Kasus: Tipikor

  • Hamparan Ratusan Miliar Disita Jaksa dari Kasus Duta Palma

    Hamparan Ratusan Miliar Disita Jaksa dari Kasus Duta Palma

    Jakarta

    Ratusan miliar uang disita Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Duta Palma Grup. Uang Rp 479 miliar itu dihamparkan untuk ditunjukkan kepada publik.

    Tumpukan uang pecahan seratusribu itu dijejerkan saat konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025). Uang itu dijejerkan sampai panjangnya sekitar 5 meter.

    Direktur Penuntutan Jampidsus Sutikno menjelaskan tumpukan uang itu terkait kasus TPPU dalam kegiatan usaha perkebunan sawit PT Duta Palma Group. Kasus tersebut sudah dalam tahap penuntutan.

    Uang tersebut rencananya akan dikirim oleh anak usaha PT Darmex Plantations yaitu PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuanta Perkasa ke Hong Kong. Pengiriman disebut dilakukan melalui jasa perbankan.

    “Yang diduga sebagai hasil kejahatan, ini akan dikirimkan ke Hong Kong melalui jasa perbankan,” kata Sutikno saat konferensi pers di Kejagung, Jaksel, Kamis (8/5).

    Penyidik kemudian memblokir uang tersebut dan berkoordinasi dengan penuntut umum. Setelahnya, uang disita sebagai barang bukti untuk didalami lebih lanjut.

    “Kemudian penyidik melakukan koordinasi dengan penuntut umum, dan selanjutnya penyidik melakukan pemblokiran terhadap jumlah uang tersebut sebesar Rp 479.175.079.148,” ucapnya.

    “Dan setelah dilakukan pemblokiran, kemudian dari penyidik meminta kepada penuntut umum agar uang yang telah dilakukan blokir tersebut dilakukan penyitaan dan dijadikan barang bukti dalam perkara atas nama terdakwa korporasi PT Darmex Plantations,” tuturnya.

    Setelah dilakukan penyitaan dan barang bukti, sebanyak 99% pemegang saham milik PT TKP dan PT Delimuda Perkasa adalah PT Dalmex Plantation.

    “Sedangkan sisanya 1% pemegang saham dari PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuantan Perkasa adalah PT Palma Lestari,” ucapnya.

    Uang Dititipkan ke Bank

    Foto: Kejagung menyita Rp 479 miliar terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Duta Palma Grup. Uang tersebut ditunjukkan ke publik. (Devi P/detikcom)

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan uang sitaan akan langsung dititipkan ke bank. Dia menyebut uang tersebut dititipkan di Bank Persepsi.

    “Nah, jadi kalau kita lihat selalu kita konpers terkait uang sebanyak ini, ini tidak dibawa ke rumah atau disimpan di kantor. Tetapi langsung berpindah dititipkan di rekening penitipan lainnya di Bank Persepsi,” kata Harli saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (8/5/2025).

    Harli menyampaikan uang hasil sitaan ini ditunjukkan agar publik bisa memahami upaya-upaya keras dan serius jajaran Jampidsus Kejagung dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara.

    “Mengapa hal ini penting kami sampaikan pada kesempatan yang baik ini, supaya masyarakat juga bisa memahami, bagaimana upaya-upaya yang secara keras dan serius dilakukan oleh Kejaksaan, khususnya jajaran Jampidsus, dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara,” kata Harli.

    PT Duta Palma Group diketahui didakwa merugikan keuangan negara Rp 4,79 triliun dan 7,88 juta dolar Amerika Serikat (AS) terkait kasus dugaan korupsi dan TPPU dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit ilegal di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Perbuatan ini dilakukan dalam periode 2004-2022.

    “Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640,00 dan USD7.885.857,36 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” ujar jaksa Bertinus Haryadi Nugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/4).

