Kasus: Tipikor

  • Dalam Rutan KPK, Saya Berdoa dan Melarung Baju

    Dalam Rutan KPK, Saya Berdoa dan Melarung Baju

    Jakarta

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengaku masih melakukan tradisi melarung pakaian di Rutan KPK. Hasto tidak melarung ke sungai tapi mengganti dengan mencuci pakaiannya sambil berdoa.

    “Jadi cerita lucunya, kita ini kan bangsa spiritual. Jadi di dalam Rutan Merah Putih, saya juga berdoa dan tetap melarung. Maka baju rompi, suatu saat itu saya puasa, dan kemudian saya larung. Cuma karena sedang di dalam tahanan kan nggak bisa kemana-mana. Maka akhirnya saya cuci itu, sambil berdoa,” kata Hasto Kristiyanto usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

    Hasto mengaku berdoa agar dijauhkan dari kriminalisasi hukum yang memberikan dampak tidak baik. Dia mengatakan tradisi ini diikuti para tahanan lain di Rutan.

    “Dan puasa sambil berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar dijauhkan dari berbagai hal yang membuat kriminalisasi hukum ini memberikan dampak yang tidak baik. Nah habis itu saya cerita ke teman-teman, rupanya yang lain pada ikut-ikutan. Ikut nyuci dan kemudian juga ikut berdoa. Jadi saya setidaknya menciptakan setidaknya trendsetter di dalam Rutan Merah Putih,” ujarnya.

    “Sehingga dinamikanya, semangatnya, itu menjadi semakin tinggi. Saya memang suka memberikan semangat kepada teman-teman semuanya. Karena menjadi status tersangka, terdakwa, itu praduga tak bersalah,” imbuhnya.

    Hasto mengaku juga diminta menuliskan surat oleh tahanan lain seperti ucapan semangat ke anak tahanan di Rutan. Dia mengartikan hal itu sebagai bentuk pelayanan.

    Hasto merupakan terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang jadi buron sejak 2020.

    Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku merendam handphone agar tak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku standby di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK.

    Jaksa juga mendakwa Hasto menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    (mib/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hasto Marah Ketika Tahu Ada Permintaan Uang ke Harun Masiku

    Hasto Marah Ketika Tahu Ada Permintaan Uang ke Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut pernah memarahi staf PDIP, Saeful Bahri usai ketahuan meminta uang ke mantan calon anggota legislatif (caleg) DPR Harun Masiku, untuk pengurusan penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu 2019–2024. 

    Hal itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto menyatakan tak pernah merestui pengurusan Harun Masiku dengan meminta uang. Dia menyebut pernah menegur Saeful Bahri, yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman pidana pada kasus Harun Masiku, ketika mendengar informasi soal adanya permintaan uang ‘operasional’. 

    “Saya menerima laporan bahwa saudara Saeful meminta dana kepada Harun Masiku, maka, kemudian tindakan saya adalah memberikan teguran keras kepada saudara Saeful Bahri,” katanya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto juga menyatakan langsung meminta Harun Masiku untuk tidak memberikan uang kepada Saeful. Mantan anggota DPR 2004–2009 itu pun menegur Saeful saat keduanya bertemu di Rumah Aspirasi, Jalan Sultan Syahrir, Jakarta Pusat. 

    “Saya menyampaikan seperti ini ‘kamu kenapa minta minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya menegaskan dilarang meminta-minta dana’ dan kemudian saudara Saeful meminta maaf. Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi dengan KPU,” terang Hasto. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta. 

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Jaksa Cecar Hasto soal Kontak Mama di Ponsel ‘Sri Rejeki’, Pengacara Protes

    Jaksa Cecar Hasto soal Kontak Mama di Ponsel ‘Sri Rejeki’, Pengacara Protes

    Jakarta

    Jaksa mencecar Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait nomor kontak ‘Mama’ yang ada di ponsel ‘Sri Rejeki Hastomo’. Pengacara Hasto protes dengan pertanyaan Jaksa.

    Pengakuan itu disampaikan Hasto Kristiyanto saat diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6/2025).

    Jaksa mempertanyakan ada nama kontak ‘Mama’ di ponsel yang diklaim milik sekretariatan PDIP itu. Hasto mengaku tidak tahu nama ‘Mama’ dan tidak hafal semua kontak yang tersimpan dalam ponsel ‘Sri Rejeki Hastomo’.

