Kasus: Tipikor

  • Aset di Prancis Terancam Disita Buntut Kasus Navayo, Yusril: Kan Banding

    Aset di Prancis Terancam Disita Buntut Kasus Navayo, Yusril: Kan Banding

    Jakarta

    Aset Pemerintah Indonesia di Prancis terancam disita setelah Kementerian Pertahanan RI kalah sengketa dari Navayo International AG. Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan Pemerintah RI mengajukan banding terkait putusan itu.

    “Ya dinyatakan disita oleh Pengadilan Paris tapi kan sekarang banding. Jadi belum inkrah dan putusan bandingnya belum ada,” kata Yusril kepada wartawan di Depok, Jawa Barat, Minggu (15/6/2025).

    Yusril mengatakan putusan banding Pemerintah RI di Pengadilan Prancis masih berjalan. Pemerintah RI sudah mengajukan bukti-bukti, namun persidangan ditunda.

    “Navayo ini, proses persidangannya sedang berjalan di Pengadilan Paris dan ketika Pemerintah Indonesia juga mengajukan bukti-bukti di Pengadilan Paris, Majelis Hakim itu menunda putusan,” tuturnya.

    “Jadi masih beberapa bulan lagi baru akan disidangkan kembali oleh Pengadilan Tinggi Paris terhadap bukti-bukti yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia maupun pihak lain dalam kasus Navayo ini. Jadi kasusnya belum final,” imbuhnya.

    Dalam kasus ini, Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD menang melawan Kemhan RI di International Chambers of Commerce (ICC) Singapore. Kemhan dihukum denda ratusan miliar rupiah.

    Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE LTD mengajukan gugatan ke ICC Singapore dan dikabulkan. Kemhan dihukum membayar denda USD 103.610.427.89.

    Pada 2022, perusahaan asal Eropa itu mengajukan permohonan eksekusi sita ke pengadilan Prancis untuk menyita aset pemerintah Indonesia di Paris, Prancis. Adapun pada 2024, pengadilan Prancis memberikan wewenang kepada Navayo untuk melakukan penyitaan atas hak dan properti milik pemerintah Indonesia di Paris. Salah satu aset tersebut adalah rumah-rumah tinggal pejabat diplomatik RI.

    Di sisi lain, Kejaksaan Agung telah melakukan proses hukum terhadap pihak-pihak yang terkait tindak pidana korupsi dalam pengadaan satelit tersebut. Pihak Navayo telah dipanggil beberapa kali oleh penyidik Kejagung tetapi mangkir. Kejagung juga akan melakukan gelar perkara untuk menentukan potensi tersangka dalam kasus tersebu

    Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan saat ini penyidikan perkara Navayo International AG terkait kasus sengketa dengan pemerintah RI sedang berproses. Penyidik koneksitas Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer (Jampidmil) telah melakukan pengumpulan bukti-bukti.

    “Seperti pemeriksaan saksi dari pihak militer dan sipil, penyitaan barang bukti dan pemeriksaan ahli,” kata Harli kepada wartawan, Sabtu (22/3).

    Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap pihak Navayo, kata dia, memiliki mekanisme atau prosedur di mana terhadapnya harus dipanggil secara patut dahulu sebelum ditentukan langkah hukum berikutnya.

    “Dan apakah dipatuhi atau tidak, jika tidak dipatuhi baru diambil langkah-langkah hukum selanjutnya,” jelasnya.

    (wnv/gbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • KPK Buka Peluang Panggil Gubernur BI Terkait Kasus Dana CSR

    KPK Buka Peluang Panggil Gubernur BI Terkait Kasus Dana CSR

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  membuka peluang memanggil Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo untuk dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pemanggilan Perry Warjiyo bisa saja dilakukan tergantung kebutuhan dari penyidik dalam menangani kasus tersebut.

    “Semua tergantung kebutuhannya dari penyidik ya, apakah diperlukan pemeriksaan atau tidak,” ujar Setyo di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

    Setyo memastikan tidak ada kendala apa pun jika penyidik membutuhkan keterangan Perry Warjiyo untuk membuat terang kasus dana CSR BI. Dia menegaskan pemanggilan saksi atau pihak terkait dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi, sangat tergantung pada kebutuhan penyidik.