    Jaksa mengatakan kerugian negara disebabkan oleh perbuatan melawan hukum berupa korupsi dan pencucian uang yang dilakukan Duta Palma Group, yang meliputi PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Darmex Plantations, dan PT Asset Pacific. Sementara TPPU dilakukan dengan cara mengirimkan uang hasil korupsi ke PT Darmex Plantations sebagai holding perusahaan perkebunan di Riau milik Surya Darmadi.

    Dana tersebut selanjutnya dipergunakan oleh PT Darmex Plantations antara lain untuk penempatan dana dalam bentuk pembagian dividen, pembayaran utang pemegang saham, penyetoran modal. Kemudian, transfer dana ke PT Asset Pacific, PT Monterado Mas, PT Alfa Ledo, dan perusahaan afiliasi lainnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dek/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Satpam DPP PDIP Bantah Hasto Kristiyanto Perintahkan Kontak Harun Masiku – Page 3

    Satpam DPP PDIP Bantah Hasto Kristiyanto Perintahkan Kontak Harun Masiku – Page 3

    Mantan Gubernur Jawa Tengah yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo, hari ini Kamis (8/5/2024), memantau langsung sidang Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (8/5/2025).

    Selain Ganjar, hadir dalam persidangan antara lain Anggota Komisi III DPR RI Dewi Juliani, Anggota Komisi III DPR RI Pulung Agustanto, Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Arton S. Dohong serta Ketua DPRD NTT Emelia Julia Nomleni.

    Terlihat pula, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Solo, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo (FX Rudy), hadir memberikan dukungan kepada Hasto.

    Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan dua orang saksi dalam perkara Hasto Kristiyanto.

    Keduanya adalah staf pribadi Hasto, Kusnadi, dan satpam kantor DPP PDIP, Nur Hasan. Mereka akan memberikan keterangan terkait dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.

    Melalui surat yang dibacakan oleh politisi PDIP Guntur Romli, Hasto menyampaikan rasa terima kasih kepada sejumlah pihak yang terus memberikan dukungan moril kepadanya.

    “Ada dari struktural partai, baik dari jajaran DPP, kemudian DPD seperti tadi kita lihat ada perwakilan dari Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan NTT juga dari DPC-DPC, seperti Pekanbaru, Bekasi, dan lain sebagainya,” kata Hasto melalui suratnya.

    “Selain itu, pada persidangan kali ini, hadir pula anggota DPR RI Komisi III yang ikut memantau, yaitu Mas Pulung dan Mbak Dewi,” tambahnya.

     

  • Anggota DPR RI: Pengurus BUMN tidak kebal hukum

    Anggota DPR RI: Pengurus BUMN tidak kebal hukum

    Kabupaten Bogor (ANTARA) – Anggota Komisi VI DPR RI Asep Wahyuwijaya menyatakan bahwa pengurus dan manajemen BUMN tidak kebal hukum sehingga aparat penegak hukum tetap menindaklanjuti jika ada laporan penyimpangan atau pelanggaran hukum.

    Asep di Cibinong, Kamis, menjelaskan bahwa direksi, komisaris, dan pengawas BUMN tetap bisa kena delik tindak pidana korupsi jika melakukan penyimpangan atas uang negara yang mereka kelola.

    Uang negara yang diberikan kepada PLN dan Pertamina sebagai subsidi untuk rakyat, misalnya, tetapi mereka melakukan penyimpangan atas uang negara itu, mereka bisa kena delik tipikor.

    Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jabar V (Kabupaten Bogor) itu menyatakan bahwa pengurus dan manajemen BUMN yang tidak mengelola uang negara secara langsung tetap bisa kena delik pidana jika melanggar prinsip-prinsip business judgement rule.

    Prinsip ini, kata dia, menuntut agar direksi dan komisaris BUMN dalam mengambil keputusan dan kebijakannya harus diambil dengan iktikad baik untuk kemajuan perusahaan, berhati-hati, dan tidak terlibat dalam konflik kepentingan.

    Jika BUMN tersebut mengalami kerugian karena melanggar prinsip-prinsip tersebut, lanjut dia, direksi, komisaris, dan pengawas BUMN tersebut bisa kena delik hukum juga.

