Kasus: Tipikor

  • Kuasa Hukum Bakal Jadi Saksi Hasto, Sebut Ikuti Pola KPK

    Kuasa Hukum Bakal Jadi Saksi Hasto, Sebut Ikuti Pola KPK

    Kuasa Hukum Bakal Jadi Saksi Hasto, Sebut Ikuti Pola KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    Hasto Kristiyanto
    ,
    Maqdir Ismail
    , mengungkapkan dirinya bersama tim hukum lain, Johannes Tobing, bakal menjadi saksi dalam sidang Hasto.
    Hasto merupakan terdakwa perkara
    dugaan suap
    pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR serta perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
    “Tadi saya secara sengaja dengan kesepakatan kami bahwa kami penasihat hukum hendak menjadikan diri kami sebagai saksi di persidangan ini ya,” kata Maqdir, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
    Menurut Maqdir, keputusan tersebut diambil sebagai bentuk respons terhadap praktik yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang sebelumnya, di mana penyidik dan penyelidik dihadirkan sebagai saksi bahkan ahli, meski tidak mengalami langsung peristiwa yang disidangkan.
    “Kenapa? Karena kami ingin mengikuti kegiatan yang dilakukan di dalam persidangan yang lalu di mana penyidik menjadi saksi, penyelidik menjadi saksi, dan penyidik serta penyelidik menjadi ahli,” ujar dia.
    Dalam kesaksian nanti, Maqdir bakal menerangkan terbitnya Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) tertanggal 20 Desember 2019 dalam kasus operasi tangkap tangan (OTT) eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan.
    Dia mengatakan, Sprinlidik itu terbit bersamaan dengan pergantian pimpinan KPK.
    Tak hanya itu, Maqdir mengungkapkan bakal menerangkan fakta lainnya dalam peristiwa pengejaran Hasto dan Harun Masiku di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, pada 8 Januari 2020.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa memberikan suap kepada Wahyu Setiawan untuk memuluskan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
    Ia juga didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan memerintahkan penghancuran alat komunikasi yang berkaitan dengan kasus tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Makna Tersembunyi di Kasus Hasto dari Kacamata Ahli Bahasa UI

    Makna Tersembunyi di Kasus Hasto dari Kacamata Ahli Bahasa UI

    Jakarta

    Jaksa KPK menghadirkan ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, dalam sidang terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Frans memberikan analisisnya pada rentetan fakta di persidangan.

    Frans awalnya mengatakan bahwa komunikasi dalam politik hingga kasus korupsi penuh dengan teka-teki, sehingga harus diteliti secara mendalam. Adapun sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2025).

    Jaksa mulanya bertanya mengenai penyusunan kalimat dalam komunikasi politik. Lalu, Frans mencontohkan kasus korupsi yang melibatkan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham.

    “Dalam menyusun kata-kata, kalimat dalam komunikasi WA, apakah juga tadi basic, kalau tadi ahli juga sampaikan ada latar belakang, keilmuan, kemudian wawasan pengetahuan, level jabatan, status sosial, apakah itu juga menjadi bagian dalam isi kata-kata penentuan, kata-kata penyusunan kalimat dalam teks WA, misalnya?” tanya Jaksa KPK Takdir Suhan.

    “Jadi misalnya, satu kasus yang saya sebutkan, kasus korupsi yang melibatkan mantan Sekjen Golkar, saya juga ahlinya, dan saya waktu itu bisa menjelaskan arti kalimat-kalimat itu, dan yang paling, dan yang saya alami dalam kasus-kasus korupsi adalah, atau pengalaman saya, teks-teks itu penuh teka-teki, tidak transparan, tidak lugas seperti percakapan biasa,” jawab Frans.

    “Dan untuk hal seperti ini, sebagai ahli, saya punya pengalaman bahwa teks-teks yang berkaitan dengan politik, sosial, korupsi, dan lain-lain, itu harus diteliti lebih jauh, tidak sederhana,” sambungnya.

    Jaksa Takdir lalu menanyakan terkait penyusunan kata-kata dalam komunikasi WhatsApp antara atasan dan bawahan. Jaksa mempertanyakan isi komunikasi itu akan semakin rumit atau tidak.

    Frans pun menjelaskan, jika komunikasi makin tinggi level jabatan, maka makin rumit. Menurutnya, perlu analisis mendalam mengenai komunikasi tersebut.

    “Kalau pengalaman saya, semakin tinggi jabatan, semakin berusaha untuk menyampaikan sesuatu secara rumit. Jadi harus dianalisis,” jelasnya.

    “Misalnya bahasa politik, ketika seorang menteri berbicara, misalnya ‘akan diamankan’, itu bukan berarti harafiah, seperti kata ‘aman’, bisa berarti akan diteruskan atau akan dihentikan,” sambung dia.

    Soal Perintah ‘Tenggelamkan’

    Foto: Anggi Muliawati/detikcom

    Frans mengatakan perintah untuk menenggelamkan merujuk kepada ponsel, bukan melarung pakaian. Mulanya, jaksa membacakan isi pesan antara Gara Baskara dengan Sri Rezeki Hastomo. Berikut ini isi pesan yang dibacakan jaksa.

    “Siap, Bapak,” kata Gara Baskara.

    “HP ini saja. Oke, thanks. Yang itu ditenggelamkan saja. Tidak usah mikir sayang dan lain-lain,” kata Sri Rezeki Hastomo.

    “Siap, Bapak. Bapak izin Kus ke PIK dulu,” kata Gara Baskara.

    Jaksa lalu meminta Frans menganalisis maksud pesan tersebut. Frans pun menjelaskan jika sosok ‘bapak’ dalam pesan itu merupakan sosok yang dihormati.

    “Jadi, penggunaan dari awal. ‘Siap, Bapak’ itu berarti dia menghormati orang yang lawan bicaranya di chat itu. Kemudian ditunjukkan, ini intinya sebenarnya menunjukkan bahwa ada satu HP yang disuruh ditenggelamkan. ‘Nah, yang itu saja ditenggelamkan. Tidak usah mikir sayang’. Sayang di sini berarti tidak usah mikir rugi,” jelas Frans.

