Kasus: Tipikor

  • Kasus Korupsi Bupati Ponorogo Sugiri, KPK Siap Lacak Jejak Digital

    Kasus Korupsi Bupati Ponorogo Sugiri, KPK Siap Lacak Jejak Digital

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah PT Widya Satria selaku perusahaan konstruksi yang berlokasi di Jalan Ketintang Permai, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (26/11/2025). Perusahan ini diduga berkaitan dengan kasus korupsi tiga klaster yang menyeret Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan penyidik lembaga antirasuah menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik dari penggeledahan tersebut.

    “Ada sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik yang tentu nanti akan dianalisis oleh tim untuk mendukung penyidikan perkara ini,” kata Budi kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, kemarin (26/11/2025).

    Budi mengungkap selain gedung kontraktor, pihaknya juga menggeledah lokasi tanpa memberi detail lebih jauh. Pada barang bukti elektronik, penyidik KPK akan mengekstrak data-data di perangkat untuk dianalisis lebih lanjut.

    Berdasarkan catatan Bisnis, penggeledahan dikawal oleh tiga petugas dari Brimob Polrestabes Surabaya berseragam lengkap serta membawa senjata laras panjang yang berjaga-jaga di sekitar lokasi tersebut. Sementara itu, diketahui penggeledahan tersebut telah berlangsung sejak pukul 11.00 WIB tadi.

    Sebagai informasi, PT Widya Satria diketahui merupakan pemenang tender atas proyek pembangunan Monumen Reog dan Museum Peradaban (MRMP), di mana proyek tersebut sebelumnya juga dalam proses pendalaman lebih lanjut oleh lembaga antirasuah itu. 

    Berdasarkan LPSE Kabupaten Ponorogo, nilai pagu atas megaproyek yang dibiayai APBD tersebut tercatat sebesar Rp84,08 miliar dan dengan nilai HPS sebesar Rp76,57 miliar. Saat ini proses penggeledahan masih berlangsung, dan awak media belum dapat memasuki area dalam kantor tersebut. 

    Pada perkara ini, KPK menetapkan tersangka dan menahan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekretaris Daerah Kabupaten Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo Yunus Mahatma, dan Sucipto selaku pihak swasta. Mereka diduga bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi.

  • ICW Mendesak Prabowo Tak Intervensi Penanganan Kasus Korupsi

    ICW Mendesak Prabowo Tak Intervensi Penanganan Kasus Korupsi

    Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Prabowo Subianto tidak mengintervensi hasil putusan pengadilan tindak pidana korupsi.

    Hal ini buntut dari pemberian rehabilitasi bagi Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayaran tahun 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan tahun 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono. 

    Mereka sebelumnya dinyatakan bersalah korupsi oleh pengadilan Tipikor dalam kasus akuisisi kapal PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan (ASDP).

    Terlebih, sebelumnya Prabowo juga memberikan abolisi bagi Thomas Trikasih Lembong dan amnesti bagi Hasto Kristiyanto. ICW menilai, intervensi presiden memperlemah putusan pengadilan.

    “Intervensi Presiden terhadap putusan pengadilan merupakan bentuk pelemahan terhadap lembaga yudikatif dan pengabaian terhadap prinsip pemisahan cabang kekuasaan. Terlebih, kasus ini masih belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap,” tulis ICW melalui laman resminya, Kamis (27/11/2025).

    Apalagi pemberian rehabilitasi sebelum putusan berstatus tetap atau inkrah. Diketahui, Ira dijatuhi vonis pada 20 November 2025 dan diberikan waktu 7 hari untuk mengajukan banding yang dalam hal ini tenggat waktu sampai 27 November 2025.

    Menurut, ICW lembaga yudikatif harus bersifat transparan dan independen, serta bebas dari intervensi politik. Pemberian rehabilitasi maupun amnesti tanpa pertimbangan yang jelas dapat mencederai prinsip tersebut.

    “Dalam institusi peradilan seharusnya Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung diposisikan sebagai ruang koreksi yuridis untuk menguji ketepatan pertimbangan hukum pengadilan yang berada di bawahnya,” lanjut rilis tersebut.

    ICW khawatir pemberian rehabilitasi maupun amnesti dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana korupsi dengan membangun narasi-narasi belas kasih sehingga memperoleh hak prerogatif presiden.