    “Enggak ada (kendala), sementara tidak ada, cuma kan nanti disesuaikan, perlu tidaknya itu pertimbangan penyidik, penyidik independen,” tandas Setyo.

    KPK terus memeriksa dan mendalami keterangan para saksi terkait kasus korupsi dana CSR BI ini, termasuk melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi, seperti Gedung Bank Indonesia (BI) di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, dan kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta kediaman rumah anggota DPR Heri Gunawan.

    Hanya saja, hingga saat ini, KPK belum mengumumkan tersangka dalam kasus ini. Bahkan, kasus ini sempat mendapat sorotan publik karena KPK dinilai lambat dalam menangani kasus dugaan korupsi ini.

    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan alasan hingga kini belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI. Selain memiliki kompleksitas tersendiri, KPK juga mengaku sedang mendalami keterangan setiap informasi dan keterangan yang diperoleh penyidik untuk membuat terang kasus korupsi CSR BI.

    “Ya tentu setiap penanganan perkara punya kompleksitasnya masing-masing. KPK terus mempelajari dan mendalami setiap informasi dan keterangan yang diperoleh oleh tim penyidik sehingga membuat terang penanganan perkara ini,” ujar Budi di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/5/2025).

    Budi menegaskan KPK selalu berkomitmen melakukan penegakan hukum secara efektif agar bisa memberikan kepastian hukum termasuk dalam kasus korupsi CSR BI. 

    “KPK juga tentunya berharap proses penegakan hukum pada perkara CSR Bank Indonesia ini dapat dilakukan secara efektif sehingga bisa segera memberikan kepastian status hukum kepada pihak-pihak terkait dan tentunya juga dalam upaya optimalisasi asset recovery bisa dilakukan dengan optimal,” jelas dia.

    KPK, kata Budi, terus bekerja untuk membuat terang kasus CSR BI. Pada waktunya, kata dia, KPK akan mengumumkan konstruktif kasus CSR BI secara komprehensif serta para tersangka.

    “KPK pada waktunya tentu akan menyampaikan secara lengkap konstruksi perkaranya dan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut,” tandas dia.

    Dalam kasus ini, KPK menduga adanya aliran dana suap ke anggota Komisi XI DPR periode 2019-2024, yakni Satori dari Fraksi Nasdem dan Heri Gunawan atau Hergun dari Fraksi Partai Gerindra. 

    Aliran dana CSR tersebut masuk melalui yayasan yang dibangun oleh orang terdekat Satori dan Hergun, tidak langsung ke rekening pribadi Satori dan Hergun. Satori dan Hergun telah diperiksa KPK, namun hingga kini belum ditetapkan sebagai tersangka karena penyidik masih mendalami alat bukti.

  • Gaduh Pembangunan Islamic Center di Jambi, Dewan Minta Aparat Hukum Turun Tangan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        14 Juni 2025

    Gaduh Pembangunan Islamic Center di Jambi, Dewan Minta Aparat Hukum Turun Tangan Regional 14 Juni 2025