    “Lalu, dijawab oleh lawan bicaranya, ‘siap’. Artinya dia melaksanakan. Jadi di sini ada konteks. HP ini saja berarti menunjukkan. Ada dua HP dari konteks ini. HP ini saja berarti ada satu lagi HP yang itu ditenggelamkan saja. Berarti yang satu ini menyetujui yang itu ditenggelamkan saja. Yang itu mengacu pada yang dia sebut HP ini saja. Itu konteksnya,” sambungnya.

    Jaksa lalu bertanya korelasi antara perintah menenggelamkan itu dengan melarung pakaian. Sebab, jaksa mengatakan sosok dalam pesan itu ketika bersaksi di persidangan, mengaku jika perintah menenggelamkan ialah meminta untuk melarung pakaian.

    “Tapi dalam keterangannya bahwa yang bersangkutan itu sebetulnya bukan menenggelamkan HP, tapi melarung. Melarung baju atau pakaiannya. Nah, dalam konteks ini, ahli, ditenggelamkan. Apakah ada korelasi ditenggelamkan itu dengan baju atau pakaian itu?” tanya jaksa.

    “Kalau baju itu direndam. Tidak ditenggelamkan. Tapi dalam konteks ini jelas sekali, dari segi bahasa, jelas sekali, kata itu, itu mengacu ke kata HP yang di atasnya. Berkaitan,” kata Frans.

    “Jadi tidak mungkin di bawah muncul yang itu ditenggelamkan mengacu kepada yang lain yang tidak disebutkan sebelumnya. Karena ini ada percakapan hubungannya, bahkan kita bisa lihat, 10.48, di bawahnya, kalau dari segi, waktunya bedanya sedikit. 5, 3, 4, 8, dan itu berarti chat-nya dekat-dekatan sekali,” sambung Frans.

    Maka, menurutnya, perintah menenggelamkan tidak logis jika diartikan untuk melarung pakaian. Frans menegaskan perintah menenggelamkan itu merujuk kepada ponsel.

    “Jadi yang kata itu, pada kalimat yang itu ditenggelamkan, itu jelas mengacu ke HP. Dari segi bahasa,” ujar Frans.

    “Berarti kalau misalkan itu baju?” tanya jaksa.

    “Tidak logis. Tidak masuk akal,” kata Frans.

    Staf kesekretariatan DPP PDIP, Kusnadi, saat dihadirkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5) mengakui ada perintah menenggelamkan dari nomor atas nama Sri Rejeki Hastomo. Jaksa mencecar Kusnadi lantaran chat dengan nomor Sri itu sebelumnya membahas terkait ponsel. Jaksa bertanya hubungan ponsel dengan melarung.

    “Tadi kan di atas bahasanya mengenai HP ini aja yang dipakai, kemudian ada respons, oke thanks. Kemudian, tiba-tiba kok ada tenggelamkan, saudara kemudian menyebutkan larung. Nyambung nggak itu kira-kira?” tanya jaksa.

    “Nyambung lah, Pak,” jawab Kusnadi.

    Jaksa tak puas atas jawaban Kusnadi. Jaksa lalu menampilkan percakapan WhatsApp soal perintah menenggelamkan tersebut.

    “Jam 10.30.47 kemudian jamnya 10.48, masih nyambung ini, 10.48, ini di atas bicara HP, ‘pakai HP ini saja’, ‘oke thanks’. Kemudian dilanjutkan lagi, ‘yang itu ditenggelamkan saja’, ini kan urutannya seperti itu. Tiba-tiba kok larung tuh hubungannya bagaimana?” cecar jaksa.

    “Hubungannya sebelumnya saya itu habis ngelarung, Pak, hubungannya sebelum itu. Ada itu ada komunikasi yang saya,” jawab Kusnadi.

    Sosok ‘Bapak’ Minta Rendam HP Harun Masiku

    Foto: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (Mulia/detikcom)

    Frans Asisi Datang, menjelaskan makna ‘bapak’ dalam komunikasi antara Harun Masiku dan satpam PDIP Nur Hasan. Frans menilai jika ‘bapak’ tersebut merujuk kepada Hasto Kristiyanto.

    Mulanya, jaksa memutar rekaman percakapan antara Harun Masiku dan Nur Hasan. Dalam percakapan itu, Nur Hasan menyampaikan pesan dari seseorang yang disebut ‘bapak’ kepada Harun Masiku. Dalam pesan itu, Harun Masiku diminta untuk merendam ponselnya.

    “Izin untuk mengingatkan ahli ini kami perdengarkan percakapan tanggal 8 Januari. Ini Nur Hasan sama Harun Masiku dan Nur Hasan,” kata jaksa KPK.

    Berikut ini isi percakapan Harun Masiku dan Nur Hasan:

    “Ini ada amanah, Pak, handphone Bapak harus direndam di air,” kata Nur Hasan.

    “Iya, Pak, iya, di mana?” tanya Harun.

    “Di DPP,” kata Nur Hasan.

    “Di mana disimpannya, Pak?” tanya Harun.

    “Di air, direndam di air,” kata Nur Hasan.

    “Di mana itu?” tanya Harun.

    “Nggak tahu saya,” kata Nur Hasan.

    Kemudian, dalam percakapan itu terdengar Nur Hasan dan Harun Masiku melakukan janji pertemuan. Nur Hasan dan Harun pun kembali berulang kali terdengar mengatakan kata ‘bapak’.

    “Atau di mana? Atau di DPP?” tanya Harun.

    “Iya di situ aja, Pak,” kata Nur Hasan.

    “Di mana?” tanya Harun.

    “Ketemu di situ aja,” kata Nur Hasan.

    “Di situ ya?” tanya Harun.

    “Di atas nggak ada orang, Pak. Di atas nggak ada orang, Pak, nggak bisa tinggal,” kata Nur Hasan.