    Selain itu, mudahnya menggunakan hak prerogatif berpotensi mengacaukan sistem peradilan pidana yang patutnya bersifat objektif.

    Selain menuntut batasan pemberian rehabilitasi hingga amnesti, ICW juga mendesak DPR segera mengatur pemberian hak prerogatif presiden sebagaimana tertuang dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945.

  • Momen Keluarga Ira Puspadewi Menangis Haru Saat Prabowo Beri Rehabilitasi

    Momen Keluarga Ira Puspadewi Menangis Haru Saat Prabowo Beri Rehabilitasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Suasana haru menyelimuti keluarga mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi, sesaat setelah Presiden RI Prabowo Subianto menandatangani keputusan rehabilitasi atas kasus yang menjeratnya.

    Momen itu diceritakan langsung oleh Wakil Direktur PT Sari Bahari, Agung Pamujo, melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, @agungpamujo, Rabu (26/11/2025).

    Agung menyampaikan bahwa pada Selasa (25/11/2025) sore, dia tengah berkunjung ke kediaman keluarga Ira di kawasan Senen, Jakarta.

    Dia datang untuk memenuhi janji bertemu dengan suami Ira, Zaim Uchrowi. Menjelang Magrib, Zaim mengajaknya menunaikan salat berjemaah di musala apartemen, bersama putra sulung mereka, Inu, dan cucu Agung.

    Usai salat, telepon genggam Agung terus berdering dari berbagai pesan masuk.

    “Rupanya, itu kabar dari banyak teman soal rehabilitasi,” tulisnya.

    Dia pun segera menyampaikan kabar itu kepada Zaim yang masih sedang makan.

    “Saya pun segera sampaikan ke Mas Zaim, yang sedang makan, lalu ke Inu. Bapak anak itu sempat terhenyak. Saya tunjukkan link berita di media lewat handphone. Lalu, keluarlah ucapan syukur, berlanjut Mas Zaim dan Inu berpelukan. Bertangisan,” tulis Agung menggambarkan momen haru tersebut.

    Sambil menahan tangis, keluarga segera menyalakan televisi untuk menonton langsung konferensi pers pemerintah. 

    Saat itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, didampingi Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya, mengumumkan bahwa Presiden Prabowo menggunakan hak prerogatif, yaitu memberikan rehabilitasi kepada Ira beserta dua mantan pejabat ASDP lainnya, yakni Muhammad Yusuf Hadi dan Hari Muhammad Adhi Caksono.

    Agung menuliskan rasa syukurnya menyaksikan kelegaan keluarga sahabatnya setelah lebih dari satu tahun perjuangan mencari keadilan.

    “Alhamdulillah, setelah begitu lama menyaksikan kebaikan dan keunggulan Ira. Lalu sedih bercampur kesal ketika Ira dikasuskan, berlanjut putusan negatif, dan Alhamdulillah. Allah berkehendak, saya menyaksikan rasa syukur dan kebahagiaan keluarga Ira, dengan kabar rehabilitasi ini,” tulisnya.

    Agung juga menggambarkan betapa emosionalnya momen itu piring makan masih tergenggam di tangan Zaim saat dia memeluk putranya, Inu. 

    Keduanya tak kuasa menahan air mata setelah mendengar berita rehabilitasi langsung dari Agung. Menurutnya, rehabilitasi dari Presiden Prabowo menjadi titik balik yang disambut penuh syukur oleh keluarga yang selama ini mendampingi perjuangan Ira.

    Kasus hukum yang menjerat Ira bergulir sejak Juli 2024 dan berujung pada vonis 4 tahun 6 bulan penjara di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 20 November 2025. Dia dan dua rekannya dinyatakan bersalah memperkaya pemilik PT Jembatan Nusantara sebesar Rp1,25 triliun dalam proses akuisisi perusahaan tersebut oleh PT ASDP Indonesia Ferry.