    Gaduh Pembangunan Islamic Center di Jambi, Dewan Minta Aparat Hukum Turun Tangan
    Tim Redaksi
    JAMBI, KOMPAS.com
    – Pembangunan Islamic Center di Jambi menyisakan banyak masalah, mulai dari
    atap bocor
    hingga dugaan tindak pidana korupsi.
    Megaproyek ini menelan dana hingga Rp 150 miliar.
    Selama sebulan terakhir, viral atap gedung yang bocor, kemudian dinding dan interior masjid yang dipasang dengan patokan harga tinggi, tetapi kualitasnya rendah.
    “Pembangunan banyak masalah, sementara pemerintah mau minta tambah anggaran. Maka, kami tegas menolak,” kata anggota Komisi I DPRD Provinsi Jambi, Abun Yani, melalui sambungan telepon, Sabtu (11/6/2025).
    Dengan kegaduhan yang muncul akibat pembangunan Islamic Center ini, dia mendorong aparat hukum untuk turun tangan.
    Menurut dia, hanya penegak hukum yang bisa memastikan benar atau salah sehingga semua terungkap dengan transparan.
    Di tengah kegaduhan ini, pemerintah justru sedang melobi anggota dewan meminta tambahan anggaran sebesar Rp 13 miliar untuk pengadaan interior.
    Padahal, kata dia, interior sudah ada dalam perencanaan awal.
    Sejak awal pembangunan, kata Yani, pihaknya menemukan ada indikasi kegagalan dalam pembangunan Islamic Center.
    Sedikitnya, Yani menemukan sejumlah masalah, seperti perencanaan kurang matang, pekerjaan tidak sesuai jadwal, pemilihan material yang jelek, dan penanganan proyek yang tidak profesional.
    Selain itu, pembuatan addendum yang berbeda dengan dokumen asli. Secara hukum, ada dugaan indikasi pelanggaran.
    “Namun, saya diserang, dibilang pencitraan. Baru sekarang banyak yang sadar kalau pembangunan Islamic Center bermasalah,” kata dia.
    Ia juga menyoroti masa pemeliharaan yang terlalu lama, yakni hingga Januari 2026.
    “Kami minta jangan ada tambahan anggaran lagi karena pekerjaan belum selesai,” kata Yani.
    Sekretaris Daerah Jambi, Sudirman, mengakui ada kebocoran di bagian atap bangunan Islamic Center.
    Kendati demikian, kegagalan proyek tersebut masih menjadi tanggung jawab pihak rekanan karena masih dalam tahap pemeliharaan.
    “Masyarakat jangan khawatir, itu masih tanggung jawab rekanan karena masih dalam tahap pemeliharaan. Kami sudah minta kepada pihak rekanan untuk memperbaiki,” ujarnya.
    Pekerjaan fisik sudah dinyatakan selesai melalui
    provisional hand over
    (PHO) pada Januari 2025.
    Saat ini telah masuk tahap pemeliharaan hingga Januari 2026.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Buka Peluang Panggil Gubernur BI Terkait Kasus Dana CSR

    Korupsi Akuisisi ASDP, KPK Siap Tahan Bos PT Jembatan Nusantara

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menahan Bos PT Jembatan Nusantara Group Adjie setelah kondisi kesehatannya membaik. Adjie merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada 2019-2022.

    Penahanan terhadap Adjie sempat ditunda karena yang bersangkutan tengah sakit dan dirawat di RS Polri. “Nanti tunggu sampai sembuh dahulu. Setelah itu, baru dilakukan upaya paksa lagi,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto, Sabtu (14/6/2025).

    Setyo menegaskan, KPK tetap menghormati hak asasi manusia (HAM) sehingga tindakan penahanan tidak bisa dilakukan terhadap tersangka yang sedang sakit. “Sakit itu tidak bisa dipaksakan. Saya dapat laporan yang bersangkutan dibantarkan ke rumah sakit,” ucapnya.

    Sebelumnya, KPK memeriksa Adjie pada Rabu (11/6/2025). Seusai pemeriksaan, penyidik membantarkan penahanan Adjie dan membawanya ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka. Selain Adjie, ada Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono, serta Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP Muhammad Yusuf Hadi. Seluruhnya sudah dicegah ke luar negeri.

    Tak hanya menetapkan tersangka, KPK juga telah menyita sejumlah aset mewah yang diduga berasal dari hasil korupsi. Di antaranya delapan bidang tanah dan bangunan, termasuk tiga rumah mewah di kompleks elite Surabaya senilai total Rp 500 miliar.

    Selain itu, turut disita uang tunai Rp 200 juta, perhiasan senilai Rp 800 juta, jam tangan mewah bertabur berlian, hingga cincin berlian eksklusif. Total nilai aset yang disita KPK sejauh ini mencapai Rp 1,2 triliun.

    “Seluruh aset ini diduga berasal dari tindak pidana korupsi dan akan dirampas untuk pemulihan kerugian negara,” ungkap Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.