    “Ini ada banyak ini, ada yang ingin kami konfirmasi ke saudara. Nah ini ada kontak Mama, ini kontak siapa ini di sekretariatan ada nama kontak Mama ini?” tanya jaksa.

    “Saya tidak tahu karena seluruh database kontak,” jawab Hasto.

    “Ini nomornya ini, Pak,” timpal jaksa.

    “81282238009?” tanya jaksa.

    “Ya saya tidak hafal, izin, Yang Mulia, karena nomor-nomor itu mengapa disimpan di sekretariatan masuk ADC, ADC semuanya karena setiap ada acara-acara partai, itu yang namanya sekretariat itu mengundang tamu-tamu, itu biasanya berkomunikasi. Maka seluruh central data itu dimasukkan di situ,” jawab Hasto.

    “Iya,” jawab Hasto.

    “Mama ini Mama siapa ini?” tanya jaksa.

    “Ya saya nggak tahu juga,” jawab Hasto.

    Jaksa kemudian menanyakan nama ‘Mama 1’ dan ‘Mama 2’ di nomor tersebut. Namun, Hasto mengaku tidak tahu.

    “Ada Mama 1 ini, 85776329518?” tanya jaksa.

    “Ya tidak tahu, mungkin akumulasi data-data kontak yang masuk ya karena setiap saat kan diupdate,” jawab Hasto.

    “Ada Mama 2?” tanya jaksa.

    “Tidak tahu,” jawab Hasto.

    “81280008498?” tanya jaksa.

    “Tidak tahu,” jawab Hasto.

    Kuasa hukum Hasto menyatakan keberatan terhadap pertanyaan jaksa tersebut. Kuasa hukum Hasto mempertanyakan korelasi pertanyaan itu dengan perkara ini.

    “Kan kalau dari data-data get contac bisa tahu ya, Pak, ya, tadi ada Mama, ini terakhirnya 8009. Mba Maria Hasto,” ujar jaksa.

    “Yang Mulia, izin, Yang Mulia, ini mau ditanya apa ini, Yang Mulia, keberatan ini,” protes kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy.

    “Izin, Yang Mulia, kami ingin konfirmasi kan,” timpal jaksa.

    “Yang Mulia, sebentar, Yang Mulia, karena itu tadi kan ada urusan anak dan istri semuanya, apa urusannya dengan perkara ini? Justru mestinya begini, menurut hemat kami, tidak selayaknya penuntut umum bertanya alasan hal-hal yang tidak ada urusanya dengan perkara ini, kecuali kalau ada komunikasi antara anak saudara terdakwa ini dengan pihak sekretariat mengenai suap-suap menyuap ini. Atau juga mengenai obstruction of justice. Jadi tolong saudara Penuntut Umum juga hormati privasi orang karena kita ini bukan mengadili keluarganya Pak Hasto, yang kita adili adalah perbuatan Hasto yang didakwakan sesuai dengan surat dakwaan,” ujar kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail.

    “Izin, Yang Mulia, tadi saudara terdakwa ini kan membantah terkait dengan HP yang disita iPhone 15. Nah, di dalam HP iPhone 15 itu terdapat nama-nama kontak ini Yang Mulia, kami mau konfirmasi. Apakah dengan, jika HP itu adalah HP sekretariat, mengapa nama-nama yang tersimpan itu ada nama-nama Mama, Mama, gitu,” jelas jaksa.

    Hasto mengatakan ada 1.000 lebih nama kontak di nomor ‘Sri Rejeki’ tersebut. Dia menuturkan nama kontak di nomor itu disimpan apa adanya dan selalu diupdate.

    “Mohon izin, Yang Mulia, jadi ada nomor-nomor telefon yang dari sekretariat yang kemudian ditugaskan mendampingi saya, itu kan kontaknya kan kepada banyak orang. Maka tadi dikatakan ada berapa kontak, ada 1.000 lebih kontak. Itu selalu diupdate, ada Mama 1, Mama 2, Mama 3 dan sebagainya di situ. Nah di situ adalah kontak-kontak yang memang disimpan di sekretariat, nama ditulis apa adanya,” kata Hasto.