    “Kejaksaan dan kepolisian bisa saja menindaklanjuti temuannya, dan Kementerian BUMN, DPR, dan siapa pun bisa melaporkan hal itu kepada aparat penegak hukum,” kata Asep.

    Pewarta: M. Fikri Setiawan
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 Miliar

    Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 Miliar

    Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, didakwa dengan pasal berlapis karena menilap uang pengembalian kasus
    investasi bodong

    Robot Trading Fahrenheit
    sebesar Rp 11.700.000.000 (Rp 11,7 miliar).
    Jaksa penuntut umum mengatakan, uang itu diambil secara paksa dari barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit yang dikembalikan kepada korban.
    Azam, yang ditugaskan menjadi jaksa pada perkara tersebut, menyalahgunakan wewenang (memeras) untuk menguntungkan diri sendiri hingga menerima suap dan berkongsi dengan pengacara untuk menilap uang korban.
    “Bahwa uang yang diterima oleh terdakwa dari saksi Oktavianus Setiawan, saksi Bonifasius Gunung, dan saksi Brian Erik First Anggitya melalui Rekening BNI Cabang Dukuh Bawah atas nama Andi Rianto dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 11.700.000.000,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
    Jaksa menuturkan, Azam menangani perkara investasi bodong yang menjerat Jendry Susanto tersebut pada 15 Juli 2022.
    Sebanyak 30 barang bukti dalam perkara tersebut berbentuk uang dalam pecahan dollar Singapura, ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan rupiah senilai puluhan miliar rupiah.
    Di sisi lain, terdapat sejumlah pengacara yang mewakili beberapa kelompok korban investasi bodong.
    Bonifasius Gunung, misalnya, menjadi pengacara dari Wahyu selaku koordinator 68 korban dengan nilai kerugian sekitar Rp 39.350.000.000.
    “Bonifasius Gunung mendapat janji dari Wahyu apabila penanganan perkaranya berhasil, maka saksi Bonifasius Gunung dari KHBG akan memperoleh fee sebesar 50 persen dari hasil yang diterima,” tutur jaksa.
    Kemudian, terdapat pengacara bernama Oktavianus Setiawan yang mewakili 761 korban.
    Mereka tergabung dalam kelompok Solidaritas Investor Fahrenheit dengan nilai kerugian Rp 261.833.507.840.
    Ia juga dijanjikan fee 50 persen dari hasil penanganan perkara (pengembalian uang) yang diterima.
    Namun, di luar pendampingan hukum resmi itu, Oktavianus diduga bermain culas.
    Ia bertindak seakan-akan pengacara dari 137 korban lainnya yang tergabung dalam paguyuban Bali.
    “Nilai kerugian sekitar Rp 80.000.000.000,” ujar jaksa.
    Kemudian, terdapat pengacara Brian Erik First Anggitya yang menerima kuasa dari 60 korban.
    Mereka berdomisili di Jawa Timur dengan nilai kerugian Rp 8.366.894.005.
    Menurut jaksa, Azam mendesak Gunung memanipulasi pengembalian uang milik korban yang menjadi barang bukti dari Rp 39.350.000.000 menjadi Rp 49.350.000.000.
    Azam kemudian meminta jatah Rp 3 miliar dari kelebihan Rp 10 miliar tersebut.
    “Bonifasius Gunung terpaksa memberikan bagian kepada terdakwa karena timbul rasa kekhawatiran terhadap korban investasi
    robot trading Fahrenheit
    yang diwakili oleh saksi Bonifasius Gunung tidak akan memperoleh uang pengembalian,” kata jaksa.
    Sementara, Oktavianus sepakat memanipulasi pengembalian bukti kelompok Bali yang seolah-olah diwakili sebesar Rp 17.801.259.966.
    Dari manipulasi ini, Azam meminta uang panas itu dibagi dua dengan bagiannya Rp 8,5 miliar.
    Sebagaimana Gunung, Oktavianus juga merasa khawatir uang korban yang ia wakili tidak berhasil dikembalikan.
    Kepada Brian, Azam meminta fee sebesar 15 persen dari nilai uang korban yang dikembalikan, yakni Rp 250 juta.
    Brian kemudian meminta uang itu diturunkan menjadi Rp 200 juta.
    Ia juga memiliki kekhawatiran yang sama dan terpaksa memberikan uang yang diminta Azam.
    Putusan pengadilan kemudian menyatakan Hendry terbukti bersalah menyebarkan berita bohong yang merugikan korban dalam transaksi elektronik dan pencucian uang.
    Ia dihukum 6 tahun bui di pengadilan tingkat pertama dan denda Rp 3 miliar.
    Hakim memerintahkan 34 barang bukti dikembalikan kepada 1.449 korban melalui paguyuban.
    Hukuman Hendry lalu diperberat menjadi 10 tahun penjara pada pengadilan tingkat banding hingga akhirnya inkracht di Mahkamah Agung (MA).
    Setelah putusan dieksekusi dan barang bukti berupa uang ditransfer ke pengacara, para pengacara itu terpaksa menyerahkan uang yang diperas Azam.
    Gunung menyerahkan uang Rp 3 miliar, Oktavianus menyerahkan Rp 8,5 miliar, dan Brian menyerahkan Rp 200 juta.
    Karena perbuatannya, Azam didakwa dengan pasal berlapis.
    Jaksa menjeratnya dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B ayat (1) atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Satpam DPP PDIP Ngaku Pernah Dititipi Tas Laptop oleh Harun Masiku