    KPK memperkirakan kerugian negara akibat kasus korupsi kerja sama dan akuisisi ini mencapai Rp 893 miliar. Jumlah tersebut kemungkinan masih bisa bertambah seiring pendalaman penyidikan.

    Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran besarnya nilai kerugian negara serta banyaknya aset mewah yang berhasil disita. KPK menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dan mempercepat proses hukum demi menyelamatkan uang negara.

  • Prabowo Naikkan Gaji Hakim, KPK: Semoga Jadi Benteng Adang Korupsi

    Prabowo Naikkan Gaji Hakim, KPK: Semoga Jadi Benteng Adang Korupsi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan respons atas langkah Presiden Prabowo Subianto menaikkan gaji para hakim hingga 280 persen. KPK berharap kenaikan gaji tersebut menjadi benteng untuk menahan diri dari godaan-godaan melakukan tindak pidana korupsi.

    “Tentu KPK berharap dengan adanya kenaikan gaji dan kesejahteraan mampu membentengi diri dari godaan-godaan ataupun potensi untuk melakukan tindak pidana korupsi,” ujar Jubir KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

    Hanya saja, kata Budi, kenaikan gaji yang fantastis tersebut tetap harus diperkuat dengan pengawasan sehingga para hakim sebagai pengadil bisa menjalankan tugas dan fungsi dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, kata Budi, harus ada sistem untuk mencegah para hakim melakukan korupsi.

    “Tentu juga dibutuhkan sebuah sistem sehingga seluruh mekanisme dan prosedur yang menjadi wadah dari pelaksanaan tugas dan fungsi dari hakim itu juga bisa betul-betul membentengi mereka untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai dengan mekanisme dan prosedur operasional (POS),” imbuh Budi.

    Menurut Budi, sistem pencegahan korupsi harus dimiliki semua lembaga negara dan bahkan pihak swasta. Sistem pencegahan korupsi ini berlaku umum agar terjadi transparansi dan akuntabilitas.

    “Tentu ini juga berlaku secara umum, tidak hanya pada hakim saja untuk bisa menciptakan sebuah ekosistem yang berintegritas. Tentunya dibutuhkan pendekatan-pendekatan yang sistemik,” pungkas Budi.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto secara resmi mengumumkan kenaikan gaji para hakim, dengan besaran tertinggi mencapai 280 persen untuk golongan paling junior. Pernyataan ini disampaikannya dalam acara pengukuhan 1.451 peserta sebagai hakim di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, pada Kamis (12/6/2025).

  • Balas Tuduhan Kubu Hasto, KPK: Ahli Tak Bisa Diintervensi

    Balas Tuduhan Kubu Hasto, KPK: Ahli Tak Bisa Diintervensi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah tuduhan dari kubu terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang menyebutkan para ahli yang dihadirkan jaksa KPK diintervensi dan digiring oleh narasi penyidik dalam memberikan analisis atas kasus dugaan suap pengurusan PAW anggota DPR 2019-2024 dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. KPK memastikan, ahli yang dihadirkan di persidangan tetap independen dan menggunakan keahlian dalam memberikan analisis dan pandangan.

    “Persidangan itu kan ruangan terbuka dan sudah disumpah bahwa apa yang disampaikan tidak ada intervensi dan itu memang sudah sesuai dengan keahlian ataupun pengetahuan yang dimiliki oleh ahli tersebut,” ujar juru bicara KPK Budi Prasetyo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

    Apalagi, kata Budi, pandangan ahli tetap akan dinilai majelis hakim apakah relevan atau tidak dan layak atau tidak untuk mendukung pembuktian perkara Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto.

    “Tentu semua keterangan yang disampaikan oleh ahli, hakim akan melihat seperti apa dalam mendukung pembuktian dari perkara ini,” tandas Budi.

    Sebelumnya, Kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy, menilai keterangan ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asasi Datang dalam perkara Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, sangat berbahaya. Pasalnya, kata Ronny, saksi yang dihadirkan jaksa KPK tersebut hanya bersifat asumsi tanpa dasar fakta yang kuat.

    Hal ini disampaikan Ronny seusai sidang lanjutan kasus suap pengurusan pergantian antarawaktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025) malam.

