Kasus: Tipikor

  • Tak Ada yang Kebal Hukum, Demokrat Minta KPK ‘Sikat’ Direksi-Komisaris BUMN Korup

    Tak Ada yang Kebal Hukum, Demokrat Minta KPK ‘Sikat’ Direksi-Komisaris BUMN Korup

    GELORA.CO – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih berwenang menindak direksi dan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.

    Hal itu disampaikan Herman sebagai respons usai disahkannya UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bagi dia, tidak ada satu pun warga negara di Indonesia yang kebal terhadap hukum.

    “Saya kira tidak ada satupun warga negara Indonesia yang kebal terhadap masalah hukum,” kata Herman di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

    “Sehingga dipastikan undang-undang tidak mengunci, meskipun status pegawai BUMN itu bukan penyelanggaran negara,” ujar dia melanjutkan.

    Herman menegaskan, sekalipun pejabat BUMN bukan termasuk kategori penyelenggara negara secara formal, tetapi jika melakukan hal-hal yang melanggar hukum, maka lembaga antirasuah itu tetap bisa menindak.

    “Jika melakukan hal-hal yang melanggar hukum, melakukan korupsi, tentu undang-undang lainnya berlaku untuk bisa menangkap, memperkarakan terhadap yang melanggar hukum tersebut,” tutur Herman.

    Herman pun mengimbau publik agar tidak mudah terpengaruh oleh isu liar, seolah-olah jajaran direksi dan komisaris BUMN memiliki hak imunitas, sehingga tak bisa diproses hukum meskipun terindikasi terlibat korupsi.

    “KPK bisa menindak. Karena siapapun meskipun status bukan penyelanggaran negara, tetapi objek yang dia kerjakan itu adalah badan usaha milik negara. Artinya tidak terlepas dari institusi tempat dia bekerja,” ucapnya.

    “Kecuali kalau dia mau pakai uangnya sendiri ya silahkan. Tapi selama bahwa dia mempergunakan keuangan negara secara tidak benar, institusi negara apapun bisa untuk memperkarakannya,” kata dia menambahkan.

    Sebelumnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) resmi diberlakukan pada 24 Februari 2025.

    Dalam UU BUMN terbaru ini, disebutkan direksi dan komisaris BUMN tidak lagi dianggap sebagai penyelenggara negara. Hal ini menimbulkan dampak besar terhadap ruang lingkup kerja KPK dalam memberantas korupsi di lingkungan BUMN.

    UU ini menggantikan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan menjadi sorotan karena dinilai melemahkan peran KPK dalam melakukan penindakan hukum terhadap pelaku korupsi di perusahaan pelat merah.

  • Jadi Tersangka, Bos Buzzer Cyber Army Diduga Terima Rp864 Juta

    Jadi Tersangka, Bos Buzzer Cyber Army Diduga Terima Rp864 Juta

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM) diduga menerima Rp864,5 juta dalam perkara dugaan perintangan proses hukum penyidik Jampidsus.

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan uang itu diterima oleh MAM atas jasannya dalam mengerahkan buzzer dan membuat konten penyidik korps Adhyaksa.

    “Tersangka MAM memperoleh uang sebesar Rp697.500.000 dari tersangka MS melalui Indah Kusumawati yaitu staf di bagian keuangan kantor hukum AALF,” ujar Qohar di Kejagung, Rabu (7/5/2025).

    Dalam penyerahan kedua, MAM telah menerima aliran dana dari Advokat sekaligus tersangka Marcella Santoso (MS) melalui kurir berinisial R sebesar Rp167 juta.

    Qohar menambahkan, MAM telah mengumpulkan 150 anggota dengan imbalan Rp1,5 juta per kelala. Adapun, 150 anggota itu disebar dalam lima tim mulai dari Mustofa I, Mustofa II hingga Mustofa V.

    “Sehingga jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000,” pungkas Qohar.

    Atas perbuatannya itu, MAM dipersangkakan pasal 21 UU No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/1991 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

    Sekadar informasi, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam perkara perintangan ini pada Selasa (22/4/2025) dini hari.