  • Belum Bebaskan Ira Puspadewi dkk, KPK Masih Tunggu Keppres
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 November 2025

    Belum Bebaskan Ira Puspadewi dkk, KPK Masih Tunggu Keppres Nasional 26 November 2025

    Belum Bebaskan Ira Puspadewi dkk, KPK Masih Tunggu Keppres
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menunggu salinan Keputusan Presiden (Keppres) terkait rehabilitasi eks Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi dan kawan-kawannya.
    “Sampai saat ini
    KPK
    masih menunggu surat keputusan
    rehabilitasi
    dari Presiden,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (26/11/2025).
    Budi menjelaskan salinan Keppres terkait rehabilitasi itu akan menjadi dasar bagi pimpinan KPK untuk menindaklanjuti rehabilitasi tersebut.
    “Sehingga kami masih menunggu surat tersebut untuk kemudian bisa melaksanakan tindak lanjutnya,” ujarnya.
    Budi memastikan KPK akan mengumumkan jika sudah menerima salinan Keppres tersebut.
    “Nanti akan kami infokan kembali jika kami sudah mendapatkan surat tersebut. Tentu ketika KPK sudah menerima, kami akan memproses,” ucap dia.
    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero),
    Ira Puspadewi
    .
    Selain Ira, dua terdakwa lain dalam kasus
    korupsi
    di ASDP yang menjerat Ira, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, juga diberikan rehabilitasi.
    “Setelah DPR RI menerima berbagai aspirasi dari masyarakat, kelompok masyarakat, kami kemudian meminta ke komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap penyelidikan yang mulai dilakukan sejak Juli 2024,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Istana, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
    “Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap 3 nama tersebut,” imbuhnya.
    Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara.
    Ira Puspadewi dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan proses akuisisi PT Jembatan Nusantara (PT JN) pada periode 2019–2022.
    “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara,” kata Hakim Ketua Sunoto, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dikutip pada Selasa (25/11/2025).
    Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi yakni 8,5 tahun penjara.
    Majelis hakim menilai, Ira terbukti memperkaya pemilik PT JN, Adjie, senilai Rp 1,25 triliun melalui proses akuisisi PT JN oleh PT ASDP.
    Meski terbukti memperkaya orang lain atau korporasi, Ira dinilai tidak menerima keuntungan pribadi sehingga tidak dikenakan pidana berupa uang pengganti.
    Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry Muhammad Yusuf Hadi dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry Harry Muhammad Adhi Caksono juga divonis bersalah dalam perkara yang sama.
    Keduanya masing-masing dihukum 4 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan penjara.
    Perbuatan ketiga terdakwa ini diyakini telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • GENTA Indonesia: Spekulan dan Serakahnomics Bayangi Penyerahan Sertifikat Gratis Tanah EV Surabaya

    GENTA Indonesia: Spekulan dan Serakahnomics Bayangi Penyerahan Sertifikat Gratis Tanah EV Surabaya

    Surabaya (beritajatim.com) – Gerakan Nasional Penyelamat Aset & Anti Korupsi Indonesia (GENTA Indonesia) mengeluarkan pernyataan tegas terkait perkembangan penyelesaian sengketa lahan Eigendom Verponding (EV) 1278 dan 1305 di Surabaya.

    Organisasi ini menilai optimisme penyelesaian cepat yang disampaikan Wakil Gubernur Jawa Timur, Wali Kota Surabaya, dan sejumlah anggota DPR RI harus diiringi dengan kewaspadaan hukum.

    GENTA Indonesia menolak narasi yang menimbulkan euforia seolah-olah masalah dapat selesai dalam waktu singkat tanpa landasan hukum yang jelas.

    Mereka mengingatkan bahwa langkah gegabah justru berpotensi menimbulkan persoalan baru, termasuk dugaan korupsi di tingkat nasional.

    “Kami sangat menghargai niat baik pemerintah daerah dan Pertamina untuk menyelesaikan masalah warga. Namun, jika penyelesaian itu berupa penyerahan SHM gratis di atas aset yang bernilai triliunan rupiah, maka itu bukan solusi baik, melainkan tindakan gegabah terhadap hilangnya aset negara dan itu sama saja memenangkan para spekulan maupun kaum serakahnomics yang punya kepentingan dalam kasus ini. Harus ada seleksi ketat nantinya,” tegas Koordinator GENTA Indonesia, Trio Marpaung.

    EV 1278 dan 1305 Diingatkan sebagai Aset Negara

    Menurut GENTA Indonesia, lahan EV 1278 dan 1305 bukanlah tanah bebas negara yang dapat dihibahkan begitu saja. Kawasan tersebut dikategorikan sebagai Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) milik PT Pertamina (Persero), hasil nasionalisasi berdasarkan UU No. 86 Tahun 1958 dan dilindungi oleh UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

    Mereka menekankan bahwa penyelesaian sengketa harus berlandaskan perlindungan aset negara, bukan sekadar slogan keadilan sosial yang berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara.

    “Menurut kami, setiap keputusan yang mengarah pada pelepasan hak penguasaan negara tanpa adanya ganti rugi adalah tindakan yang tergolong Kerugian Keuangan Negara. Direksi Pertamina dan pejabat yang terlibat dalam proses ini dapat dijerat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) karena kelalaian atau penyalahgunaan wewenang dalam menjaga aset negara,” ujar Indra Agus dari GENTA Indonesia.

    Desak Pemerintah Pusat Bentuk Panitia Ad Hoc Nasional

    GENTA Indonesia sepakat bahwa keputusan dari pemerintah pusat sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa lahan tersebut.

    Namun, keputusan tersebut tidak boleh mengarah pada pelepasan hak milik (SHM), karena dapat menciptakan preseden buruk dan membuka potensi sengketa serupa terhadap aset BUMN di berbagai daerah.

    Sebagai solusi, mereka mengusulkan pembentukan Panitia Ad Hoc Nasional guna meminimalkan risiko Tipikor serta mencegah konflik berkepanjangan.

    “Panitia Ad Hoc nantinya akan memastikan solusi yang bersifat komprehensif, transparan, dan sah secara hukum,” pungkas Trio Marpaung.

    GENTA Indonesia juga menyatakan keyakinannya bahwa Presiden Prabowo Subianto mampu mengambil keputusan yang tidak merugikan negara sekaligus tetap menjamin hak warga yang terdampak. (ted)

  • Dianggap Langgar Kerja Sama, Developer Perumahan PT Sekar Pamenang Digugat

    Dianggap Langgar Kerja Sama, Developer Perumahan PT Sekar Pamenang Digugat

    Kediri (beritajatim.com) – Devolper perumahan PT Matahari Sedjakti Sejahtera mengajukan gugatan wanprestasi terhadap PT Sekar Pamenang dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, pada Rabu (26/11/2025). Hal ini setelah ada sejumlah dugaan pelanggaran perjanjian kerja sama pengembangan Perumahan Griya Keraton Sambirejo yang ada di Desa Sambirejo, Kecamatan Gampengrejo.

    Kuasa Hukum PT Matahari Sedjakti Sejahtera, Imam Mokhlas, menjelaskan bahwa gugatan tersebut diajukan karena tergugat tidak memenuhi kewajiban pembangunan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) sebagaimana ditetapkan dalam izin persetujuan bangunan gedung. Ia menyebut realisasi pembangunan penangkal petir, saluran drainase, IPAL komunal, gorong-gorong, taman, ruang terbuka hijau hingga paving tidak sesuai ketentuan, bahkan menimbulkan genangan saat hujan.

    “Artinya, di sini ada kepentingan publik yakni, Pemkab Kediri yang dirugikan karena fasum dan fasos tidak dibangun sesuai PBG,” ujarnya.

    Imam juga mengungkap dugaan manipulasi pajak penghasilan dan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dilakukan tergugat dalam proses pemasaran dan penjualan rumah.

    Berdasarkan perjanjian, seluruh pengelolaan penjualan diserahkan kepada PT Sekar Pamenang dan harga jual rumah telah termasuk BPHTB. Namun, ia menilai acuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang digunakan berbeda jauh dengan harga riil yang dibayarkan pembeli, sehingga memunculkan indikasi kerugian negara.

    Dari data yang diajukan, terdapat kekurangan pajak penghasilan sebesar Rp52.393.450 untuk 18 unit rumah. “Jika berbicara pajak itu acuannya NJOP, dan kewajiban wajib pajak menyampaikan apa adanya. Namun realisasinya berbeda jauh,” tegasnya.

    Selain itu, pihak penggugat menarik Kejaksaan Negeri setempat sebagai turut tergugat agar lembaga tersebut dapat melakukan pengawasan terhadap potensi pelanggaran hukum publik terkait dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam proyek tersebut. Imam menilai langkah ini diperlukan untuk memastikan penanganan perkara dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh.

    Dalam gugatan yang diajukan, disebutkan bahwa kerja sama kedua belah pihak dimulai pada 2024 dengan jangka waktu tiga tahun untuk pengelolaan 59 kavling tanah seluas 4.711 meter persegi. Penggugat menyediakan tanah bersertifikat, sementara tergugat bertanggung jawab memasarkan, membangun, dan mengelola kavling sesuai site plan. Persoalan muncul setelah tergugat dianggap tidak melaksanakan pembangunan fasum-fasos dan tidak memenuhi kewajiban pajak sebagaimana tertuang dalam perjanjian.

    Kuasa hukum tergugat, Emi Puasa Handayani, menyampaikan bahwa pihaknya masih melengkapi berkas administrasi dan memastikan akan hadir pada sidang berikutnya. Masih kata Emi, semua pihak berhak mengajukan gugatan, termasuk PT Matahari Sedjakti Sejahtera dengan materi versi pengugatnya.

    “Haknya PT Matahari mengajukan gugatan terhadap materinya itu versi penggugat. Sedangkan kami, PT Sekar Pamenang tentu juga punya bantahan yang akan kami tuangkan di dalam jawaban nanti,” terangnya melalui sambungan telepon.

    Dalam perkara ini, turut tergugat lainnya meliputi notaris dan PPAT Erny Setiawan, Pemkab Kediri melalui Dinas Perkim dan Dispenda, BPN, Dirjen Pajak cq Pajak Pratama Pare, serta sejumlah penghuni perumahan dan lembaga perbankan pemberi fasilitas kredit.

    Gugatan wanprestasi ini kini menjadi perhatian publik karena melibatkan fasilitas umum yang seharusnya menjadi hak warga serta potensi kerugian negara akibat dugaan penyimpangan pajak yang dilakukan dalam proses pemasaran rumah. Sidang pertama berlangsung tanpa kehadiran pihak tergugat, sehingga majelis hakim menjadwalkan sidang lanjutan pada 3 Desember 2025. [nm/but]

  • MA Sebut Rehabilitasi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Cs Hak Prerogatif Prabowo: Untuk Kepentingan Besar

    MA Sebut Rehabilitasi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Cs Hak Prerogatif Prabowo: Untuk Kepentingan Besar

    Mantan Dirut ASDP Ira Puspadewi divonis penjara 4 tahun dan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN). Ira dinilai terbukti bersalah melakukan korupsi.

    “Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif kedua,” kata Hakim Ketua Sunoto pada sidang pembacaan vonis majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2025).

    Selain Ira, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono juga dijatuhi pidana masing-masing 4 tahun penjara. Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda.

    Untuk Ira Puspadewi, denda yang dikenakan sebesar Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

    Sementara untuk Yusuf Hadi dan Harry Muhammad dijatuhi pidana denda masing-masing sebesar Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.

    Ketiga terdakwa dinyatakan telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sebelum menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan perbuatan para terdakwa yang tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), sebagai hal pemberat.

    Begitu pula dengan perbuatan para terdakwa yang menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan negara sebagai direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta dampak perbuatan para terdakwa yang mengakibatkan ASDP terbebani utang dan kewajiban yang besar, menjadi pertimbangan memberatkan.

    Sementara hakim ketua menyatakan perbuatan para terdakwa yang bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi, tetapi kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan iktikad baik dalam prosedur serta tata kelola aksi korporasi ASDP dipertimbangkan sebagai alasan meringankan vonis.

    Selain itu, hal meringankan lainnya yang dipertimbangkan, yakni para terdakwa berhasil memberikan warisan untuk ASDP, tidak terbukti menerima keuntungan finansial, memiliki tanggungan keluarga, serta terdapat beberapa aksi korporasi yang dapat dioperasikan untuk kepentingan publik.

     

  • Kasus Ira Puspadewi, Kriminalisasi atau Korban Pasal Karet Korupsi?

    Kasus Ira Puspadewi, Kriminalisasi atau Korban Pasal Karet Korupsi?

    Bisnis.com, JAKARTA — Putusan hakim terhadap mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi memantik polemik hukum. Ada isu kriminalisasi dan berbagai macam tetek bengeknya, kendati putusan pengadilan tingkat pertama menyatakan Ira telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

    Adapun vonis terhadap Ira adalah imbas dari keberadaan pasal 2 dan pasal 3 atau ‘pasal karet’ di Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

    Pasal 2 UU Tipikor mengatur bahwa: ‘Setiap orang yang secara sengaja melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda Rp200 juta – Rp1 miliar.”

    Sementara itu, Pasal 3 UU Tipikor menekankan bahwa koruptor adalah setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 – 20 tahun. 

    Adapun Ira menjadi tersangka kemudian berstatus terdakwa karena diduga melanggar pasal 3 UU Tipikor. Hakim pengadilan tindak pidana korupsi bahkan telah memutus Ira terbukti melakukan tindak pidana korupsi, meskipun tidak ada bukti keuntungan pribadi dalam perkara tersebut.

    Dalam catatan Bisnis, eksistensi kedua pasal itu selain dianggap multitafsir, juga bisa berimplikasi menimbulkan ketidakpastian hukum. Apalagi, kalau merujuk kepada dua pasal itu, korupsi tidak sebatas pada tindakan menguntungkan diri sendiri, tetapi orang lain atau korporasi. 

    Selain itu, korupsi juga didefinisikan sebagai sebuah tindakan penyalahgunaan kewenangan yang dapat menimbulkan kerugian negara.

    Dalam catatan Bisnis, polemik tentang penerapan Pasal 2 atau pasal 3 UU Tipikor pernah terjadi saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka eks Mantan Perdagangan Thomas Lembong dan mantan petinggi BUMN, RJ Lino. Lino bahkan menyandang status tersangka selama hampir 6 tahun. Dia menjadi tersangka pada tahun 2015 dan baru divonis pengadilan pada tahun 2021. 

    Selain RJ Lino, polemik juga sempat terjadi di kasus mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Karen pernah bebas dalam kasusnya di Kejaksaan Agung. Namun pada 2024 lalu, Karen divonis penjara selama 9 tahun dalam kasus pembelian gas alam cair alias LNG.

    Karen terbukti bersalah. Dia dinyatakan telah melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. Menariknya, dalam vonis yang dijatuhkan, hakim memutuskan bahwa Karen tidak memperoleh hasil dari tindakan korupsi yang dijatuhkan kepadanya. Karen dipenjara karena kebijakannya terkait pembelian LNG terbukti merugikan negara hingga US$113,87 juta.

    Selain RJ Lino dan Karen, tentu masih banyak lagi pejabat atau direksi BUMN yang masuk penjara karena keberadaan ‘pasal karet’ di UU Tipikor. Yang paling baru tentu nama bekas Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong. Sama seperti Karen, Tom terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor.

    Penjelasan KPK

    Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi polemik perhitungan kerugian negara di kasus dugaan korupsi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang dianggap janggal karena tidak melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Kejanggalan itu disampaikan oleh terdakwa sekaligus mantan Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi dalam pledoinya beberapa waktu lalu sebelum divonis 4,5 tahun penjara. 

    Menurut Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo perhitungan kerugian negara dilakukan oleh accounting forensik (AF) KPK yang sebelumnya sudah sering terlibat dalam menghitung kerugian negara dan diterima oleh hakim

    “Artinya ini memang sudah firm bahwa AF di KPK ini punya kewenangan dalam menghitung kerugian negara. Dalam proses persidangannya juga KPK sudah menghadirkan ahli dari BPK yang juga menyatakan bahwa hitungan yang dilakukan oleh accounting forensik KPK ini sudah sesuai,” kata Budi kepada jurnalis, Senin (24/11/2025).

    Budi menegaskan proses perhitungan kerugian negara telah melibatkan sejumlah ahli seperti ahli perkapalan. Menurutnya, akuisisi kapal PT JN oleh PT ASDP berisiko terhadap faktor keselamatan karena kapal yang diakuisisi berusia tua sehingga memengaruhi kualitas kapal.

    Pihaknya turut membandingkan kapal milik PT JN dengan PT ASDP mulai dari usia hingga volume kapal. Termasuk valuasi kapal-kapal tersebut. “Ya mungkin ASDP secara keseluruhan itu laba atau untuk tapi kan itu ekosistem besarnya. Sedangkan akuisisi atas PT JN sampai dengan hari ini ekosistem bisnisnya masih merugi,” ujar Budi.

    Budi menyebutkan jika PT ASDP tidak melakukan akuisisi, maka berpeluang untung lebih besar. Sebab, PT JN memiliki permasalahan keuangan yang salah satunya adalah utang. 

    Dalam hal ini, selain mengakuisisi kapal, PT ASDP harus membayar utang yang ditanggung PT JN. Selain itu, Budi menegaskan penetapan tersangka terhadap Ira telah memenuhi kecukupan alat bukti.

    Rehabilitasi dari Prabowo

    Setelah menjadi polemik, Presiden Prabowo Subianto resmi meneken surat rehabilitasi bagi tiga terdakwa kasus korupsi terkait akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry. 

    Tiga terdakwa tersebut, yakni eks Dirut ASDP Ira Puspadewi, mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono, dan eks Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi.

    Rehabilitasi dari Prabowo diumumkan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Istana, Selasa (25/11/2025). 

    “Alhamdulillah pada hari ini Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap 3 nama tersebut,” kata Dasco dalam konferensi pers di Istana, Selasa (25/11/2025).

    Di samping itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemberian rehabilitasi terhadap tiga mantan pejabat PT ASDP Indonesia Ferry pada dasarnya setara dengan pembebasan.

    “Kira-kira begitulah [pembebasan], oke,” tutur Prasetyo.

    Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UUD 1945, pemberian rehabilitasi merupakan kewenangan presiden dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA). “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung,” bunyi Pasal 14.

    Kemudian, penjelasan rehabilitasi secara eksplisit tertera dalam Pasal 1 (23) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

    Dalam beleid itu, rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang.

    Selain diadili tanpa alasan, rehabilitasi juga merupakan hak pemulihan karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

    Adapun, pada Pasal 95 ayat (1) KUHAP mengatur soal hak penerima rehabilitasi. Dalam hal ini, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan berdasarkan UU atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

  • Usai Kasus Kolaka Timur, KPK Usut Dugaan Korupsi di 31 RSUD

    Usai Kasus Kolaka Timur, KPK Usut Dugaan Korupsi di 31 RSUD

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi di 31 proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Dugaan ini setelah KPK menetapkan 8 tersangka di kasus dugaan korupsi pembangunan RSUD Kolaka Timur.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan pihaknya tengah mendalami proyek-proyek dari Kementerian Kesehatan.

    “Kita juga mendalami untuk yang 31 rumah sakit yang lainnya, karena kami menduga juga tidak hanya di perkara yang Kolaka Timur ini, ada peristiwa pidana seperti ini,” kata Asep, dikutip Selasa (25/11/2025).

    Termasuk, kata Asep, penyidik lembaga antirasuah akan memeriksa pihak-pihak di Kementerian Kesehatan mulai dari jajaran bawah ke jajaran atas atau dari pegawai hingga tingkat Dirjen. Hal ini sekaligus mengusut aliran dana yang diduga diterima oleh beberapa pihak.

    Namun, Asep tengah bekerja sama dengan Deputi Pencegahan untuk mencegah tindak pidana korupsi, khsusunya pada proyek pembangunan RSUD.

    “Nah ini kan kickback-nya tidak langsung ke top managernya, dan ini melalui orang-orang atau bawahannya,” ujar Asep.

    Diketahui proyek pembangunan RSUD masuk program Quick Wins di bidang kesehatan dirancang meningkatkan akselerasi implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, di mana salah satu poinnya adalah menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis, menuntaskan kasus TBC, dan membangun rumah sakit lengkap berkualitas di kabupaten.

    Adapun dana alokasi Kemenkes tahun 2025 untuk program peningkatan kualitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dari tipe D menjadi tipe C mencapai Rp4,5 triliun, diantaranya untuk proyek peningkatan kualitas pada 12 RSUD dengan menggunakan dana Kemenkes dan 20 RSUD yang menggunakan dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan.

    Pada Kabupaten Kolaka Timur mendapatkan DAK Rp126,3 miliar. Namun terjadi kasus dugaan suap penerimaan yang melibatkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis karena telah mengatur penentuan perusahan yang akan menggarap proyek tersebut, sehingga dirinya menjadi tersangka.

  • Prabowo Rehabilitasi Ira Puspadewi Pertanda Potret Buram Peradilan RI?

    Prabowo Rehabilitasi Ira Puspadewi Pertanda Potret Buram Peradilan RI?

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah baru saja membebaskan Ira Puspadewi, karena adanya tuduhan merugikan negara saat ASDP mengakuisi PT Jembatan Nusantara.

    Ira dituduh karena dianggap merugikan negara hingga Rp1,25 triliun. Namun, dia tidak terima telah dituduh merugikan negara, sebab dia mengklaim tidak ada uang sepeserpun masuk ke pribadinya.

    Pada 6 November 2025, terdakwa Ira Puspadewi dalam persidangan mengatakan tidak terima disebut merugikan negara. Ira meyakini akuisisi tersebut tidak merugikan negara, tetapi menguntungkan karena mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi.

    Kasus Ira mendapatkan banyak perhatian masyarakat di Indonesia dan menjadi viral. Kasus ini dianggap mirip kasus Tom Lembong dalam kasus gula. Saat di pengadilan, Tom juga mengaku bahwa tidak ada mengantongi dana sepeserpun dan tidak ditemukan mens rea.

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP tahun 2019–2022.

    Empat tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, dan pemilik PT JN bernama Adjie.

    Lalu, pada 20 November 2025, majelis hakim memvonis Ira selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, sementara Yusuf dan Harry dijatuhi pidana 4 tahun penjara. Mereka divonis merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.

    Walaupun demikian, Hakim Ketua Sunoto sempat menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dengan memandang perbuatan ketiga terdakwa bukan tindak pidana korupsi.

    Pada 25 November 2025, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengumumkan Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua terdakwa kasus tersebut.

    Rehabilitasi dari Presiden Prabowo

    Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP Ferry Indonesia (Persero) Ira Puspadewi setelah divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa hari lalu. 

    Rehabilitasi dari Prabowo diumumkan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Istana, Selasa (25/11/2025). 

    Dasco mengungkapkan permasalahan yang terjadi di PT ASDP yang terjadi pada periode Juli 2024, berbagai pengaduan dan aspirasi kepada DPR RI. 

    “Kami kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara untuk mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024. Hasil kajian hukum kemudian kami sampaikan kepada pemerintah. Terhadap perkara 68 Pidsus/ TPK/2025/PN/Jakarta Pusat atas nama Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono, dengan komunikasi dengan pihak pemerintah Alhamdulillah pada hari ini, Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap ketiga nama tersebut,” ujar Dasco.

    Alur Pembebasan Ira Puspadewi

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pemberian rehabilitasi kepada tiga mantan Direksi PT ASDP yang sebelumnya terseret kasus korupsi akusisi kapal milik PT Jembatan Nusantara (PT JN).

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan pemberian rehabilitasi merupakan hak prerogatif presiden dan menghormati putusan tersebut.

    “Terkait dengan rehabilitasi tentunya KPK menghormati ya keputusan rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden sebagai hak preoregatif dari Presiden ya kepada tiga direksi PT ASDP tersebut,” kata Asep kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    KPK menjelaskan alur pembebasan ketiga terdakwa kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022, termasuk Ira Puspadewi, usai pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan lembaga antirasuah harus menerima terlebih dahulu surat keputusan pemberian rehabilitasi dari pemerintah, yakni Kementerian Hukum.

    “Setelah itu, kami segera melakukan proses terhadap surat tersebut,” ujar Asep dikutip dari Antara, Rabu (26/11/2025).

    Dia kemudian menjelaskan bahwa pimpinan KPK akan mengeluarkan surat keputusan untuk membebaskan ketiga terdakwa tersebut setelah seluruh proses telah selesai dilakukan.

    “Jadi, ada proses. Kita tunggu saja petugas dari Kementerian Hukum mengantarkan surat keputusan tersebut,” katanya.

    Kendati demikian, pihaknya masih menunggu surat dari Kementerian Hukum untuk nantinya ditindak lanjuti. Asep menjelaskan, wewenang jaksa lembaga antirasuah adalah saat proses penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan.