Kasus: Tipikor

  • KPK Dalami Dugaan Peran Ida Fauziyah dalam Kasus Pemerasan TKA

    KPK Dalami Dugaan Peran Ida Fauziyah dalam Kasus Pemerasan TKA

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk memeriksa Mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah terkait dugaan pemerasan dalam pengurusan penggunaan tenaga kerja asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Saat ini, KPK masih fokus mendalami keterangan dari para saksi yang telah diperiksa.

    “Informasi dan keterangan dari para saksi masih kami dalami dan analisis. Ke depan akan kami lihat seperti apa kebutuhannya. Jadi, kita tunggu saja,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (3/6/2025).

    Menurut Budi, keterangan dari para saksi, khususnya mantan bawahan Ida Fauziyah di Kemenaker, menjadi kunci untuk menentukan perlu atau tidaknya pemeriksaan terhadap mantan Menaker tersebut. KPK akan memeriksa siapa pun yang dianggap relevan dengan perkara pemerasan pengurusan TKA.

    “Sampai saat ini, kami masih mendalami setiap informasi dan keterangan yang disampaikan para saksi dalam pemeriksaan di hadapan penyidik,” tambahnya.

    Sebelumnya, mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kemenaker, Suhartono, juga dimintai keterangan terkait kemungkinan keterlibatan Ida Fauziyah. Namun, ia tidak memberikan jawaban tegas mengenai dugaan keterlibatan sang mantan menteri.

    Menurut Suhartono, praktik dugaan pemerasan TKA bersifat teknis dan dijalankan oleh tim lapangan. “Bukan tidak berurusan, hanya saja pelaksanaannya dilakukan oleh pihak yang memiliki tugas masing-masing,” ucapnya usai diperiksa penyidik KPK, Senin (2/6/2025).

    Suhartono menjabat sebagai Dirjen Binapenta & PKK Kemenaker periode 2020–2023, saat Ida Fauziyah masih menjabat Menaker. Ia mengaku rutin melaporkan berbagai hal, termasuk urusan TKA, dalam rapat pimpinan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada atasan.

    “Setiap rapim pasti ada laporan yang disampaikan kepada pimpinan, termasuk soal TKA,” jelasnya.

    Ia menambahkan, koordinasi dengan Ida Fauziyah lebih banyak dalam konteks reformasi birokrasi, seperti digitalisasi sistem dan penataan kepegawaian. “Itu lebih ke arah perbaikan sistem birokrasi,” tuturnya.

    KPK juga menggeledah tiga lokasi yang berkaitan dengan kasus ini. Dari penggeledahan tersebut, disita uang tunai sebesar Rp 300 juta serta dokumen aliran dana terkait pemerasan TKA. Lokasi yang digeledah meliputi dua kantor agen pengurusan TKA dan satu rumah milik ASN Kemenaker.

    Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa sejumlah pihak dari Kemenaker, termasuk pejabat aktif, mantan pejabat, ASN, dan pegawai. Dugaan sementara, jumlah uang hasil pemerasan mencapai Rp 53 miliar.

    KPK juga menyita 13 kendaraan dari hasil penggeledahan di delapan lokasi pada 20–23 Mei 2025. Kendaraan yang disita terdiri dari 11 mobil dan 2 motor. Lokasi tersebut mencakup kantor Kemenaker dan tujuh rumah lainnya.

    Diketahui, dugaan tindak pidana korupsi dalam pengurusan penempatan TKA ini terjadi pada periode 2020–2023. KPK mulai menyelidiki kasus ini sejak Juni 2024 setelah menerima laporan masyarakat. Pada Mei 2025, KPK menetapkan delapan orang tersangka, meski hingga kini belum mengungkap identitas serta peran mereka ke publik.

  • ASN harus aktif cegah konflik kepentingan

    ASN harus aktif cegah konflik kepentingan

    Menteri PANRB Rini Widyantini saat membuka Workshop Nasional Pencegahan Konflik Kepentingan di Sektor Publik di Jakarta, Selasa (3/6/2025). ANTARA/HO-Humas Kementerian PANRB

    Menteri PANRB: ASN harus aktif cegah konflik kepentingan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 03 Juni 2025 – 21:15 WIB

    Elshinta.com – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini menegaskan bahwa aparatur sipil negara harus mengambil peran aktif dalam mencegah terjadinya konflik kepentingan atau conflict of interest (CoI) di lingkungan pemerintahan.

    “Peran ASN sebagai agen perubahan harus menjadi contoh kepatuhan etika, mendorong edukasi CoI di unit kerja, dan berani melapor jika melihat potensi benturan kepentingan. Kepemimpinan etis dimulai dari kesadaran individu dalam menjaga integritas jabatan,” kata Rini saat membuka Workshop Nasional Pencegahan Konflik Kepentingan di Sektor Publik di Jakarta, Selasa (03/06).

    Rini menekankan bahwa kepemimpinan etis harus dimulai dari kesadaran individu dalam menjaga integritas jabatan.

    Menurutnya, tanpa keterlibatan aktif seluruh ASN, kebijakan pencegahan hanya akan menjadi dokumen administratif belaka.

    Rini menjelaskan bahwa Kementerian PANRB telah menerbitkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 17 Tahun 2024 sebagai langkah strategis untuk mencegah konflik kepentingan dalam birokrasi.

    Dia mengatakan konflik kepentingan merupakan pintu masuk paling umum menuju tindak pidana korupsi. Masalah ini tidak hanya merusak keputusan publik, tetapi juga melemahkan netralitas birokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.

    “Pencegahan konflik kepentingan bukan semata soal aturan, tetapi pembentukan karakter birokrasi yang berani berlaku adil bahkan saat tidak ada yang mengawasi,” ujarnya.

    Rini menambahkan banyak titik rawan yang harus diawasi, seperti dalam proses pengadaan barang dan jasa, perizinan, hingga promosi jabatan.

    Kajian dari sejumlah lembaga internasional, seperti Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), UNODC, Transparency International, dan European Commission menunjukkan bahwa ketika tidak ditangani secara sistemik, konflik kepentingan dapat merusak proses kebijakan dan pelayanan publik meskipun tidak selalu melanggar hukum.

    Berdasarkan survei dari Transparency International, lebih dari 60 persen kasus korupsi bermula dari konflik kepentingan. Hanya delapan negara OECD yang memiliki sistem verifikasi CoI yang aktif.

    Namun, hanya sedikit negara, termasuk Indonesia, yang telah memiliki sistem verifikasi dan pelaporan yang memadai.

    Untuk itu, Rini mengatakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, pemerintah digital didorong tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan efisiensi layanan, tetapi juga untuk memperkuat integritas pembangunan.

    “Melalui sistem yang transparan dan terintegrasi, mulai dari pengelolaan data, pengadaan, perizinan, hingga pelayanan publik, kita membangun tata kelola yang meminimalkan ruang intervensi pribadi dan mengurangi potensi konflik kepentingan lintas program nasional,” jelas Rini.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam kesempatan itu kemudian menjelaskan mengenai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dijalankan untuk menekan potensi CoI.

    “Trisula pemberantasan korupsi KPK terdiri dari tiga komponen utama, yaitu pendidikan, pencegahan, dan penindakan,” ujar Setyo.

    Ia menjelaskan Peraturan Menteri PANRB Nomor 17 Tahun 2024 merupakan salah satu instrumen penting dalam upaya pencegahan CoI.

    Setyo mendorong seluruh ASN mempelajari dan memedomani aturan tersebut agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.

    Sumber : Antara

  • Terima Uang Pelicin Rp3,5 Miliar, Pejabat Dinas PU Bina Marga Ditahan Kejati Jatim

    Terima Uang Pelicin Rp3,5 Miliar, Pejabat Dinas PU Bina Marga Ditahan Kejati Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Kepala Bidang Jalan dan Jembatan pada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya, GSP ditahan oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

    Penyidik menemukan bukti kuat bahwa Tersangka terlibat dalam penerimaan
    gratifikasi dari kontraktor proyek pemerintah. Tak tanggung-tanggung, uang pelicin yang dikantongi Tersangka sebesar Rp3,5 miliar.

    Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, HB Siregar mengatakan, pihaknya sebelum menetapkan GSP sebagai tersangka sudah memeriksa 32 saksi. Dari saksi-saksi itulah, penyidik kemudian menetapkan GSP sebagai Tersangka.

    “Penyidikan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, dan dari hasil pemeriksaan, GSP diketahui menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sejak tahun 2016 hingga 2022,” ujar HB Siregar, Selasa (3/6/2025) malam.

    Dijelaskan Aspidus, dugaan korupsi bermula dari penerimaan uang Rp3,6 miliar yang seharusnya dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai aturan yang berlaku. Namun, GSP tidak melaksanakan kewajiban tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan.

    Lebih lanjut, hasil penyelidikan mengungkap bahwa dana tersebut telah disamarkan melalui penyetoran ke rekening pribadi BCA milik GSP sebelum akhirnya dialihkan ke bentuk deposito serta investasi sukuk.

    “Walaupun tidak ditemukan kerugian negara dalam perkara ini, GSP tetap menerima gratifikasi dalam jumlah besar dan kemudian mengalihkannya ke bentuk investasi,” imbuhnya.