    Satpam DPP PDIP Ngaku Pernah Dititipi Tas Laptop oleh Harun Masiku

    Jakarta

    Satpam di Kantor DPP PDIP, Nurhasan mengaku pernah dititipi tas laptop oleh buron Harun Masiku. Nurhasan mengaku tak tahu isi tas tersebut.

    Hal itu disampaikan Nurhasan saat dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5/2025).

    Mulanya, Nurhasan mengakui pernah bertemu dengan Harun. Dia mengaku diminta dua orang tak dikenal untuk menelfon dan bertemu Harun saat sedang bertugas di Rumah Aspirasi.

    “Izin melanjutkan Yang Mulia, kalau di BAP (berita acara pemeriksaan), pertanyaan ke-7 poin ke-11, ‘Karena saya takut terpaksa saya mengikuti instruksi mereka berdua dan setelah saya sadar ternyata yang dihubungi via telepon tersebut adalah saudara Harun Masiku’. Ini saudara bisa menjelaskan di sini, tadi kan saudara ngomongnya karena gelap saudara nggak tahu orangnya, sehingga nggak tahu itu Harun Masiku. Tapi di BAP ini saudara menyampaikan bahwa, ‘Setelah saya sadar ternyata yang dihubungi via telfon tersebut adalah saudara Harun Masiku’,?” tanya jaksa.

    “Itu belum Pak, itu pas udah kelamaan baru saya tahu,” jawab Nurhasan.

    “Jadi setelah ramai-ramai saudara tahu itu Harun Masiku?” tanya jaksa.

    Nurhasan mengaku dititipi tas laptop oleh Harun Masiku. Dia pun langsung membawa tas tersebut.

    “Setelah bertemu apa yang dilakukan Pak?” tanya jaksa.

    “Siapa?” tanya jaksa.

    “Itu si Harun itu. Ngasih tas, dia bilang titip ya. Gitu aja udah,” jawab Nurhasan.

    “Titip untuk dibawa ke mana?” tanya jaksa.

    “Nggak tahu. Saya bawa aja,” jawab Nurhasan.

    “Terus mau aja saudara?” tanya jaksa heran.

    “Iya, nitip ya saya bawa aja,” jawab Nurhasan.

    Dia mengatakan pertemuan dengan Harun itu dilakukan di kawasan Jalan Cut Meutia, Jakarta Pusat. Dia mengatakan dua orang tak dikenal itu mengawasinya dari kejahuan.