    Tiga tersangka itu yakni advokat Marcella Santoso (MS); dosen sekaligus advokat Junaidi Saibih (JS); dan Direktur Pemberitaan Jak TV Tian Bahtiar (TB).

    Sementara itu, terdapat tiga kasus yang baru terungkap  dirintangi itu di antaranya kasus crude palm oil (CPO), kasus tata niaga timah dan kasus importasi gula Tom Lembong.

  • Staf dan Satpam Kantor PDIP Jadi Saksi di Sidang Hasto Hari Ini

    Staf dan Satpam Kantor PDIP Jadi Saksi di Sidang Hasto Hari Ini

    Staf dan Satpam Kantor PDIP Jadi Saksi di Sidang Hasto Hari Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menghadirkan dua orang
    saksi
    dalam perkara Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P),
    Hasto Kristiyanto
    , hari ini, Kamis (8/5/2025).
    Keduanya adalah staf pribadi Hasto, Kusnadi, dan satpam di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P, Nur Hasan.
    Mereka bakal memberikan keterangan dalam perkara
    dugaan suap
    dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.
    “Saksinya Nur Hasan dan Kusnadi,” kata jaksa KPK, Budhi S, kepada
    Kompas.com
    , Rabu (7/5/2025) kemarin.
    Dalam hal ini, Hasto didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
    Tindakan ini disebut dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
    Uang ini diduga diberikan dengan tujuan supaya Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan Pergantian Antar Waktu (PAW) Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
    Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun untuk merendam telepon genggam ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
    Perintah kepada Harun dilakukan Hasto melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan.
    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
    Atas tindakannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo.
    Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Ungkap Peran Bos Buzzer pada Kasus Perintangan Proses Hukum

    Kejagung Ungkap Peran Bos Buzzer pada Kasus Perintangan Proses Hukum

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menjelaskan peran Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki (MAM) dalam perkara dugaan perintangan sejumlah kasus korupsi.

    Sebelumnya, kasus korupsi yang diduga dirintangi itu di antaranya kasus crude palm oil (CPO), kasus tata niaga timah dan kasus importasi gula Tom Lembong.

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan MAM diduga terlibat aktif dalam upaya perintangan untuk menyudutkan kinerja penyidik korps Adhyaksa.

    “Terdapat permufakatan jahat antara MAM selaku Ketua Tim Cyber Army bersama dengan MS, JS, dan TB selaku direktur pemberitaan JakTV,” ujar Qohar di Kejagung, Rabu (7/5/2025) malam.

    Perbuatan itu dilakukan dengan membuat konten atau berita negatif soal Kejagung. Konten atau berita itu kemudian disebarluaskan oleh MAM dan Tian Bahtiar (TB) melalui media sosial TikTok, Instagram hingga Twitter.

    Kemudian, pembuatan konten itu berdasarkan materi yang diberikan oleh tersangka Marcella Santoso (MS) dan Junaidi Saibih (JS). 

    “Materi yang diberikan oleh tersangka MS dan tersangka JS yang berisikan narasi-narasi mendiskreditkan penanganan perkara a quo yang dilakukan oleh Jampidsus Kejaksaan Agung,” imbuhnya.

    Adapun, Qohar mengatakan bahwa tim Cyber Army yang dikendalikan MAM berjumlah 150 orang. Ratusan orang itu terbagi menjadi lima tim dengan nama Mustofa I, Mustofa II hingga Mustofa V.

    “Tersangka MAM atas permintaan tersangka MS bersepakat untuk membuat Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi 5, yaitu Tim Mustafa I, Tim Mustafa II, Tim Mustafa III, Tim Mustafa IV, dan Tim Mustafa V yang berjumlah sekitar 150 orang buzzer,” pungkasnya.

    Atas perbuatannya itu, MAM dipersangkakan pasal 21 UU No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/1991 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

  • Diminta Mundur Hasto dari Caleg, Saksi Riezky Sebut Ditawari Jabatan di Komnas HAM

    Diminta Mundur Hasto dari Caleg, Saksi Riezky Sebut Ditawari Jabatan di Komnas HAM

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Anggota DPR RI Fraksi PDIP Riezky Aprilia mengaku sempat ditawarkan sejumlah jabatan setelah diminta mundur dari jabatannya.