    Perbuatan ini dinilai melanggar Pasal 12B junto Pasal 12C junto Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, ia juga diduga melanggar Pasal 3 junto Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 terkait Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

    Sebagai tindak lanjut, penyidik menerbitkan Surat Perintah Penahanan Nomor Print-804/M.5/FD.2/06/2025, berlaku selama 20 hari sejak 3 Juni 2025. Saat ini, GSP ditahan di Rumah Tahanan Kelas 1 Surabaya. [uci/ian]

  • Termasuk Mantan Asisten Setda, Kejari Blitar Tetapkan 5 Tersangka Korupsi Proyek Ipal Senilai Rp1,6 Miliar

    Termasuk Mantan Asisten Setda, Kejari Blitar Tetapkan 5 Tersangka Korupsi Proyek Ipal Senilai Rp1,6 Miliar

    Blitar (beritajatim.com) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Blitar menetapkan 5 tersangka baru, dalam kasus korupsi proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tahun 2022 senilai Rp1,6 miliar. Dari 5 orang tersangka tersebut di antaranya adalah bakal Calon Wali Kota (Bacawali) Blitar pada Pilkada 2024 kemarin yakni Suharyono.

    Suharyono pada tahun 2022 lalu menjabat sebagai kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Blitar. Terakhir sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Suharyono menjabat Asisten Bidang Pembangunan dan Umum Sekda Kota Blitar.

    Kajari Kota Blitar, Baringin menjelaskan bahwa tim penyidik telah memiliki bukti permulaan yang cukup, menetapkan 5 tersangka baru, dalam perkara IPAL, penambahan sambungan rumah, pembangunan tangki komunal dan jasa tenaga fasilitator lapangan (TFL) tahun 2022 di Kota Blitar.

    “Kelima tersangka baru antara lain, inisial TK Ketua KSM Wiroyudan, AW Ketua KSM Turi Bangkit, MH Ketua KSM Mayang Makmur 2, HK Ketua KSM Ndaya’an dan SY selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA),” ujar Baringin, Selasa (3/6/2025).

    Lebih lanjut dijelaskan Baringin, kegiatan tersebut berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun 2022, dengan total anggaran Rp1,6 miliar. Dengan kegiatan meliputi, pembangunan IPAL di Kelurahan Kepanjenlor oleh Tim Pelaksana Swakelola Kelompok Swadaya Masyarakat (TPS-KSM) Wiroyudan yang diketuai tersangka TK berupa belanja hibah sebesar Rp478,78 juta.

    Kemudian penambahan saluran rumah di Kelurahan Kauman oleh TPS-KSM Ndaya’an, diketuai tersangka HK sebesar Rp125 juta. Lalu pembangunan tangki septik komunal di Kelurahan Turi oleh TPS-KSM Turi Bangkit, dengan ketua tersangka AW senilai Rp400 juta. Kegiatan sama di Kelurahan Sukorejo oleh TPS-KSM Mayang Makmur 2, diketuai tersangka MH (Mastur Hudi) yang kini menjabat Plt Lurah Sukorejo senilai Rp400 juta.

    “Serta jasa TFL sebesar Rp24 juta untuk tiap sub kegiatan, sementara sub kegiatan ada tiga sehingga totalnya Rp72 juta,” jelasnya.

    Selanjutnya dalam program pengelolaan dan pengembangan sistem air limbah domestik Kota Blitar, yang bersumber dari DAK Fisik Bidang Perumahan dan Permukiman Tahun Anggaran 2022. Tersangka SY selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan PPK pada Dinas PUPR, terang Baringin telah melakukan penunjukan langsung TFL teknis dan pemberdayaan.

    “Kepada terdakwa GTH, MJ dan tersangka YES tanpa melalui proses seleksi secara terbuka. Serta menentukan lokasi pekerjaan fisik berdasarkan usulan, tanpa seleksi lokasi partisipatif dan menentukan lahan yang tidak sesuai kriteria,” terangnya.

    Kemudian membuat SK Kepala Dinas PUPR tentang pembentukan TPS-KSM, tanpa panitia pemilihan serta kajian kepemimpinan. Serta tidak melakukan pengecekan kebenaran/verifikasi, atas kesesuaian hasil pekerjaan 100%.

    Bahkan dalam mekanisme pencairan dan pengelolaan anggaran, keempat tersangka selaku ketua TPS-KSM tidak melibatkan bendahara. Tapi melimpahkan tanggung jawab pelaksanaan pembuatan dokumen RKM, RAB, DED dan LPJ kepada terdakwa GTH dan MJ serta tersangka YES serta tidak melakukan pengecekan kebenaran/validasi atas dokumen tersebut.

    “Empat ketua TPS-KSM juga memberikan nota kosong kepada terdakwa GTH, MJ dan tersangka YES untuk pembuatan LPJ. Serta tidak melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai ketua TPS-KSM,” lanjutnya.

