Kasus: Tipikor

  • 2 Penyidik KPK Jadi Saksi di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini

    2 Penyidik KPK Jadi Saksi di Sidang Hasto Kristiyanto Hari Ini

    Jakarta

    Penyidik KPK akan dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan, terdakwa Hasto Kristiyanto. Ada dua penyidik yang akan menjadi saksi dalam sidang hari ini.

    “Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata,” kata Jaksa KPK, Wawan Yunarwanto kepada wartawan, Jumat (9/5/2025).

    Sidang akan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat. Rencanannya sidang dimulai pukul 09.00 WIB.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    “Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    “Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022,” kata jaksa, Jumat (14/3).

    (mib/zap)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Manuver Gugat Pasal ‘Kebal Hukum’ UU BUMN

    Manuver Gugat Pasal ‘Kebal Hukum’ UU BUMN

    Bisnis.com, JAKARTA — Undang-undang atau UU No.1/2025 tentang BUMN diujimaterikan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Salah satu gugatan diajukan oleh Muhammad Jundi Fathi beserta dua orang lainnya, yaitu A. Fahrur Rozi dan Dzakwan Fadhil Putra Kusuma.

    Ketiga penggugat itu mempersoalkan norma imunitas dan penegasan tentang keuntungan atau kerugian Danantara bukan bagian dari risiko keuangan negara, yang menurut mereka justru akan menyuburkan praktik korupsi di lingkungan BUMN.

    “Kami menilai hal ini justru menyuburkan praktik korupsi di lingkungan BUMN,” tutur Jundi di Jakarta, Selasa (6/5/2025).

    Selain itu, implementasi norma-norma hukum tersebut juga bertentangan dengan prinsip-prinsip pendelegasian dalam sistem ketatanegaraan sehingga merugikan pemohon sebagai mahasiswa dan bertentangan dengan UUD 1945.

    Menurutnya, seseorang dapat dikenakan delik pidana gratifikasi seperti yang diatur Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jika pelakunya merupakan pegawai negeri atau penyelenggara negara. 

    “Hak imunitas yang menyatakan kerugian yang terjadi pada BUMN dan Danantara bukan kerugian negara itu tidak tepat,” kata Jundi.

    Dia kemudian menekankan seharusnya persoalan penetapan kerugian penyelenggaraan badan sebagai kerugian negara kembali pada interpretasi aparat penegak hukum secara komprehensif dan bijaksana serta bukan persoalan dari pemberlakuan suatu norma undang-undang.

    “Kami juga mempersoalkan norma yang menyebut pejabat atau pegawai atau karyawan Danantara bukan merupakan penyelenggara negara. Padahal seluruh sumber modal Danantara berasal dari aset negara dan dividen BUMN serta organ penyelenggara Danantara pun dibiayai dan didukung oleh modal negara,” ujarnya.

    Menurutnya, pengecualian terhadap organ Danantara dari kategori penyelenggara negara juga telah mendiskriminasi dan membuka peluang bagi operasional yang tidak transparan pada perusahaan pelat merah. 

    “Ini sekaligus menimbulkan ketidaksesuaian normatif yang bisa merugikan kepentingan publik sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945,” tuturnya.

    Kekhawatiran KPK

    Keberadaan pasal ‘kebal hukum’ di UU BUMN itu juga dikhawatirkan oleh aparat penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka cukup khawatir jika aturan itu justru kontraproduktif dan menyulitkan penyidik untuk menangani perkara yang menjerat direksi BUMN.

    “KPK memaknai ada beberapa ketentuan yang dianggap akan membatasi kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto melalui keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).

    Setyo menuturkan KPK telah menyampaikan tanggapannya secara khusus pada dua pasal di UU BUMN. Yaitu terkait dengan hilangnya status penyelenggara negara bagi direksi, komisaris dan dewan pengawas BUMN, serta mengenai kerugian BUMN dianggap bukan kerugian negara.

    Mengenai aturan bahwa anggota direksi/dewan komisaris/dewan pengawas BUMN bukan status penyelenggara negara, yang diatur dalam pasal 9G UU No. 1/2025, Setyo menyebut ketentuan itu kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

    Utamanya, pasal 1 angka 1 serta pasal 2 angka 7 beserta penjelasannya yang tertuang dalam UU No. 28/1999.

    Perwira tinggi Polri bintang tiga itu menjelaskan, UU No.28/1999 merupakan hukum administrasi khusus yang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Oleh sebab itu, dia menegaskan penegakan hukum kasus korupsi berkenaan dengan penyelenggara negara akan berpedoman pada UU tersebut. 