    “Termasuk dengan ADC, ADC tadi, ada ADC Menteri, ada ADC Presiden, semua dicatat jadi satu di situ. Itu di dalam database apa adanya yang ada di situ. Nah kaitannya dengan perkara tadi apa yang dimaksudkan? Bahwa Sri Rejeki tadi kan ada juga ditunjukkan data-datanya, itu memang milik sekretariat. HP yang disediakan oleh sekretariat untuk membangun komunikasi. Mengapa ada mekanisme pengaturan seperti itu? Karena beberapa kali terjadi tindak penipuan, terhadap penggunaan HP. Maka sekretariat yang mengatur, di luar itu saya punya HP pribadi,” tambahnya.

    Pada persidangan Jumat (9/5), penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti mengatakan ponsel dengan nomor bernama Sri Rejeki Hastomo merupakan milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Ponsel itu disita dari staf kesekretariatan DPP PDIP Kusnadi dalam perkara kasus perintangan penyidikan dan suap Harun Masiku.

    Usai sidang tersebut, Hasto membantah keterangan penyidik KPK AKBP Rossa Purbo Bekti, yang menyebut dirinya pemilik nomor ponsel dengan nama kontak ‘Sri Rejeki Hastomo’. Hasto menyebut keterangan Rossa hanya asumsi.

    KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    (mib/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Hasto: Harun Masiku Kader PDIP Terbaik, Pernah Dapat Beasiswa Ratu Elizabeth

    Bisnis.com, JAKARTA — Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami keterangan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku. Salah satunya terkait dengan alasan partai memilih Harun sebagai anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024 daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan serta ikut memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, untuk meloloskan Harun sebagai anggota DPR PAW pada periode yang lalu. 

    Hasto menceritakan alasan Harun dipilih oleh PDIP untuk menerima pelimpahan suara dari caleg DPR terpilih Sumsel I, Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Hal itu meski suara yang diperoleh Harun saat pemungutan suara bukan pada urutan kedua. 

    Sementara itu, pemilih masih tetap memberikan hak suaranya kepada Nazarudin pada 2019 lalu kendati sudah meninggal. Hal ini menyebabkan ribuan suara yang mencoblos Nazarudin di surat suara hangus atau menjadi 0 sebagaimana peraturan KPU. Hal ini, kata Hasto, merugikan partai karena bisa berdampak ke perolehan kursi di DPR. 

    Alhasil, PDIP pun mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) yang pada intinya agar suara Nazarudin dikembalikan ke partai. Selanjutnya, mekanisme internal partai yang akan memilih siapa caleg yang akan menerima pelimpahan suara tersebut. 

    Permohonan uji materi ke MA itu pun dikabulkan. PDIP lalu meminta KPU melaksanakan putusan tersebut, meski penyelenggara pemilu belum mengamini permintaan partai. Sehingga, partai meminta MA agar mengeluarkan fatwa untuk pelaksanaan putusan uji materi itu. 

    Sejalan dengan hal tersebut, terang Hasto, PDIP menggelar rapat pleno pada Juli 2019 menetapkan agar Harun menerima pelimpahan suara almarhum Nazarudin.

    “Menerima perintah lebih tepatnya seperti itu sebagai diskresi yang dimiliki DPP PDI Perjuangan memohon pertimbangan hukum di dalam judicial review tersebut,” terang Hasto di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Tidak hanya itu, Hasto pun mengamini pertanyaan JPU bahwa saat itu partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu menganggap Harun adalah kader terbaik di antara delapan caleg yang ada di surat suara dapil Sumsel I. 

    “Benar [Harun adalah kader terbaik],” tegas politisi asal Yogyakarta itu. 

    Menurut Hasto, partai memiliki database terkait dengan caleg-caleg yang maju dengan bendera PDIP pada Pemilu 2019. Dia mengatakan bahwa partai menilai Harun memenuhi kebutuhan strategis partai. 

    Misalnya, aspek historis bahwa Harun mengaku terlibat dalam penyusunan AD/ART partai pada Kongres I PDIP. Kemudian, aspek keahlian dan latar belakang pendidikannya yang disebut pernah mendapatkan beasiswa dari Ratu Inggris, Elizabeth. 

    “Di situ tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa dari Ratu Rlizabeth, kemudian keahliannya international economic of law. Suatu profesi yang sangat diperlukan oleh partai. Maka kami juga melihat aspek-aspek kebutuhan strategis partai,” terang Hasto.

