Gaduh Pembangunan Islamic Center di Jambi, Dewan Minta Aparat Hukum Turun Tangan
Tim Redaksi
JAMBI, KOMPAS.com
– Pembangunan Islamic Center di Jambi menyisakan banyak masalah, mulai dari
atap bocor
hingga dugaan tindak pidana korupsi.
Megaproyek ini menelan dana hingga Rp 150 miliar.
Selama sebulan terakhir, viral atap gedung yang bocor, kemudian dinding dan interior masjid yang dipasang dengan patokan harga tinggi, tetapi kualitasnya rendah.
“Pembangunan banyak masalah, sementara pemerintah mau minta tambah anggaran. Maka, kami tegas menolak,” kata anggota Komisi I DPRD Provinsi Jambi, Abun Yani, melalui sambungan telepon, Sabtu (11/6/2025).
Dengan kegaduhan yang muncul akibat pembangunan Islamic Center ini, dia mendorong aparat hukum untuk turun tangan.
Menurut dia, hanya penegak hukum yang bisa memastikan benar atau salah sehingga semua terungkap dengan transparan.
Di tengah kegaduhan ini, pemerintah justru sedang melobi anggota dewan meminta tambahan anggaran sebesar Rp 13 miliar untuk pengadaan interior.
Padahal, kata dia, interior sudah ada dalam perencanaan awal.
Sejak awal pembangunan, kata Yani, pihaknya menemukan ada indikasi kegagalan dalam pembangunan Islamic Center.
Sedikitnya, Yani menemukan sejumlah masalah, seperti perencanaan kurang matang, pekerjaan tidak sesuai jadwal, pemilihan material yang jelek, dan penanganan proyek yang tidak profesional.
Selain itu, pembuatan addendum yang berbeda dengan dokumen asli. Secara hukum, ada dugaan indikasi pelanggaran.
“Namun, saya diserang, dibilang pencitraan. Baru sekarang banyak yang sadar kalau pembangunan Islamic Center bermasalah,” kata dia.
Ia juga menyoroti masa pemeliharaan yang terlalu lama, yakni hingga Januari 2026.
“Kami minta jangan ada tambahan anggaran lagi karena pekerjaan belum selesai,” kata Yani.
Sekretaris Daerah Jambi, Sudirman, mengakui ada kebocoran di bagian atap bangunan Islamic Center.
Kendati demikian, kegagalan proyek tersebut masih menjadi tanggung jawab pihak rekanan karena masih dalam tahap pemeliharaan.
“Masyarakat jangan khawatir, itu masih tanggung jawab rekanan karena masih dalam tahap pemeliharaan. Kami sudah minta kepada pihak rekanan untuk memperbaiki,” ujarnya.
Pekerjaan fisik sudah dinyatakan selesai melalui
provisional hand over
(PHO) pada Januari 2025.
Saat ini telah masuk tahap pemeliharaan hingga Januari 2026.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/06/14/684d2ea7be7f4.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gaduh Pembangunan Islamic Center di Jambi, Dewan Minta Aparat Hukum Turun Tangan Regional 14 Juni 2025
-

Korupsi Akuisisi ASDP, KPK Siap Tahan Bos PT Jembatan Nusantara
Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menahan Bos PT Jembatan Nusantara Group Adjie setelah kondisi kesehatannya membaik. Adjie merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada 2019-2022.
Penahanan terhadap Adjie sempat ditunda karena yang bersangkutan tengah sakit dan dirawat di RS Polri. “Nanti tunggu sampai sembuh dahulu. Setelah itu, baru dilakukan upaya paksa lagi,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto, Sabtu (14/6/2025).
Setyo menegaskan, KPK tetap menghormati hak asasi manusia (HAM) sehingga tindakan penahanan tidak bisa dilakukan terhadap tersangka yang sedang sakit. “Sakit itu tidak bisa dipaksakan. Saya dapat laporan yang bersangkutan dibantarkan ke rumah sakit,” ucapnya.
Sebelumnya, KPK memeriksa Adjie pada Rabu (11/6/2025). Seusai pemeriksaan, penyidik membantarkan penahanan Adjie dan membawanya ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka. Selain Adjie, ada Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono, serta Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Muhammad Yusuf Hadi. Seluruhnya sudah dicegah ke luar negeri.
Tak hanya menetapkan tersangka, KPK juga telah menyita sejumlah aset mewah yang diduga berasal dari hasil korupsi. Di antaranya delapan bidang tanah dan bangunan, termasuk tiga rumah mewah di kompleks elite Surabaya senilai total Rp 500 miliar.
Selain itu, turut disita uang tunai Rp 200 juta, perhiasan senilai Rp 800 juta, jam tangan mewah bertabur berlian, hingga cincin berlian eksklusif. Total nilai aset yang disita KPK sejauh ini mencapai Rp 1,2 triliun.
“Seluruh aset ini diduga berasal dari tindak pidana korupsi dan akan dirampas untuk pemulihan kerugian negara,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.
KPK memperkirakan kerugian negara akibat kasus korupsi kerja sama dan akuisisi ini mencapai Rp 893 miliar. Jumlah tersebut kemungkinan masih bisa bertambah seiring pendalaman penyidikan.
Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran besarnya nilai kerugian negara serta banyaknya aset mewah yang berhasil disita. KPK menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dan mempercepat proses hukum demi menyelamatkan uang negara.
-

Debat Panas di Sidang Kasus Suap Harun Masiku, Hasto Berang dengan Keterangan Ahli Bahasa
JAKARTA – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi Datang menjawab sejumlah keberatan yang disampaikan langsung oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Frans menegaskan dirinya bukan saksi fakta, tetap sebagai ahli bahasa yang menganalisis percakapan antara Hasto dan sejumlah pihak terkait, berdasarkan ilustrasi dan keterangan penyidik KPK.
Hal ini disampaikan Frans dalam lanjutan kasus suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 12 Juni malam.
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Rios Rahmanto meminta Hasto memberikan tanggapan atas analisa dan pandangan Frans Asisi Datang selaku ahli bahasa.
“Saya ada beberapa keberatan, Yang Mulia,” kata Hasto.
Hasto mengaku keberatan dengan keterangan ahli yang dinilai rancu terkait ilustrasi sebagai latar belakang dan dasar analisa konteksnya. Kedua, Hasto juga keberatan dengan analisa dan kesimpulan ahli Frans soal sosok ‘Bapak’ dalam komunikasi antara satpam PDIP Nurhasan dengan Harun Masiku.
Menurut Hasto, analisa ahli Frans soal kata ‘Bapak’ yang merujuk pada dirinya, telah dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik.
“Keberatan dengan keterangan saksi bahwa ‘Bapak’ sebagai pihak ketiga dalam komunikasi antara Nurhasan dan Harun Masiku itu adalah Hasto Kristiyanto, karena dipengaruhi pendapat saksi ahli yang dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik,” kata Hasto.
Merespons keberatan Hasto, Frans menegaskan dirinya tetap pada keterangan, analisa dan kesimpulan yang telah disampaikan sebelumnya. Termasuk, sosok ‘Bapak’ dalam percakapan antara Harun Masiku dan Nurhasan adalah Hasto Kristiyanto.
“Ya, saya tetap pada keterangan saya tadi,” tegas Frans.
Frans mengatakan dirinya adalah ahli yang fokus menganalisis percakapan antara Hasto dengan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap dan perintangan penyidikan. Frans pun mengaku bahwa dirinya bukanlah saksi fakta.
“Karena yang diberikan kepada saya atau sebagai bidang yang saya, itu bidang bahasa begitu. Jadi saya bukan saksi yang melihat fakta persidangan, bukan,” tandas Frans.
Hasto lalu menyampaikan keberatan lain terkait sikap netralitas ahli. Dia menilai, sebagai ahli, Frans seharusnya bersikap netral dan melihat konteks dengan melakukan pemeriksaan terhadap keterangan-keterangan yang lain untuk mendukung konteks, yang disampaikan oleh pihak-pihak terkait, termasuk dalam persidangan yang terbuka untuk umum.
Mendengar keberatan Hasto, Frans kembali menegaskan pendapatnya tetap sesuai dengan analisis linguistik yang dilakukan berdasarkan dokumen yang diberikan penyidik.
“Ya, masih sesuai dengan pendapat saya,” kata Frans.
Hasto juga menyampaikan keberatan terkait interpretasi terhadap singkatan ‘SS’ yang dikaitkan dengan tempat tinggal dirinya. “Selanjutnya keberatan bahwa dikatakan SS itu menggambarkan tempat tinggal saya dan rumah singgah, padahal itu adalah rumah aspirasi. Semua bisa tinggal di sana,” ucapnya.