    Di sisi lain, pasal 9G UU BUMN yang baru dalam penjelasannya menyebut: “Tidak dimaknai bahwa bukan merupakan penyelenggara negara yang menjadi pengurus BUMN statusnya sebagai penyelenggara negara akan hilang.”

    Ketentuan demikian, lanjut Setyo, dapat dimaknai bahwa status Penyelenggara Negara tidak akan hilang ketika seseorang menjadi pengurus BUMN.

    “Dengan demikian, KPK berkesimpulan bahwa Anggota Direksi/Dewan Komisaris/Dewan Pengawas BUMN tetap merupakan Penyelenggara Negara sesuai UU Nomor 28 Tahun 1999,” tegas Setyo.

    Oleh sebab itu, dengan sikap tersebut, maka direksi/komisaris/dewan pengawas BUMN tetap wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) serta penerimaan gratifikasi.

    Pasal Kebal Korupsi

    Sementara itu, mengenai pasal 4B UU BUMN yang mengatur bahwa kerugian BUMN bukan kerugian keuangan negara, serta pasal 4 ayat (5) berkenaan dengan modal negara pada BUMN merupakan kekayaan BUMN.

    Atas aturan tersebut, KPK menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi acuan dan telah menjadi akhir dari polemik kekayaan negara yang dipisahkan. Putusan MK dimaksud yakni No.48/PUU-XXI/2013 dan No.62/PUU-XI/2013 yang kemudian dikuatkan dengan masing-masing putusan No.59/PUU-XVI/2018 dan No.26/PUU-XIX/2021.

    Setyo menerangkan bahwa MK telah memutuskan bahwa konstitusionalitas keuangan negara yang dipisahkan tetap merupakan bagian dari keuangan negara, termasuk dalam hal ini BUMN, yang merupakan derivasi penguasaan negara.

    “Dengan demikian, KPK menyimpulkan bahwa kerugian BUMN merupakan kerugian keuangan Negara yang dapat dibebankan pertanggungjawabannya secara pidana (TPK) kepada Direksi/Komisaris/Pengawas BUMN,” lanjut Setyo.

    Meski demikian, Setyo mengingatkan bahwa kerugian keuangan negara di BUMN dapat dipidanakan sesuai UU Tipikor selama itu akibat dari perbuatan melawan hukum/penyalahgunaan wewenang/penyimpangan atas prinsip Business Judgement Rule (BJR).

    Prinsip BJR itu tertuang pada pasal 3Y dan 9F UU No.1/2025, di mana diatur bahwa kerugian keuangan negara yang dapat dipidanakan harus diakibatkan oleh fraud, suap, ketiadaan itikad baik, konflik kepentingan serta kelalaian dalam mencegah timbulnya kerugian keuangan negara oleh para petinggi BUMN.

    “Dari uraian tersebut, KPK berpandangan bahwa KPK tetap memiliki kewenangan untuk melakukan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan TPK yang dilakukan oleh Direksi/Komisaris/Pengawas di BUMN,” pungkas Setyo.

    Erick Thohir Koordinasi 

    Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku berkoordinasi dengan berbagai lembaga untuk membahas sederet perubahan di tubuh perusahaan pelat merah menyusul lahirnya UU BUMN. Salah satunya mengenai posisi komisaris hingga direksi BUMN yang diatur bukan merupakan penyelenggara negara.

    Erick menjelaskan kementeriannya saat ini masih berkoordinasi untuk menyinkronkan berbagai aturan baru di UU BUMN, termasuk mengenai status penyelenggara negara pada petinggi pelat merah. Dia menyebut koordinasi dilakukan salah satunya dengan KPK.

    Lebih lanjut, Menteri BUMN sejak 2019 itu memastikan bakal ada peraturan turunan yang akan mendefinisikan lebih lanjut aturan mengenai status penyelenggara negara bagi komisaris-direksi BUMN sebagaimana tertuang di dalam UU.

    Menurutnya, beleid tersebut belum sepenuhnya dijalankan dan masih dirapikan sebelum seutuhnya diterapkan.

    “Iya pasti, ini kan namanya baru lahir. Baru lahir, belum jalan. Justru kita rapikan sebelum jalan, daripada nanti ikut geng motor tabrak-tabrakan, mendingan kita rapikan,” kata pria yang merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu.

