonis lepas perkara minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) korporasi.

    “Saksi yang diperiksa berinisial FA selaku Biro Hukum pada Kementerian Perdagangan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/5/2025).

    Namun, Harli tidak memperinci lebih jauh mengenai pemeriksaan ini. Dia hanya menyebut bahwa pemeriksaan dilakukan untuk melengkapi berkas perkara atas tersangka Muhammad Arif Nuryanta (MAN) Cs.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” katanya.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis bebas terhadap tiga grup korporasi di kasus minyak goreng.

    Namun, Djuyamto kemudian dijadikan tersangka atas perannya yang diduga menerima uang suap bersama dua hakim lainnya sebesar Rp22,5 miliar. 

    Uang itu disediakan oleh Kepala Legal Wilmar Group Muhammad Syafei, penyerahannya dilakukan melalui pengacara Ariyanto dan Panitera PN Jakut, Wahyu Gunawan. 

    Syafei sejatinya telah menyiapkan Rp20 miliar untuk meminta para hakim tersebut memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa grup korporasi, mulai dari Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas.

    Namun, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta meminta uang itu digandakan menjadi Rp60 miliar. Singkatnya, permintaan itu disanggupi Syafei dan vonis lepas diketok oleh Djuyamto Cs.

  • Kejagung Dukung Prabowo Soal Pembahasan RUU Perampasan Aset

    Kejagung Dukung Prabowo Soal Pembahasan RUU Perampasan Aset

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mendukung sepenuhnya pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

    Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar menilai pernyataan itu menandakan bahwa kepala negara telah memahami kebutuhan regulasi dalam memberantas korupsi.

    “Kita sependapat dan mendukung sikap Bapak Presiden terkait itu dan kami menilai Bapak Presiden sangat memahami kebutuhan regulasi bagi APH dalam menjalankan tugasnya utamanya dalam pemberantasan TPK,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Sabtu (3/5/2025).

    Dia menambahkan bahwa regulasi perampasan aset ini dianggap penting bagi korps Adhyaksa dalam rangka pemulihan keuangan negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi. 

    “UU perampasan aset penting dalam upaya pemulihan kerugian keuangan negara utamanya pengaturan perampasan aset tanpa harus menunggu putusan pidana atau NCB,” pungkasnya..

    Diberitakan sebelumnya, Prabowo sempat meminta agar pembahasan RUU Perampasan Aset bisa dipercepat. Sebab, aturan itu diharapkan dapat menekan angka korupsi di Tanah Air.

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu [rampas aset],” ungkap Prabowo dalam pidatonya saat peringatan Hari Buruh di Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).

  • Dukung Presiden Prabowo, Kejagung Pro Beleid Perampasan Aset – Page 3

    Dukung Presiden Prabowo, Kejagung Pro Beleid Perampasan Aset – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menyerukan dukungan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi produk Undang-Undang. Dukungan ini sekaligus menguatkan komitmennya untuk memberantas korupsi di Indonesia.

    “Dalam rangka pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak aja, udah nyolong enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja deh itu,” seru Prabowo dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).

    Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar mengaku sepenuhnya mendukung komitmen Presiden mengenai RUU Perampasan Aset. Menurut dia, hal itu menunjukkan bahwa beliau mengerti urgensi regulasi bagi aparat penegak hukum (APH) dalam menjalankan tugasnya.

    “Kita sependapat dan mendukung sikap Bapak Presiden terkait itu (RUU Perampasan Aset) dan kami menilai Bapak Presiden sangat memahami kebutuhan regulasi bagi APH dalam menjalankan tugasnya utamanya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Harli kepada awak media, seperti dikutip Sabtu (3/5/2025).

    Harli menjelaskan, UU Perampasan Aset merupakan instrumen penting untuk memulihkan kerugian negara yang terjadi akibat tindak korupsi.

    Dengan beleid tersebut, Harli meyakini dengan beleid tersebut, APH memungkinkan merampas aset koruptor tanpa menunggu putusan pidana.

    “UU Perampasan Aset penting dalam upaya pemulihan kerugian keuangan negara, utamanya pengaturan perampasan aset tanpa harus menunggu putusan pidana atau NCB (Non-Conviction Based Asset Forfeiture),” Harli menandasi.

     

  • Apresiasi Prabowo, Kejagung Sebut Pengesahan RUU Perampasan Aset Krusial

    Apresiasi Prabowo, Kejagung Sebut Pengesahan RUU Perampasan Aset Krusial

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan dukungannya dalam pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyambut dukungan yang diberikan presiden dalam kerja pemberantasan korupsi di Indonesia.

    “Kita sependapat dan mendukung sikap Bapak Presiden terkait itu,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar saat dihubungi, Sabtu (3/5/2025).