    “Bapak di mana? Bapak di mana? Bapak aja di mana?” tanya Harun.

    “Bapak lagi di luar, Pak,” kata Nur Hasan.

    Jaksa lalu bertanya maksud dari percakapan itu kepada ahli. Frans mengatakan keduanya saling mengenal dan memahami sosok yang dimaksud dengan ‘bapak’.

    “Saya di dalam BAP itu ditanyakan, apa arti isi percakapan itu. Dijelaskan secara umum. Lalu ditanyakan apakah kata ‘bapak’ di situ artinya apa. Yang jelas di sini acuan ‘bapak’ itu ada dua. Yang disebutkan kedua-duanya Harun Masiku yang sebagai Harun Masiku itu menanyakan, ‘Bapak di mana? Bapak di mana?’. Sedangkan yang satu menjawab ‘Bapak lagi di luar’. Tidak mungkin dia yang si Hasan itu ‘Bapak’ itu yang dia maksud dia. Tapi pasti seseorang,” jelas Frans.

    “Dua-duanya mengerti bahwa yang dimaksud ‘bapak’ itu adalah seseorang. Seseorang atau pihak ketiga yang kita sebut itu. Karena kalau misalnya dia katakan ‘Bapak di mana?’ Pasti dia jawab ‘saya di kantor. Atau saya di pos satpam. Atau saya di jalan’. Tapi dia jawab, ‘Bapak lagi di luar’. Maksudnya seseorang. Berarti ‘bapak’ yang ditanyakan oleh si Harun Masiku itu maksudnya juga sama. Jadi mereka saling mengerti antara satu sama lain dalam konteks ini,” sambungnya.

    Kemudian, jaksa pun mempertanyakan sosok ‘bapak’ yang dimaksud tersebut. Frans menjawab jika sosok ‘bapak’ itu merupakan Hasto.

    “Ya di dalam BAP saya itu saya katakan bahwa dari keterangan penyidik secara lisan maupun dari konteks saya diperiksa dan secara keseluruhan kasus itu maka saya bisa menjawab seperti yang di dalam BAP,” kata Frans.

    “Nah, dari faktor apa, Pak, ini sehingga saudara menyimpulkan seperti itu, Pak? Faktornya dari apa atau petunjuk yang mana yang kemudian saudara merujuk ke orang itu?” tanya jaksa.

    “Ada apa namanya, dalam data-data bahasa sebelumnya itu ada menyebut nama Hasto, Sekjen,” kata Frans.

    Kuasa hukum Hasto, Ronny Talappesy, sempat mengajukan keberatan lantaran dari percakapan Nur Hasan dan Harun tak menyebut nama Hasto. Namun Frans mengatakan hal itu diketahui dari keterangan penyidik mengenai konteks alasan dirinya diperiksa sebagai ahli.

    “Ya tadi saya katakan, saya jawab di situ secara tegas berdasarkan keterangan lisan dari penyidik, berdasarkan konteks saya diperiksa sebagai ahli bahasa, juga berdasarkan data-data chat maupun ya data-data chat yang tulis secara jelas ada nama Hasto, ada di dalam BAP konteks chat itu ada nama Hastonyunyu seperti itu,” jelas Frans.

    “Nah apakah petunjuk-petunjuk itu ada dalam chat ini yang kemudian itu merujuk?” tanya jaksa.

    “Dalam chat ada beberapa, yang ini tidak. Jadi disebut di sini tadi saya katakan ‘bapak-bapak’ saja. Jadi konteks ‘bapak’ itu menurut saya sebagai ahli bahasa yang diperiksa dari pagi sampai sore itu, saya katakan ‘oh ini, bapak yang mereka maksud ini berarti seseorang yang namanya Hasto’ itu,” ungkap Frans.

    Soal Dana Penghijauan

    Foto: Ari Saputra

    Frans mengatakan dana penghijauan dalam lingkup politik bukan untuk menanam pohon. Jaksa mulanya meminta ahli menganalisis isi percakapan tanpa melihat konteks terlebih dulu. Jaksa pun membacakan percakapan WhatsApp Hasto dengan eks kader PDIP Saeful Bahri.

    “Jadi kita baca dulu, hanya teksnya, Ahli tidak perlu lihat latar belakangnya. Nah, dari teks ini, ini kan percakapan, Ahli sudah juga melihat chat ini ada di BAP nomor 15,” kata jaksa.

    “Nah, kata-katanya adalah dari nomor handphone, sekian, atas nama di situ Mas Hasto Nyu-Nyu. Dikatakan tadi ada 600, yang 200 dipakai untuk ‘DP penghijauan’ dulu. Konteks ini saja dulu, Ahli. Di luar daripada pengetahuan Ahli tentang perkara ini. Nah, dari sisi keilmuan Ahli, baik itu dari sisi linguistik forensik maupun dari semantik pragmatik, terlihat tidak apa yang dibicarakan di sini?” sambungnya.

    “Ada sesuatu yang jumlahnya 600, lalu yang 200 dipotong dari 600 itu dipakai untuk ‘DP penghijauan’,” kata Frans.

    Jaksa lalu bertanya angka 600 yang muncul itu berasal dari siapa. Frans menjawab 600 berasal dari sosok yang mengirim pesan.

    “Karena di situ tertulisnya yang mengirim Mas Hasto Nyu-Nyu. Kemudian di situ ada dua kata angka, 600 dan digunakan 200. Nah, dari analisis Ahli, terkait dengan kata 600, ada 600, pakai dulu 200. Nah, kemudian ada pesan yang terselubung tidak dari kalimat ini?” tanya jaksa.

    “Kemudian, yang saya tanyakan lagi, dari dua chat ini saja sebenarnya menarik. Jadi, di sini ada untuk ‘DP penghijauan’ dulu. Nah, kalimat penghijauan ini, kalau dari dua teks ini, artinya apa tuh? Bisa nggak ada kalimat apa tuh di situ?” sambung jaksa.

    Frans menjelaskan, jika terlepas dari konteks, penghijauan yang dimaksud ialah berkaitan dengan menanam pohon. Namun, kata dia, dalam lingkup politik, dana penghijauan memiliki makna sebagai penyemangat.

    “Sesuatu yang hijau itu sesuatu yang segar, sesuatu yang hidup, sesuatu yang menyemangati. Jadi, orang biasa menyebut, kita lihat yang hijau-hijau. Jadi, banyak orang tidak suka sesuatu yang gersang, sesuatu yang tidak berwarna hijau. Itu penghijauan adalah proses membuat sesuatu yang gundul, yang tidak ada pohon, menjadi tertanam banyak pohon,” jelasnya.

    “Tapi, kalau saya, sekali lagi saya katakan, kalau, kalau dilihat dalam konteks pembicaraan yang politik, yang tadi menyembunyikan muka, dan lain-lain. Penghijauan bisa bermakna memberi semangat untuk kegiatan, yang bukan menanam pohon,” sambung Frans.

    Lebih lanjut, jaksa lalu membacakan pesan antara advokat PDIP Donny Tri Istiqomah dan eks kader PDIP Saeful Bahri. Dalam pesan itu, berisi mengenai angka-angka 400 dan 600.

    “Kemudian ini ada pesan, sama nih pesan WhatsApp juga, Ahli, ya. Dari seseorang bernama Donny Tri Istiqomah kepada Saiful. Di situ dijelaskan bahwa ada chat ‘Mas Hasto ngasih 400 nih, yang 600 Harun katanya. Duit sudah kupegang, sudah kupegang’. Kemudian dibalas oleh Saiful, ‘oke ktmu, mhk, dmn’. Nah ini kan singkatan semua ya, ini Harun no response. Nah dari konteks ini, saya ingin Saudara Ahli terlepas dari konteks ya. Nah, ini apa yang Saudara tangkap di sini?” tanya jaksa.

    “Jadi ada pengakuan atau ada pernyataan dari Donny Tri itu bahwa ‘Mas Hasto memberikan 400’. Entah apa itu. Yang 600 Harun katanya, berarti dia belum pegang,” kata Frans.

    “Lalu di bawah dia katakan ‘duit sudah kupegang’. Berarti yang dia katakan duit sudah ku pegang dari Mas Hasto itu. Berarti ada duit, ini kata 600, 400 itu berkaitan dengan uang,” sambungnya.

    Lalu jaksa mempertanyakan sosok dibalik kata ‘nya’ di pesan tersebut. Frans pun menjelaskan jika sosok ‘nya’ itu merupakan Hasto.

    “Nah, kalau di sini kan ada yang 600 Harun katanya. Nah katanya ini, ‘nya’ ini merajuk ke mana nih, Pak? Kalau dari ini ya, dari teks ini ya kita lihat,” kata jaksa.

    “Ya kalau konteksnya sama, itu karena di atas disebut Mas Hasto, katanya itu mengacu ke yang disebut Mas Hasto itu,” jawab Frans.

    “Itu yang kita kunci jawaban Ahli, ya. Berarti katanya, berarti ‘nya’ ini merujuk kepada Mas Hasto,” kata jaksa.

    Halaman 2 dari 4

    (azh/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Wabup Jember Djoko Susanto Berkonsultasi dengan KPK

    Wabup Jember Djoko Susanto Berkonsultasi dengan KPK

    Jember (beritajatim.com) – Wakil Bupati Djoko Susanto berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengantisipasi terjadinya tindak pidana korupsi di internal Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur.

    Semua berawal saar Djoko bersama Bupati Muhammad Fawait, Pejabat Sekretaris Daerah Jupriono, beberapa pejabat pemda, dan Ketua DPRD Jember Ahmad Halim menghadiri acara audiensi dan koordinasi upaya pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih, Jakarta, 3 Juni 2025.

    “Ada beberapa hal yang menonjol yang saya ingat. Pertama, perihal pengangkatan pejabat atau penataan kelembagaan yang disinyalir lekat dengan praktik korupsi. Kedua, terkait pengadaan barang dan jasa, yang yang lebih disorot lagi adalah penunjukan langsung,” kata Djoko, Kamis (12/6/2025).

    Berikurnya adalah mengenai tugas wakil bupati. Menurut Djoko, KPK menyampaikan bahwa wakil bupati bertugas lebih banyak di bidang pengawasan internal. “Dengan pengawasan tadi, target KPK untuk pencegahan korupsi bisa tercapai,” katanya.

    Menyadari tugasnya tak mudah, Djoko ingin berkonsultasi dengan KPK. “Mohon berkenan ke depan. Saya akan banyak konsultasi, soal bagaimana melakukan pengawasan yang baik dan benar,” katanya.

    Djoko memang mantan birokrat. Selama bertahun-tahun dia memegang posisi penting di Badan Pertanahan Nasional. “Tapi dalam hal dalam hal melakukan pengawasan harus seperti apa dan bagaimana, saya juga perlu belajar,” katanya.

    KPK menyambut baik keinginan Djoko tersebut. “Kami sangat berterima kasih kalau Pak Wabup mau sering-sering berkonsultasi dengan kami. Intinya kalau Pak Wabup bisa melakukan kegiatan itu dengan baik, tentu ee juga akan meringankan tugas kami dalam hal pencegahan tindak pidana korupsi,” demikian pernyataan pejabat KPK sebagaimana ditirukan Djoko.

    Djoko berharap KPK bersedia melayangkan surat yang mengingatkan tugas-tugasnya sebagai wakil bupati dalam pencegahan korupsi. “Saya menyampaikan kepada KPK, mohon kami diingatkan untuk menjalankan fungsi pengawasan tadi,” katanya.