  • Eks Jaksa di Kejari Jakbar Didakwa Gelapkan Barang Bukti Rp11,7 Miliar dalam Kasus Robot Trading – Halaman all

    Eks Jaksa di Kejari Jakbar Didakwa Gelapkan Barang Bukti Rp11,7 Miliar dalam Kasus Robot Trading – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Bekas Jaksa sekaligus Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, menjalani sidang pembacaan dakawan terhadap dirinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).

    Dalam surat dakwaan itu, Azam dijerat pasal dugaan gratifikasi dan penggelapan barang bukti sebesar Rp11,5 miliar dalam pelaksanaan eksekusi barang bukti Rp61,4 miliar pada kasus investasi bodong Robot Trading Farenheit pada tahun 2023.

    Azam didakwa menyalahgunakan jabatannya sebagai JPU dengan memanipulasi jumlah pengembalian barang bukti kepada para korban investasi. 

    Berdasarkan dakwaan, Azam bersama beberapa pengacara yang mewakili korban, yakni Bonifasius Gunung, Oktavianus Setiawan, dan Brian Erik First Anggitya, melakukan kesepakatan untuk mengubah jumlah uang yang dikembalikan.

    “Bahwa terdakwa dan saksi Oktavianus Setiawan bersepakat untuk memanipulasi pengembalian barang bukti kepada para korban investasi robot trading Fahrenheit yang diwakilinya dengan cara seolah-olah melakukan pengembalian terhadap kelompok Bali sekitar Rp17.801.259.966,” kata JPU saat membaca dakwaan. 

    Azam dituduh meminta bagian sekitar Rp3 miliar dari kelebihan Rp10 miliar hasil manipulasi barang bukti kepada kelompok korban yang diwakili Bonifasius Gunung. 

    Selain itu, Azam juga menerima sekitar Rp8,5 miliar dari uang pengembalian barang bukti kepada kelompok korban yang diwakili Oktavianus Setiawan.

    Sementara itu, Brian Erik First Anggitya menyerahkan Rp200 juta sebagai bagian dari kesepakatan dengan Azam.

    JPU menegaskan tindakan tersebut melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

    Disebutkan juga dalam dakwaan ihwal uang yang diterima oleh Azam mencapai total Rp11,7 miliar, yang sebagian di antaranya digunakan untuk membeli tanah dan bangunan rumah, deposito, asuransi, hingga perjalanan umrah.

     

  • KPK Telusuri Aliran Uang untuk Eks Bupati Situbondo Karna Suswandi Cs – Halaman all

    KPK Telusuri Aliran Uang untuk Eks Bupati Situbondo Karna Suswandi Cs – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran uang untuk para tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Situbondo tahun 2021–2024.

    Ada dua tersangka dalam perkara tersebut, yaitu mantan Bupati Situbondo Karna Suswandi dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)/Kepala Bidang Bina Marga PUPP Kabupaten Situbondo Eko Prionggo Jati.

    Penelusuran aliran uang dilakukan penyidik ketika memeriksa 10 saksi di Polres Bondowoso, Jawa Timur.

    10 saksi yang diperiksa adalah: 

    1. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Tbk KCP Jember (Staf yang mewakili) 
    2. Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur, Tbk KCP Bondowoso (Staf yang mewakili)
    3. Ishaq Faraby, Wiraswasta
    4. M. Sunarto, Staf PT Citra Pembangunan dan CV Citra Bangun Persada (milik Tjang)
    5. Ony Kurniawan, Pelaksana CV Ronggo
    6. Pratitis Risal Pandu Pribadi, PNS (Staf di Seksi Preservasi Bidang Bina Marga DPUPP Situbondo) 
    7. Rendy Rahman, Staf administrasi upload CV Parahyangan (milik Tjang)
    8. Rian Mahendra, Wiraswata/Pemilik CV Raelina Dwikania Jaya (tahun 2018–sekarang)
    9. Rizkiyatus Syafaah, Staf Keuangan Ronggo Group
    10. Sentot Sugiyono, PNS/Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Situbondo 2023–sekarang

    “Para saksi hadir semua. Penyidik mendalami peran dan pengetahuan para saksi terkait aliran dana pemberian suap kepada tersangka,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Jumat (9/5/2025).

    KPK telah menahan Karna Suswandi dan Eko Prionggo Jati pada Selasa (21/1/2025).

    Dalam konstruksi perkara, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa di tahun 2021, Pemerintah Kabupaten Situbondo menandatangani perjanjian pinjaman daerah Program PEN yang akan digunakan untuk pekerjaan konstruksi di Dinas Pekerjaan umum dan Perumahan Pemukiman (PUPP) Pemkab Situbondo tahun 2022.