    Hal tersebut disampaikan Riezky saat dihadirkan sebagai saksi untuk kasus dugaan suap dan perintangan terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto di PN Tipikor, Jakarta, Rabu (7/5/2025).

    Awalnya, jaksa penuntut umum (JPU) menanyakan soal tawaran yang diberikan ke Riezky saat diminta mundur oleh eks Kader PDIP Saeful Bahri dan Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah.

    Kemudian, Kader PDIP ini mengaku tawaran tersebut muncul sebelum pertemuan dirinya dengan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pada (27/9/2019).

    “Itu mundur lagi ke belakang berarti pada saat ketemu Donny pada saat [bertemu] Saeful saya ditawari,” ujar Riezky.

    Dalam pertemuan itu, Riezky mengaku bahwa Saeful sempat menawarkan jabatan Komnas HAM kepada dirinya. Selain itu, Donny juga menawarkan terkait jabatan komisaris di perusahaan.

    “Ya ini sebentar lagi ada pergantian Komnas HAM nanti kita dorong jadi Komnas HAM gitu-gitu. Kalau Donny menyampaikan kan nanti bisa jadi Komisaris macam-macam. Walaupun konteksnya saya tidak tau serius atau bercanda gitu, loh,” tutur Riezky.

    Sekadar informasi, Hasto didakwa telah melakukan perintangan penyidikan dalam kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 Harun Masiku.

    Perbuatan merintangi proses hukum itu di antaranya memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air. Perintah itu dilakukan setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Selain itu, Hasto juga diduga telah memberikan suap SGD 57.350 atau sekitar Rp600 juta kepada Wahyu. Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina bisa menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia diganti dengan Harun Masiku.

  • KPK Ngotot Berwenang Tangani Kasus Korupsi, Meski Ada UU BUMN

    KPK Ngotot Berwenang Tangani Kasus Korupsi, Meski Ada UU BUMN

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap ngotot memiliki kewenangan untuk menangani kasus korupsi di tubuh perusahaan pelat merah meski ada aturan BUMN yang baru.

    KPK berkukuh jika mereka yang berada pada jabatan direksi BUMN merupakan seorang pejabat negara. Untuk itu, penanganan kasus korupsi masih dapat ditangani komisi anti rasuah.

    KPK Setyo Budiyanto menyebut pihaknya mengapresiasi langkah pemerintah yang ingin memperkuat peran BUMN dalam mengelola sektor-sektor penting demi kesejahteraan rakyat. Dia menyebut lembaganya memiliki tugas pokok dan fungsi terkait dengan pemberantasan korupsi.

    Namun, Setyo mengakui terdapat sejumlah aturan baru pada Undang-Undang (UU) No. 1/2025 tentang BUMN yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam mengusut kasus korupsi.

    “KPK memaknai ada beberapa ketentuan yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN,” ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).

    Untuk itu, lanjut Setyo, KPK menyampaikan tanggapannya secara khusus pada dua pasal di UU BUMN. Yaitu terkait dengan hilangnya status penyelenggara negara bagi direksi, komisaris dan dewan pengawas BUMN, serta mengenai kerugian BUMN dianggap bukan kerugian negara.

    Mengenai aturan bahwa anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN bukan status penyelenggara negara, yang diatur dalam pasal 9G UU No. 1/2025, Setyo menyebut ketentuan itu kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

    Utamanya, pasal 1 angka 1 serta pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya yang tertuang dalam UU No. 28/1999.

    Perwira tinggi Polri bintang tiga itu menjelaskan, UU No.28/1999 merupakan hukum administrasi khusus yang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Oleh sebab itu, dia menegaskan penegakan hukum kasus korupsi berkenaan dengan penyelenggara negara akan berpedoman pada UU tersebut. 

    Di sisi lain, pasal 9G UU BUMN yang baru dalam penjelasannya menyebut: “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.”

    Ketentuan demikian, lanjut Setyo, dapat dimaknai bahwa status Penyelenggara Negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN.