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

  • Hasto Tak Restui Cara Kotor dalam PAW Harun Masiku, Saeful Bahri Pernah Ditegur Keras

    Hasto Tak Restui Cara Kotor dalam PAW Harun Masiku, Saeful Bahri Pernah Ditegur Keras

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan dirinya tidak pernah merestui adanya praktik kotor dalam proses Pergantian Antawaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku.

    Hal itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan suap PAW DPR RI periode 2019–2024 dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    “Saya menerima laporan bahwa saudara Saeful meminta dana kepada Harun Masiku. Maka tindakan saya adalah memberikan teguran keras kepada saudara Saeful Bahri,” ujar Hasto dalam persidangan.

    Menurut Hasto, ia juga secara langsung memperingatkan Harun Masiku agar tidak memberikan uang dalam bentuk apapun kepada Saeful Bahri. Sebagai informasi, Saeful Bahri adalah mantan terpidana kasus suap Harun Masiku yang telah menjalani kurungan penjara selama 1 tahun 8 bulan.

    Setelah mendapat informasi adanya permintaan dana, Hasto kemudian memanggil Saeful ke Rumah Aspirasi PDI Perjuangan di Jalan Sultan Syahrir, Jakarta Pusat, untuk memberikan teguran langsung.

    “Saya sampaikan, ‘kamu kenapa minta-minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya sudah menegaskan dilarang meminta-minta dana’. Kemudian Saeful meminta maaf,” tutur Hasto, menirukan kembali ucapannya saat itu.

    Lebih lanjut, Hasto juga membantah adanya pembicaraan ataupun lobi-lobi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam proses PAW tersebut.

    “Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi dengan KPU,” ucap Hasto.

    Sebagai bentuk sanksi, Hasto menyebut Saeful Bahri tidak lagi diundang dalam kegiatan-kegiatan internal, termasuk acara yang digelar di Rumah Aspirasi setelah insiden tersebut. 

    “Setelah itu saya mengadakan acara di Rumah Aspirasi. (Saeful) tidak saya undang karena saya memberikan teguran keras kepada Saeful,” kata Hasto.

    Dakwaan Hasto

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku. 

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025.

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak.

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto.

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa. 

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • Hasto: Ada Ancaman agar Saya Mundur dan Tak Depak Jokowi dari PDIP
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Juni 2025

    Hasto: Ada Ancaman agar Saya Mundur dan Tak Depak Jokowi dari PDIP Nasional 26 Juni 2025

    Hasto: Ada Ancaman agar Saya Mundur dan Tak Depak Jokowi dari PDIP
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (
    PDI-P
    )
    Hasto Kristiyanto
    mengaku pernah diminta mundur dari jabatannya dan tidak mendepak Presiden ke-7 RI
    Joko Widodo
    dari PDI-P oleh seseorang.
    Hal ini disampaikan Hasto saat memberikan keterangan sebagai terdakwa dalam sidang kasus
    dugaan suap
    pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
    Pengakuan ini bermula ketika kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, menanyakan perihal informasi yang sempat beredar terkait permintaan agar kliennya mundur sebagai Sekjen PDI-P.
    “Saya ingat membaca satu pernyataan mengenai kejadian pada tanggal 13 Desember 2024. Sebelum saudara ditetapkan sebagai tersangka, ketika itu kalau saya tidak keliru beritanya adalah saudara didatangi oleh orang yang meminta kepada saudara untuk mundur dari kedudukan sebagai sekjen partai,” kata Maqdir dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Tidak hanya itu, Maqdir juga menanyakan soal ancaman terhadap Hasto jika ia menandatangani pemecatan Joko Widodo.
    “Kemudian yang kedua, untuk meminta saudara agar supaya Presiden ketika itu Joko Widodo tidak dihentikan dari jabatannya sebagai anggota partai?” tanya Maqdir lagi.
    “Betul, itu (ancaman). Bahkan ada (disampaikan) lewat beberapa orang informasi itu,” jawab Hasto.
    Hasto kemudian menjelaskan bahwa permintaan tersebut juga diketahui oleh anggota DPR Fraksi PDIP Deddy Sitorus dan kuasa hukumnya, Ronny Talapessy.
    “Izin Yang Mulia, terakhir saudara Ronny juga mendengar ketika kemudian untuk membuktikan itu saya menghubungi yang bersangkutan untuk menanyakan ancaman itu dan saudara Ronny ikut mendengarkan bahwa saya harus mundur sebagai sekjen,” ungkap Hasto.