    “Terus pada waktu itu orang yang, dua orang tadi gimana?” tanya jaksa.

    “Dia ada di ujung Pak, pas, kan Cut Meutia ada belok,” jawab Nurhasan.

    “Dia nggak menempel dengan saudara ya?” tanya jaksa.

    “Nggak, nggak menempel,” jawab Nurhasan.

    “Dia hanya mengawasi dari kejahuan?” tanya jaksa.

    “Iya, ngawasin saya,” jawab Nurhasan.

    Jaksa mendalami apakah ada pesan Harun saat menitipkan tas laptop tersebut. Nurhasan mengatakan Harun hanya menitipkan agar tas itu dibawa.

    “Terus apa lagi percakapannya selain dia nitip tas laptop, apa lagi percakapannya?” tanya jaksa.

    “Seingat saya itu aja, udah, nitip tas saja,” jawab Nurhasan.

    “Apakah ada penyampaian tas itu untuk diapakan gitu?” tanya jaksa.

    “Nggak, nggak ada Pak, nih titip aja, bilang gitu. Nih nitip ya, gitu,” jawab Nurhasan.

    Nurhasan lalu berjalan pulang usai mendapat titipan tas saat bertemu dengan Harun. Dia menuturkan dua orang tak dikenal itu lalu menghentikannya dan mengambil tas tersebut.

    “Terus selain itu ada komunikasi apa lagi setelah titip tas bagaimana kejadiannya?” tanya jaksa.

    “Udah saya balik Pak. Saya balik ke rumah, terus orang itu berhentiin saya, ngambil tas itu, dibawa tas itu,” jawab Nurhasan.

    Nurhasan mengaku tak membuka tas tersebut. Dia mengatakan tak tahu isi tas yang dititipkan Harun tersebut.

    “Saudara nggak tahu isinya apa?” tanya jaksa.

    “Nggak, ya kan karena bukan milik saya, saya nggak berani Pak,” jawab Nurhasan.

    “Ini hanya perkiraan saudara ya ketika memegang itu, apakah semacam kayak gepokan uang gitu?” tanya jaksa.

    “Wah nggak tahu pak itu, kayaknya nggak,” jawab Nurhasan.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    “Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

    Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    “Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022,” kata jaksa, Jumat (14/3).

    (mib/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hukuman bagi Dua Warga Banten yang Jual 20 Ekor Sapi Bantuan Kementan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Mei 2025

    Hukuman bagi Dua Warga Banten yang Jual 20 Ekor Sapi Bantuan Kementan Regional 8 Mei 2025