    Berbekal surat itu, Djoko akan menindaklanjuti arahan KPK dan mengawasi lebih aktif. “Kalau bicara pengawasan dalam pengertian teknis itu sebetulnya sudah dilakukan Inspektorat dan BPK. Tentu dalam pengawasan yang menjadi tugas saya ini lebih bersifat pembinaan, lebih ke arah mengingatkan, supaya organisasi perangkat daerah sebagai pelaksana tidak sampai salah penerapan yang membuat mereka repot,” katanya.

    Djoko sendiri tidak menginginkan ada OPD yang tersangkut masalah hukum. “Makanya ke depan saya akan melakukan pembinaan, dalam pengertian mengingatkan dan memotivasi,” katanya.

    Hasil konsultasi dengan KPK akan dijadikan panduan oleh Djoko. “Saya perlu banyak bimbingan dari sana-sini, salah satunya dari KPK soal bagaimana melakukan pembinaan, melakukan pengawasan yang baik dan benar,” katanya. [wir]

  • Ahli Bahasa: Analisa BAP Hasto Berdasarkan Ilustrasi Penyidik KPK

    Ahli Bahasa: Analisa BAP Hasto Berdasarkan Ilustrasi Penyidik KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, mengakui analisis yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pada kasus Hasto Kristiyanto hanya didasarkan pada 29 poin ilustrasi dari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hal ini disampaikan Frans saat menjawab pertanyaan kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024 serta perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Sidang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    “Untuk perkara ini, agar jelas ya Pak, apakah Bapak diberikan salinan BAP saksi-saksi lain?” tanya Febri dalam persidangan.

    “Tadi sudah saya jawab, tidak diberikan salinan BAP saksi lain,” jawab Frans.

    Febri kemudian memastikan analisis yang dilakukan Frans hanya merujuk pada ilustrasi yang disampaikan penyidik.

    “Berarti yang Bapak terima hanya 29 poin ilustrasi yang tadi disebutkan?” tanya Febri.

    “Ya,” jawab Frans singkat.

    “Tanpa informasi atau keterangan dari saksi-saksi lainnya?” tanya Febri lagi.

    “Betul,” tegas Frans.

    Frans menambahkan dalam beberapa kasus lain di luar perkara ini, ia kerap menerima salinan lengkap keterangan para saksi saat diminta menjadi ahli bahasa. Hal itu membantunya menganalisis konteks percakapan secara utuh dan komprehensif.

    “Kalau dalam pemeriksaan di luar perkara ini, Bapak biasanya menerima keterangan saksi secara lengkap, betul begitu ya, Pak?” cecar Febri.

    “Iya, betul,” jawab Frans.

    “Bapak membaca seluruh keterangan saksi-saksi itu?” lanjut Febri.

    “Betul,” kata Frans

    “Dan dari sanalah Bapak menyusun analisis, kalau di perkara lain?” tanya Febri menegaskan.

    “Iya,” pungkas Frans.

  • 10
                    
                        Tom Lembong Sebut Keputusan Koperasi TNI Polri Impor Gula Wewenang Kemendag
                        Nasional

    10 Tom Lembong Sebut Keputusan Koperasi TNI Polri Impor Gula Wewenang Kemendag Nasional

    Tom Lembong Sebut Keputusan Koperasi TNI Polri Impor Gula Wewenang Kemendag
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, menyebut penunjukan koperasi TNI-Polri untuk mengimpor gula merupakan wewenang
    Kementerian Perdagangan
    (Kemendag).
    Menurutnya, wewenang ini tidak terdapat pada Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Perekonomian, melainkan kementerian teknis.
    Menurut Tom Lembong, hal ini sesuai dengan keterangan eks Sekretaris
    Kemenko Perekonomian
    , Lukita Dinarsyah Tuwo, yang dihadirkan sebagai saksi perkara dugaan korupsi importasi gula yang menjeratnya di persidangan.
    “Itu bukan ranah dan bukan wewenangnya Kemenko. Itu merupakan hal teknis yang merupakan ranah dan tanggung jawab, dan wewenang daripada kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Perdagangan,” ujar Tom Lembong saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).
    Tom Lembong mengatakan, peran Kemenko bidang Perekonomian dan rapat koordinasi tingkat menteri di bawahnya hanya sebagai forum koordinasi dan sinkronisasi.
    “Bukan pelaksanaan. Pelaksanaan sepenuhnya di kementerian teknis,” ujar Tom Lembong.
    Selain itu, Tom Lembong juga menyebut, jika kebijakan importasi gula yang diambil Kemendag bermasalah, tentu Menteri Pertanian dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan melapor di rapat tersebut.
    Namun, kata dia, saat itu tidak ada kementerian teknis di bawah Kemenko bidang Perekonomian yang menyampaikan keluhan.
    “Katakan petani tebu tidak suka atau mengeluh keberatan dengan impor. Menteri Pertanian pasti akan menyampaikan yang di rakor,” tutur Tom Lembong.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ahli Bahasa: Hasto Setujui Suap Rp 850 Juta dari Harun Masiku

    Ahli Bahasa: Hasto Setujui Suap Rp 850 Juta dari Harun Masiku

    Jakarta, Beritasatu.com – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, mengungkapkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyetujui adanya uang suap sebesar Rp 850 juta dalam pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019–2024.

    Pernyataan itu disampaikan Frans saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap PAW dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Frans menjelaskan, kesimpulan itu didasarkan pada hasil analisis percakapan WhatsApp antara Hasto dengan mantan kader PDIP, Saeful Bahri. Dalam chat tersebut, Saeful melaporkan bahwa Harun telah “menggeser 850”, dan Hasto membalas dengan, “Ok sip”.

    Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan makna dari angka “850” dalam konteks percakapan tersebut. Frans menegaskan bahwa angka itu merujuk pada uang, meskipun tidak menggunakan simbol “Rp” atau kata “juta”. Strategi bahasa seperti ini umum digunakan dalam komunikasi politik untuk menyamarkan maksud sebenarnya.

    “Itu ciri khas bahasa yang kami temukan dalam banyak data percakapan politik. Lawan bicara sudah saling memahami konteksnya,” kata Frans.