Atas keberatan tersebut, Frans mengatakan bahwa keterangannya didasarkan pada informasi yang diperoleh dari penyidik.
“Saya mengikuti keterangan yang disampaikan oleh penyidik,” pungkas Frans.
Dalam sidang kasus Hasto Kristiyanto ini, jaksa KPK sudah menghadirkan empat ahli termasuk Frans Asisi Datang. Tiga ahli lain yang sudah hadir dalam sidang Hasto, adalah ahli teknologi informasi dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin, ahli forensik dari KPK Hafni Ferdian, dan ahli pidana dari UGM Muhammad Fatahillah Akbar.
Selain itu, jaksa KPK sudah menghadirkan kurang lebih 15 saksi dari berbagai profesi dan latar belakang. Termasuk, penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan saksi kunci eks kader PDIP Saeful Bahri.
Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.
Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.
Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Hasto pun dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
-

Wabup Djoko Minta Bupati Fawait Pertegas Kriteria Kontraktor Proyek PL Pemkab Jember
Jember (beritajatim.com) – Wakil Bupati Djoko Susanto akan meminta Bupati Muhammad Fawait untuk mempertegas kriteria pemilihan rekanan proyek penunjukan langsung (PL) Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur.
“Nanti akan saya sampaikan kepada Bupati untuk membuatkan regulasi bagaimana mengatur, membagi pekerjaan-pekerjaan penunjukan langsung,” kata Djoko kepada perwakilan pengusaha jasa konstruksi di ruang kerjanya, kantor Pemerintah Kabupaten Jember, Jumat (13/6/2025).
“Paling tidak turunan dari aturan pusat tentang pekerjaan penunjukan langsung harus dibuatkan petunjuk pelaksanaan (juklak). Juklak ini juga harus fair. Masa orang yang belum berpengalaman langsung diberi sepuluh proyek,” kata Djoko berseloroh.
Regulasi tersebut untuk mempertegas dan memperjelas aturan main yang ada. “Apakah itu bentuknya keputusan atau peraturan, monggo saja. Nanti bisa dikaji Bagian Hukum. Atau kalau perlu dikonsultasikan KPK,” kata Djoko.
Dalam pertemuan itu, perwakilan pengusaha jasa konstruksi mengkhawatirkan banyaknya pertumbuhan perusahaan jasa konstruksi baru setelah pergantian bupati dari Hendy Siswanto ke Muhammad Fawait.
Mereka cemas jika terjadi pelanggaran asas profesionalisme dan keadilan dalam pemilihan rekanan proyek penunjukan langsung di sejumlah organisasi perangkat daerah Pemkab Jember.
Sememtara Djoko Susanto sendiri ingin prinsip keadilan, profesionalisme, dan pemerataan porsi pekerjaan bisa berjalan bersamaan. “Tidak sekadar bicara pemerataan, tapi harus menunjukkan profesionalisme juga. Karena bicara pemerataan, kalau orangnya tidak punya kemampuan, tidak punya pengalaman, lalu dikasih. Nah kalau salbut (berantakan), jadi perkara. Kalau jadi perkara, susah semua,” katanya.
“Kalau memang tidak punya kemampuan, kemampuannya hanya satu, harus sabar. Jangan memaksa pemerataan, padahal kemampuannya tidak sama. Jadi menurut saya, unsur utama itu harus profesional, baru bicara asas keadilan, pemerataan, yang konteksnya memberi kesempatan yang sama. Masalah akhirnya tidak sama, itu karena tuntutan untuk profesional,” kata Djoko.
Sebelumnya, Djoko sudah mengusulkan hal serupa saat mengikuti audiensi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 3 Juni 2025 lalu. “Pada kesempatan itu saya menyampaikan usul dan saran, bahwa walaupun sebuah proyek bisa melalui penunjukan langsung, tapi hendaknya dibuat regulasi kriteria tentang siapa dan bagaimana kontraktor-kontraktor yang bisa mendapatkan pekerjaan tersebut,” katanya.
Usulan Djoko itu didasarkan pada filosofi pemerintah daerah melaksanakan hak rakyat melalui pengelolaan anggaran. “Sangat tidak dibenarkan kalau dalam rangka menjalankan hak rakyat itun semau gue, asal saya ingin, saya mau, saya berikan Si A atau Si B,” katanya.
Di sinilah kemudian Djoko menginginkan ada aturan main yang dijalankan dengan konsisten. “Jadi kita bekerja dengan didasari aturan main,” katanya.