    Dukungan Prabowo itu disampaikan saat hadir dalam perayaan May Day di Monas pada Kamis (1/5). Prabowo mengaku geram koruptor yang tidak mau menyerahkan aset yang telah dikorupsi.

    Menurut Harli, pernyataan dukungan terbuka Prabowo terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset merupakan bukti kepekaan presiden dalam membantu kerja para penegak hukum dalam memberantas korupsi.

    “Kami melihat Bapak Presiden sangat memahami kebutuhan regulasi bagi APH (aparat penegak hukum) dalam menjalankan tugasnya, utamanya dalam pemberantasan TPK (tindak pidana korupsi),” jelas Harli.

    Harli juga menyinggung krusialnya pengesahan RUU Perampasan Aset bagi kerja pemberantasan korupsi di Indonesia. Lewat UU itu, kata Harli, upaya pemulihan keuangan negara melalui perampasan aset koruptor bisa dilakukan dengan lebih cepat.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Dia juga heran jika ada demonstrasi mendukung koruptor.

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak aja, udah nyolong nggak mau kembalikan aset. Gue tarik ajalah itu,” ujar Prabowo disambut sorak-sorai para buruh saat perayaan May Day di Monas, Kamis (1/5).

    (ygs/eva)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pengamat Ragu DPR Bakal ‘Eksekusi’ RUU Perampasan Aset

    Pengamat Ragu DPR Bakal ‘Eksekusi’ RUU Perampasan Aset

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah ragu DPR segera membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA).

    Menurutnya, jika memang DPR ada iktikad membahas RUU PA, seharusnya sudah dimulai sejak pertama kali Presiden RI Prabowo Subianto ber-statement (memberikan pernyataan). Hingga kini, dia melihat belum ada tindakan dari pernyataan itu.

    Terlebih, lanjutnya, mudah saja bagi Prabowo bila  ingin ada perampasan aset koruptor melalui RUU PA. Mengingat di Parlemen alias DPR, kekuatan presiden sudah mayoritas.

    “Parpol [partai politik] yang kadernya ada di Parlemen masih malas merespons isu perampasan aset ini, bahkan cenderung akan menghalang-halangi,” ungkapnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (2/5/2025).

    Dedi khawatir pernyataan yang disampaikan Prabowo saat acara Hari Buruh kemarin soal mendukung Undang-Undang Perampasan Aset hanya berupa lip service (basa-basi) saja.

    “Terlebih sebelumnya juga ada keraguan soal belas kasih ke keluarga koruptor, ini semakin menguatkan jika belum ada komitmen pemberantasan korupsi di era Prabowo ini yang bisa dibanggakan,” tegasnya.

    Sementara itu, pengamat politik Adi Prayitno memandang seharusnya pernyataan Prabowo ini segera dibahas di Parlemen, karena semua kekuatan politik menyatu dan solid.

    “Kecuali memang para elit di DPR menganggap perampasan aset tak prioritas. Itu beda cerita. Tapi publik bertanya, apa yg membuat RUU tak prioritas bagi DPR? Padahal presiden sudah gaspol,” ujarnya.

    Senada, pakar ilmu politik BRIN, Siti Zuhro beranggapan pernyataan eksplisit Prabowo mendukung UU Perampasan Aset merupakan pertanda Prabowo menyetujui dan berharap UU ini bisa segera dibahas dan diselesaikan.

    Terlebih, karena Indonesia menganut sistem presidensial, ungkapan Prabowo itu bisa diterjemahkan sebagai “peraturan” yang perlu ditindaklanjuti.

    “Apalagi keberadaan RUU Perampasan Aset ini sudah lama ditungu-tunggu untuk disahkan menjadi UU. Saat ini timing sudah tepat untuk mendorong pengesahan RUU tersebut,” tutupnya.

    Komitmen Prabowo

    Sebelumnya, Prabowo akhirnya memberi ‘lampu hijau’ bagi eksekutif dan legislatif untuk mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset. Komitmen tersebut disampaikan Prabowo dalam pidatonya saat peringatan Hari Buruh Internasional di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Kamis (1/5/2025).

    Menurutnya, pembahasan RUU Perampasan Aset yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan demi  memberantas praktik korupsi di Tanah Air.

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu [rampas aset],” tegas Prabowo yang langsung disambut riuh ribuan buruh yang mengikuti aksi May Day hari itu. 

    Meski begitu, Prabowo juga menyayangkan adanya fenomena aksi demonstrasi yang justru mendukung pelaku tindak pidana korupsi.

    Demo tersebut, kata dia, dilakukan segelintir pihak yang justru terlihat dalam kasus korupsi atau suap yang merugikan negara.

    “Saya heran, di Indonesia bisa ada demo dukung koruptor. Gue heran,” imbuhnya.