    “Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999,” tegas Setyo.

    Oleh sebab itu, dengan sikap tersebut, maka direksi/komisaris/dewan pengawas BUMN tetap wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta penerimaan gratifikasi.

    Sementara itu, mengenai pasal 4B UU BUMN yang mengatur bahwa kerugian BUMN bukan kerugian keuangan negara, serta pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

    Atas aturan tersebut, KPK menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan. Putusan MK dimaksud yakni No.48/PUU-XXI/2013 dan No.62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan dengan masing-masing putusan No.59/PUU-XVI/2018 dan No.26/PUU-XIX/2021.

    Setyo menerangkan bahwa MK telah memutuskan bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN, yang merupakan derivasi penguasaan negara.

    “Dengan demikian, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan Negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (TPK) kepada Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN,” lanjut Setyo.

    Meski demikian, Setyo mengingatkan bahwa kerugian keuangan negara di BUMN dapat dipidanakan sesuai UU Tipikor selama itu akibat dari perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgement Rule (BJR).

    Prinsip BJR itu tertuang pada pasal 3Y dan 9F UU No.1/2025, di mana diatur bahwa kerugian keuangan negara yang dapat dipidanakan harus diakibatkan oleh fraud, suap, ketiadaan itikad baik, konflik kepentingan serta kelalaian dalam mencegah timbulnya kerugian keuangan negara oleh para petinggi BUMN.

    “Dari uraian tersebut, KPK berpandangan bahwa KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan TPK yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN,” pungkas Setyo.

  • Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?

    Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?

    Bos Buzzer Dicokok Kejagung, Berapa Jumlah “Cyber Army” dan Upahnya?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Bos buzzer
    dicokok aparat
    Kejagung
    karena dianggap merintangi proses hukum sejumlah kasus. Berikut adalah sejumlah hal yang diketahui sejauh ini.
    Rangkuman informasi berikut ini
    Kompas.com
    himpun berdasarkan keterangan dari Kejagung hingga Kamis (8/5/2025) dini hari.
    Satu orang bos pendengung media sosial atau “buzzer” yang ditangkap penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) itu bernama M Adhiya Muzakki (MAM).
    M Adhiya Muzakki alias MAM ditetapkan Kejagung sebagai tersangka dugaan perintangan proses penyidikan.
    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa MAM diduga terlibat
    perintangan penyidikan
    pada tiga kasus sebagai berikut:

    1. Perkara dugaan korupsi di PT Timah

    2. Dugaan korupsi impor gula

    3. Dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    “Menetapkan satu tersangka, inisial MAM selaku ketua Tim Cyber Army,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (7/52025) tadi malam.
    M Adhiya Muzakki alias MAM diduga melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Advokat Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) serta Direktur Pemberitaan nonaktif JAK TV, Tian Bahtiar (TB). MS, JS dan TB telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan ini.
    Qohar bilang, para tersangka bekerja sama untuk membentuk narasi jahat terhadap Kejaksaan Agung yang tengah menangani sejumlah kasus korupsi.
    MAM berperan membuat sejumlah konten negatif yang nantinya disebarkan ke sejumlah media sosial dan media online. Dalam kasus ini, MAM juga membuat tim siber yang berfungsi untuk menggerakkan buzzer.
    “Tersangka MAM atas permintaan MS bersepakat untuk membuat tim cyber army untuk menjadi lima tim yang (anggotanya) berjumlah sekitar 150 orang buzzer,” kata Qohar.
     
    Bos buzzer Adhiya Muzakki disebut merekrut 150 buzzer yang dibagi ke dalam lima tim.

    Masing-masing tim dinamai, Mustafa 1, Mustafa 2, Mustafa 3, Mustafa 4, dan Mustafa 5.
    Para buzzer tersebut diarahkan untuk menyebarkan dan memberikan komentar di sejumlah konten negatif yang dibuat oleh Tian Bahtiar.
    Qohar menjelaskan, Adhiya Muzakki selaku bos buzzer mendapat duit senilai total Rp 864.500.000,00 dari tindakan membentuk narasi negatif di muka umum guna menjatuhkan citra Kejaksaan Agung dan jajaran Jampidsus.
    Adapun tiap-tiap buzzer yang dikomandoi Adhiya mendapatkan upah Rp 1,5 juta untuk bekerja sebagai “tentara siber” atau “cyber army”.
    “(Adhiya) Merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer-buzzer tersebut dengan bayaran sekitar Rp 1,5 juta per buzzer untuk merespon dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif,” kata Qohar.
     