    Atas perbuatan para tersangka tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp.553 juta, dengan rincian kerugian akibat kekurangan volume pekerjaan Rp481 juta dan jasa TFL Rp72 juta.

    Ditambahkan Baringin, dari 5 tersangka baru yang ditetapkan hari ini. Tiga orang yang datang, yaitu SY, MH dan TK sedangkan 2 orang lainnya AW dan HK tidak menghadiri panggilan pemeriksaan oleh kejaksaan.

    “Selanjutnya tiga tersangka yang hadir, langsung ditahan 20 hari ke depan di Lapas Kelas II B Blitar,” pungkasnya.

    Sementara itu, penasihat hukum tersangka Suharyono, Supriarno yang hadir di Kantor Kejari Kota Blitar mengatakan akan mempelajari dulu perkara kliennya apakah penetapan tersangka dan penahanan ini sudah sesuai aturan yang ada.

    “Karena belum pernah diperiksa sebagai tersangka, tapi langsung ditahan,” ujar Supriarno.

    Apakah akan menempuh upaya praperadilan, menurutnya kemungkinan itu ada tapi akan dipelajari dan dikoordinasikan dengan kliennya imbuhnya.

    Dengan menetapkan 5 tersangka baru kasus korupsi IPAL ini, berarti total sudah ada 7 orang yang terlibat. Dimana sebelumnya, Kejari Kota Blitar telah menetapkan 2 orang tersangka dari TFL yaitu GTH dan MJ, yang kini sudah menjadi terdakwa di persidangan Pengadilan Tipikor Surabaya. (owi/ian)

  • Kajari Jakbar Ngaku Kumpulkan Perwakilan Korban Investasi Bodong demi Transparansi Pengembalian Barang Bukti
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Juni 2025

    Kajari Jakbar Ngaku Kumpulkan Perwakilan Korban Investasi Bodong demi Transparansi Pengembalian Barang Bukti Nasional 3 Juni 2025

    Kajari Jakbar Ngaku Kumpulkan Perwakilan Korban Investasi Bodong demi Transparansi Pengembalian Barang Bukti
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar),
    Hendri Antoro
    , membantah mengumpulkan perwakilan korban
    investasi bodong

    Robot Trading Fahrenheit
    di ruang kerjanya, melainkan di ruang tunggu Kajari.
    Pernyataan ini Hendri sampaikan saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi penilapan atau pemerasan barang bukti korban investasi bodong senilai Rp 11,7 miliar yang menjerat eks Jaksa
    Kejari Jakbar
    , Azam Akhmad Akhsya, Selasa (3/6/2025).
    Dalam persidangan itu, jaksa penuntut umum mengonfirmasi apakah betul Hendri mengumpulkan para perwakilan korban investasi bodong setelah putusan inkracht.
    “Ada bapak mengumpulkan pihak-pihak yang disebutkan dalam putusan, di antaranya Bonifasius?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa.
    “Iya ada, Ibu,” jawab Hendri.
    Menurut Hendri, pihaknya mengumpulkan para perwakilan korban dengan tujuan agar eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA), yakni menyangkut pengembalian barang bukti kepada korban, berlangsung efektif dan transparan.
    Ia mengaku meminta Pelaksana Tugas Kepala Seksi Pidana Umum (Plt Kasi Pidum) Kejari Jakbar segera memanggil pihak terkait.
    Namun, tidak semua pihak terkait bisa datang pada waktu yang bersamaan.
    “Sekali lagi demi transparansi, kami mengumpulkan bukan di ruang saya, tapi di ruang tunggu Kajari di depan sekretariat,” ujar Hendri.
    Pada pertemuan itu, Hendri juga meminta Kasubag yang membawahi bendahara untuk datang.
    Selain itu, untuk berhati-hati, pihaknya juga meminta customer service (CS) bank terkait hadir secara virtual untuk memandu pelaksanaan eksekusi pengembalian dana barang bukti berupa uang dan aset.
    “Menggeser ke rekening yang bersangkutan melalui token, kami tidak ingin keliru sedikit pun,” ujar Hendri.
    Dalam perkara ini, Azam didakwa menilap uang pengembalian kasus investasi bodong tersebut sebesar Rp 11,7 miliar.
    Menurut jaksa, Azam menggunakan kedudukannya untuk mengambil uang itu secara paksa dari barang bukti kasus investasi bodong Robot Trading Fahrenheit yang seharusnya dikembalikan kepada korban.
    Azam yang menjadi jaksa dalam kasus investasi bodong itu justru menyalahgunakan wewenang (memeras) untuk menguntungkan diri sendiri.
     