    Frans juga menilai kata “ok” dalam balasan Hasto menunjukkan persetujuan terhadap informasi yang disampaikan, sementara kata “sip” mempertegas bahwa Hasto sangat memahami dan menyetujui isi percakapan tersebut.

    “‘Ok’ itu menyatakan setuju atau paham. Kalau ditambah ‘sip’, itu berarti sangat setuju,” jelasnya.

    Dalam dakwaan KPK, uang Rp 850 juta itu merupakan bagian dari upaya menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar menyetujui PAW Riezky Aprilia (caleg terpilih Dapil Sumsel I) digantikan oleh Harun Masiku. Uang itu disebut telah dititipkan ke DPP PDIP melalui Kusnadi, ajudan Hasto.

    Dari jumlah tersebut, Rp 400 juta akan diberikan kepada Wahyu melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fredelina. Sisanya dibagi ke berbagai pihak, yakni Tio Rp 50 juta, Donny Tri Istiqomah Rp 175 juta, dan Rp 230 juta untuk operasional Saeful Bahri dan tim.

    Selain Frans Asisi Datang, jaksa juga menghadirkan tiga ahli lainnya, yakni Bob Hardian Syahbuddin (ahli TI dari UI), Hafni Ferdian (ahli forensik KPK), dan Muhammad Fatahillah Akbar (ahli pidana dari UGM). Hingga kini, sudah ada sekitar 15 saksi yang dihadirkan, termasuk penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan Saeful Bahri sebagai saksi kunci.

    Dalam perkara ini, Hasto didakwa bersama Harun Masiku, Saeful Bahri, dan advokat Donny Tri Istiqomah, memberikan suap Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan pada 2019–2020 untuk memuluskan PAW tersebut.

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam ponsel ke dalam air pasca-operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wahyu. Ajudan Hasto, Kusnadi, juga disebut diminta melakukan hal serupa terhadap ponsel miliknya.

    Atas perbuatannya, Hasto dijerat Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • KPK Dalami Besaran Tarif Tak Resmi yang Diminta Eks Pegawai Kemenaker ke TKA yang Urus Izin

    KPK Dalami Besaran Tarif Tak Resmi yang Diminta Eks Pegawai Kemenaker ke TKA yang Urus Izin

    KPK Dalami Besaran Tarif Tak Resmi yang Diminta Eks Pegawai Kemenaker ke TKA yang Urus Izin
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) mendalami besaran tarif yang diminta para tersangka
    kasus pemerasan
    pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (
    Kemenaker
    ) kepada para agen TKA.
    Materi tersebut didalami KPK saat memeriksa tiga saksi, yaitu Erwin Yostinus selaku wiraswasta (freelance jasa pengurusan RPTKA di Kemenaker); Ety Nurhayati selaku karyawan swasta (staf operasional PT Indomonang Jadi); dan Purwanto selaku staf operasional PT Dienka Utama.
    Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (12/6/2025).
    “Ketiganya diperiksa terkait besaran tarif tidak resmi yang diminta oleh para tersangka agar proses pengurusan RPTKA dipercepat,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis.
    Budi mengatakan, penyidik juga mendalami tindakan yang dilakukan para tersangka jika tidak menerima uang yang diminta dari para agen TKA untuk pengurusan izin RPTKA.
    “KPK mendalami apa yang akan dilakukan oleh para tersangka jika uang tarif tidak resmi tersebut tidak diberikan oleh para agen TKA,” ujarnya.
    Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus pemerasan pengurusan izin Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Kamis (5/6/2025).
    “Harus saya sampaikan bahwa per tanggal 19 Mei 2025, KPK telah menetapkan delapan orang tersangka terkait dengan tindak pidana korupsi yang saya sebutkan tadi di atas,” kata Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
    Kedelapan tersangka adalah Suhartono (SH) selaku eks Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK); Haryanto (HY) selaku Dirjen Binapenta Kemenaker periode 2024-2025.
    Kemudian Wisnu Pramono (WP) selaku Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker tahun 2017-2019; Devi Angraeni (DA) selaku Koordinator Uji Kelayaan Pengesahan Pengendalian Penggunaan TKA; Gatot Widiartono (GTW) selaku Kepala Sub Direktorat Maritim dan Pertanian di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja; serta Putri Citra Wahyoe (PCW), Jamal Shodiqin (JMS), dan Alfa Eshad (ALF) selaku staf.
    KPK mengatakan, para tersangka telah menerima uang hasil pemerasan sebesar Rp 53,7 miliar dari para pemohon izin RPTKA selama periode 2019-2024.
    Budi merinci uang yang diterima para tersangka di antaranya, Suhartono (Rp 460 juta), Haryanto (Rp 18 miliar), Wisnu Pramono (Rp 580 juta), Devi Angraeni (Rp 2,3 miliar), Gatot Widiartono (Rp 6,3 miliar), Putri Citra Wahyoe (Rp 13,9 miliar), Alfa Eshad (Rp 1,8 miliar), dan Jamal Shodiqin (Rp 1,1 miliar).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hendry Lie Divonis 14 Tahun Penjara di Korupsi Timah, Uang Pengganti Rp1,05 Triliun

    Hendry Lie Divonis 14 Tahun Penjara di Korupsi Timah, Uang Pengganti Rp1,05 Triliun

    GELORA.CO  – Pemilik saham mayoritas atau Beneficial Ownership PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Hendry Lie, divonis pidana 14 tahun penjara dan denda sejumlah Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

    Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menyatakan Hendry Lie terbukti terlibat dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015–2022 yang merugikan negara hingga Rp300,003 triliun.

    “Menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer,” ucap ketua majelis hakim Tony Irfan saat membacakan amar putusan, Kamis (12/6/2025) petang.

    Tak hanya itu, majelis hakim turut menjatuhkan pidana tambahan kepada Hendry Lie berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp1,05 triliun subsider 8 tahun penjara.

    Hendry Lie dinilai telah terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer jaksa.