    Namun akhirnya pada tahun 2022, Pemkab Situbondo batal menggunakan dana PEN dan kemudian menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK).

    “Dalam pengadaan barang dan jasa paket pekerjaan di Dinas PUPP Pemerintah Kabupaten Situbondo tahun 2021–2024, tersangka KS dan tersangka EPJ diduga melakukan pengaturan pemenang paket pekerjaan. Tersangka KS meminta ‘uang investasi’/ijon kepada calon rekanan-rekanan dengan nilai sebesar 10 persen dari nilai pekerjaan yang akan dijanjikan,” tutur Asep dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2025).

    Atas perintah Karna Suswandi, lanjut Asep, Eko Prionggo Jati memerintahkan kepada jajaran pegawai di Dinas PUPP untuk melakukan pengaturan pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPP Kabupaten Situbondo sehingga memenangkan rekanan-rekanan yang ditunjuk oleh Karna.

    Setelah rekanan-rekanan mendapatkan dana pencairan pekerjaan, Eko Prionggo Jati melalui bawahannya di Dinas PUPP Kabupaten Situbondo meminta “uang fee” sebesar 7,5?ri nilai pekerjaan yang didapatkan oleh rekanan-rekanan tersebut.
     
    “Bahwa kemudian tersangka KS menerima pemberian ‘uang investasi’/ ijon melalui orang-orang kepercayaannya sekurang kurangnya sebesar Rp5.575.000.000 sedangkan tersangka EPJ menerima ‘uang fee’ secara langsung dan melalui bawahannya di Dinas PUPP Kabupaten Situbondo sekurang-kurangnya sebesar Rp811.362.200,” ujar Asep.

    Atas perbuatannya, Karna Suswandi dan Eko Prionggo Jati disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Asep mengatakan, fokus penyidikan KPK saat ini adalah mengumpulkan dan melengkapi alat bukti, pemeriksaan saksi-saksi dan termasuk melakukan pelacakan aset terhadap Karna Suswandi dan Eko Prionggo Jati.

  • 2 Terdakwa Vonis Bebas Ronald Tannur Minta Jalani Masa Tahanan di Daerah, Ini Respons Hakim – Page 3

    2 Terdakwa Vonis Bebas Ronald Tannur Minta Jalani Masa Tahanan di Daerah, Ini Respons Hakim – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menanggapi permintaan dari Erintuah Damanik dan Mangapul terdakwa vonis bebas Gregorius Ronald Tannur yang meminta agar menjalani masa hukumannya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang Jawa Tengah, serta Mangapul yang memohon agar ditempatkan di Lapas Kelas I Medan, Sumatera Utara.

    Ketua Majelis Hakim, Teguh Santoso mengatakan, pertimbangan untuk menjalani masa tahanan di daerah terdapat syarat dan ketentuan yang berlaku sebagaimana dalam pasal Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan.

    Sehingga dengan demikian majelis hakim tidak memiliki kewenangan untuk mengamini permintaan dari terdakwa.

    “Majelis hakim mempertimbangkan bahwa jika terdakwa ingin pindah untuk menjalani pidananya ke LP semarang, ada syarat dan ketentuan yang berlaku, harus diikuti untuk pemindahan pelaksanaan pidana yaitu sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan yaitu melalui direktur Jenderal pemasyarakatan dalam hal pemindahan antar wilayah kerja kantor wilayah,” kata Teguh di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).

    “Sehingga penahanan terdakwa untuk dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan kelas 1 Semarang atau lapas Kedung Pane bukan menjadi kewenangan majelis hakim dalam perkara,” Teguh menambahkan.

    Diberitakan sebelumnya, Erintuah dan Mangapul meminta untuk melaksanakan pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang Jawa Tengah, serta Mangapul yang memohon agar ditempatkan di Lapas Kelas I Medan, Sumatera Utara.

    “Kalau Majelis Hakim memperkenankan, saya ingin melaksanakan pidana di Lapas Kedungpane, Semarang,” ujar Erintuah dalam sidang pembacaan replik atau tanggapan jaksa penuntut umum terhadap nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/5).

    Hal senada turut diutarakan oleh Mangapul melalui penasihat hukumnya, Philipus Sitepu.

    Philipus menyebutkan kliennya ingin dekat dengan keluarga, sehingga ingin ditempatkan di Lapas Kelas I Medan.

     

  • Hamparan Ratusan Miliar Disita Jaksa dari Kasus Duta Palma

    Hamparan Ratusan Miliar Disita Jaksa dari Kasus Duta Palma

    Jakarta

    Ratusan miliar uang disita Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Duta Palma Grup. Uang Rp 479 miliar itu dihamparkan untuk ditunjukkan kepada publik.

