Kasus: Tipikor

  • Top 3 News: Pemindahan 4 Pulau Aceh Ternyata Diajukan Edy Rahmayadi Saat Jadi Gubernur Sumut – Page 3

    Top 3 News: Pemindahan 4 Pulau Aceh Ternyata Diajukan Edy Rahmayadi Saat Jadi Gubernur Sumut – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Polemik 4 pulau Aceh-Sumatera Utara (Sumut) akhirnya tuntas. Presiden Prabowo Subianto secara resmi menetapkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk dalam wilayah administratif Provinsi Aceh. Itulah top 3 news hari ini.

    Dalam rapat yang digelar pemerintah pusat, terungkap bahwa proses pemindahan 4 pulau Aceh ke Sumut ini dimulai pada tahun 2022 di era Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi.

    Hal ini disampaikan Menteri Dalam Negeri atau Mendagri Tito Karnavian dalam konferensi pers ihwal polemik 4 pulau Aceh. Ia mengatakan pengkajian 4 pulau ini terjadi pada tahun 2022.

    Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyitaan pada tingkat penuntutan terhadap uang senilai Rp11.880.351.802.619 terkait perkara tindak pidana korupsi fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada industri kelapa sawit tahun 2022, yang berasal dari Wilmar Group.

    Hal itu pun diyakini menjadi penyitaan terbesar dalam sejarah seperti disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum atau Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, Rabu 18 Juni 2025.

    Harli menyebut, penyitaan Rp11,8 triliun itu menjadi upaya Jampidsus Kejagung dalam mengembalikan kerugian keuangan negara yang dilakukan dalam tahap penuntutan.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Wakil Presiden atau Wapres Gibran Rakabuming Raka melanjutkan kunjungan kerjanya di Blitar, Jawa Timur.

    Titik pertamanya, ziarah ke makam Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur, Rabu 18 Juni 2025.

    Tampak Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa hadir mendampingi Wapres Gibran. Dikutip dari siaran pers Kantor Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), ziarah tersebut merupakan bagian dari penghormatan negara terhadap jasa para pendiri bangsa.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Rabu 18 Juni 2025:

    Polemik dua provinsi yang bertetangga. Meski tak berpenduduk ternyata peralihan empat pulau di Aceh ke wilayah Sumatra Utara oleh Kemendagri masih menimbulkan perdebatan.

  • Eks Hakim MK Maruarar Siahaan Jadi Ahli di Sidang Hasto Kristiyanto

    Eks Hakim MK Maruarar Siahaan Jadi Ahli di Sidang Hasto Kristiyanto

    Eks Hakim MK Maruarar Siahaan Jadi Ahli di Sidang Hasto Kristiyanto
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tim hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    Hasto Kristiyanto
    menghadirkan eks hakim Mahkamah Konstitusi (MK)
    Maruarar Siahaan
    dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2035).
    Maruarar Siahaan dihadirkan sebagai ahli untuk memberikan keterangan dalam perkara
    dugaan suap
    pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku yang menjerat Hasto.
    “Kita pagi ini menghadirkan satu ahli yaitu Dr. Maruarar Siahaan, Hakim Indonesia dan Hakim MK,” kata kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy kepada Kompas.com, Kamis.
    Ronny menyampaikan, Maruarar bakal menjelaskan tafsir Undang-Undang dan putusan perkara nomor 18 dan nomor 28 yang sudah inkracht 5 tahun lalu.
    Perkara nomor 18 yang dimaksud Ronny adalah perkara yang menjerat eks kader PDI-P, Saeful Bahri.
    Sementara, perkara 28 adalah perkara eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan eks Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina.
    “Di mana tidak ada bukti Hasto Kristiyanto terlibat kasus suap Wahyu Setiawan tetapi terjadi daur ulang,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional itu.
    “Sehingga ada penyusupan atau penyelundupan hukum yang membuat Hasto Kristiyanto menjadi terdakwa tanpa bukti yang kuat melainkan asumsi belaka,” kata Ronny.
    Dalam hal ini, Hasto didakwa memberikan uang sejumlah 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan pada rentang waktu 2019-2020.
    Tindakan ini disebut dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P, Saeful Bahri, dan Harun Masiku.
    Uang ini diduga diberikan dengan tujuan supaya Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024, Riezky Aprilia, kepada Harun Masiku.
    Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun untuk merendam telepon genggam ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh KPK terhadap Wahyu Setiawan.
    Perintah kepada Harun dilakukan Hasto melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan.
    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
    Atas tindakannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saling Klaim Kejagung Vs Wilmar Soal Status Uang Rp11,8 Triliun pada Kasus Korupsi CPO