    Ia diduga berkongsi dengan pengacara korban investasi bodong guna mengambil barang bukti berupa uang yang seharusnya dikembalikan.
    Dalam surat dakwaannya, jaksa menyebut Azam membagikan uang korupsinya sebesar Rp 300 juta kepada eks Plh Kasi Pidum Dody Gazali.
    Kemudian, Rp 500 juta kepada Kepala Kejari Jakbar, Hendri Antoro; Rp 500 juta kepada eks Kepala Kejari Jakbar, Iwan Ginting; dan Rp 450 juta kepada eks Kasi Pidum, Sunarto.
    Lalu, Rp 300 juta untuk eks Kasi Pidum Kejari Jakbar; Rp 200 juta untuk Kasubsi Pratut Kejari Jakbar, Baroto; staf Kejari Jakbar Rp 150 juta, dan lainnya.
    Ditemui usai persidangan, Hendri membantah menerima aliran uang panas tersebut.
    “Enggak benar itu,” kata Hendri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Dalami Peran Dirut Sritex Iwan Kurniawan Lukminto di Proses Pengajuan Kredit
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Juni 2025

    Kejagung Dalami Peran Dirut Sritex Iwan Kurniawan Lukminto di Proses Pengajuan Kredit Nasional 3 Juni 2025

    Kejagung Dalami Peran Dirut Sritex Iwan Kurniawan Lukminto di Proses Pengajuan Kredit
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –

    Kejaksaan Agung
    tengah mendalami peran Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (
    Sritex
    )
    Iwan Kurniawan
    Lukminto (IKL) dalam hal pengajuan kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah.
    Seperti yang diketahui, permintaan kredit ini berujung pada
    kredit macet
    per Oktober 2024 yang mencapai Rp 3,58 triliun.
    “Bagaimana pengetahuan yang bersangkutan terhadap perkara ini dan peran dari tiga orang tersangka termasuk peran yang bersangkutan dalam kapasitas sebagai wakil direktur utama,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar saat ditemui di Gedung Penkum Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (3/6/2025).
    Harli mengatakan, berdasarkan data manajemen Sritex, sebelum menjabat sebagai direktur utama, Iwan Kurniawan diketahui menjabat sebagai wakil direktur utama, tepatnya pada periode 2014-2023.
    Saat itu, Iwan Setiawan Lukminto menjabat sebagai direktur utama Sritex.
    Kini, Iwan Setiawan telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit.
    Harli mengatakan, ada beberapa hal yang didalami penyidik saat memeriksa Iwan Kurniawan.
    Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan proses pengajuan kredit Sritex kepada pihak bank.
    “Tentu nanti akan dikaji didalami bagaimana peran yang bersangkutan itu terhadap ketaatannya akan prosedur dan mekanisme pengajuan kredit dan pengetahuan yang bersangkutan terhadap pengelolaan perusahaan itu sendiri,” lanjut Harli.
    Selain itu, penyidik juga mendalami terkait pengetahuan Iwan Kurniawan terhadap pengelolaan kredit yang diberikan di tahun 2020 ini.
    Termasuk, ada tidaknya peran Iwan Kurniawan dalam pemufakatan jahat yang dilakukan tiga tersangka lainnya yang sudah lebih dahulu diungkap oleh penyidik.
    “Untuk saat ini, tentu penyidik akan lebih fokus terhadap bagaimana pengetahuan yang bersangkutan terhadap perbuatan tiga tersangka ya, apalagi terkait dengan mantan direktur utama yang sekarang sudah dinyatakan tersangka dan ditahan,” kata Harli lagi.
    Penyidik diketahui telah memeriksa Iwan Kurniawan pada Senin (2/6/2025).
    Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi pemberian kredit.
    Selain dua pihak bank yang disebutkan, Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
    Angka pinjaman dari BJB dan Bank DKI mencapai Rp 692 miliar dan telah ditetapkan sebagai kerugian keuangan negara karena macet pembayaran.
    Hingga saat ini, Sritex tidak dapat melakukan pembayaran karena sudah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024 lalu.
    Namun, berdasarkan konstruksi kasus, Sritex memiliki total kredit macet hingga Rp 3,58 triliun.
    Angka ini didapat dari pemberian kredit kepada sejumlah bank daerah dan bank pemerintah lain yang dasar pemberian kreditnya masih ditelusuri oleh penyidik.
    Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) diketahui memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800.
    Sementara, Himpunan Bank Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI juga memberikan kredit dengan total keseluruhan kredit mencapai Rp 2,5 triliun.
    Status kedua bank ini masih sebatas saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang sudah ditemukan ada tindakan melawan hukumnya.
    Atas tindakannya, para tersangka telah melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
    Mereka juga langsung ditahan di rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk kebutuhan penyidikan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nadiem Makarim di Pusaran Kasus Pengadaan Laptop Chromebook Rp9,9 Triliun

    Nadiem Makarim di Pusaran Kasus Pengadaan Laptop Chromebook Rp9,9 Triliun

    Bisnis com, JAKARTA — Nama mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim tengah disorot oleh publik lantaran kementerian yang sempat dipimpinnya tengah tersandung kasus dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022.