    Dalam pertimbangannya, hakim menyebut Hendry Lie tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

    Perbuatan Hendry Lie telah menyebabkan kerugian negara yang sangat besar, termasuk kerugian dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif. Dia juga telah menikmati hasil tindak pidana.

    Hal meringankan hukuman adalah karena Hendry Lie belum pernah dihukum.

    Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang ingin Hendri Lie dihukum dengan pidana 18 tahun penjara dan denda sejumlah Rp1 miliar subsider 1 tahun penjara.

    Dia juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp1,06 triliun subsider 10 tahun penjara.

    Adapun vonis tersebut belum mempunyai kekuatan hukum tetap lantaran Hendry Lie dan jaksa menyatakan pikir-pikir. 

    Sikap resmi atas putusan tersebut akan disampaikan dalam waktu tujuh hari kerja.

    Peran Hendry Lie

    Berikut daftar 16 tersangka dan sosoknya kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang ditangani Kejaksaan Agung seret suami artis Sandra Dewi.

    Berikut daftar 16 tersangka dan sosoknya 

    Hendry Lie disebut memerintahkan General Manager Operasional PT TIN sejak Januari 2017–2020 Rosalina dan Marketing PT TIN sejak tahun 2008–Agustus 2018 Fandy Lingga untuk membuat dan menandatangani surat penawaran PT TIN tanggal 3 Agustus 2018 tentang penawaran kerja sama sewa alat prosesing timah kepada PT Timah bersama smelter swasta lainnya, yakni PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa dan PT Stanindo Inti Perkasa (SIP). 

    Hendry Lie bersama Rosalina dan Fandy Lingga melalui PT TIN dan perusahaan afiliasi yaitu CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati dan CV Semar Jaya Perkasa disebut telah melakukan pembelian dan atau pengumpulan biji timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.

    Hendry Lie juga memerintahkan Fandy Lingga yang mewakili PT TIN menghadiri pertemuan di Hotel Novotel Pangkal Pinang dengan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016–2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk periode April 2017–Februari 2020, Alwin Albar, serta 27 pemilik smelter swasta yang membahas permintaan Mochtar Riza dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut karena bijih timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah. 

    Hendry Lie mengetahui dan menyetujui pembentukan perusahaan boneka atau cangkang CV Bukit Persada Raya, CV Sekawan Makmur Sejati dan CV Semar Jaya Perkasa sebagai mitra jasa borongan yang akan diberikan surat perintah kerja (SPK) pengangkutan oleh PT Timah untuk membeli dan atau mengumpulkan bijih timah dari penambang ilegal dari wilayah IUP PT Timah yang selanjutnya dijual kepada PT Timah sebagai tindak lanjut kerja sama sewa peralatan prosesing antara PT Timah dengan PT Tinindo Inter Nusa.

    Selanjutnya, Hendry Lie bersama Rosalina dan Fandy Lingga melalui perusahaan afiliasi PT TIN menerima pembayaran bijih timah dari PT Timah. Bijih timah yang dibayarkan tersebut berasal dari penambangan ilegal dari wilayah IUP PT Timah.

    Ketiga orang tersebut menerima pembayaran atas kerja sama sewa peralatan prosesing penglogaman timah dari PT Timah. Pembayaran tersebut terdapat kemahalan harga.

    Hendry Lie melalui Rosalina dan Fandy Lingga menyetujui permintaan Harvey Moeis (mewakili PT RBT) untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey Moeis sebesar 500 dolar AS sampai dengan 750 dolar AS per ton yang seolah-olah dicatat sebagai CSR dari smelter swasta yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Inter Nusa.

    Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga mengetahui dan menyepakati tindakan Harvey Moeis bersama smelter swasta lainnya melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait dengan sewa smelter swasta sehingga kesepakatan harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau kajian yang memadai atau mendalam. 

    Masih melalui Rosalina dan Fandy Lingga, Hendry Lie Bersama smelter swasta lainnya melalui Harvey Moeis bekerja sama dengan PT Timah dengan menerbitkan surat perintah kerja di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah dengan tujuan melegalkan pembelian bijih timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal IUP PT Timah. 

    Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga mengetahui dan menyetujui tindakan Harvey Moeis bersama sejumlah terdakwa lainnya untuk melakukan kerja sama sewa peralatan prosesing penglogaman timah dengan PT Timah yang tidak tertuang dalam RKAB PT Timah maupun RKAB 5 smelter beserta perusahaan afiliasinya dengan cara melakukan pembelian bijih timah yang berasal dari penambangan ilegal dalam wilayah PT Timah.

    Baca juga: Ibrahim Eks Stafsus Nadiem Makarim Bawa Dokumen Saat Diperiksa Penyidik Kejagung

    Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga yang mewakili PT Tinindo Inter Nusa bersama-sama Harvey Moeis, Mochtar Riza Pahlevi, Emil Ermindra dan Alwin Albar yang menyepakati harga sewa peralatan prosesing penglogaman sebesar 4.000 per ton dolar AS untuk PT RBT dan 3.700 dolar AS per ton untuk 4 smelter dengan kajian dibuat tanggal mundur.

    Hendry Lie melalui Rosalina maupun Fandy Lingga yang mewakili PT Tinindo Inter Nusa bersama dengan PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa mengetahui dan menyetujui Harvey Moeis dengan bantuan Helena selaku pemilik PT Quantum Skyline Exchange menerima biaya pengamanan yang selanjutnya biaya pengamanan tersebut diserahkan kepada Harvey Moeis

  • Ahli Bahasa: ‘Bapak’ dalam Chat Harun Masiku Adalah Hasto Kristiyanto

    Ahli Bahasa: ‘Bapak’ dalam Chat Harun Masiku Adalah Hasto Kristiyanto

    Jakarta, Beritasatu.com – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, meyakini sosok “Bapak” yang memberikan perintah kepada Harun Masiku melalui staf PDIP, Nurhasan, untuk merendam telepon genggam (HP) usai operasi tangkap tangan (OTT) eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan adalah Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

    Sebutan “Bapak” tersebut muncul dalam percakapan WhatsApp antara Harun Masiku dan Nurhasan yang ditampilkan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Sidang ini merupakan kelanjutan dari kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR periode 2019–2024 serta perintangan penyidikan dalam kasus yang menjerat Harun Masiku, dengan terdakwa utama Hasto Kristiyanto.

    Jaksa menghadirkan bukti percakapan antara Harun dan Nurhasan, di mana Nurhasan meminta Harun untuk siaga di kantor DPP PDIP dan merendam HP atas perintah “Bapak” yang sama-sama dipahami oleh keduanya.

    “Ada penggunaan kata ‘Pak’ dan ‘Bapak’. ‘Pak’ digunakan oleh seseorang di satu tempat, sementara ‘Bapak’ digunakan oleh orang lain yang sedang di luar. Ini dua konteks berbeda,” kata Frans dalam kesaksiannya di persidangan.

    Frans menjelaskan, dalam percakapan tersebut, Nurhasan konsisten menyapa Harun dengan “Pak”, sementara Harun menyebut Nurhasan dengan “Bapak” ketika bertanya soal keberadaan pihak ketiga.

    “Harun bertanya, ‘Bapak di mana?’. Nurhasan menjawab, ‘Bapak lagi di luar’. Kalau yang dimaksud ‘Bapak’ adalah dirinya sendiri, seharusnya jawabannya personal, bukan seperti itu,” jelas Frans.

    Dalam analisis linguistiknya, Frans menyimpulkan sebutan “Bapak” tersebut mengacu pada Hasto Kristiyanto, berdasarkan keterangan penyidik KPK, konteks percakapan, serta data chat lain yang diperiksa selama dirinya dimintai keterangan sebagai ahli bahasa.

    “Dalam BAP saya menyatakan bahwa berdasarkan konteks dan informasi yang saya terima, ‘Bapak’ yang dimaksud adalah Hasto, Sekjen PDIP,” tegasnya.

    Frans merupakan salah satu dari empat ahli yang telah dihadirkan dalam sidang kasus ini. Tiga ahli lainnya adalah Bob Hardian Syahbuddin (ahli teknologi informasi UI), Hafni Ferdian (ahli forensik KPK), dan Muhammad Fatahillah Akbar (ahli hukum pidana UGM).

    Jaksa KPK juga telah menghadirkan sekitar 15 saksi dari berbagai latar belakang, termasuk penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan eks kader PDIP yang menjadi saksi kunci, Saeful Bahri.

    Dalam perkara ini, Hasto bersama advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa menyuap Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta untuk memuluskan PAW Riezky Aprilia dari dapil Sumatera Selatan I agar digantikan oleh Harun Masiku sebagai anggota DPR periode 2019–2024.

    Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan KPK dengan memerintahkan Nurhasan merendam HP milik Harun Masiku ke dalam air setelah OTT Wahyu Setiawan. Ia juga disebut menyuruh ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan HP lain sebagai langkah antisipasi terhadap penyitaan.

    Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 serta Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • KPK Berhasil Lelang 46 Lot Hasil Rampasan Korupsi, Tanah di Sentul Terjual Rp11 Miliar

    KPK Berhasil Lelang 46 Lot Hasil Rampasan Korupsi, Tanah di Sentul Terjual Rp11 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar lelang serentak hasil rampasan tindak pidana korupsi, Kamis (12/6/2025). Dari 82 lot total barang lelang berupa barang bergerak dan tidak bergerak, KPK berhasil melelang sebanyak 46 lot barang rampasan. 

    Syarkiah, Jaksa Eksekusi KPK, menyebut lelang barang hasil rampasan perkara korupsi yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) itu meliputi 45 lot barang bergerak, serta 37 lot barang tidak bergerak untuk Juni 2025. 

    Dari hasil kegiatan lelang secara serentak di 13 lokasi itu, sebesar 57% total lot berhasil dilelang ke para pembeli. 

    “Nah dari total 82 lot ini yang laku untuk barang bergeraknya ada 39 lot dan yang tidak bergerak kita laku ada 7 lot,” ungkap Syarkiah kepada wartawan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK, Cawang, Jakarta, Kamis (12/6/2025). 

    Beberapa barang bergerak yang belum laku dilelang, terang Syarkiah, adalah tiga buah tas, 2 sepeda, 1 sepeda motor Vespa. Sementara itu, salah satu barang tidak bergerak yang belum laku berupa aset properti di Yogyakarta senilai Rp16 miliar. 

    Adapun barang lelang termahal yang telah berhasil dijual adalah aset tanah senilai Rp11 miliar milik terpidana perkara korupsi pengadaan helikopter AW-101, yakni John Irfan Kenway. Lokasi tanah itu berada di Sentul, Bogor. 

    “Untuk yang paling murah sendiri yang nominalnya yang paling kecil itu di harga Rp5.700 dan laku di harga Rp5 juta-an. Itu baju sutera dengan perkara Liberato L Arif,” terang Syarkiah. 

    Secara total, petugas jaksa eksekusi KPK berhasil meraup sekitar Rp20 miliar hasil lelang dari 13 Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Pembayaran barang hasil lelang itu harus dilunasi dalam lima hari kerja. 

    “Setelah pelunasan kita nanti baru tau berapa total yang kita sotor ke Kas Negara,” ujar Syarkiah. 

    Ke depan, barang-barang rampasan yang belum lalu dilelang akan tetap dilelang lagi pada kesempatan berikutnya. Itu bergantung dari hasil penilaian atas valuasi barang lelang dimaksud.

    Syarkiah menyebut, pihaknya berencana untuk melaksanakan lelang lagi pada sekitar September maupun Desember 2025. 

    Adapun syarat untuk melakukan penawaran pada kegiatan lelang KPK adalah hanya dengan memiliki akun lelang, serta menyetorkan uang jaminan. Barang akan langsung diberikan kepada pemenang lelang setelah pembayaran dilunasi beserta bukti.