    Saling Klaim Kejagung Vs Wilmar Soal Status Uang Rp11,8 Triliun pada Kasus Korupsi CPO

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Wilmar Group saling klaim terkait dengan status uang senilai Rp11,8 triliun ats perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng korporasi.

    Sitaan fantastis oleh penyidik korps Adhyaksa ini kemudian menuai sorotan lantaran penyitaan tersebut berlangsung ketika perkara belum berkekuatan hukum tetap alias inkrah.

    Dalam hal ini, Wilmar Group selaku salah satu terdakwa kasus ekspor CPO yang menyerahkan uang ke penyidik Kejagung. Tak cuma-cuma, Wilmar menyatakan bahwa uang tersebut merupakan dana jaminan.

    Oleh karena itu, uang tersebut bisa dikembalikan apabila hakim agung di tingkat kasasi menguatkan vonis pengadilan pertama PN Tipikor Jakarta Pusat.

    Artinya, menguatkan vonis lepas alias ontslag. Vonis itu pada intinya telah menggugurkan kewajiban tiga terdakwa korporasi untuk membayar denda maupun uang pengganti senilai Rp17,7 triliun.

    “Dana jaminan akan dikembalikan kepada pihak Wilmar tergugat apabila Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” tulis Wilmar International Limited dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Rabu (18/6/2025).

    Sebaliknya, apabila hakim pada Mahkamah Agung (MA) menyatakan Wilmar Group bersalah, maka korporasi sudah bersedia menyerahkan uang belasan triliun itu disita sebagian atau sepenuhnya ke pengacara negara.

    Di samping itu, Wilmar Group menyatakan tidak ada alasan lain terkait penyerahan uang Rp11,8 triliun ke Kejagung. Pasalnya, hal tersebut merupakan bentuk itikad baik perusahaan untuk penegakan hukum yang ada.

    “Pihak Wilmar [selaku] tergugat tetap menyatakan bahwa seluruh tindakan yang dilakukan telah dilakukan dengan itikad baik dan tanpa niat koruptif apa pun,” pungkasnya.

    Kejagung Bantah Ada Dana Jaminan

    Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menekankan bahwa dalam proses penanganan tindak pidana korupsi tidak memiliki istilah dana jaminan. Oleh karena itu, uang Rp11,8 triliun tersebut berstatus sitaan.

    “Dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi terkait kerugian keuangan negara tidak ada istilah dana jaminan, yang ada uang yang disita,” ujarnya saat dihubungi, Rabu (18/6/2025).

    Dia menambahkan, uang yang disita itu merupakan barang bukti untuk memulihkan kerugian keuangan negara akibat adanya uang perkara rasuah tersebut.

    Sebagai tindak lanjut, Harli menyatakan bahwa uang belasan triliun itu nantinya akan dimasukkan dalam barang bukti pada memori kasasi. Nantinya, hal itu diharapkan dapat dipertimbangkan oleh hakim agung pada pengadilan tingkat kasasi.

    “Karena perkaranya masih sedang berjalan maka uang pengembalian tersebut disita untuk bisa dipertimbangkan dalam putusan pengadilan,” imbuhnya.

    Lebih jauh, Harli tidak menjelaskan secara eksplisit terkait dengan nasib uang Rp11,8 triliun itu ketika MA memutuskan untuk memperkuat putusan ontslag atau bebas pada pengadilan sebelumnya. Meskipun begitu, Kejagung menyatakan sikap optimistis atas pengajuan kasasi tersebut.