    Hukuman bagi Dua Warga Banten yang Jual 20 Ekor Sapi Bantuan Kementan
    Tim Redaksi
    SERANG, KOMPAS.com
    – Dua anggota Kelompok Kegiatan Tani (Poktan) Motekar, Desa Susukan, Kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten, Sanawi dan Jajang Kelana, terancam hukuman berbeda.
    Terdakwa Sanawi dituntut 1 tahun dan 8 bulan, sedangkan Jajang dituntut 1 tahun dan 10 bulan.
    Keduanya dinilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Serang, Endo Prabowo, telah terbukti melakukan penjualan 20 ekor sapi bantuan dari
    Kementerian Pertanian
    (Kementan) RI yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 300 juta.
    Keduanya terbukti melanggar dakwaan subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
    “Kedua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
    tindak pidana korupsi
    bersama-sama,” kata Endo saat membacakan berkas tuntutan di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis (8/5/2025).
    Selain hukuman badan, terdakwa Sanawi dan Jajang dihukum untuk membayar denda masing-masing Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
    Kemudian, kedua terdakwa juga dituntut untuk membayar uang pengganti kerugian negara dari kasus tersebut.
    Terdakwa Sanawi dibebankan uang pengganti sebesar Rp 135 juta atau diganti dengan pidana penjara 1 tahun.
    Adapun terdakwa Jajang dihukum membayar uang pengganti Rp 165 juta atau pidana penjara selama 1 tahun dan 4 bulan.
    Sebelum memberikan hukuman tersebut, Endo menyebut pertimbangan yang memberatkan, yakni tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
    Adapun hal-hal yang meringankan adalah para terdakwa merupakan tulang punggung keluarga dan sopan dalam persidangan.
    “Terdakwa Sanawi telah mengembalikan kerugian keuangan negara Rp 55 juta,” ujar Endo.
    Dalam uraian diketahui, kasus korupsi bermula saat
    Poktan Motekar
    menjadi salah satu penerima bantuan ternak sapi dari Kementerian Pertanian.
    Namun, setelah bantuan tersebut disalurkan pada April 2023, keduanya melarang anggota Poktan lainnya merawat 20 sapi tersebut.
    Jajang bekerja sama dengan tersangka Sanawi sebagai pemilik kandang agar merawat 20 ekor sapi tersebut.
    Baru lima bulan mengurus 20 sapi, keduanya kemudian menjual 19 ekor sapi bantuan pemerintah itu dengan harga Rp 7-8 juta.
    Uang hasil penjualan dinikmati oleh kedua terdakwa.
    Adapun satu ekor sapi oleh Jajang diberikan kepada tetangganya untuk membayar utang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bos Buzzer yang Jadi Tersangka di Kejaksaan Agung Bekas Ketum HMI

    Bos Buzzer yang Jadi Tersangka di Kejaksaan Agung Bekas Ketum HMI

    GELORA.CO – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka dalam kasus dugaan obstruction of justice (OJ) penyelidikan perkara tindak pidana korupsi Timah dan impor gula. Tersangka kali ini adalah Ketua Cyber Army, Muhammad Adhiya Muzakki (MAM).

    Dalam paparannya, direktur penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung) Abdul Qohar mengatakan, bahwa penetapan ketua tim pendengung (buzzer) sebagai tersangka dilakukan pihaknya usai menemukan alat bukti yang cukup.

    “Penyidik telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan satu tersangka, yang bersangkutan berinisial MAM selaku Ketua Cyber Army,” ujar Qohar dalam konferensi pers di Gedung Bundar, Rabu (7/5/2025) malam.

    Qohar menjelaskan upaya perintangan penyidikan itu dilakukan tersangka bersama Direktur Pemberitaan JakTV nonaktif Tian Bahtiar (TB), pengacara Marcella Santoso (MS), dan Junaidi Saibih (JS).

    “Untuk mencegah merintangi atau menggagalkan baik secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara a quo,” jelasnya.

    Berdasarkan perannya, Qohar menyebut Muzakki selaku Ketua Cyber Army memiliki anggota sebanyak 150 orang yang bertugas sebagai buzzer. Ratusan orang itu kemudian dibagi dalam lima tim buzzer bernama Mustofa 1 hingga Mustofa 5 yang memiliki tugas untuk memberikan komentar negatif terhadap penanganan perkara oleh Kejagung.

    “MAM atas permintaan MS bersepakat untuk membuat tim Cyber Army dan membagikan membagi tim tersebut menjadi 5,” ujarnya.

    “Bayaran sekitar 1,5 juta rupiah per buzzer untuk merespons dan memberikan komentar negatif terhadap berita-berita negatif dan konten negatif yang dibuat oleh tersangka TB,” imbuhnya.

    Sementara itu, sebagai imbalannya Muzakki selaku Ketua Tim Buzzer mendapatkan total bayaran hampir Rp1 miliar dari tersangka Marcella.

    “Jumlah total uang yang diterima oleh MAM dari MS sebanyak Rp864.500.000,” jelasnya.

    Qohar menyebut uang itu diterima tersangka Muzakki secara bertahap. Dan diketahui, bahwa Muzakki adalah mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Badan Koordinasi wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Banten (HMI Badko Jabodetabek-Banten) Periode 2021-2023.