Djoko mengusulkan itu kepada KPK bukan karena khawatir terjadinya tindak pidana korupsi. “Tapi normanya, sebuah kegiatan harus ada aturan main dalam hal apapun. Artinya lebih fair dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Ketua Forum Masyarakat Jasa Konstruksi (Formasi) Agustono mengatakan, sebenarnya proses penetapan rekanan proyek penunjukan langsung sudah baku. “Tapi khusus bahwa ‘kue’ (proyek) Jember harus dinikmati orang Jember dan dibelanjakan di Jember, itu perlu aturan lagi, aturan tambahan,” katanya.
Setelah bertemu Djoko, Agustono yakin proses proyek penunjukan langsung di tubuh Pemkab Jember akan berjalan profesional dan adil. “Saya postive thinking. Kalau ada pihak-pihak yang berniat tidak baik, itu berarti oknum,” katanya. [wir]
-
/data/photo/2025/06/06/684261bd7c51e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Ini Saran Jimly untuk Prabowo dalam Pemberantasan Korupsi
Ini Saran Jimly untuk Prabowo dalam Pemberantasan Korupsi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Guru Besar Hukum Tata Negara
Jimly Asshiddiqie
mengingatkan bahwa Presiden
Prabowo Subianto
tidak bisa hanya mengandalkan tingkat kepuasan publik dalam
penanganan korupsi
.
Menurut Jimly, yang jauh lebih penting adalah mengetahui langkah konkret untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi.
“Pemimpin tidak bisa mengandalkan angka survei saja. Dia harus tahu apa yang mesti dilakukan untuk solusi yang lebih tepat, menata sistem manajemen pemerintahan yang menjamin produktivitas yang berkualitas dan tepercaya, hingga benar-benar bersih dari korupsi,” kata Jimly kepada
Kompas.com
, Jumat (13/6/2025).
Pernyataan Jimly ini menanggapi hasil
survei Litbang Kompas
yang menunjukkan sebanyak 73,6 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran dalam menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
Jimly menilai, angka tersebut lebih mencerminkan harapan publik ketimbang realitas yang sesungguhnya terjadi.
“Itu angka harapan, artinya mayoritas rakyat percaya bahwa penegakan hukum kasus tipikor akan efektif,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Menurut Jimly, hasil survei seperti ini penting secara politis, karena dapat mendorong para pejabat untuk bekerja lebih baik.
Namun ia menegaskan, kepuasan publik bukan jaminan bahwa pemerintahan sudah efektif memberantas korupsi.
“Tidak penting tentang kinerja Kejagung apalagi KPK. Yang penting, mayoritas rakyat percaya Prabowo bisa selesaikan masalah korupsi,” ucapnya.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa kepercayaan publik belum tentu mencerminkan fakta di lapangan.
Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu benar-benar memahami langkah strategis yang harus diambil.
“Ini cuma
image
, tidak selalu harus identik dengan kenyataan. Maka tugas pemimpinlah yang tahu jalan yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah,” tutur Jimly.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

KPK Lacak Private Jet Hasil Korupsi Rp 1,2 Triliun di Papua
Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengungkapkan pihaknya masih melacak keberadaan jet pribadi (private jet) yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi dana operasional kepala daerah Provinsi Papua senilai Rp 1,2 triliun.
Menurut Setyo, KPK membutuhkan bantuan informasi dari masyarakat untuk memastikan lokasi jet pribadi tersebut.
“Kami juga membutuhkan informasi dari masyarakat, pesawat itu ada di mana. Saat ini kami masih melacak posisinya. Jika sudah ditemukan, kami akan berusaha menyitanya,” ujar Setyo di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).
Ia menambahkan KPK sebenarnya telah memperoleh informasi awal mengenai keberadaan jet pribadi itu, namun masih perlu dilakukan verifikasi untuk memastikan kebenaran lokasinya.
“Kami sudah mendapatkan sedikit banyak informasi, tinggal memastikan saja. Tapi untuk sementara, lokasinya masih kami rahasiakan,” ujarnya.
Mengenai proses penyitaan, Setyo menyebutkan langkah teknis akan dipikirkan setelah keberadaan jet pribadi tersebut dipastikan.
“Kalau harus dibawa ke Jakarta, tentu akan dipertimbangkan dari sisi teknis dan keamanannya. Bisa juga dititipkan pada aparat atau pemerintah di luar negeri,” imbuhnya.