    “Ancamannya kalau saudara tidak mundur itu apakah memang akan dipidanakan atau mau seperti apa?” tanya Maqdir.
    Menjawab pertanyaan Maqdir, Hasto menjelaskan bahwa jika tidak mengundurkan diri, ia akan dijadikan tersangka dan dipenjara.
    “Ditersangkakan dan masuk penjara,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku, Begini Penjelasannya

    Hasto Kristiyanto Bantah Talangi Dana Suap PAW Harun Masiku, Begini Penjelasannya

    PIKIRAN RAKYAT – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, membantah keras tuduhan dirinya menalangi dana suap untuk pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku. Hasto menyatakan istilah “dana talangan” muncul karena kebohongan mantan kader PDIP, Saeful Bahri, kepada istrinya.

    Pernyataan itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap PAW anggota DPR dan perintangan penyidikan terhadap buronan KPK, Harun Masiku, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

    Pernyataan Hasto menjawab pertanyaan Jaksa yang menyinggung soal percakapan antara Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah yang menyebut Hasto akan menalangi dana sebesar Rp1,5 miliar untuk kepentingan Harun Masiku.

    “Mengenai ada percakapan Saeful dan Donny yang mengatakan bahwa nanti saudara terdakwa lah yang akan melakukan talangan, dana talangan untuk pengurusan Harun Masiku sebesar Rp 1,5 miliar itu benar ada?” ucap jaksa.

    “Tidak benar. Yang jelas dari pengakuan saudara Saeful dan juga dalam fakta persidangan yang lalu, itu bahwa munculnya istilah ‘dana talangan’ itu pertama kali karena Saeful berbohong sama istri,” kata Hasto.

    Hasto menegaskan tidak pernah menyetujui atau mengetahui adanya dana operasional untuk pengurusan PAW Harun Masiku. Ia juga membantah adanya komunikasi dengan Saeful, Donny, atau Harun terkait dana talangan tersebut.

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke donny atau saya ke Harun Masiku untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan karena saya nggak tahu sama sekali adanya dana operasional itu,” tutur Hasto.

    Jaksa juga mengonfirmasi pernyataan saksi Donny Tri Istiqomah yang mengaku menerima uang Rp400 juta dari staf Hasto di DPP PDIP, Kusnadi, atas perintah Hasto. Namun Hasto membantah tuduhan itu.

    “Di tanggal 16 Desember 2019 itu di DPP, Kusnadi menemui saksi Donny Tri Istiqomah. Pada saat itu Kusnadi menyerahkan dana talangan dari saudara sebesar Rp400 juta yang dibungkus dalam amplop warna coklat di dalam ransel warna hitam, dengan mengatakan, ‘mas ini ada perintah Pak Sekjen untuk menyerahkan duit operasional Rp400 juta ke Pak Saeful, yang Rp600 juta Harun Masiku’, bagaimana tanggapan saudara?” kata jaksa.

    “Iya betul, saya memanggil di rumah aspirasi,” ujar Hasto.

    “Apa penjelasan dari Saeful Bahri pada waktu itu?” ucap jaksa.

    “Jadi karena saya memberikan teguran keras, saudara Saeful minta maaf,” tutur Hasto.

    “Artinya saudara mengonfirmasi pemyampaian dari Harun Masiku bahwasanya ada dana operasional yang dibutuhkan untuk pengurusan di KPU?” ucap jaksa.

    “Tidak. Saya menyampaikan seperti ini ‘kamu kenapa minta-minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya sudah menegaskan dilarang meminta-minta dana’ dan kemudian saudara Saeful meminta maaf. Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi yang dilakukan oleh Saeful,” kata Hasto.

    Tegur Saeful karena Minta Dana ke Harun Masiku

    Hasto mengaku pernah menegur Saeful Bahri karena mendapat laporan bahwa yang bersangkutan meminta uang ke Harun Masiku. Namun ia menegaskan, tidak ada perbincangan terkait pengurusan PAW ke KPU.

    “Saya menerima informasi saudara Saeful Bahri meminta, saya langsung memberikan teguran kepada saudara Saeful Bahri,” tutur Hasto.