    Kasus Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemenbud Ristek) itu saat ini tengah diusut oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung RI).

    Berdasarkan kronologinya, kasus ini bermula saat Kemendikbud Ristek tengah menyusun rencana bantuan peralatan teknologi informasi komputer (TIK) di SD, SMP, dan SMA pada 2020. Bantuan itu termasuk dalam program digitalisasi pendidikan Kemenbudristek yang salah satunya melalui pengadaan laptop berjenis Chromebook.

    Berdasarkan pengalaman uji coba pengadaan 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kementerian Dikbudristek sebelumnya pada 2018 hingga 2019 telah ditemukan berbagai kendala.

    Kendala itu di antaranya Chromebook hanya dapat efektif digunakan apabila terdapat jaringan internet. Sebaliknya, kondisi jaringan internet di Indonesia saat ini masih belum merata, sehingga pengguna perangkat itu justru tidak efektif.

    “Akibatnya penggunaan Chromebook sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan Asesmen Kompetensi Minimal pada satuan Pendidikan berjalan tidak efektif,” ujar Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (3/6/2025).

    Berbekal pengalaman itu, tim teknis perencanaan pembuatan kajian pengadaan peralatan TIK telah merekomendasikan agar pengadaan perangkat elektronik ini menggunakan spesifikasi OS Windows.

    Hanya saja, Kemenbudristek malah mengganti rekomendasi kajian pertama atau buku putih itu dengan kajian baru. Alhasil, pengadaannya masih menggunakan spesifikasi Operating System (OS) Chrome/Chromebook.

    Berdasarkan uraian peristiwa ini dan diperkuat oleh keterangan saksi dan alat bukti, penyidik Korps Adhyaksa telah menemukan dugaan tindak pidana korupsi berupa persekongkolan atau pemufakatan jahat. Alhasil, perkara ini telah naik ke penyidikan.

    Adapun, total nilai pengadaan bantuan TIK Kemendikbudristek ini mencapai Rp9,9 triliun. Perinciannya, anggaran pengadaan 2020-2022 mencapai Rp3,58 triliun dan dana alokasi khusus Rp6,39 triliun.

    Nadiem Makarim Belum Diperiksa

    Nadiem yang sempat menjabat sebagai Mendikbudristek periode 2019-2024 dinilai setidaknya memiliki informasi berkaitan dengan pengadaan tersebut.

    Namun demikian, penyidik korps Adhyaksa menyatakan masih belum berencana untuk memanggil Founder Gojek itu untuk dimintai keterangannya dalam perkara ini.

    “Kalau penyidik menganggap perlu dan dipanggil kita akan sampaikan ya, saat ini belum,” ujar Harli.

    Namun demikian, Harli menyampaikan bahwa saat ini pihaknya masih berfokus pada pemeriksaan 28 saksi. Dari puluhan saksi itu, penyidik akan segera menentukan pihak atau tersangka yang harus bertanggung jawab atas kasus tersebut.

    “Dari 28 orang itu bahwa dalam satu minggu ini akan didalami terus untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab terhadap dugaan tindak pidana ini,” imbuh Harli.

    Tiga Kediaman Anak Buah Nadiem Digeledah

    Selain itu, penyidik Jampidsus Kejagung juga telah melakukan penggeledahan terhadap tiga kediaman Stafsus eks Mendikbudristek Nadiem Makarim yang berada di Jakarta Selatan.

    Penggeledahan itu berlangsung di dua hari yang berbeda, pertama di kediaman Fiona Handayani dan Juris Stan pada Rabu (21/5/2025).

    Kediaman Fion Handayani yang digeledah berlokasi di Apartemen Kuningan Place, sementara kediaman Juris berlokasi di Ciputra World 2.

    Selang dua hari dari penggeledahan itu, Kejagung kembali menggeledah kediaman Stafsus Nadiem yang merangkap sebagai tenaga teknis, yaitu Ibrahim di Cilandak.

    Adapun, dari penggeledahan itu penyidik telah menyita barang bukti elektronik dan sejumlah dokumen yang diduga terkait dengan perkara yang ada.

    Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq menyatakan pihaknya menghormati setiap proses yang ada di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.

    “Kami menghormati proses yang sedang dilakukan oleh Kejaksaan Agung,” tuturnya di Hotel Movenpick, Jakarta, pada Rabu (28/5/2025).

    Dia turut menegaskan bahwa program pengadaan chromebook juga sudah selesai pada era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim.

    “Itu sudah berhenti di era Menteri yang sebelumnya. Sekarang kita sudah fokus dengan bidang-bidang yang lain,” pungkasnya.

  • Jurist Tan Eks Stafsus Nadiem Diperiksa Kejagung Besok?

    Jurist Tan Eks Stafsus Nadiem Diperiksa Kejagung Besok?

    GELORA.CO – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) dikabarkan akan memeriksa Jurist Tan (JT), mantan staf khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, pada Selasa besok (3/6/2025).

    Informasi yang diterima tim redaksi Inilah.com menyebutkan bahwa pemanggilan Jurist dijadwalkan berlangsung di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan.

    Menanggapi kabar tersebut, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengaku belum memperoleh informasi dari penyidik.

    “Itu belum ada info,” kata Harli saat dihubungi Inilah.com, Senin (2/6/2025).

    Sementara itu, Harli membenarkan bahwa Fiona Handayani (FH), mantan staf khusus Nadiem Makarim lainnya, dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Senin (2/6/2025) hari ini.

    “FH dijadwal diperiksa hari ini,” ujar Harli.

    Fiona diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome atau Chromebook. Namun, Harli menyatakan bahwa dirinya belum mendapat kepastian mengenai kehadiran Fiona dalam pemeriksaan.

    “Tapi kita belum ada info apakah hadir atau tidak,” ujarnya.

    Apartemen Jurist Tan dan Fiona Digeledah

    Sebelumnya, sebagai bagian dari proses penyidikan, penyidik Jampidsus telah menggeledah dua unit apartemen yang diduga milik Fiona Handayani dan Jurist Tan pada Rabu (21/5/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita 24 barang bukti, terdiri dari sembilan barang elektronik dan 15 dokumen, termasuk laptop, ponsel, serta buku agenda.

    Untuk diketahui, penyidik Kejagung telah menaikkan status perkara dugaan korupsi dalam pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek periode 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Proyek ini berlangsung saat Nadiem Makarim menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

    Dalam konstruksi perkara yang dijelaskan Harli, disebutkan bahwa pada tahun 2020 Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) bagi satuan pendidikan dasar hingga menengah untuk mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).

    Berdasarkan uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019, ditemukan sejumlah kendala. Salah satunya, perangkat hanya berfungsi optimal jika didukung jaringan internet yang stabil, sementara infrastruktur internet di banyak wilayah Indonesia saat itu belum merata. Akibatnya, penggunaan Chromebook dinilai tidak efektif untuk mendukung pelaksanaan AKM.

    Kajian awal dalam Buku Putih merekomendasikan penggunaan laptop berbasis sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi itu kemudian berubah melalui kajian baru yang mendorong penggunaan sistem operasi Chrome/Chromebook—yang diduga tidak mencerminkan kebutuhan nyata di lapangan.

    Berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti, penyidik menemukan dugaan persekongkolan atau permufakatan jahat. Tim teknis baru diduga diarahkan untuk menyusun kajian teknis yang mengunggulkan Chromebook, bukan berdasarkan kebutuhan aktual untuk pelaksanaan AKM maupun kegiatan belajar-mengajar.

    Akibat perubahan arah kebijakan tersebut, Kemendikbudristek menganggarkan belanja pengadaan TIK untuk tahun anggaran 2020–2022 sebesar Rp3,58 triliun. Ditambah dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6,39 triliun, total anggaran pengadaan mencapai Rp9,98 triliun.

    “Berdasarkan uraian peristiwa tersebut, Tim Penyidik telah menemukan suatu peristiwa tindak pidana korupsi. Sehingga Tim Penyidik pada JAM PIDSUS menaikkan status penanganan perkara dugaan korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Dikbudristek) dalam Program Digitalisasi Pendidikan Tahun 2019–2022 dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan,” jelas Harli dalam keterangan tertulis, Senin (26/5/2025).

  • Komdigi Pastikan Proyek Pusat Data Nasional Jalan Terus, Ini Jadwalnya

    Komdigi Pastikan Proyek Pusat Data Nasional Jalan Terus, Ini Jadwalnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memastikan proyek Pusat Data Nasional (PDN) tetap berlanjut meski ada kasus tindak pidana korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).

    Staf Khusus Menteri bidang Komunikasi dan Politik Kementerian Komdigi Arnanto Nurprabowo membocorkan kapan PDN akan diresmikan.

    “Yang jelas sesegera mungkin,” ucapnya kepada wartawan pada Senin (2/6/2025).

    Lebih lanjut Arnanto mengatakan, saat ini PDN dalam tahap melengkapi standar layak operasi.

    Ia juga mengatakan Menteri Komdigi Meutya Hafid pun akan mengadakan acara di PDN Cikarang dalam waktu dekat.

    Terkait korupsi PDNS, imbuh dia, Kementerian Komdigi menyerahkan proses hukum ke pihak berwajib.