    Atas perbuatannya, MAM dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2021 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
    Usai ditetapkan sebagai tersangka, MAM langsung ditahan di rumah tahanan (rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
    Penetapan M Adhiya Muzakki alias MAM sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar.
    Ketiganya telah lebih dulu menjadi tersangka perintangan penyidikan perkara dugaan suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) yang bergulir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.
    Diketahui, Kejagung telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat terkait kasus vonis lepas ekspor CPO terhadap tiga perusahaan, yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
    Mereka adalah Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG), serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
    Kemudian, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis, serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
    Social Security Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga merupakan pihak yang menyiapkan uang suap Rp 60 miliar untuk hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melalui pengacaranya untuk penanganan perkara ini.
    Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani
    kasus ekspor CPO
    divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Ungkap Peran Bos Buzzer Penghalang Kasus Korupsi: Rekrut 150 Anggota dan Hapus Barang Bukti – Halaman all

    Kejagung Ungkap Peran Bos Buzzer Penghalang Kasus Korupsi: Rekrut 150 Anggota dan Hapus Barang Bukti – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan M. Adhiya Muzakki (MAM) sebagai tersangka utama dalam kasus perintangan penyidikan beberapa kasus korupsi besar yang tengah ditangani Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). MAM diketahui memimpin jaringan buzzer yang sengaja dibentuk untuk menyudutkan Kejagung dan membentuk opini negatif di media sosial.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa MAM tidak bertindak sendiri. Ia bersekongkol dengan tiga tersangka lain: advokat Marcella Santoso (MS), Junaedi Saibih (JS), dan Direktur Pemberitaan JakTV nonaktif, Tian Bahtiar (TB).

    Tujuan utama mereka adalah menggagalkan proses hukum dalam kasus-kasus korupsi besar, seperti ekspor crude palm oil (CPO), pengelolaan komoditas timah oleh PT Timah Tbk, dan importasi gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.

    “Dalam perkara ini, terdapat permufakatan jahat antara MAM selaku ketua Tim Cyber Army bersama MS, JS, dan TB, Direktur Pemberitaan JakTV, untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung maupun tidak langsung penanganan perkara korupsi,” kata Abdul Qohar dalam konferensi pers, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Rabu (7/5/2025).

    Menurut Kejagung, MAM mengorganisasi 150 orang buzzer dalam lima kelompok bernama Tim Mustafa I hingga V. Tiap anggota tim dibayar Rp1,5 juta untuk menyebar komentar negatif dan menyerang kredibilitas Kejagung di platform seperti TikTok, Instagram, dan Twitter.

    “Materi konten dan narasi diberikan oleh MS dan JS. Tersangka MAM kemudian membuat video dan konten yang menyudutkan Kejaksaan Agung, termasuk membentuk opini bahwa metodologi penghitungan kerugian negara oleh penyidik menyesatkan dan tidak valid,” ujar Qohar.

    Dana untuk operasi ini bersumber dari MS, yang mengalir ke MAM sebesar Rp864,5 juta. Uang tersebut dikirim secara bertahap melalui staf keuangan dan kurir dari kantor hukum AALF.

    Lebih jauh, penyidik juga mengungkap bahwa MAM sempat merusak barang bukti untuk menghilangkan jejak keterlibatannya. Barang bukti yang dihilangkan adalah ponsel berisi komunikasi strategis antara MAM dan dua tersangka lain.

    “Bahwa selain daripada itu tersangka MAM juga merusak, menghilangkan barang bukti berupa handphone yang berisi percakapan-percakapan dengan tersangka MS dan tersangka JS terkait isi video konten negatif baik berupa TikTok, Instagram, maupun Twitter,” tegas Abdul Qohar.