    “Kemudian dia langsung meminta maaf. Saya mengadakan acara di rumah aspirasi, Saeful tidak saya undang karena saya memberikan teguran keras kepada Saeful,” ucapnya melanjutkan. 

    Dakwaan Hasto 

    Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Hasto Kristiyanto menyuap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta. Suap diberikan dengan tujuan memuluskan proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Jaksa dalam surat dakwaannya menyebut, Hastomenyuap Wahyu bersama-sama advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku pada Juni 2019 hingga Januari 2020.

    “Uang tersebut diberikan dengan maksud supaya Wahyu Setiawan mengupayakan agar KPU RI menyetujui permohonan PAW Caleg Terpilih Dapil Sumsel 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku,” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat, 14 Maret 2025. 

    Jaksa juga mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku merendam ponsel ke dalam air setelah mendapat kabar Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan terkena operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. 

    “Sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku,” kata jaksa.  

    “Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK, kemudian Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masikuagar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK,” ucap jaksa melanjutkan.

    Kemudian bertempat di sekitar salah satu hotel di Jakarta Pusat, Harun Masiku bertemu Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Hasto atas bantuan Nurhasan, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. 

    Perbuatan merintangi penyidikan lainnya yakni, Hasto sempat dipanggil KPK sebagai saksi dalam perkara Harun Masiku pada 10 Juni 2024. Atas pemanggilan tersebut, pada 6 Juni 2024, Hasto memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Kusnadi pun menuruti perintah Hasto. 

    “Bahwa pada tanggal 10 Juni 2024 Terdakwa bersama dengan Kusnadi menghadiri panggilan sebagai saksi di KPK. Sebelum Terdakwa diperiksa sebagai saksi, Terdakwa menitipkan telepon genggamnya kepada Kusnadi, namun pada saat penyidik KPK menanyakan telepon genggam milik Terdakwa, Terdakwa menjawab tidak memiliki telepon genggam,” ucap jaksa.

    Berdasarkan informasi yang diperoleh penyidik KPK, kata Jaksa, diketahui telepon genggam milik Hasto dititipkan kepada Kusnadi sehingga penyidik menyita ponsel Hasto dan Kusnadi. Akan tetapi, penyidik tidak menemukan telepon genggam milik Kusnadi yang berisi informasi terkait Harun Masiku.***

  • 3
                    
                        Jaksa Buka Chat Harun Masiku ke Hasto, Ada Ucapan Terima Kasih ke Megawati dan Puan
                        Nasional

    3 Jaksa Buka Chat Harun Masiku ke Hasto, Ada Ucapan Terima Kasih ke Megawati dan Puan Nasional

    Jaksa Buka Chat Harun Masiku ke Hasto, Ada Ucapan Terima Kasih ke Megawati dan Puan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    pernah menerima pesan singkat dari eks kader PDI-P
    Harun Masiku
    .
    Pesan singkat itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang terdakwa Hasto Kristiyanto dalam kasus
    dugaan suap
    pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (26/6/2025).
    Pesan tersebut berbunyi: “Pak Sekjen, salinan putusan MA dan asli fatwah MA saya titip di Mas Kusnadi. Terima kasih banyak kepada bapak Sekjen dan ibu Ketua Umum Ibu
    Megawati
    Soekarnoputri, Ibu
    Puan
    , dan seterusnya. Kemudian, atas perhatian dan bantuannya kepada saya. Budi baiknya semua tak terlupakan sepanjang masa selama hajat dikandung badan”.
    Jaksa kemudian mengonfirmasi pesan singkat tersebut kepada Hasto.
    “Benar (isi pesan singkat itu)?” tanya Jaksa.
    “Iya betul, ini kalau ke nomor saya berarti ini betul,” jawab Hasto.
    Adapun
    Fatwa Mahkamah Agung
    (MA) yang dimaksud adalah putusan MA Nomor 57/P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019.
    Fatwa itu diajukan karena adanya perbedaan tafsir antara KPU dan PDI-P terkait Harun Masiku menjadi pengganti Riezky Aprilia melalui PAW.
    Hasto mengatakan, Fatwa MA itu belum dilaksanakan mengingat dinamika politik nasional masih tinggi.
    “Tentu saja saat itu mengingat dinamika politik nasional dan tugas saya sebagai sekretaris tim pemenangan Pilpres, itu tekanan politik sangat tinggi sehingga saya tidak menjalankan fatwa MA tersebut,” ujar dia.
    Kemudian, Jaksa mencecar Hasto bahwa Sekjen PDI-P itu masih berupaya agar Harun Masiku mendapatkan posisi di Parlemen meski Riezky Aprilia sudah dilantik menjadi Anggota DPR.
    “Nah, berdasarkan penjelasan saudara terdakwa tadi, berarti terdakwa masih mengupayakan supaya Harun Masiku bisa tetap menjadi anggota DPR RI berdasarkan
    fatwa Mahkamah Agung
    . Seperti itu?” tanya Jaksa.
    “Iya betul. Karena keputusan fatwa itu kan bulan Juli, sebelum pelantikan. Karena keputusan fatwa MA itu pada bulan Juli dan kemudian fatwa MA itu keluar sebelum pelantikan, sehingga posisi kedudukan hukumnya menurut saudara Donny (pengacara PDI-P) yang disampaikan kepada kami itu sangat kuat posisi DPP,” kata Hasto.
    Dalam perkara ini, Hasto didakwa turut memberi suap kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terkait upaya Harun Masiku menjadi anggota DPR RI lewat skema PAW.
    Sekjen PDI-P itu juga diduga turut menghalangi penyidikan yang dilakukan lembaga antirasuah dalam membongkar dugaan suap perkara Harun Masiku tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasto Akhirnya ‘Bernyanyi’, Ngaku Diajak Djan Faridz Bertemu Ketua MA