    Ronny menilai seharusnya ahli yang dimintai pendapat dalam persidangan bersikap objektif, netral, dan mengacu pada fakta hukum. Menurut dia, ahli bukan sekadar melakukan analisis berdasarkan ilustrasi atau informasi yang disodorkan sepihak oleh penyidik.

    “Keterangan ahli hari ini hanya asumsi. Kalau seperti ini, bahaya, karena bisa mempidanakan orang sembarangan tanpa dasar yang kuat,” ujar Ronny.

    Ronny juga mempertanyakan netralitas ahli yang tidak memperhitungkan seluruh konteks persidangan secara utuh. Apalagi, Frans mengakui bahwa keterangannya hanya didasarkan pada dokumen dari penyidik, bukan hasil observasi terhadap fakta-fakta persidangan.

  • KPK Optimistis Paulus Tannos Segera Diekstradisi dari Singapura

    KPK Optimistis Paulus Tannos Segera Diekstradisi dari Singapura

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto masih optimistis proses ekstradisi tersangka kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, dari Singapura ke Indonesia dapat segera terwujud.

    Setyo enggan berspekulasi terkait pembebasan Paulus Tannos oleh otoritas Singapura. Ia menegaskan pemerintah Indonesia dan Singapura telah menjalin kerja sama yang baik untuk mendukung proses ekstradisi tersebut.

    “Saya kira kita tidak bisa berspekulasi. Semua pakar bisa berpendapat, tetapi sistem hukum di Singapura berbeda dengan Indonesia. Namun, seluruh permintaan dari pemerintah Singapura sudah kami penuhi,” ujar Setyo di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).

    Ia menambahkan, KPK bersama Kementerian Hukum dan aparat penegak hukum lainnya telah bekerja sama secara intensif untuk melengkapi dokumen dan syarat yang dibutuhkan oleh pihak Singapura dalam proses ekstradisi.

    “Sejauh ini, kami tetap optimistis. Ini merupakan ekstradisi pertama yang mudah-mudahan dapat terealisasi. Jika berhasil, ini bisa menjadi preseden positif untuk kasus buron lainnya, terutama jika lokasinya diketahui berada di Singapura,” jelasnya.

    KPK juga masih terus berkoordinasi dengan Kementerian Hukum untuk melawan upaya penangguhan penahanan yang diajukan Paulus Tannos. Tannos diketahui mengajukan permohonan tersebut usai ditahan oleh otoritas Singapura.

    Juru Bicara KPK, Prasetyo Budi, mengatakan lembaganya mengapresiasi langkah Kemenkum yang terus membangun kolaborasi dengan pemerintah Singapura demi menyukseskan proses ekstradisi.

    “KPK mengapresiasi langkah Kemenkum yang terus berprogres bersama pemerintah Singapura. Kami akan terus berkoordinasi,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (2/6/2025).

    Ia menegaskan KPK akan memastikan proses penegakan hukum tindak pidana korupsi tetap berjalan secara efektif, termasuk dalam menangani kasus Paulus Tannos agar dapat segera dibawa pulang dan diadili di Indonesia.

    Paulus Tannos merupakan tersangka kasus mega korupsi proyek e-KTP yang buron sejak 2021. Ia akhirnya ditangkap di Singapura pada Januari 2025 atas permintaan resmi dari pemerintah Indonesia.

    Namun, kabar terbaru menyebutkan Paulus Tannos melakukan perlawanan hukum untuk menghindari ekstradisi dan menolak pulang ke Indonesia secara sukarela.

    “Proses hukum di Singapura masih berjalan, dan hingga kini PT (Paulus Tannos) belum bersedia diserahkan secara sukarela,” ujar Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham, Widodo, Senin (2/6/2025).

    Widodo menjelaskan, Tannos telah mengajukan penangguhan penahanan kepada pengadilan Singapura. Pemerintah Indonesia melalui Kejaksaan Agung Singapura tengah mengupayakan perlawanan atas permohonan tersebut.