    Atas perbuatannya, MAM dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, junto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

    MAM kini ditahan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan Salemba, cabang Kejaksaan Agung, mulai Rabu, 7 Mei 2025.

  • Kejagung Ungkap Peran Bos Buzzer Penghalang Kasus Korupsi: Rekrut 150 Anggota dan Hapus Barang Bukti – Halaman all

    Bos Buzzer Diguyur Rp864 Juta untuk Sebarkan Konten Negatif Penyidikan Kasus Korupsi Besar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan M. Adhiya Muzakki, Ketua Cyber Army, sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) terhadap tiga perkara korupsi besar yang tengah ditangani. Adhiya diduga menerima bayaran sebesar Rp864,5 juta dari advokat Marcella Santoso untuk menyebarkan narasi negatif yang menyudutkan Kejagung melalui media sosial.

    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Adhiya bersama tiga tersangka lainnya—Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan Tian Bahtiar—bermufakat membuat dan menyebarkan konten negatif terkait penanganan perkara oleh Kejagung. Konten tersebut disebarkan melalui platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan Twitter.

    “Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000,” kata Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (7/5/2025) malam.

    Adhiya diketahui membentuk tim bernama Cyber Army yang terdiri dari sekitar 150 anggota, dibagi menjadi lima kelompok bernama Mustafa I hingga Mustafa V.

    Setiap anggota tim tersebut menerima bayaran sekitar Rp1,5 juta untuk memberikan komentar negatif terhadap berita dan konten yang dibuat oleh tersangka lainnya.

    “Tersangka MAM atas permintaan tersangka MS bersepakat untuk membuat Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi 5, yaitu Tim Mustafa I, Tim Mustafa II, Tim Mustafa III, Tim Mustafa IV, dan Tim Mustafa V yang berjumlah sekitar 150 orang buzzer,” tutur Qohar.

    Kasus yang diduga dirintangi oleh para tersangka meliputi korupsi ekspor crude palm oil (CPO), tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, dan importasi gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.

    Atas perbuatannya, Adhiya disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ia ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.

    Penetapan tersangka terhadap Adhiya menambah daftar pelaku yang diduga terlibat dalam upaya sistematis merintangi proses hukum di Kejagung. Kejagung menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus ini secara adil dan transparan.

  • Punya 150 Anggota, Bos Buzzer Kasus Perintangan Kasih Imbalan Rp1,5 Juta

    Punya 150 Anggota, Bos Buzzer Kasus Perintangan Kasih Imbalan Rp1,5 Juta

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap Ketua Cyber Army, M. Adhiya Muzakki (MAM) memiliki 150 anggota untuk berkomentar negatif soal proses hukum yang ditangani penyidik Jampidsus.

    Sebelumnya, kasus korupsi yang diduga dirintangi itu di antaranya kasus crude palm oil (CPO), kasus tata niaga timah dan kasus importasi gula Tom Lembong.

    Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar mengatakan 150 orang dibagi menjadi lima tim Mustofa I, Mustofa II hingga Mustofa V. Pembentukan tim itu berdasarkan kesepakatan dengan tersangka Marcella Santoso (MS).

    “Tersangka MAM atas permintaan tersangka MS bersepakat untuk membuat Tim Cyber Army dan membagi tim tersebut menjadi 5,” ujar Qohar di Kejagung, Rabu (7/5/2025).

    Qohar menambahkan, MAM telah merekrut dan menggerakkan anggotanya itu dengan imbalan Rp1,5 juta per orang untuk menyudutkan kinerja penyidik Kejagung.

    Misalnya, memberikan komentar terhadap berita yang telah dibuat oleh tersangka sekaligus Direktur Pemberitaan JakTV Non-aktif Tian Bahtiar (TB) soal proses hukum yang ditangani Kejagung.

    “Kemudian merekrut, menggerakkan, dan membayar buzzer-buzzer tersebut dengan bayaran sekitar 1,5 juta rupiah per buzzer untuk merespon dan memberikan komentar negatif,” pungkasnya.

    Atas perbuatannya itu, MAM dipersangkakan pasal 21 UU No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20/1991 Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.