Sebelumnya, KPK menduga kuat hasil korupsi dari dana operasional dan program peningkatan pelayanan kepala daerah Papua tahun anggaran 2020–2022 digunakan untuk membeli private jet. Nilai kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 1,2 triliun.
“Penyidik menduga dana hasil korupsi digunakan untuk membeli private jet yang saat ini berada di luar negeri,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (12/6/2025).
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Dius Enumbi (DE) selaku bendahara pengeluaran pembantu kepala daerah Papua sebagai tersangka, bersama dengan almarhum Gubernur Papua Lukas Enembe.
KPK juga terus memeriksa sejumlah saksi, termasuk Willie Taruna (WT), penyedia jasa money changer di Jakarta, dalam rangka menelusuri aliran dana dan mengupayakan pemulihan kerugian negara. Namun, WT tidak hadir dalam pemeriksaan yang dijadwalkan pada Rabu (11/6/2025).
Budi menegaskan, meski Lukas Enembe telah meninggal dunia dan tidak dapat lagi diproses hukum, KPK tetap berupaya merampas aset yang bersangkutan untuk mengembalikan kerugian negara.
“Nilai kerugian ini sangat besar. Jika digunakan untuk membangun fasilitas pendidikan atau kesehatan di Papua, dampaknya akan sangat signifikan bagi kesejahteraan masyarakat,” pungkas Budi.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5247301/original/005105600_1749530790-WhatsApp_Image_2025-06-10_at_11.43.38.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kejagung Periksa Fiona Eks Stafsus Nadiem Terkait Korupsi Chromebook Rp9,9 Triliun – Page 3
Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa mantan staf khusus (stafsus) bekas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Fiona Handayani (FH). Fiona diperiksa sebagai saksi terkait pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek senilai Rp9,982 triliun.
“Ini menjadi pemeriksaan lanjutan untuk lebih mendalami lagi terkait dengan peran yang bersangkutan sebagai stafsus dan dalam kaitan dengan bagaimana proses pengadaan Chromebook ini dilakukan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (13/6/2025) dilansir Antara.
Harli mengatakan penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) akan mendalami dan menyandingkan keterangan stafsus Nadiem Makarim itu dengan sejumlah barang bukti elektronik (BBE) yang telah diperoleh.
“Kami harapkan dengan pemeriksaan lanjutan ini akan semakin banyak lagi informasi, fakta yang diperoleh penyidik dapat membuat semakin terang tindak pidana ini,” ujar Harli.
Fiona Handayani bersama dua anggota kuasa hukumnya tiba di Gedung Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, pada pukul 12.47 WIB.
Kuasa hukum Fiona, Indra Haposan Sihombing, memperkirakan bahwa substansi pemeriksaan hari ini adalah terkait kronologi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. “Belum ke teknis,” katanya.
Terkait dokumen, dia mengatakan bahwa pihaknya masih membawa dokumen yang sama seperti pemeriksaan pertama pada Selasa (10/6/2025).
Tiga Mantan Stafsus Nadiem Dicekal
Sebelumnya, Kejagung menerbitkan surat cegah dan tangkal alias pencekalan terhadap tiga staf khusus (stafsus) mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, terkait kasus kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kemendikbud Ristek Tahun 2019-2023.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menyampaikan, tiga stafsus tersebut adalah Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT), dan Ibrahim Arief (IA) yang juga Tenaga Teknis. Mereka mangkir dari panggilan pemeriksaan, sehingga penyidik mengambil langkah cekal.
“Sudah dijadwal bahwa tiga orang ini tidak menghadiri, tidak hadir dalam pemeriksaan yang sudah dijadwal kemarin dan dua hari yang lalu,” tutur Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).
Harli mengingatkan agar ketiga stafsus Nadiem Makarim itu bersikap kooperatif memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Adapun rencananya, panggilan kedua akan dilayangkan terhadap Fiona Handayani, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief, pada pekan depan.
“Oleh karenanya, seperti yang sudah kami sampaikan penyidik mempertimbangkan untuk melakukan upaya cegah tangkal terhadap yang bersangkutan, itu sudah dilakukan per tanggal 4 Juni 2025,” kata Harli.
Penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di lingkungan Kemendikbudristek terus berlanjut. Kejagung periksa staf khusus mantan Mendikbudristek. Nadiem Makarim pun juga buka suara. Ada fakta baru terungkap? Kita Diskusi.