    “Pihak AGC (Attorney-General’s Chambers) Singapura, atas permintaan pemerintah Indonesia, terus berupaya melakukan perlawanan terhadap permohonan penangguhan dari PT,” kata Widodo.

    Permohonan ekstradisi Paulus Tannos telah diajukan pemerintah Indonesia kepada otoritas Singapura sejak 20 Februari 2025. Dokumen tambahan diserahkan pada 23 April 2025 untuk memperkuat permintaan tersebut.

    Menurut Widodo, pengadilan Singapura akan menggelar sidang pendahuluan ekstradisi atau committal hearing pada 23–25 Juni 2025.

  • Debat Panas di Sidang Kasus Suap Harun Masiku, Hasto Berang dengan Keterangan Ahli Bahasa

    Debat Panas di Sidang Kasus Suap Harun Masiku, Hasto Berang dengan Keterangan Ahli Bahasa

    JAKARTA – Ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI) Frans Asisi Datang menjawab sejumlah keberatan yang disampaikan langsung oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Frans menegaskan dirinya bukan saksi fakta, tetap sebagai ahli bahasa yang menganalisis percakapan antara Hasto dan sejumlah pihak terkait, berdasarkan ilustrasi dan keterangan penyidik KPK.

    Hal ini disampaikan Frans dalam lanjutan kasus suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis 12 Juni malam.

    Awalnya, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Rios Rahmanto meminta Hasto memberikan tanggapan atas analisa dan pandangan Frans Asisi Datang selaku ahli bahasa.

    “Saya ada beberapa keberatan, Yang Mulia,” kata Hasto.

    Hasto mengaku keberatan dengan keterangan ahli yang dinilai rancu terkait ilustrasi sebagai latar belakang dan dasar analisa konteksnya. Kedua, Hasto juga keberatan dengan analisa dan kesimpulan ahli Frans soal sosok ‘Bapak’ dalam komunikasi antara satpam PDIP Nurhasan dengan Harun Masiku.

    Menurut Hasto, analisa ahli Frans soal kata ‘Bapak’ yang merujuk pada dirinya, telah dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik.

    “Keberatan dengan keterangan saksi bahwa ‘Bapak’ sebagai pihak ketiga dalam komunikasi antara Nurhasan dan Harun Masiku itu adalah Hasto Kristiyanto, karena dipengaruhi pendapat saksi ahli yang dipengaruhi oleh ilustrasi dari penyidik,” kata Hasto.

    Merespons keberatan Hasto, Frans menegaskan dirinya tetap pada keterangan, analisa dan kesimpulan yang telah disampaikan sebelumnya. Termasuk, sosok ‘Bapak’ dalam percakapan antara Harun Masiku dan Nurhasan adalah Hasto Kristiyanto.

    “Ya, saya tetap pada keterangan saya tadi,” tegas Frans.

    Frans mengatakan dirinya adalah ahli yang fokus menganalisis percakapan antara Hasto dengan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus suap dan perintangan penyidikan. Frans pun mengaku bahwa dirinya bukanlah saksi fakta.

    “Karena yang diberikan kepada saya atau sebagai bidang yang saya, itu bidang bahasa begitu. Jadi saya bukan saksi yang melihat fakta persidangan, bukan,” tandas Frans.

    Hasto lalu menyampaikan keberatan lain terkait sikap netralitas ahli. Dia menilai, sebagai ahli, Frans seharusnya bersikap netral dan melihat konteks dengan melakukan pemeriksaan terhadap keterangan-keterangan yang lain untuk mendukung konteks, yang disampaikan oleh pihak-pihak terkait, termasuk dalam persidangan yang terbuka untuk umum.

    Mendengar keberatan Hasto, Frans kembali menegaskan pendapatnya tetap sesuai dengan analisis linguistik yang dilakukan berdasarkan dokumen yang diberikan penyidik.

    “Ya, masih sesuai dengan pendapat saya,” kata Frans.

    Hasto juga menyampaikan keberatan terkait interpretasi terhadap singkatan ‘SS’ yang dikaitkan dengan tempat tinggal dirinya. “Selanjutnya keberatan bahwa dikatakan SS itu menggambarkan tempat tinggal saya dan rumah singgah, padahal itu adalah rumah aspirasi. Semua bisa tinggal di sana,” ucapnya.