    “Kalau terkait kelanjutannya sudah ranah hukum, kita ikuti aturan yang berlaku saja dari aparat penegak hukum,” ucapnya.

    Sebelumnya, setelah sempat beberapa kali ditunda, Kementerian Komunikasi dan Digital memastikan uji coba Pusat Data Nasional I (PDN I) pada Juni 2025. Ini dilakukan setelah serah terima Maret 2025 dan masuk tahap asesmen keamanan serta operasional Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

    “PDN adalah fondasi penting dalam memperkuat ekosistem digital pemerintahan. Kami bekerja sama dengan Bappenas dan kementerian terkait untuk memastikan sistem yang terintegrasi dan berkelanjutan,” ujar Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, dalam keterangan resminya dikutip Senin (5/5/2025).

    Proyek PDN termasuk dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden dan 17 program prioritas nasional, dengan fokus utama meningkatkan akurasi dan akuntabilitas penyaluran bansos digital.

    Sebagai informasi, Mantan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024, Semuel Abrijani Pangerapan ditetapkan jadi salah satu tersangka dugaan korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2020-2024. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut.

    Selain Semuel, ada juga Bambang Dwi Anggono (BDA), selaku Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah Pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023. Berikutnya Nova Zanda atau NZ, merupakan penjabat membuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 sampai dengan 2024.

    Tersangka keempat adalah Alfi Asman (AA) selaku Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023. Terakhir bernama Pini Panggar Agusti (PPA) selaku Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).

    (dce)

  • Eks Dirjen Binapenta Diperiksa KPK Terkait Peras TKA Rp 53 Miliar

    Eks Dirjen Binapenta Diperiksa KPK Terkait Peras TKA Rp 53 Miliar

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) 2020-2023 Suhartono hari ini diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

    Suhartono menjalani pemeriksaan selama 2 jam sejak pukul 13.42 WIB hingga 15.35 WIB dan dicecar delapan pertanyaan oleh penyidik terkait kasus pemerasan tenaga kerja asing (TKA) senilai Rp 53 miliar. 

    “Cuma sekitar delapan atau berapa masih normatif gitu,” ujar Suhartono seusai diperiksa penyidik KPK, Senin (2/6/2025).

    Suhartono enggan membeberkan secara detail hal-hal disampaikan ke penyidik KPK. Dia mengaku pertanyaan penyidik KPK lebih bersifat konfirmasi atas kasus peras TKA di Kemenaker dan konfirmasi atas hasil  penggeledahan di kantor Kemenaker.

    “Hanya konfirmasi-konfirmasi saja,” kata Suhartono.

    Dia mempersilakan wartawan untuk bertanya ke KPK soal materi pemeriksaannya. Termasuk, kata dia, soal statusnya apakah sudah menjadi tersangka atau masih saksi.

    “Coba nanti tanyakan KPK, ini kan proses hukum nih, coba nanti tanyakan dengan penyidik KPK,” pungkas Suhartono.

    Selain Suhartono, KPK juga memeriksa tiga saksi lainnya terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengurusan rencana penggunaan TKA di Kemenaker pada hari ini. Salah satu di antaranya adalah staf ahli bidang hubungan internasional Menteri Ketenagakerjaan Haryanto. 

    Haryanto diperiksa dalam kapasitas sebagai dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025 dan direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) periode 2019-2024. 

    KPK juga menjadwalkan pemeriksaan dua saksi lainnya, yakni Fitriana Susilowati selaku pengantar kerja ahli madya Kemenaker dan Rizky Junianto selaku koordinator Bidang Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Kementerian Ketenagakerjaan periode September 2024-2025.

    Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa sejumlah pihak dari Kemenaker baik itu eks pejabat, pejabat, ASN dan pegawai Kemenaker, termasuk Haryanto. Hari ini, Haryanto diperiksa untuk kedua kalinya.

    Berdasarkan perhitungan sementara, uang yang dikumpulkan dari tindakan pemerasan di Kemenaker tersebut mencapai Rp 53 miliar. Selama kasus ini, KPK juga telah menyita 13 kendaraan dari penggeledahan di 8 lokasi yang terdiri dari 11 kendaraan roda empat atau mobil dan 2 kendaraan roda dua atau motor. 

    Penggelapan ini berlangsung sejak 20 hingga 23 Mei 2025. Delapan lokasi penggeledahan tersebut terdiri dari kantor Kemenaker dan tujuh rumah.

    Diketahui, kasus dugaan korupsi pengurusan penempatan TKA ini terjadi pada periode 2020-2023. KPK baru mulai melakukan penyelidikan atas kasus ini pada Juni 2024 berdasarkan laporan dari masyarakat. 

    Pada Mei 2025, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka atas kasus ini. Hingga saat ini, KPK belum mengekspose nama-nama, identitas serta peran para tersangka dalam kasus korupsi tersebut.