    Kemudian, diketahui, bahwa penyerahan uang pertama dilakukan sebesar Rp697.500.000 dari Marcella melalui Indah Kusumawati yang merupakan staf di bagian keuangan kantor hukum AALF.

    “Dan yang (kedua) diberikan oleh Marcella melalui Rizki yaitu kurir di kantor hukum AALF sebanyak Rp167.000.000,” tuturnya.

    Sebelumnya Kejagung telah menetapkan tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan (obstruction of justice) dalam penanganan perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Ketiga tersangka itu merupakan Direktur Pemberitaan JakTV Non-aktif Tian Bahtiar serta pengacara Marcella Santoso dan Junaidi Saibih.

    Ketiganya disebut melakukan pemufakatan untuk membuat konten atau berita untuk menyudutkan institusi yang sedang menangani kasus korupsi timah importasi gula.

  • Tok! 3 Hakim Pembebas Ronald Tannur Divonis Maksimal 10 Tahun Penjara

    Tok! 3 Hakim Pembebas Ronald Tannur Divonis Maksimal 10 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA — Majelis hakim PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat telah memvonis tiga hakim PN Surabaya dalam perkara Ronald Tannur tujuh hingga 10 tahun penjara.

    Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso menyampaikan pihaknya menilai ketiga hakim ini telah bersalah dan terbukti bersama-sama menerima suap untuk mengeluarkan vonis bebas terhadap Ronald Tannur.

    Dari ketiga hakim itu, Heru Hanindyo menjadi terdakwa yang divonis paling berat, yakni 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan subsider tiga bulan pidana.

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Heru Hanindyo oleh karena itu dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan,” kata Teguh di PN Tipikor, Kamis (8/5/2025).

    Adapun, putusan ini lebih kecil dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang meminta agar Heru divonis 12 tahun penjara dan denda Rp750 juta.

    Sementara itu, Erintuah Damanik dan Mangapul justru divonis lebih kecil dengan pidana selama tujuh tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan subsider tiga bulan kurungan.

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 500 juta,” dalam amar putusan yang dibacakan Teguh.

    Hakim menjelaskan sejumlah pertimbangan yang meringankan vonis Erintuah Damanik dan Mangapul, yaitu keduanya mengakui perbuatannya dan kooperatif dalam perkara ini.

    “Terdakwa [juga] dengan itikad baik telah mengembalikan uang yang diterima dari Lisa Rachmat,” pungkas Teguh.

    Sekadar informasi, vonis Erintuah dan Mangapul juga lebih kecil dua tahun dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang meminta keduanya divonis sembilan tahun dan denda Rp750 juta.

  • Penyidikan Kasus Taspen Rampung, Antonius Kosasih Cs Segera Diadili

    Penyidikan Kasus Taspen Rampung, Antonius Kosasih Cs Segera Diadili

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan penyidikan kasus korupsi investasi di PT Taspen (Persero). Dua orang tersangka di kasus tersebut akan segera diadili di pengadilan.

    Kedua tersangka itu adalah mantan Direktur Investasi sekaligus Direktur Utama Taspen Antonius Kosasih, dan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM) Ekiawan Heri.  

    “Hal ini berarti bahwa berkas perkara pada proses penyidikan telah dinyatakan lengkap,” jelas Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, dikutip Kamis (8/5/2025). 

    Budi menambahkan bahwa JPU KPK memiliki waktu 14 hari untuk melimpahkan berkas perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

    Adapun kasus tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp1 triliun berdasarkan hasil audit investigasi penghitungan kerugian keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

    Dengan demikian, total nilai dana kelolaan Taspen Rp1 triliun yang diinvestasikan ke PT IIM dan berbagai lembaga manajer investasi maupun sekuritas lainnya menjadi keseluruhan kerugian keuangan negara. 

    KPK pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada BPK dan pihak-pihak lainnya termasuk pemerintah dan korporasi swasta yang selama ini kooperatif dalam tahap penyidikan. 