    Tumpukan uang pecahan seratusribu itu dijejerkan saat konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025). Uang itu dijejerkan sampai panjangnya sekitar 5 meter.

    Direktur Penuntutan Jampidsus Sutikno menjelaskan tumpukan uang itu terkait kasus TPPU dalam kegiatan usaha perkebunan sawit PT Duta Palma Group. Kasus tersebut sudah dalam tahap penuntutan.

    Uang tersebut rencananya akan dikirim oleh anak usaha PT Darmex Plantations yaitu PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuanta Perkasa ke Hong Kong. Pengiriman disebut dilakukan melalui jasa perbankan.

    “Yang diduga sebagai hasil kejahatan, ini akan dikirimkan ke Hong Kong melalui jasa perbankan,” kata Sutikno saat konferensi pers di Kejagung, Jaksel, Kamis (8/5).

    Penyidik kemudian memblokir uang tersebut dan berkoordinasi dengan penuntut umum. Setelahnya, uang disita sebagai barang bukti untuk didalami lebih lanjut.

    “Kemudian penyidik melakukan koordinasi dengan penuntut umum, dan selanjutnya penyidik melakukan pemblokiran terhadap jumlah uang tersebut sebesar Rp 479.175.079.148,” ucapnya.

    “Dan setelah dilakukan pemblokiran, kemudian dari penyidik meminta kepada penuntut umum agar uang yang telah dilakukan blokir tersebut dilakukan penyitaan dan dijadikan barang bukti dalam perkara atas nama terdakwa korporasi PT Darmex Plantations,” tuturnya.

    Setelah dilakukan penyitaan dan barang bukti, sebanyak 99% pemegang saham milik PT TKP dan PT Delimuda Perkasa adalah PT Dalmex Plantation.

    “Sedangkan sisanya 1% pemegang saham dari PT Delimuda Perkasa dan PT Taluk Kuantan Perkasa adalah PT Palma Lestari,” ucapnya.

    Uang Dititipkan ke Bank

    Foto: Kejagung menyita Rp 479 miliar terkait kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) PT Duta Palma Grup. Uang tersebut ditunjukkan ke publik. (Devi P/detikcom)

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan uang sitaan akan langsung dititipkan ke bank. Dia menyebut uang tersebut dititipkan di Bank Persepsi.

    “Nah, jadi kalau kita lihat selalu kita konpers terkait uang sebanyak ini, ini tidak dibawa ke rumah atau disimpan di kantor. Tetapi langsung berpindah dititipkan di rekening penitipan lainnya di Bank Persepsi,” kata Harli saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (8/5/2025).

    Harli menyampaikan uang hasil sitaan ini ditunjukkan agar publik bisa memahami upaya-upaya keras dan serius jajaran Jampidsus Kejagung dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara.

    “Mengapa hal ini penting kami sampaikan pada kesempatan yang baik ini, supaya masyarakat juga bisa memahami, bagaimana upaya-upaya yang secara keras dan serius dilakukan oleh Kejaksaan, khususnya jajaran Jampidsus, dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara,” kata Harli.

    PT Duta Palma Group diketahui didakwa merugikan keuangan negara Rp 4,79 triliun dan 7,88 juta dolar Amerika Serikat (AS) terkait kasus dugaan korupsi dan TPPU dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit ilegal di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Perbuatan ini dilakukan dalam periode 2004-2022.

    “Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640,00 dan USD7.885.857,36 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” ujar jaksa Bertinus Haryadi Nugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (15/4).

    Jaksa mengatakan kerugian negara disebabkan oleh perbuatan melawan hukum berupa korupsi dan pencucian uang yang dilakukan Duta Palma Group, yang meliputi PT Palma Satu, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Darmex Plantations, dan PT Asset Pacific. Sementara TPPU dilakukan dengan cara mengirimkan uang hasil korupsi ke PT Darmex Plantations sebagai holding perusahaan perkebunan di Riau milik Surya Darmadi.

    Dana tersebut selanjutnya dipergunakan oleh PT Darmex Plantations antara lain untuk penempatan dana dalam bentuk pembagian dividen, pembayaran utang pemegang saham, penyetoran modal. Kemudian, transfer dana ke PT Asset Pacific, PT Monterado Mas, PT Alfa Ledo, dan perusahaan afiliasi lainnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dek/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Satpam DPP PDIP Bantah Hasto Kristiyanto Perintahkan Kontak Harun Masiku – Page 3

    Satpam DPP PDIP Bantah Hasto Kristiyanto Perintahkan Kontak Harun Masiku – Page 3

    Mantan Gubernur Jawa Tengah yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo, hari ini Kamis (8/5/2024), memantau langsung sidang Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (8/5/2025).