    “Kita harus optimis Mas karena kita juga menyitanya sdh mendapatkan persetujuan dari pengadilan dan JPU sesuai rilis telah memasukkan tambahan memori kasasi terkait penyitaan uang tersebut,” pungkas Harli.

    Dua Korporasi Diminta Serahkan Uang

    Direktur Penuntutan (Dirtut) Jampidsus Kejagung RI, Sutikno meminta agar Musim Mas Group dan Permata Hijau Group melakukan langkah yang serupa dengan Wilmar group.

    Dalam catatan Bisnis, jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya telah menuntut uang pengganti kepada Permata Hijau Group mencapai Rp937,56 miliar. Sementara itu, Musim Mas Group Rp4,9 miliar. Keduanya juga dibebani juga denda Rp1 miliar.

    “Untuk Permata Hijau dan Musim Mas Grup, kita berharap kedepan mereka juga membayar seperti yang dilakukan oleh Wilmar. Nanti akan kita rilis juga seperti kalau ada pengembalian yang dilakukan oleh kedua grup tersebut,” ujar Sutikno di Kejagung, Selasa (18/6/2025).

  • “Sang Pengadil” Film yang Didanai Makelar Kasus Zarof Ricar dengan Uang Suap

    “Sang Pengadil” Film yang Didanai Makelar Kasus Zarof Ricar dengan Uang Suap

    “Sang Pengadil” Film yang Didanai Makelar Kasus Zarof Ricar dengan Uang Suap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan pejabat Mahkamah Agung (
    MA
    ),
    Zarof Ricar
    disebut ikut mendanai film ”
    Sang Pengadil
    ” dengan menggunakan uang suap dari pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur,
    Lisa Rachmat
    .
    Uang suap sebesar Rp 5 miliar disebut dipakai untuk mendanai film yang tayang di bioskop Indonesia pada 24 Oktober 2024.
    Informasi ini diungkapkan anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Purwanto S. Abdullah, saat membacakan pertimbangan putusan perkara percobaan suap dan gratifikasi Rp 1 triliun yang melibatkan Zarof Ricar.
    “Digunakan oleh terdakwa Zarof untuk biaya pembuatan film dengan judul Sang Pengadil dan hal tersebut diketahui oleh Lisa Rachmat,” kata Hakim Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (18/7/2025).
    Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat sendiri menghukum Zarof Ricar dengan 16 tahun penjara.
    Ketua Majelis Hakim Rosiah Juhriah Rangkuti menyebut, Zarof terbukti bersalah melakukan pemufakatan jahat percobaan suap hakim agung dan menerima gratifikasi dengan nilai Rp 1 triliun lebih.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 16 tahun,” kata Rosihan, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/6/2025).
    Selain pidana, Zarof juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar. Jika tidak dibayar, maka hukumannya akan ditambah 6 bulan kurungan.
    Majelis hakim menilai, Zarof terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) juncto Pasal 15 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Ia dinilai terbukti bermufakat dengan pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo.
    Zarof Ricar juga disebut menerima gratifikasi senilai Rp 1 triliun lebih, yang terdiri dari uang Rp 915 miliar dan 51 kilogram emas telah disita penyidik.
    Sang Pengadil sendiri merupakan yang disutradarai oleh Girry Pratama dan Jose Poernomo. Film itu tayang di bioskop pada 24 Oktober 2024.
    Film ini dibintangi Prisia Nasution, Arifin Putra, Cok Simbara, Roy Marten, dan Celia Thomas yang mengangkat tema seputar dunia peradilan dengan beragam masalah yang melingkupi penegakan hukum.
    Sang Pengadil mengikuti kisah seseorang yang bernama Jojo, yang merupakan hakim muda. Suatu ketika Jojo berniat untuk mengakhiri hidupnya lantaran masih dibayang-bayangi kematian ayahnya yang menjadi misteri.
    Ayah Jojo diketahui merupakan hakim senior. Bersamaan itu pula, Jojo merasa terbebani saat menjalankan tugas menjadi hakim muda yakni pengadil.
    Suatu hari, Jojo pulang ke kampung halamannya dan menemukan kejadian yang tidak baik. Hingga akhirnya, Jojo harus menghadapi kasus kriminal yang rumit dengan melibatkan tokoh-tokoh penting.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kredit Fiktif di Dua Cabang Bank BUMN, Pensiunan TNI AD Divonis 9 dan 6 Tahun Bui