    Atas keberatan tersebut, Frans mengatakan bahwa keterangannya didasarkan pada informasi yang diperoleh dari penyidik.

    “Saya mengikuti keterangan yang disampaikan oleh penyidik,” pungkas Frans.

    Dalam sidang kasus Hasto Kristiyanto ini, jaksa KPK sudah menghadirkan empat ahli termasuk Frans Asisi Datang. Tiga ahli lain yang sudah hadir dalam sidang Hasto, adalah ahli teknologi informasi dari Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia (UI) Bob Hardian Syahbuddin, ahli forensik dari KPK Hafni Ferdian, dan ahli pidana dari UGM Muhammad Fatahillah Akbar.

    Selain itu, jaksa KPK sudah menghadirkan kurang lebih 15 saksi dari berbagai profesi dan latar belakang. Termasuk, penyidik KPK Rossa Purbo Bekti dan saksi kunci eks kader PDIP Saeful Bahri.

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa memberikan uang suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.

    Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Hasto pun dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

  • Wabup Djoko Minta Bupati Fawait Pertegas Kriteria Kontraktor Proyek PL Pemkab Jember

    Wabup Djoko Minta Bupati Fawait Pertegas Kriteria Kontraktor Proyek PL Pemkab Jember

    Jember (beritajatim.com) – Wakil Bupati Djoko Susanto akan meminta Bupati Muhammad Fawait untuk mempertegas kriteria pemilihan rekanan proyek penunjukan langsung (PL) Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur.

    “Nanti akan saya sampaikan kepada Bupati untuk membuatkan regulasi bagaimana mengatur, membagi pekerjaan-pekerjaan penunjukan langsung,” kata Djoko kepada perwakilan pengusaha jasa konstruksi di ruang kerjanya, kantor Pemerintah Kabupaten Jember, Jumat (13/6/2025).

    “Paling tidak turunan dari aturan pusat tentang pekerjaan penunjukan langsung harus dibuatkan petunjuk pelaksanaan (juklak). Juklak ini juga harus fair. Masa orang yang belum berpengalaman langsung diberi sepuluh proyek,” kata Djoko berseloroh.

    Regulasi tersebut untuk mempertegas dan memperjelas aturan main yang ada. “Apakah itu bentuknya keputusan atau peraturan, monggo saja. Nanti bisa dikaji Bagian Hukum. Atau kalau perlu dikonsultasikan KPK,” kata Djoko.

    Dalam pertemuan itu, perwakilan pengusaha jasa konstruksi mengkhawatirkan banyaknya pertumbuhan perusahaan jasa konstruksi baru setelah pergantian bupati dari Hendy Siswanto ke Muhammad Fawait.

    Mereka cemas jika terjadi pelanggaran asas profesionalisme dan keadilan dalam pemilihan rekanan proyek penunjukan langsung di sejumlah organisasi perangkat daerah Pemkab Jember.

    Sememtara Djoko Susanto sendiri ingin prinsip keadilan, profesionalisme, dan pemerataan porsi pekerjaan bisa berjalan bersamaan. “Tidak sekadar bicara pemerataan, tapi harus menunjukkan profesionalisme juga. Karena bicara pemerataan, kalau orangnya tidak punya kemampuan, tidak punya pengalaman, lalu dikasih. Nah kalau salbut (berantakan), jadi perkara. Kalau jadi perkara, susah semua,” katanya.

    “Kalau memang tidak punya kemampuan, kemampuannya hanya satu, harus sabar. Jangan memaksa pemerataan, padahal kemampuannya tidak sama. Jadi menurut saya, unsur utama itu harus profesional, baru bicara asas keadilan, pemerataan, yang konteksnya memberi kesempatan yang sama. Masalah akhirnya tidak sama, itu karena tuntutan untuk profesional,” kata Djoko.

    Sebelumnya, Djoko sudah mengusulkan hal serupa saat mengikuti audiensi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 3 Juni 2025 lalu. “Pada kesempatan itu saya menyampaikan usul dan saran, bahwa walaupun sebuah proyek bisa melalui penunjukan langsung, tapi hendaknya dibuat regulasi kriteria tentang siapa dan bagaimana kontraktor-kontraktor yang bisa mendapatkan pekerjaan tersebut,” katanya.

    Usulan Djoko itu didasarkan pada filosofi pemerintah daerah melaksanakan hak rakyat melalui pengelolaan anggaran. “Sangat tidak dibenarkan kalau dalam rangka menjalankan hak rakyat itun semau gue, asal saya ingin, saya mau, saya berikan Si A atau Si B,” katanya.

    Di sinilah kemudian Djoko menginginkan ada aturan main yang dijalankan dengan konsisten. “Jadi kita bekerja dengan didasari aturan main,” katanya.

    Djoko mengusulkan itu kepada KPK bukan karena khawatir terjadinya tindak pidana korupsi. “Tapi normanya, sebuah kegiatan harus ada aturan main dalam hal apapun. Artinya lebih fair dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.

    Ketua Forum Masyarakat Jasa Konstruksi (Formasi) Agustono mengatakan, sebenarnya proses penetapan rekanan proyek penunjukan langsung sudah baku. “Tapi khusus bahwa ‘kue’ (proyek) Jember harus dinikmati orang Jember dan dibelanjakan di Jember, itu perlu aturan lagi, aturan tambahan,” katanya.

    Setelah bertemu Djoko, Agustono yakin proses proyek penunjukan langsung di tubuh Pemkab Jember akan berjalan profesional dan adil. “Saya postive thinking. Kalau ada pihak-pihak yang berniat tidak baik, itu berarti oknum,” katanya. [wir]

  • Ini Saran Jimly untuk Prabowo dalam Pemberantasan Korupsi

    Ini Saran Jimly untuk Prabowo dalam Pemberantasan Korupsi

    Ini Saran Jimly untuk Prabowo dalam Pemberantasan Korupsi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Guru Besar Hukum Tata Negara
    Jimly Asshiddiqie
    mengingatkan bahwa Presiden
    Prabowo Subianto
    tidak bisa hanya mengandalkan tingkat kepuasan publik dalam
    penanganan korupsi
    .
    Menurut Jimly, yang jauh lebih penting adalah mengetahui langkah konkret untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi.
    “Pemimpin tidak bisa mengandalkan angka survei saja. Dia harus tahu apa yang mesti dilakukan untuk solusi yang lebih tepat, menata sistem manajemen pemerintahan yang menjamin produktivitas yang berkualitas dan tepercaya, hingga benar-benar bersih dari korupsi,” kata Jimly kepada
    Kompas.com
    , Jumat (13/6/2025).
    Pernyataan Jimly ini menanggapi hasil
    survei Litbang Kompas
    yang menunjukkan sebanyak 73,6 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran dalam menangani kasus tindak pidana korupsi (tipikor).
    Jimly menilai, angka tersebut lebih mencerminkan harapan publik ketimbang realitas yang sesungguhnya terjadi.
    “Itu angka harapan, artinya mayoritas rakyat percaya bahwa penegakan hukum kasus tipikor akan efektif,” ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.
    Menurut Jimly, hasil survei seperti ini penting secara politis, karena dapat mendorong para pejabat untuk bekerja lebih baik.
    Namun ia menegaskan, kepuasan publik bukan jaminan bahwa pemerintahan sudah efektif memberantas korupsi.
    “Tidak penting tentang kinerja Kejagung apalagi KPK. Yang penting, mayoritas rakyat percaya Prabowo bisa selesaikan masalah korupsi,” ucapnya.
    Meski demikian, ia mengingatkan bahwa kepercayaan publik belum tentu mencerminkan fakta di lapangan.
    Oleh karena itu, seorang pemimpin perlu benar-benar memahami langkah strategis yang harus diambil.
    “Ini cuma
    image
    , tidak selalu harus identik dengan kenyataan. Maka tugas pemimpinlah yang tahu jalan yang harus ditempuh untuk mengatasi masalah,” tutur Jimly.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.