    “KPK akan mencermati setiap fakta-fakta yang ada dalam setiap proses persidangan nanti,” pungkas Budi.

    Sebelumnya, KPK menyebut potensi kerugian keuangan negara pada kasus investasi Taspen mencapai Rp200 miliar. Saat itu, lembaga antirasuah belum mendapatkan audit perhitungan kerugian keuangan negara dari pihak auditor terkait dengan keseluruhan kerugian negara (total loss) pada kasus tersebut. 

    KPK telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus tersebut yakni mantan Direktur Investasi yang juga pernah menjabat Direktur Utama Taspen, Antonius NS Kosasih, serta mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM) Ekiawan Heri. 

    Kasus itu diduga merugikan keuangan negara akibat penempatan dana Taspen senilai Rp1 triliun ke reksadana PT IIM. 

  • Divonis 7 Tahun Penjara, Dua Hakim Pembebas Ronald Tannur Dinilai Melanggar Sumpah Jabatan – Halaman all

    Divonis 7 Tahun Penjara, Dua Hakim Pembebas Ronald Tannur Dinilai Melanggar Sumpah Jabatan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul sama-sama divonis 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan.

    Majelis hakim Pengadilan Tipikor menjelaskan, hal yang memberatkan hukuman terhadap Erintuah Damanik dan Mangapul.

    Keduanya dinilai telah melanggar sumpah jabatan sebagai hakim.

    “Perbuatan terdakwa melanggar sumpah jabatan sebagai hakim,” kata Hakim Ketua Teguh Santoso, dalam sidang putusan atau vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).

    Tak hanya itu, majelis hakim juga menilai, perbuatan Erintuah dan Mangapul tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

    Meski demikian, majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan hukuman kepada dua dari tiga hakim yang memutus bebas Ronald Tannur itu.

    Hukuman Erintuah dan Mangapul diringankan karena dinilai memiliki tanggungan keluarga.

    Kemudian, keduanya juga dinilai bersikap kooperatif dengan mengakui perbuatan mereka.

    “Dan memberikan keterangan yang dapat mendukung pembuktian dalam perkara lain atas nama Heru Hanindyo, Lisa Rachmat, Zarof Ricar, dan Meirizka Widjaja,” ucap Hakim Tipikor.

    Selain itu, untuk Erintuah, majelis hakim mengatakan, terdakwa dengan itikad baik telah mengembalikan uang yang diterima dari Lisa Rachmat.

    “Terdakwa belum pernah dihukum,” tutur hakim membacakan hal meringankan hukuman terdakwa.

    Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta terhadap dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik dan Mangapul.

    Hukuman tersebut diberikan terhadap Erintuah Damanik dan Mangapul yang merupakan dua dari tiga terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi vonis bebas Ronald Tannur.

    “Menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan digantikan kurungan selama 3 bulan,” kata Hakim Ketua Teguh Santoso, dalam sidang pembacaan putusan, di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).

    Majelis hakim menyatakan, terdakwa Erintuah Damanik dan Mangapul telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama menerima suap dan gratifikasi sebagaimana dalam dakwaan kumulatif ke satu alternatif pertama dan dalam dakwaan kumulatif kedua.

    Vonis Erintuah Damanik dan Mangapul lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung.

    Adapun terdakwa Erintuah Damanik dan Mangapul dituntut 9 tahun penjara. 

    Keduanya juga dituntut pidana denda sebesar Rp750 juta. Apabila denda tersebut tak dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. 

    Sementara, satu terdakwa lainnya, yakni Heru Hanindyo dituntut lebih berat dengan pidana penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp750 juta. Apabila denda tak dibayarkan, makabdiganti pidana penjara selama 6 bulan. 

    Ketiganya dianggap telah terbukti melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Tiga hakim pembebas Ronald Tannur itu diduga menerima suap sebesar Rp4,67 miliar serta gratifikasi dalam bentuk mata uang rupiah, dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, dan riyal Saudi.