    Kredit Fiktif di Dua Cabang Bank BUMN, Pensiunan TNI AD Divonis 9 dan 6 Tahun Bui

    Kredit Fiktif di Dua Cabang Bank BUMN, Pensiunan TNI AD Divonis 9 dan 6 Tahun Bui
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pensiunan TNI Angkatan Darat (AD) Pelda Dwi Singgih Hartono dihukum 9 tahun penjara dalam
    kasus korupsi kredit fiktif
    yang merugikan negara Rp 57 miliar.
    Kredit fiktif ini Dwi ajukan di Bank BUMN Cabang Menteng Kecil, Jakarta Pusat dengan memalsukan 214 dokumen debitur.
    “Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa satu Dwi Singgih Hartono pidana penjara 9 tahun dikurangi penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).
    Majelis hakim menyebut, tindakan Dwi bersama-sama sejumlah pegawai Bank BRI Cabang Menteng Kecil Atas terbukti melanggar 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Ayat huruf b  Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Selain pidana badan, Dwi juga dihukum membayar denda Rp 500 juta. Jika tidak dibayar, maka hukumannya akan ditambah 5 bulan penjara.
    Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 49.022.049.042.
    Jika tidak dibayar satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan dirampas untuk menutup uang pengganti.
    “Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama 2 tahun,” kata jaksa.
    Selain korupsi di Cabang Menteng Kecil, Dwi Singgih juga dihukum bersalah korupsi pengajuan kredit fiktif di Bank BUMN Cabang Cut Mutiah.
    Ia dinilai terbukti mengajukan puluhan kredit fiktif dengan identitas palsu yang diatasnamakan anggota TNI AD.
    Pada perkara ini, ia dihukum 6 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan.
    Ia juga dihukum membayar uang pengganti Rp 5.569.640.217 yang harus dibayar 1 bulan setelah perkara incracht.
    Jika tidak, maka harta bendanya akan dirampas untuk menutup biaya pengganti.
    “Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipindahkan penjara selama 2 tahun,” kata Hakim Suparman.
    Selain Dwi, pada pengajuan kredit di majelis hakim juga menjatuhkan hukuman untuk tiga terdakwa lain yani, karyawan kantor BUMN Cabang Menteng Kecil periode 2019-2023 Nadia Sukmaria.
    Lalu, Kepala Bank BUMN Cabang Menteng Kecil periode 2022-2023 Heru Susanto dan Kepala Bank BUMN Cabang Menteng Kecil 2019-2022 Rudi Hotma.
    Majelis hakim menghukum Nadia 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan.
    Sementara, Rudi dan Heru masing-masing dihukum 4 tahun penjara dan denda dengan jumlah yang sama.
    Selain pegawai unit Menteng Kecil, dua pegawai di Cabang Cut Mutiah juga dinyatakan bersalah.
    Mereka adalah Relationship Manager di Bank BUMN Cabang Cut Mutiah, Oki Harrie Purwoko dan Relationship Manager Bank BUMN Cabang Cut Mutiah.
    Keduanya sama-sama dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kenapa Zarof Ricar Tak Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara?

    Kenapa Zarof Ricar Tak Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara?

    Kenapa Zarof Ricar Tak Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis lebih rendah dari tuntutan jaksa terhadap eks pejabat Mahkamah Agung (MA),
    Zarof Ricar
    , yakni 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
    Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Zarof Ricar dihukum 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
    Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti menyebut, Zarof Ricar terbukti bersalah melakukan pemufakatan jahat percobaan suap hakim agung dan menerima gratifikasi dengan nilai Rp 1 triliun lebih.
    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 16 tahun,” kata Rosihan, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (18/6/2025).
    Majelis hakim menilai, Zarof Ricar terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (1) jo Pasal 15 dan Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan itu dinilai terbukti bermufakat dengan pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk menyuap Hakim Agung Soesilo.
    Majelis hakim mengungkapkan beberapa alasan kenapa tidak menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara terhadap Zarof Ricar.
    Pertama, menurut hakim Rosihan, pihaknya perlu mempertimbangkan hukuman untuk Zarof dari sisi kemanusiaan.
    Sebab, jika divonis 20 tahun penjara, Zarof sama saja dihukum seumur hidup mengingat usianya yang kini sudah 63 tahun.
    “Mempertimbangkan bahwa terdakwa pada saat persidangan telah berusia 63 tahun, di mana jika dijatuhi pidana 20 tahun, ia akan menjalani hukuman hingga usia 83 tahun,” kata hakim Rosihan.
    Ditambah lagi, dia menyebut, usia harapan hidup rata-rata masyarakat Indonesia yang mencapai 72 tahun.
    “Sehingga pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto,” ujar hakim Rosihan.
    Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan kondisi kesehatan manusia yang memasuki usia lanjut, yang cenderung menurun dan membutuhkan perawatan khusus.
    Menurut hakim, bagaimanapun aspek kemanusiaan dalam sistem hukum pidana tidak boleh diabaikan. Meskipun, kejahatan yang dilakukan serius.
    Kedua, pidana maksimal hanya dilakukan dalam keadaan yang benar-benar luar biasa.
    Sementara, dalam kasus Zarof tidak ada korban jiwa maupun kerugian fisik secara langsung pada orang lain dan tidak ada kekerasan dalam kejahatan.
    “Potensi pemulihan kerugian negara melalui perampasan aset yang nilainya jauh melebihi kerugian,” kata hakim Rosihan.
    Ketiga, majelis hakim menyebut, Zarof Ricar juga menyandang status tersangka dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang bergulir di tahap penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung).
    Oleh karenanya, hukuman Zarof Ricar bakal bertambah lagi karena perkara TPPU tersebut juga akan disidangkan.
    “Sangat mungkin terdakwa diajukan lagi dalam perkara baru karena tidak diakumulasi dengan perkara ini,” ujar Hakim Rosihan.
    Berdasarkan pertimbangan itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan kepada Zarof Ricar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • “Sang Pengadil” Film yang Didanai Makelar Kasus Zarof Ricar dengan Uang Suap

    Zarof Ricar Pakai Uang Suap Rp 5 M dari Pengacara Ronald Tannur untuk Danai Film “Sang Pengadil”

    Zarof Ricar Pakai Uang Suap Rp 5 M dari Pengacara Ronald Tannur untuk Danai Film “Sang Pengadil”
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Eks pejabat Mahkamah Agung (MA)
    Zarof Ricar
    disebut menggunakan uang Rp 5 miliar dari pengacara pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur,
    Lisa Rachmat
    , untuk mendanai pembuatan film ”
    Sang Pengadil
    “.
    Informasi ini diungkapkan anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Purwanto S. Abdullah, saat membacakan pertimbangan putusan perkara percobaan suap dan gratifikasi Rp 1 triliun yang melibatkan Zarof Ricar.
    “Digunakan oleh terdakwa Zarof untuk biaya pembuatan film dengan judul Sang Pengadil dan hal tersebut diketahui oleh Lisa Rachmat,” kata Hakim Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (18/7/2025).
    Purwanto menuturkan, setelah Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis bebas (vrijspraak) untuk Ronald Tannur, Lisa menghubungi Zarof karena jaksa mengajukan kasasi ke MA.
    Ia meminta bantuan Zarof untuk mengkondisikan majelis kasasi yang dipimpin Hakim Agung Soesilo.
    Lisa menyerahkan uang Rp 5 miliar dalam dua tahap kepada Zarof sebagai dana suap untuk mengatur putusan kasasi Nomor 1466 K/Pid 2024.
    Menindaklanjuti hal ini, Zarof menyampaikan permintaan Lisa kepada Soesilo dalam satu pertemuan di Makassar.
    Namun, MA akhirnya memutuskan bahwa Ronald Tannur bersalah dan dihukum 6 tahun penjara.
    Putusan ini tidak sesuai dengan keinginan Lisa.
    “Hakim Soesilo berbeda pendapat atau
    dissenting opinion
    , meskipun ternyata uang sebesar Rp 5 miliar yang sudah diterima oleh terdakwa Zarof tidak diteruskan atau tidak diserahkan kepada hakim Soesilo,” kata Hakim Purwanto.
    Dalam perkara ini, majelis hakim menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan kepada Zarof.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kenapa Zarof Ricar Tak Dijatuhi Hukuman 20 Tahun Penjara?

    1 Vonis 16 Tahun Zarof Ricar, Hakim: Usianya 63, jika Dihukum 20 Tahun, Sama Saja Seumur Hidup Nasional

    Vonis 16 Tahun Zarof Ricar, Hakim: Usianya 63, jika Dihukum 20 Tahun, Sama Saja Seumur Hidup
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Eks pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar tidak dijatuhkan hukuman 20 tahun penjara sebagaimana tuntutan jaksa. 
    Sebab jika divonis 20 tahun penjara, Zarof sama saja dihukum seumur hidup mengingat usianya yang kini sudah 63 tahun. Adapun, Zarof divonis 16 tahun penjara oleh hakim.
    “Mempertimbangkan bahwa terdakwa pada saat persidangan telah berusia 63 tahun, di mana jika dijatuhi pidana 20 tahun, ia akan menjalani hukuman hingga usia 83 tahun,” kata Ketua Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Rosihan Juhriah Rangkuti di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (18/6/2025).
    Menurut hakim Rosihan, pihaknya perlu mempertimbangkan hukuman untuk Zarof dari sisi kemanusiaan.
    Pihaknya juga mempertimbangkan usia harapan hidup rata-rata masyarakat Indonesia yang mencapai 72 tahun.
    “Sehingga pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto,” ujar hakim Rosihan.
    Selain itu, majelis hakim juga mempertimbangkan kondisi kesehatan manusia yang memasuki usia lanjut, yang cenderung menurun dan membutuhkan perawatan khusus.
    Menurut dia, bagaimanapun aspek kemanusiaan dalam sistem hukum pidana tidak boleh diabaikan.
    “Meskipun kejahatan yang dilakukan sangat serius,” kata hakim Rosihan.
    Majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa prinsip utama dalam menjatuhkan pidana maksimal hanya dilakukan dalam keadaan yang benar-benar luar biasa.
    Sementara, dalam kasus Zarof tidak ada korban jiwa maupun kerugian fisik secara langsung pada orang lain dan tidak ada kekerasan dalam kejahatan.
    “Potensi pemulihan kerugian negara melalui perampasan aset yang nilainya jauh melebihi kerugian,” ujar Rosihan.
    Berdasarkan pertimbangan itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan kepada Zarof.
    Zarof dinilai terbukti melakukanpemufakatan jahat menyuap hakim agung pelaku pembunuhan Gregorius Ronald Tannur dan menerima gratifikasi lebih dari Rp 1 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tannos Bisa Buka Kotak Pandora Dugaan Aliran Duit Korupsi E-KTP, Termasuk ke Elite PDIP

    Tannos Bisa Buka Kotak Pandora Dugaan Aliran Duit Korupsi E-KTP, Termasuk ke Elite PDIP

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pemerintah masih berusaha keras untuk dapat memulangkan buronan kasus dugaan korupsi e-KTP Paulus Tannos ke Indonesia.

    Harapan kian kuat menyusul adanya kesepakatan antara Presiden Prabowo Subianto dengan Perdana Menteri (PM) Singapura Lawrance Wong soal percepatan pelaksanaan perjanjian ekstradisi.

    Sebab dengan kembalinya Tannos ke Indonesia, dapat membuka kotak pandora tentang dugaan keterlibatan sejumlah elite yang disinyalir menerima aliran uang korupsi e-KTP.

    “Saya bersyukur kalau Tannos dapat diekstradisi secepatnya ke Indonesia, hal ini merupakan sesuatu yang penting untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam korupsi e- KTP,” ujar Pakar Hukum dari Universitas Bung Karno Hudi Yusuf, kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Rabu (18/6/2025).

    Untuk diketahui, pengembangan kasus dugaan korupsi e-KTP di KPK saat ini sedang menyasar sejumlah nama besar yang diduga menerima aliran duit panas proyek senilai triliunan rupiah ini.

    Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan KPK terhadap pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong (AN) pada Maret 2025. AN dinilai sebagai pihak yang mengetahui dengan jelas siapa saja pihak-pihak yang menerima aliran dana.

    Ketika itu, penyidik KPK mencecar terkait komitmen fee dari Direktur Utama PT Sandipala Arthapura, Paulus Tannos, serta perusahaan konsorsium kepada anggota DPR dalam proyek e-KTP.

    Berdasarkan dakwaan KPK, sejumlah nama disebut ikut menerima aliran dana, termasuk diantaranya tiga elite PDIP, yakni Puan Maharani, Ganjar Pranowo dan Pramono Anung.

    “Siapapun yang terindikasi terlibat termasuk oknum PDIP, harus diperiksa dan jika ada bukti permulaan yang cukup bisa ditetapkan sebagai tersangka,” kata Pengamat Hukum Pidana Abdul Fickar kepada inilah.com.

    Daftar Panjang Para Penerima Duit E-KTP

    Dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta, 9 MAret 2017, atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto, disebutkan sejumlah pihak menerima duit panas e-KTP. Berikut daftarnya:

    1. Gamawan Fauzi USD 4,5 juta dan Rp 50 juta

    2. Diah Anggraini USD 2,7 juta dan Rp 22,5 juta

    3. Drajat Wisnu Setyaan USD 615 ribu dan Rp 25 juta

    4. 6 orang anggota panitia lelang masing-masing USD 50 ribu

    5. Husni Fahmi USD 150 ribu dan Rp 30 juta

    6. Anas Urbaningrum USD 5,5 juta

    7. Melcias Marchus Mekeng USD 1,4 juta

    8. Olly Dondokambey USD 1,2 juta

    9. Tamsil Lindrung USD 700 ribu

    10. Mirwan Amir USD 1,2 juta

    11. Arief Wibowo USD 108 ribu

    12. Chaeruman Harahap USD 584 ribu dan Rp 26 miliar

    13. Ganjar Pranowo USD 520 ribu

    14. Agun Gunandjar Sudarsa selaku anggota Komisi II dan Banggar DPR USD 1,047 juta

    15. Mustoko Weni USD 408 ribu

    16. Ignatius Mulyono USD 258 ribu

    17. Taufik Effendi USD 103 ribu

    18. Teguh Djuwarno USD 167 ribu

    19. Miryam S Haryani USD 23 ribu

    20. Rindoko, Nu’man Abdul Hakim, Abdul Malik Haramaen, Jamal Aziz, dan Jazuli Juwaini selaku Kapoksi pada Komisi II DPR masing-masing USD 37 ribu

    21. Markus Nari Rp 4 miliar dan USD 13 ribu

    22. Yasonna Laoly USD 84 ribu

    23. Khatibul Umam Wiranu USD 400 ribu

    24. M Jafar Hapsah USD 100 ribu

    25. Ade Komarudin USD 100 ribu

    26. Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam, dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing Rp 1 miliar

    27. Wahyudin Bagenda selaku Direktur Utama PT LEN Industri Rp 2 miliar

    28. Marzuki Ali Rp 20 miliar

    29. Johanes Marliem USD 14,880 juta dan Rp 25.242.546.892

    30. 37 anggota Komisi II lain seluruhnya berjumlah USD 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang USD 13-18 ribu

    31. Beberapa anggota tim Fatmawati yaitu Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi, dan Kurniawan masing-masing Rp 60 juta

    32. Manajemen bersama konsorsium PNRI Rp 137.989.835.260

    33. Perum PNRI Rp 107.710.849.102

    34. PT Sandipala Artha Putra Rp 145.851.156.022

    35. PT Mega Lestari Unggul yang merupakan holding company PT Sandipala Artha Putra Rp 148.863.947.122

    36. PT LEN Industri Rp 20.925.163.862

    37. PT Sucofindo Rp 8.231.289.362

    38. PT Quadra Solution Rp 127.320.213.798,36

    Selain nama-nama diatas, mantan Ketua DPR Setya Novanto juga menyebut adanya aliran uang ke Puan Maharani dan Pramono Anung masing-masing sebesar 500.000 dolar Amerika Serikat (AS).

    Setya Novanto menyatakan bahwa informasi tersebut ia dapatkan dari pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Narogong yang menyampaikan kepadanya di rumah.

    Saat itu, Puan Maharani menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR, sedangkan Pramono Anung adalah anggota DPR. “Bu Puan Maharani, Ketua Fraksi PDIP, dan Pramono adalah 500.000 dollar AS. Itu keterangan Made Oka,” ujar Setya Novanto kepada majelis hakim saat diperiksa sebagai terdakwa.

    Pramono Anung membantah mentah-mentah tudingan itu, dan mengatakan ia bahkan tak pernah ada kaitan apa pun dengan kasus KTP elektronik. “Ini semuanya yang menyangkut orang lain dia bilang. Tapi untuk yang menyangkut dirinya sendiri, dia selalu bilang tidak ingat,” kata Pramono Anung kepada para wartawan kala itu.

    Sementara Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut Setya Novanto sekadar ingin mendapat status justice collaborator agar mendpat keringanan hukuman.

  • Hakim: Uang Rp915 Miliar & 51 Kg Emas Milik Zarof Ricar Dirampas Negara

    Hakim: Uang Rp915 Miliar & 51 Kg Emas Milik Zarof Ricar Dirampas Negara

    Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Hakim PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memerintahkan agar uang tunai Rp915 miliar dan emas Rp51 kilogram milik eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) agar dirampas untuk negara.

    Ketua Majelis Hakim Rosihan Juhriah Rangkuti mengatakan status barang yang sempat disita Kejagung itu sesuai dengan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    “Majelis hakim menetapkan status barang bukti sesuai tuntutan Penuntut Umum, di mana aset hasil gratifikasi dirampas untuk negara,” ujar Rosihan di PM Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    Dia menyampaikan dasar perampasan aset itu sesuai dengan ketentuan Pasal 38 b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi alias UU Tipikor.

    Pada intinya, aturan itu menyatakan, pelaku korupsi membuktikan asetnya bukan merupakan hasil korupsi jika tidak ingin dirampas.

    Sementara itu, majelis hakim menilai bahwa Zarof tidak mampu membuktikan uang Rp915 miliar serta emas 51 kilogram itu bukan berasal dari hasil korupsi atau khususnya gratifikasi.

    “Terdakwa gagal dalam membuktikan bahwa aset tersebut diperoleh secara legal melalui warisan, hibah, atau sumber penghasilan sah lainnya,” tambah Rosihan.

    Lebih jauh, terkait dengan temuan kode-kode atau catatan pada penyitaan di rumah Zarof Ricar. Hakim juga menilai bahwa aset Zarof terindikasi diperoleh dari hasil korupsi.

    “Mengindikasikan bahwa aset tersebut diperoleh dari gratifikasi yang berhubungan dengan penanganan perkara,” pungkas Rosihan.

    Sekadar informasi, Zarof Ricar telah divonis 16 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar. Hukuman itu lebih rendah dari tuntutan jaksa alias JPU yang menuntut bekas pejabat MA itu dihukum 20 tahun penjara.