    Selain Ganjar, hadir dalam persidangan antara lain Anggota Komisi III DPR RI Dewi Juliani, Anggota Komisi III DPR RI Pulung Agustanto, Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Arton S. Dohong serta Ketua DPRD NTT Emelia Julia Nomleni.

    Terlihat pula, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Solo, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo (FX Rudy), hadir memberikan dukungan kepada Hasto.

    Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan dua orang saksi dalam perkara Hasto Kristiyanto.

    Keduanya adalah staf pribadi Hasto, Kusnadi, dan satpam kantor DPP PDIP, Nur Hasan. Mereka akan memberikan keterangan terkait dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.

    Melalui surat yang dibacakan oleh politisi PDIP Guntur Romli, Hasto menyampaikan rasa terima kasih kepada sejumlah pihak yang terus memberikan dukungan moril kepadanya.

    “Ada dari struktural partai, baik dari jajaran DPP, kemudian DPD seperti tadi kita lihat ada perwakilan dari Sumatera Utara, Kalimantan Tengah dan NTT juga dari DPC-DPC, seperti Pekanbaru, Bekasi, dan lain sebagainya,” kata Hasto melalui suratnya.

    “Selain itu, pada persidangan kali ini, hadir pula anggota DPR RI Komisi III yang ikut memantau, yaitu Mas Pulung dan Mbak Dewi,” tambahnya.

     

  • Anggota DPR RI: Pengurus BUMN tidak kebal hukum

    Anggota DPR RI: Pengurus BUMN tidak kebal hukum

    Kabupaten Bogor (ANTARA) – Anggota Komisi VI DPR RI Asep Wahyuwijaya menyatakan bahwa pengurus dan manajemen BUMN tidak kebal hukum sehingga aparat penegak hukum tetap menindaklanjuti jika ada laporan penyimpangan atau pelanggaran hukum.

    Asep di Cibinong, Kamis, menjelaskan bahwa direksi, komisaris, dan pengawas BUMN tetap bisa kena delik tindak pidana korupsi jika melakukan penyimpangan atas uang negara yang mereka kelola.

    Uang negara yang diberikan kepada PLN dan Pertamina sebagai subsidi untuk rakyat, misalnya, tetapi mereka melakukan penyimpangan atas uang negara itu, mereka bisa kena delik tipikor.

    Wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jabar V (Kabupaten Bogor) itu menyatakan bahwa pengurus dan manajemen BUMN yang tidak mengelola uang negara secara langsung tetap bisa kena delik pidana jika melanggar prinsip-prinsip business judgement rule.

    Prinsip ini, kata dia, menuntut agar direksi dan komisaris BUMN dalam mengambil keputusan dan kebijakannya harus diambil dengan iktikad baik untuk kemajuan perusahaan, berhati-hati, dan tidak terlibat dalam konflik kepentingan.

    Jika BUMN tersebut mengalami kerugian karena melanggar prinsip-prinsip tersebut, lanjut dia, direksi, komisaris, dan pengawas BUMN tersebut bisa kena delik hukum juga.

    “Kejaksaan dan kepolisian bisa saja menindaklanjuti temuannya, dan Kementerian BUMN, DPR, dan siapa pun bisa melaporkan hal itu kepada aparat penegak hukum,” kata Asep.

    Pewarta: M. Fikri Setiawan
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 Miliar

    Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 Miliar

    Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilap Uang Korban Investasi Bodong Rp 11,7 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, didakwa dengan pasal berlapis karena menilap uang pengembalian kasus
    investasi bodong

    Robot Trading Fahrenheit
    sebesar Rp 11.700.000.000 (Rp 11,7 miliar).
    Jaksa penuntut umum mengatakan, uang itu diambil secara paksa dari barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit yang dikembalikan kepada korban.
    Azam, yang ditugaskan menjadi jaksa pada perkara tersebut, menyalahgunakan wewenang (memeras) untuk menguntungkan diri sendiri hingga menerima suap dan berkongsi dengan pengacara untuk menilap uang korban.
    “Bahwa uang yang diterima oleh terdakwa dari saksi Oktavianus Setiawan, saksi Bonifasius Gunung, dan saksi Brian Erik First Anggitya melalui Rekening BNI Cabang Dukuh Bawah atas nama Andi Rianto dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp 11.700.000.000,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).
    Jaksa menuturkan, Azam menangani perkara investasi bodong yang menjerat Jendry Susanto tersebut pada 15 Juli 2022.
    Sebanyak 30 barang bukti dalam perkara tersebut berbentuk uang dalam pecahan dollar Singapura, ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan rupiah senilai puluhan miliar rupiah.
    Di sisi lain, terdapat sejumlah pengacara yang mewakili beberapa kelompok korban investasi bodong.
    Bonifasius Gunung, misalnya, menjadi pengacara dari Wahyu selaku koordinator 68 korban dengan nilai kerugian sekitar Rp 39.350.000.000.
    “Bonifasius Gunung mendapat janji dari Wahyu apabila penanganan perkaranya berhasil, maka saksi Bonifasius Gunung dari KHBG akan memperoleh fee sebesar 50 persen dari hasil yang diterima,” tutur jaksa.
    Kemudian, terdapat pengacara bernama Oktavianus Setiawan yang mewakili 761 korban.
    Mereka tergabung dalam kelompok Solidaritas Investor Fahrenheit dengan nilai kerugian Rp 261.833.507.840.
    Ia juga dijanjikan fee 50 persen dari hasil penanganan perkara (pengembalian uang) yang diterima.
    Namun, di luar pendampingan hukum resmi itu, Oktavianus diduga bermain culas.
    Ia bertindak seakan-akan pengacara dari 137 korban lainnya yang tergabung dalam paguyuban Bali.
    “Nilai kerugian sekitar Rp 80.000.000.000,” ujar jaksa.
    Kemudian, terdapat pengacara Brian Erik First Anggitya yang menerima kuasa dari 60 korban.
    Mereka berdomisili di Jawa Timur dengan nilai kerugian Rp 8.366.894.005.
    Menurut jaksa, Azam mendesak Gunung memanipulasi pengembalian uang milik korban yang menjadi barang bukti dari Rp 39.350.000.000 menjadi Rp 49.350.000.000.
    Azam kemudian meminta jatah Rp 3 miliar dari kelebihan Rp 10 miliar tersebut.
    “Bonifasius Gunung terpaksa memberikan bagian kepada terdakwa karena timbul rasa kekhawatiran terhadap korban investasi
    robot trading Fahrenheit
    yang diwakili oleh saksi Bonifasius Gunung tidak akan memperoleh uang pengembalian,” kata jaksa.
    Sementara, Oktavianus sepakat memanipulasi pengembalian bukti kelompok Bali yang seolah-olah diwakili sebesar Rp 17.801.259.966.
    Dari manipulasi ini, Azam meminta uang panas itu dibagi dua dengan bagiannya Rp 8,5 miliar.
    Sebagaimana Gunung, Oktavianus juga merasa khawatir uang korban yang ia wakili tidak berhasil dikembalikan.
    Kepada Brian, Azam meminta fee sebesar 15 persen dari nilai uang korban yang dikembalikan, yakni Rp 250 juta.
    Brian kemudian meminta uang itu diturunkan menjadi Rp 200 juta.
    Ia juga memiliki kekhawatiran yang sama dan terpaksa memberikan uang yang diminta Azam.
    Putusan pengadilan kemudian menyatakan Hendry terbukti bersalah menyebarkan berita bohong yang merugikan korban dalam transaksi elektronik dan pencucian uang.
    Ia dihukum 6 tahun bui di pengadilan tingkat pertama dan denda Rp 3 miliar.
    Hakim memerintahkan 34 barang bukti dikembalikan kepada 1.449 korban melalui paguyuban.
    Hukuman Hendry lalu diperberat menjadi 10 tahun penjara pada pengadilan tingkat banding hingga akhirnya inkracht di Mahkamah Agung (MA).
    Setelah putusan dieksekusi dan barang bukti berupa uang ditransfer ke pengacara, para pengacara itu terpaksa menyerahkan uang yang diperas Azam.
    Gunung menyerahkan uang Rp 3 miliar, Oktavianus menyerahkan Rp 8,5 miliar, dan Brian menyerahkan Rp 200 juta.
    Karena perbuatannya, Azam didakwa dengan pasal berlapis.
    Jaksa menjeratnya dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B ayat (1) atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Satpam DPP PDIP Ngaku Pernah Dititipi Tas Laptop oleh Harun Masiku

    Satpam DPP PDIP Ngaku Pernah Dititipi Tas Laptop oleh Harun Masiku

    Jakarta

    Satpam di Kantor DPP PDIP, Nurhasan mengaku pernah dititipi tas laptop oleh buron Harun Masiku. Nurhasan mengaku tak tahu isi tas tersebut.

    Hal itu disampaikan Nurhasan saat dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5/2025).

    Mulanya, Nurhasan mengakui pernah bertemu dengan Harun. Dia mengaku diminta dua orang tak dikenal untuk menelfon dan bertemu Harun saat sedang bertugas di Rumah Aspirasi.

    “Izin melanjutkan Yang Mulia, kalau di BAP (berita acara pemeriksaan), pertanyaan ke-7 poin ke-11, ‘Karena saya takut terpaksa saya mengikuti instruksi mereka berdua dan setelah saya sadar ternyata yang dihubungi via telepon tersebut adalah saudara Harun Masiku’. Ini saudara bisa menjelaskan di sini, tadi kan saudara ngomongnya karena gelap saudara nggak tahu orangnya, sehingga nggak tahu itu Harun Masiku. Tapi di BAP ini saudara menyampaikan bahwa, ‘Setelah saya sadar ternyata yang dihubungi via telfon tersebut adalah saudara Harun Masiku’,?” tanya jaksa.

    “Itu belum Pak, itu pas udah kelamaan baru saya tahu,” jawab Nurhasan.

    “Jadi setelah ramai-ramai saudara tahu itu Harun Masiku?” tanya jaksa.

    Nurhasan mengaku dititipi tas laptop oleh Harun Masiku. Dia pun langsung membawa tas tersebut.

    “Setelah bertemu apa yang dilakukan Pak?” tanya jaksa.

    “Siapa?” tanya jaksa.

    “Itu si Harun itu. Ngasih tas, dia bilang titip ya. Gitu aja udah,” jawab Nurhasan.

    “Titip untuk dibawa ke mana?” tanya jaksa.

    “Nggak tahu. Saya bawa aja,” jawab Nurhasan.

    “Terus mau aja saudara?” tanya jaksa heran.

    “Iya, nitip ya saya bawa aja,” jawab Nurhasan.

    Dia mengatakan pertemuan dengan Harun itu dilakukan di kawasan Jalan Cut Meutia, Jakarta Pusat. Dia mengatakan dua orang tak dikenal itu mengawasinya dari kejahuan.

    “Terus pada waktu itu orang yang, dua orang tadi gimana?” tanya jaksa.

    “Dia ada di ujung Pak, pas, kan Cut Meutia ada belok,” jawab Nurhasan.

    “Dia nggak menempel dengan saudara ya?” tanya jaksa.

    “Nggak, nggak menempel,” jawab Nurhasan.

    “Dia hanya mengawasi dari kejahuan?” tanya jaksa.

    “Iya, ngawasin saya,” jawab Nurhasan.

    Jaksa mendalami apakah ada pesan Harun saat menitipkan tas laptop tersebut. Nurhasan mengatakan Harun hanya menitipkan agar tas itu dibawa.

    “Terus apa lagi percakapannya selain dia nitip tas laptop, apa lagi percakapannya?” tanya jaksa.

    “Seingat saya itu aja, udah, nitip tas saja,” jawab Nurhasan.

    “Apakah ada penyampaian tas itu untuk diapakan gitu?” tanya jaksa.

    “Nggak, nggak ada Pak, nih titip aja, bilang gitu. Nih nitip ya, gitu,” jawab Nurhasan.

    Nurhasan lalu berjalan pulang usai mendapat titipan tas saat bertemu dengan Harun. Dia menuturkan dua orang tak dikenal itu lalu menghentikannya dan mengambil tas tersebut.

    “Terus selain itu ada komunikasi apa lagi setelah titip tas bagaimana kejadiannya?” tanya jaksa.

    “Udah saya balik Pak. Saya balik ke rumah, terus orang itu berhentiin saya, ngambil tas itu, dibawa tas itu,” jawab Nurhasan.

    Nurhasan mengaku tak membuka tas tersebut. Dia mengatakan tak tahu isi tas yang dititipkan Harun tersebut.

    “Saudara nggak tahu isinya apa?” tanya jaksa.

    “Nggak, ya kan karena bukan milik saya, saya nggak berani Pak,” jawab Nurhasan.

    “Ini hanya perkiraan saudara ya ketika memegang itu, apakah semacam kayak gepokan uang gitu?” tanya jaksa.

    “Wah nggak tahu pak itu, kayaknya nggak,” jawab Nurhasan.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    “Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

    Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    “Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022,” kata jaksa, Jumat (14/3).

    (mib/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini