Kasus: Tipikor

  • Sudah Dicegah ke Luar Negeri, Dirut Sritex Besok Diperiksa Kejagung

    Sudah Dicegah ke Luar Negeri, Dirut Sritex Besok Diperiksa Kejagung

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kejaksaan Agung (Kejagung) akan kembali memanggil dan memeriksa Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) sebagai saksi. Pemeriksaan akan dilakukan besok Selasa (10/6/2025).

    “Sesuai jadwal rencananya besok pemeriksaan lanjutan untuk IKL selaku Dirut Sritex sebagai saksi,” ungkap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar saat dihubungi CNBC Indonesia, Senin (9/6/2025).

    Mengenai status Iwan Kurniawan Lukminto, Kejagung sudah menetapkan yang bersangkutan sudah dicegah pergi ke luar negeri.

    “Yang bersangkutan sudah dicegah ke luar negeri sejak 19 Mei 2025,” sebutnya.

    Sebelumnya, Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) diperiksa Kejaksaan Agung pada Senin (2/6/2025). Selain IKL, ada 6 saksi lainnya yang juga diperiksa oleh Kejagung.

    Harli menjelaskan pemanggilan serta pemeriksaan Iwan Kurniawan Lukminto diperlukan untuk menggali informasi perkara kasus tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJBB) dan PT Bank DKI Jakarta kepada Sritex dan entitas anak usaha yang ada di bawahnya yang menyeret 3 tersangka, salah satunya Iwan Setiawan Lukminto yang menjabat sebagai Komisaris Utama Sritex. Lantas apakah yang bersangkutan terlibat?

    Foto: Iwan Kurniawan Lukminto . (Detikcom)
    Iwan Kurniawan Lukminto . (Detikcom)

    “Nah, kalau soal terlibat tidak terlibat inilah proses penyidikan. Makanya penyidik merasa perlu dan ini menjadi kebutuhan dari penyidikan untuk memanggil dan memeriksa yang bersangkutan,” ungkap Harli dalam keterangannya.

    Iwan Kurniawan Lukminto yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama Sritex dan sebelumnya merupakan Dirut anak usaha Sritex dianggap memiliki peran strategis. Oleh karena itu, Kejagung menganggap pemeriksaan kepada dirinya sangat penting untuk mengetahui proses pengajuan serta pemberikan kredit bank baik milik pemerintah maupun pemerintah daerah.

    “Tentu nanti akan dikaji didalami bagaimana peran yang bersangkutan itu terhadap ketaatannya akan prosedur dan mekanisme pengajuan kredit dan pengetahuan yang bersangkutan terhadap pengelolaan perusahaan itu sendiri,” sebutnya.

    Hal ini yang tengah diselidiki penyidik Kejagung. Lantas apakah nanti penyidik menemukan keterlibatan yang bersangkutan dalam perkara kasus korupsi pemberian kredit bank maka akan segera diumumkan.

    “Nah jika misalnya bahwa dalam perkembangannya ya penyidik menemukan ada unsur-unsur perbuatan melalui hukum disana, ada peran yang bersangkutan bahwa termasuk yang bersangkutan melakukan perbuatan melawan hukum, tentu perkembangan nanti akan kita lihat seperti apa sikap penyidiknya,” tegasnya.

    “Tapi untuk saat ini tentu penyidik akan lebih fokus terhadap bagaimana pengetahuan yang bersangkutan terhadap perbuatan tiga tersangka ya, apalagi terkait dengan mantan direktur utama (Iwan Setiawan Lukminto) yang sekarang sudah dinyatakan tersangka dan ditahan,” jelasnya.

    Ini dia 7 saksi yang diperiksa Kejagung Senin lalu:

    HP selaku Kepala Sub Divisi Commercial Banking Bank BPD Jateng
    DP selaku Perseroan Pengurus CV Prima Karya
    AZ selaku Legal Tim Hadiputranto Hadinoto & Partners tahun 2007 sampai dengan 2017
    LW selaku Direktur PT Adikencana Mahkota Buana
    APS selaku Direktur PT Yogyakarta Textile
    IKL selaku Direktur Utama PT Sinar Pantja Djaja, PT Biratex Industri, PT Primayuda Mandiri Jaya
    AH selaku Direktur PT Perusahaan Dagang

    (wur/wur)

  • KPK Dalami Dugaan Gratifikasi di Tingkat Menteri Sejak Era Cak Imin hingga Ida Fauziyah di Kemnaker

    KPK Dalami Dugaan Gratifikasi di Tingkat Menteri Sejak Era Cak Imin hingga Ida Fauziyah di Kemnaker

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku masih melakukan pendalaman terkait dugaan penerimaan gratifikasi terhadap calon Tenaga Kerja Asing (TKA). 

    Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo alias Busok mengatakan, tim penyidik akan melakukan klarifikasi kepada menteri-menteri di era terjadinya tindak pidana korupsi, yaitu sekitar 2012-2024, di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

    “Ini adalah gratifikasinya diterima secara berjenjang. Apakah ada petunjuk ke arah yang paling atas di kementerian tersebut? Sedang kami perdalam dalam proses penyidikan,” kata Busok seperti dikutip RMOL, Senin, 9 Juni 2025.

    Busok memastikan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan dan pendalaman keterlibatan hingga ke pejabat paling atas di Kemnaker. 

    “Itu akan pasti kami laksanakan. Tentu akan kami klarifikasi itu semua terkait dengan temuan-temuan kami pada proses penggeledahan yang telah kami laksanakan. Untuk dugaan pasti kami akan menduga hal tersebut, dan tentunya akan kita buktikan nanti dengan alat-alat bukti yang kita temukan dalam proses penyidikan,” tutur Busok.

    Busok mengakui, bahwa terjadinya tindak pidana korupsi di Kemnaker ini bukan baru terjadi pada 2019, melainkan sudah berlangsung sejak 13 tahun yang lalu.

    “Praktik ini bukan dari 2019. Dari hasil proses pemeriksaan yang kami laksanakan, KPK laksanakan, bahwa memang praktik ini sudah berlangsung sejak tahun 2012,” pungkas Busok.

    Seperti diketahui, Menaker yang menjabat sejak 2012-2024, yakni Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang sudah menjabat sejak 2009-2024, lalu ada Hanif Dhakiri sejak 2014-2019, dilanjutkan Ida Fauziyah sejak 2019-2024.

    Pada Kamis, 5 Juni 2025, KPK secara resmi mengumumkan identitas delapan orang tersangka dalam perkara dugaan korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan TKA (RPTKA) di Kemnaker.

    Mereka yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Suhartono (SH) selaku Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) tahun 2020-2023, Haryanto (HY) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) tahun 2019-2024 yang juga Dirjen Binapenta dan PKK tahun 2024-2025.

    Selanjutnya, Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur PPTKA tahun 2017-2019, Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA tahun 2020-Juli 2024 yang juga Direktur PPTKA tahun 2024-2025, Gatot Widiartono (GW) selaku Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Direktorat Jenderal (Ditjen) Binapenta dan PKK tahun 2019-2021 yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA tahun 2019-2024 serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian TKA Direktorat PPTKA tahun 2021-2025.

    Kemudian 3 orang staf pada Direktorat PPTKA tahun 2019-2024, yakni Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF)

  • Kusnadi Ditemukan di Bangkalan, Kondisi Mantan Ketua DPRD Jatim Linglung

    Kusnadi Ditemukan di Bangkalan, Kondisi Mantan Ketua DPRD Jatim Linglung

    Surabaya (beritajatim.com) – Kusnadi (67), mantan Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019-2024, yang dilaporkan hilang oleh keluarganya telah ditemukan di Tanah Merah Bangkalan, Madura pada Senin (9/6/2025) pukul 01.00 dini hari.

    “Bapak ditemukan orang di kawasan Tanah Merah Madura, Mas. Orang itu melihat foto bapak yang viral hilang di FB. Saat itu, memang saya posting di FB dan saya cantumkan nomor kontak saya. Setelah orang itu kirim foto bapak ke saya yang tergeletak di jalanan, saya langsung Video Call. Bapak saya tanya darimana saja, bapak saya seperti orang linglung mas. Beliau bingung tiba-tiba kok ada di Madura, padahal rumah di Sidoarjo,” kata Teddy Kusdita Kunong, anak kedua Kusnadi kepada beritajatim.com, Senin (9/6/2025).

    Setelah mendapat shareloc dari orang yang menemukan Kusnadi, Teddy langsung berangkat menuju titik yang dishare, yakni kawasan Tanah Merah, Bangkalan, Madura.

    “Sekarang bapak dalam kondisi istirahat, Mas. Beliau sedang tidur. Nanti kalau sudah bangun, saya akan kirim foto selfie bersama bapak ke Mas Antok (beritajatim.com, red),” ujarnya.

    Diberitakan sebelumnya, warga yang beralamat di Pondok Sedati Asri Desa Pepe, Kecamatan Sedati itu, dalam surat laporan ke Polsek Balongbendo Sidoarjo dengan nomor SPTLKO/02/VI/2025/SPKT/JATIM/SDA/BALBEN, dilaporkan hilang oleh keluarganya bernama Teddy Kusdita Kunong, Minggu (8/7/2025).

    Foto Kusnadi Saat Dilaporkan Hilang

    Hilangnya Kusnadi terhitung sejak 6 Juni 2025 ini membuat kebingungan keluarganya. Laporan keluarga Kusnadi di Polsek Balongbendo tertera ditandatangani oleh Bripka Sumari a/n KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR BALONGBENDO.

    Sebelum dilaporkan hilang oleh keluarganya, Kusnadi terakhir diperiksa KPK pada Rabu (14/5/2025).

    Ini terkait pemeriksaan saksi perkara korupsi pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) APBD Pemprov Jatim 2021-2022 yang kembali dilanjutkan oleh KPK. Saksi yang diperiksa saat itu adalah mantan Ketua DPRD Jawa Timur Kusnadi yang sebelumnya disebut dengan inisial K.

    Selain Kusnadi, KPK juga memeriksa 2 saksi lainnya. Yakni, Sumatri yang merupakan seorang petani dan seorang notaris bernama Teguh Pambudi. Pemeriksaan terhadap ketiganya dilakukan di Banyuwangi.

    “Pemeriksaan dilakukan di Polresta Banyuwangi (Jawa Timur) atas nama K, karyawan swasta, S selaku petani, dan TB notaris PPAT,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya saat itu.

    Selain itu, KPK juga memeriksa dua pihak swasta sebagai saksi dalam kasus itu, yakni Jodi Pradana Putra serta Bagus Wahyudyono. Mereka diperiksa di Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jalan Raya Bandara Juanda, Sidoarjo.

    “Pemeriksaan dilakukan di BPKP Perwakilan Provinsi Jatim Jl. Raya Bandara Juanda No. 38 Kab. Sidoarjo, Prov. Jawa Timur, atas nama JPP dan BW,” ucapnya.

    Sebelumnya, KPK menetapkan 21 tersangka pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jatim tahun 2019-2022. Penetapan tersangka itu adalah pengembangan dari perkara yang sudah menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak.

    “Kami sampaikan bahwa pada 5 Juli 2024 KPK menerbitkan sprindik terkait dugaan adanya TPK dalam pengurusan dana hibah untuk kelompok masyarakat atau Pokmas dari APBD Provinsi Jatim tahun anggaran 2019 sampai dengan 2022,” ujar Jubir KPK saat itu, Tessa Mahardhika di KPK, Jumat 12 Juli 2024.

    Tessa mengatakan total ada 21 tersangka yang ditetapkan KPK. 21 tersangka itu terdiri dari empat tersangka penerima dan 17 lainnya sebagai tersangka pemberi.

    “Bahwa dalam sprindik tersebut KPK telah menetapkan 21 tersangka yaitu 4 tersangka penerima, 17 lainnya sebagai tersangka pemberi,” katanya.

    Dia menjelaskan, bahwa keempat tersangka penerima merupakan penyelenggara negara. Sedangkan dari 17 tersangka pemberi 15 di antaranya pihak swasta dan 2 lainnya penyelenggara negara.

    “Mengenai nama tersangka dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tersangka akan disampaikan kepada teman teman media pada waktunya bilamana penyidikan dianggap telah cukup,” ucapnya.

    Sebagai informasi, mantan Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak divonis 9 tahun penjara. Sahat terbukti bersalah dalam kasus korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di Madura.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Sahat Tua Simanjuntak dengan pidana penjara selama 9 tahun,” ujar ketua majelis hakim I Dewa Suardhita saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Sidoarjo, Selasa (26/9/2023).

    Vonis tersebut lebih ringan 3 tahun daripada tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Sahat dengan hukuman 12 tahun penjara. (tok/ted)

  • Kejagung Cegah Dirut Sritex Iwan Kurniawan Lukminto ke Luar Negeri

    Kejagung Cegah Dirut Sritex Iwan Kurniawan Lukminto ke Luar Negeri

    JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi terkait penerbitan status pencegahan ke luar negeri terhadap Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) periode 2005–2022, Iwan Kurniawan Lukminto.

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyebut pencegahan tersebut berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sritex. “Iya benar, sudah dilakukan pencegahan ke luar negeri,” ujar Harli kepada VOI, Sabtu, 7 Juni.

    Status cegah terhadap Iwan Kurniawan Lukminto itupun disebut telah berlaku sejak 19 Mei 2025. Mengenai masa berlaku, kata Harli, status itu akan disandang Dirut PT Sritex periode 2005-2022 tersebut hingga beberapa bulan ke depan. “Masa berlaku status cegah hingga enam bulan,” kata Harli.

    Iwan Kurniawan Lukminto diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sritex.

    Selain Iwan, penyidik turut menetapkan dua tersangka lainnya yakni DS (Dicky Syahbandinata) selaku Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020 dan Zainuddin Mappa (ZM) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020.

    “Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka karena ditemukan alat bukti yang cukup,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar.

    Qohar mengatakan ketiganya diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi dalam proses pemberian kredit oleh PT Bank BJB dan PT Bank DKI kepada PT Sritex dan entitas anak usaha yang ada di bawahnya.

    “Dalam pemberian kredit kepada PT Sritex, tersangka DS dan ZM telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai dan tidak menaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan,” ujarnya

  • Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Juni 2025

    Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional Regional 8 Juni 2025

    Dekonstruksi Tambang Ilegal Jawa Barat: Indikasi Praktik Transaksional
    Seorang sivitas akademik Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang menerima penghargaan dari Pimpinan KPK pada tahun 2021 sebagai Penyuluh Antikorupsi Inspiratif.
    PERISTIWA
    longsor di tambang Galian C Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, adalah tragedi ekologis sekaligus tragedi administrasi.
    Dalam kejadian memilukan tersebut, tercatat 31 orang menjadi korban, dengan 21 orang meninggal dunia, dan empat orang lainnya belum ditemukan.
    Fakta ini menjadi alarm serius bagi kita semua, bahwa tata kelola pertambangan di daerah sangat rentan disusupi maladministrasi, kelalaian prosedural, dan bahkan indikasi korupsi.
    Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono, menyampaikan bahwa terdapat empat perizinan yang tercatat di lokasi tambang tersebut, di antaranya milik Koperasi Pondok Pesantren Al Azhariyah dan Kopontren Al Ishlah.
    Namun, yang menjadi sorotan adalah bahwa sejak 2024, area tambang tersebut tidak lagi memiliki dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB). Artinya, kegiatan pertambangan tetap berjalan tanpa persetujuan teknis yang sah.
    Ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap Pasal 42 dan 43 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), yang mensyaratkan RKAB sebagai dokumen wajib untuk aktivitas operasi produksi.
    Dari sisi teknis geologi, lokasi
    tambang Gunung Kuda
    berada di zona dengan tingkat kerentanan gerakan tanah yang sangat tinggi.
    Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyebutkan bahwa kemiringan tebing lebih dari 45 derajat dan metode penambangan dengan teknik
    undercutting
    menjadi pemicu utama longsor.
    Hal ini diperkuat oleh analisis dari Kepala Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Adrin Tohari, yang mengidentifikasi potensi longsoran berupa
    rock fall, rock toppling
    , dan
    rock slide
    di daerah pertambangan jenis batuan. (Harian
    Kompas
    , 31/5/2025)
    Pertanyaannya, mengapa semua risiko ini seolah tidak diantisipasi? Jawabannya bukan semata pada kekurangan sumber daya teknis, tetapi justru pada lemahnya penegakan regulasi.
    Dalam sistem perizinan tambang, aspek lingkungan dan keselamatan kerja seharusnya telah tercakup dalam dokumen AMDAL, RKAB, dan studi kelayakan yang menyeluruh. Ketiadaan atau pengabaian terhadap dokumen-dokumen tersebut adalah bentuk nyata dari maladministrasi.
    Maladministrasi bukan sekadar kelalaian administratif. Ia sering menjadi pintu masuk dari praktik korupsi yang lebih sistemik.
    Dalam konteks tambang Gunung Kuda, fakta bahwa peringatan sudah diberikan, tapi aktivitas terus berjalan menunjukkan kemungkinan adanya “pembiaran yang disengaja”.
    Bahkan, jika saya menganalisis lebih dalam lagi, aktivitas tambang yang tetap beroperasi tanpa dokumen RKAB dan tidak ditindak oleh instansi pengawas, maka logikanya adalah terdapat dugaan kompensasi atau relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
    Sekali lagi, saya perlu tekankan ada dugaan relasi transaksional yang tidak terlihat secara kasat mata.
    Ini yang menjadi dasar kuat untuk menduga bahwa telah terjadi pelanggaran dalam bentuk gratifikasi atau suap, sebagaimana diatur dalam Pasal 12B atau pasal 6 ayat (1) UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
    Lebih jauh lagi, jika kerugian negara dan korban jiwa bisa dikaitkan secara kausal dengan pembiaran tersebut, maka Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor tentang memperkaya diri atau orang lain secara melawan hukum dengan merugikan keuangan negara, juga dapat diterapkan.
    Sudah saatnya pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam tidak hanya berorientasi pada nominal kerugian negara, tetapi juga pada penyalahgunaan kewenangan.
    Mengacu pada definisi World Bank (2020), korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.
    Maka jika seorang pejabat dengan sadar membiarkan
    tambang ilegal
    beroperasi, dan akibatnya menyebabkan kematian warga serta kerusakan lingkungan, maka ia telah melakukan korupsi, bahkan meski tidak ada transaksi uang tunai.
    Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, telah menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan IUP berdasarkan SK Gubernur No. 4056/KUKM.02.04.03/PEREK tertanggal 30 Mei 2025.
    Langkah ini penting, tapi harus dilanjutkan dengan langkah represif oleh aparat penegak hukum.
    Dalam hal ini, penegakan dapat dilakukan melalui: UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, untuk menjerat pelaku yang menyebabkan pencemaran atau kerusakan lingkungan; UU Ketenagakerjaan, pengabaian keselamatan kerja; Pasal 359 KUHP, untuk menjerat pelaku yang karena kelalaiannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain; hingga kemungkinan jeratan pasal UU Tipikor.
    Kini saatnya kita berhenti menyederhanakan masalah hanya pada sentralisasi atau desentralisasi izin tambang.
    Diskursus antara pusat dan daerah selama ini kerap gagal menangkap akar masalah yang lebih dalam: pembiaran sistemik dan absennya pengawasan yang ketat.
    Kebijakan tidak cukup hanya diatur siapa yang berwenang memberi izin, tetapi bagaimana mencegah penyimpangan dalam prosesnya.
    Korupsi di sektor pertambangan hari ini bukan sekadar korupsi uang negara, tetapi kebijakan yang koruptif yang terselubung dalam regulasi dan kelonggaran sistem.
     
    Bahkan, praktik “backing-membacking” dari oknum aparat penegak hukum yang tidak pernah diputus menjadi relasi transaksional yang tidak kasat mata, tapi nyata terasa.
    Mereka menyulap tambang ilegal menjadi seolah-olah legal, mengaburkan jejaknya melalui struktur administratif yang berlapis dan kolutif.
    Pemerintah perlu segera merombak pendekatan hukum dalam sektor pertambangan. Penegakan hukum harus lebih berani menyasar pelanggaran prosedur sebagai pintu masuk pembuktian korupsi.
    Tidak perlu menunggu aliran dana haram muncul dalam rekening tersangka, perlu membuktikan ada penyalahgunaan kewenangan yang disengaja, maka tindakan koruptif sudah dapat dibongkar.
    Selain itu, Kementerian ESDM harus berani melakukan refleksi dan evaluasi menyeluruh terhadap regulasi-regulasi yang memberi ruang kompromi moral dalam praktik tambang.
    Ada terlalu banyak peraturan teknis yang multitafsir, celah koordinasi antar-instansi yang lemah, hingga prosedur perizinan yang justru menumpuk ketidakpastian hukum.
    Korupsi yang terselubung dalam aturan ini jauh lebih berbahaya karena menciptakan sistem yang menormalisasi penyimpangan.
    Bung Hatta pernah berpesan, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan bangsa sendiri”.
    Pertanyaannya kini: siapa yang sedang kita lawan hari ini? Korporasi rakus? Oknum penegak hukum? Pejabat korup? Atau sistem yang sengaja dibuat pincang demi kepentingan pribadi?
    Saatnya kita bertanya pada diri: apa yang sudah saya berikan untuk bangsa ini? Karena kalau kita diam, bukan hanya tanah yang digali, tapi juga harga diri bangsa ini yang ikut terkubur.
    Mari kita suarakan desakan, bukan sekadar pada pemutusan izin, tetapi pada perubahan menyeluruh—agar tragedi seperti di Gunung Kuda tidak menjadi rutinitas kematian yang dianggap biasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anggota DPR Desak Hakim yang Vonis Kasus Korupsi APD Covid-19 Diperiksa
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Juni 2025

    Anggota DPR Desak Hakim yang Vonis Kasus Korupsi APD Covid-19 Diperiksa Nasional 8 Juni 2025

    Anggota DPR Desak Hakim yang Vonis Kasus Korupsi APD Covid-19 Diperiksa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi III
    DPR RI
    dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
    Hasbiallah Ilyas
    mendorong agar majelis hakim yang memberikan vonis rendah kepada terdakwa kasus korupsi pengadaan 1,1 juta alat pelindung diri (APD) Covid-19 untuk diperiksa oleh Komisi Yudisial (KY) atau Mahkamah Agung (MA).
    Seperti diketahui, eks Pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budy Sylviana dihukum tiga tahun penjara meski merugikan negara hingga Rp 319 miliar.
    “Kalau hanya seperti itu hakimnya juga diperiksa itu,” ujar Hasbiallah, usai acara diskusi publik “Legalisasi Kasino di Indonesia: Antara Kepastian Hukum, Tantangan Sosial, dan Peluang Ekonomi” yang diadakan Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) di Jakarta, Sabtu (7/6/2025).
    Hasbi mengatakan, karena kasus korupsi ini terjadi di masa pandemi, maka hukuman yang dijatuhkan kepada para terdakwa seharusnya lebih berat dari kasus korupsi pada umumnya.
    “Enggak bisa, itu (terjadi saat) Covid-19 itu,” lanjut dia.
    Hasbi menegaskan, koruptor yang memanfaatkan masa Covid-19 untuk melakukan tindakan jahat sudah sepatutnya dihukum seberat-beratnya.
    “Korupsi Covid-19 itu menurut saya korupsi yang merusak soal nyawa ini. Bukan hanya soal merugikan keuangan tapi soal nyawa. Itu harus dihukum dengan seberat-beratnya,” kata dia.
    Diberitakan sebelumnya, tiga orang terdakwa kasus pengadaan 1,1 juta APD Covid-19 telah menerima vonis dari majelis hakim.
    Ketiga terdakwa ini adalah mantan pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo, dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.
    Mantan pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana dihukum tiga tahun penjara dalam dugaan korupsi pengadaan 1,1 juta set alat pelindung diri (APD) Covid-19.
    Budi merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan di masa darurat yang menggunakan dana siap pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tersebut.
    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Syofia Marlianti Tambunan dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jumat (5/6/2025).
    Selain pidana penjara, majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda Rp 100 juta, dengan ketentuan penjara subsidair dua bulan kurungan.
    Budi tidak dihukum untuk membayar uang pengganti sebagaimana dua terdakwa lainnya, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.
    Kemudian, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo dihukum 11 tahun dan enam bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19.
    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyebut, Satrio terbukti bersalah menyalahgunakan wewenang, melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 319.691.374.183,06 (Rp 319,6 miliar).
    Selain pidana badan, Satrio juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsidair empat bulan kurungan.
    Satrio juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 59.980.000.000 atau senilai uang korupsi yang dinikmati Satrio dalam perkara rasuah ini.
    Lalu, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik dihukum 11 tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan 1,1 juta set alat pelindung diri (APD) Covid-19.
    Tidak hanya kurungan penjara, majelis hakim juga menghukum Taufik membayar denda Rp 1 miliar.
    Jika tidak dibayar, maka hukuman pidana badannya akan ditambah empat bulan penjara.
    Selain itu, majelis hakim juga menghukum Taufik membayar uang pengganti sebesar Rp 224.186.961.098 (Rp 224,1 miliar).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejari Tahan 6 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Diskanak Purwakarta

    Kejari Tahan 6 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Diskanak Purwakarta

    PURWAKARTA – Kejaksaan Negeri Kabupaten Purwakarta, Jabar kembali menahan enam tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana pemberdayaan usaha pembudidayaan ikan skala kecil di lingkungan Dinas Peternakan dan Perikanan (Diskanak) Purwakarta.

    Kepala Kejaksaan Negeri Purwakarta Martha Parulina Berliana mengatakan, keenam tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan Diskanak Purwakarta itu dibawa ke Lapas Kelas II B Purwakarta pada Kamis malam kemarin. 

    “Penahanan dilakukan setelah para tersangka menjalani pemeriksaan oleh penyidik Kejaksaan Negeri Purwakarta,” jelasnya saat dihubungi di Purwakarta, Antara, Jumat, 6 Juni. 

    Para tersangka diduga secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi pengadaan sarana dan prasarana pemberdayaan usaha pembudidayaan ikan skala kecil kepada 31 kelompok pembudidaya ikan di Purwakarta.

    Nilai kontrak dalam program kegiatan di Dinas Perikanan dan Peternakan Purwakarta tahun 2023 tersebut senilai Rp 2.265.430.609.

    Kegiatan atau proyek pengadaan sarana dan prasarana pemberdayaan usaha pembudidayaan ikan yang anggarannya bersumber dari APBN tahun 2023 itu dikerjakan oleh kontraktor CV Mawar Indah.

    Dalam mengungkap kasus dugaan korupsi di lingkup Dinas Perikanan dan Peternakan, Kejaksaan Negeri Purwakarta telah menetapkan tujuh tersangka masing-masing berinisial IR, DEP, SIH, DH, RJ, AS dan TT.

    Tersangka inisial IR selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan DEP sebagai penyedia barang dan jasa. Kemudian SIH selaku kepala dinas, dan DH selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).

    Lalu RJ merupakan pegawai non-ASN, AS selaku kontraktor dan tersangka inisial TT selaku panitia lelang dalam kegiatan pengadaan sarana dan prasarana pemberdayaan usaha pembudidayaan ikan tersebut.

    Dari tujuh tersangka itu, baru enam yang ditahan. Tersangka berinisial SIH belum ditahan karena sebelumnya saat pemanggilan ke kantor Kejaksaan Negeri Purwakarta pada Kamis (5/6) tidak hadir. Hingga kini keberadaannya belum diketahui.

  • Komjak: Perpres Perlindungan Jaksa Bentuk Visi Jangka Panjang Prabowo
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Juni 2025

    Komjak: Perpres Perlindungan Jaksa Bentuk Visi Jangka Panjang Prabowo Nasional 6 Juni 2025

    Komjak: Perpres Perlindungan Jaksa Bentuk Visi Jangka Panjang Prabowo
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI)
    Pujiyono Suwadi
    menilai terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 yang memberi kewenangan kepada TNI untuk memberikan perlindungan terhadap jaksa merupakan bagian dari visi jangka panjang Presiden Prabowo Subianto dalam
    penegakan hukum
    .
    Menurut Pujiyono, Perpres tersebut tidak bisa dilepaskan dari rangkaian kebijakan yang telah digagas Presiden Prabowo sejak awal masa pemerintahannya, termasuk ide denda damai dalam penanganan tindak pidana korupsi serta pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Sawit.
    “Kalau kita lihat Perpres ini kenapa kemudian TNI, saya lebih melihatnya begini, harapan Pak Prabowo ya, Presiden, itu Pak Prabowo seperti punya Indra ke-8, kalau beliau 08 kan, beliau punya visi yang panjang,” kata Pujiyono dalam program Gaspol!
    Kompas.com
    yang dikutip Jumat (6/6/2025).
    Pujiyono menjelaskan, dalam konteks Satgas Sawit, jaksa menjadi unsur terdepan dalam penanganan pelanggaran oleh perusahaan sawit, terutama terkait penguasaan lahan yang melebihi izin.
    Ia mencontohkan praktik penguasaan lahan hingga ratusan ribu hektar secara ilegal oleh perusahaan asing yang berkantor di luar negeri, seperti di Singapura dan Malaysia.
    Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini menyebut ada perusahaan sawit yang hanya mempunyai izin mengelola 100.000 hektar lahan.
    Namun, pada kenyataannya, perusahaan ini memanfaatkan 500.000 hektar lahan.
    “Kalau ini kemudian dengan penegakan hukum bisnis berhenti, tapi untuk mengambil 400.000 hektar kan enggak mudah, jaksa sendiri tidak bisa melakukan pengamanan sendiri,” ujarnya.
    Ia menilai perlindungan dari TNI menjadi penting agar proses penyitaan dan pengamanan aset negara dapat dilakukan secara maksimal.
    Menurutnya, keberadaan aparat negara seperti TNI dapat memberikan efek gentar atau
    deterrent effect
    terhadap para pelanggar.
    “Jadi ketika kemudian jaksa yang datang sendiri mungkin takut, tapi ketika kemudian yang datang dengan aparat negara, TNI, nih pasti akan lebih takut lagi, inilah efek
    deterrent
    yang kemudian diinginkan Pak Prabowo agar kerugian-kerugian negara ini lebih maksimal,” lanjut Pujiyono.

    Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diteken oleh Presiden Prabowo pada 21 Mei 2025.
    Peraturan ini memungkinkan keterlibatan TNI dalam pengamanan tugas-tugas Kejaksaan, terutama dalam konteks yang memiliki risiko tinggi terhadap keselamatan jaksa maupun keberhasilan pengembalian kerugian negara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Dugaan Pemerasan TKA di Kemenaker Terjadi sejak 2012

    Kasus Dugaan Pemerasan TKA di Kemenaker Terjadi sejak 2012

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan praktik dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (TKA) sudah terjadi sejak 2012 lalu. 

    Hal itu berarti, praktik pemerasan TKA sudah terjadi saat Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau biasa disapa Cak Imin menjabat menteri ketenagakerjaan.

    “Praktik ini (pemerasan TKA) bukan dari 2019. Dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan terungkap praktik ini sudah berlangsung sejak 2012,” ujar Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

    Budi mengatakan, KPK bakal menerapkan pasal berlapis dalam mengusut kasus pemerasan TKA di Kemenaker, yakni pasal gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pasalnya, kasus dugaan pemerasan ini dilakukan secara berjenjang dan sudah terjadi sejak 2012.

    “Terkait pasal yang mungkin nanti diterapkan akan kita kembangkan ke tindak pidana pencucian uang karena praktik ini sudah berlangsung sejak 2012. Dengan ini kami akan lebih mudah apabila nanti kita melakukan asset recovery melalui TPPU terhadap para oknum yang melaksanakan praktik pemerasan di Kemenaker,” jelas Budi.

    Diketahui, Cak Imin menjabat sebagai menteri tenaga kerja dan transmigrasi pada periode 2009-2014 atau masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah Cak Imin, posisi menaker dijabat Hanif Dhakiri pada periode 2014-2019 atau masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Setelah Hanif Dhakiri, menaker periode 2019-2024 dijabat Ida Fauziyah. Sementara saat ini posisi menaker dijabat Yassierli sejak Oktober 2024.

    KPK sebelumnya telah resmi mengumumkan delapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan penggunaan TKA senilai Rp 53 miliar di Kemenaker. Delapan tersangka ini diumumkan oleh pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

    “Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang akan melakukan pekerjaan di Indonesia dengan cara yaitu para tenaga kerja asing ini apabila akan masuk ke Indonesia untuk melakukan kerja mereka akan meminta izin berupa RPTKA. Nah, kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di dirjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah di dalam pembuatan RPTKA,” kata Budi.

  • KPK Bakal Periksa Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah Soal Suap TKA

    KPK Bakal Periksa Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah Soal Suap TKA

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan segera memanggil dan memeriksa mantan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (TKA) senilai Rp 53,7 miliar.

    Hanif Dhakiri yang menjabat menaker periode 2014-2019 dan Ida Fauziyah periode 2019-2024 akan diminta klarifikasi soal dugaan pemerasan TKA tersebut.

    “Dari menteri HD (Hanif Dhakiri) sampai IF (Ida Fauziyah) tentunya pasti akan kami klarifikasi terhadap beliau-beliau terkait dengan praktik yang ada di bawahnya karena secara manajerial tentunya beliau-beliau adalah pengawasnya,” ujar Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

    Budi mengatakan, urgensi pemanggilan dua eks menaker tersebut karena kasus dugaan pemerasan TKA dilakukan secara berjenjang, termasuk oleh delapan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Tentu akan kami klarifikasi semua terkait dengan temuan-temuan pada proses penggeledahan yang telah kami laksanakan,” tandas dia.

    Menurut Budi, penyidik KPK akan terus mendalami temuan yang telah didapat selama ini dan mengumpulkan alat bukti lainnya, termasuk keterangan dari dua eks menaker tersebut.

    “Apabila memang menteri bersih maka insyaallah ke bawahnya akan bersih. Nah, nanti indikatornya bagaimana? Akan kami crosscheck (cek silang) lagi dan klarifikasi dengan alat-alat bukti yang ditemukan dalam proses penyidikan,” pungkas Budi.

    Lebih lanjut, Budi mengatakan mayoritas uang hasil pemerasan TKA tersebut dinikmati oleh delapan tersangka yang sudah diumumkan resmi oleh KPK dengan jumlah yang bervariasi. Terbanyak mendapatkan uang hasil pemerasan tersebut adalah Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Internasional Haryanto, yang juga sempat menjabat sebagai direktur PPTKA Kemenaker 2019-2024 serta dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker 2024-2025, sebesar Rp 18 miliar.

    Berikut ini jumlah uang yang diterima masing-masing tersangka selama periode 2019-2024:

    1. Direktur PPTKA Kemenaker tahun 2019-2024 serta Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker 2024-2025, Haryanto sebesar Rp 18 miliar

    2. Petugas Saluran Siaga RPTKA tahun 2019-2024 dan Verifikatur Pengesahan RPTKA Kemenaker 2024-2025 Putri Citra Wahyoe sebesar Rp 13,9 miliar

    3. Koordinator Analisis dan PPTKA Kemenaker 2021-2025 Gatot Widiartono sebesar Rp 6,3 miliar

    4. Direktur PPTKA Kemenaker 2024-2025 Devi Anggraeni sebesar Rp 2,3 miliar

    5. Analis TU Direktorat PPTKA 2019-2024 dan Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA Kemenaker 2024-2025 Jamal Shodiqin sebesar Rp 1,8 miliar

    6. Pengantar Kerja Ahli Muda Kemenaker 2018–2025 Alfa Eshad sebesar Rp 1,1 miliar.

    7. Direktur PPTKA Kemenaker 2017-2019 Wisnu Pramono sebesar Rp 580 juta

    8. Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker 2020-2023 Suhartono sebesar Rp 460 juta