    Hasto Akhirnya ‘Bernyanyi’, Ngaku Diajak Djan Faridz Bertemu Ketua MA

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto mengaku pernah diajak oleh politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Djan Faridz untuk bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali.

    Hal itu disampaikan Hasto saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami soal proses pengajuan uji materi di MA oleh PDIP atas peraturan KPU ihwal pelimpahan suara caleg DPR yang meninggal dunia pada Pemilu 2019.

    Uji materi itu sejalan dengan keinginan PDIP untuk melimpahkan suara yang diperoleh Nazarudin Kiemas, caleg DPR 2019 dari PDIP dapil Sumatera Selatan I yang meninggal dunia, sesuai dengan keputusan partai. Saat itu, partai memutuskan untuk memilih Harun Masiku sebagai caleg yang menerima pelimpahan suara almarhum. 

    Awalnya, JPU bertanya ke Hasto bagaimana dia mengetahui putusan MA yang akhirnya mengabulkan uji materi PDIP atas peraturan KPU dimaksud. Hasto menjawab bahwa hal itu diketahui dari surat yang diterima DPP PDIP dari MA. 

    Kemudian, JPU bertanya apabila Hasto ingat bahwa informasi itu dia dapatkan bersamaan dengan saat pertemuan dengan Ketua MA. Menurut pengakuan Hasto, dia belum mengetahui ihwal putusan uji materi yang diajukan saat melakukan pertemuan di MA. 

    Sekjen PDIP sejak 2015 itu lalu mengungkap pertemuannya dengan Ketua MA saat itu, Hatta Ali, atas ajakan politisi senior PPP Djan Faridz pada 23 September 2019. Dia menyebut Djan saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, yang juga Ketua DPP PDIP. 

    “Saya berada di MA itu nanti bisa dilihat dalam fakta persidangan yang lalu, itu bersama dengan Pak Djan Faridz. Ya saya diajak oleh Pak Djan Faridz untuk ke MA. Dan kemudian terhadap keputusan apakah fatwa itu diterima atau tidak, saat itu saya belum tahu. Pada tanggal itu saya belum tahu,” ungkapnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    JPU lalu menyebut bahwa saksi Saeful Bahri sebelumnya menerangkan bahwa Harun Masiku pernah mengirimkan gambarnya bersama dengan Hasto dan Djan. 

    Hasto kemudian mengakui bahwa sempat bertemu dengan Harun di ruang tunggu Ketua MA, namun dia membantah ada pembicaraan soal fatwa MA terkait dengan putusan uji materi dari PDIP. 

    Dia menyebut pertemuan dengan Ketua MA bersama Djan Faridz saat itu membahas soal kinerja lembaga peradilan di bawag kepemimpinan Hatta Ali.

    “Saya sebelumnya kalau tidak salah itu diajak Pak Djan Faridz mau ke MA. Karena Pak Djan Faridz adalah sebagai Staf Ahlinya Pak Laoly. Kemudian saya diajak, ya saya bergabung, kami satu mobil berdua menggunakan mobilnya Pak Djan Faridz. Ketika kami sampai di sana, kemudian di ruang tunggu di situ ada Pak Harun Masiku,” ungkap Hasto.

    Di sisi lain, Hasto membantah ada komunikasi dengan Harun saat bertemu di kantor Ketua MA. Mantan anggota DPR 2004-2009 itu menyebut, Harun meninggalkan ruangan ketika pembicaraan antara Djan dan Hatta Ali berlangsung. 

    “Ketika Pak Djan Faridz sedang menyampaikan maksud dan tujuannya bertemu, saudara Harun Masiku keluar dari ruang pertemuan itu. Jadi saya sendiri tidak berbicara apa-apa dengan Harun Masiku,” terangnya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menggeledah rumah Djan Faridz terkait dengan penyidikan kasus Harun Masiku pada 22 Januari 2025. Dia kemudian diperiksa oleh penyidik pada 26 Maret 2025. 

    Secara terpisah, pada saat sidang praperadilan yang diajukan Hasto di PN Jakarta Selatan, Biro Hukum KPK pernah menyebut Harun memiliki kedekatan dengan Ketua MA Hatta Ali. 

    “Bahwa Harun Masiku merupakan orang Toraja dan bukan kader asli PDI Perjuangan karena baru bergabung pada tahun 2018 dan memiliki kedekatan dengan Ketua Mahkamah Agung periode 2012-2022, Hatta Ali. Dan diyakini Harun Masiku memiliki pengaruh di Mahkamah Agung,” demikian bunyi jawaban Termohon KPK terhadap petitum yang diajukan Hasto, yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

  • Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Hasto Bantah Berikan Dana Talangan untuk Suap Proses PAW Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto membantah tudingan dirinya memberikan uang talangan terkait dengan suap proses penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW) 2019-2024. Uang itu diduga untuk meloloskan mantan caleg PDIP, Harun Masiku sebagai anggota DPR PAW daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I. 

    Bantahan itu disampaikan Hasto pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan yang menjeratnya sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025). Hal itu disampaikan olehnya ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta konfirmasinya atas keterangan sejumlah saksi di persidangan.

    Awalnya, salah seorang JPU bertanya apabila Hasto menalangi pemberian uang suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp1,5 miliar untuk meloloskan Harun ke Senayan. Hal tersebut berdasarkan kesaksian Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah. 

    “Mengenai percakapan Saeful dan Donny soal saudara terdakwa lah yang melakukan uang talangan untuk pengurusan HM [Harun Masiku] sebesar Rp1,5 miliar itu benar?,” tanya JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Namun, Hasto pun membantah. Dia menyebut kesaksian Saeful, yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman pidana pada kasus suap Harun Masiku, adalah saat dia berbohong kepada istrinya ketika pulang terlambat dan membawa nama Hasto. 

    “Tidak ada percakapan dari saya ke Saeful atau dari saya ke Donny atau saya ke Harun untuk mengatakan persetujuan saya dana talangan. Saya enggak tahu sama sekali dana operasional itu,” jawabnya. 

    Setelah itu, JPU kembali meminta konfirmasi Hasto soal penyerahan dana sebesar Rp400 juta darinya di kantor DPP PDIP, melalui perantara Staf PDIP, Kusnadi. Jaksa menyebut keterangan itu berasal dari Donny, kader PDIP sekaligus advokat, yang diduga merupakan kepercayaan Hasto. 

    “Ini keterangan Donny ya Pak. Diiyakan oleh Saeful Bahri,” ujar JPU kepada Hasto. 

    Meski demikian, Hasto tetap membantah. Dia menegaskan bahwa dana itu bukan berasal darinya. Dia membantah pemberian uang Rp400 juta ke Saeful melalui Kusnadi di kantor DPP PDIP. 

    “Tidak ada. [Saya] keberatan,” kata Hasto saat merespons pertanyaan JPU. 

    Sebelumnya, penyelidik KPK yang dihadirkan sebagai saksi, Arif Budi Raharjo menyebut di persidangan bahwa sebagian dari sumber dana untuk menalangi suap kepada Wahyu Setiawan berasal dari kantong Hasto. Nilainya sekitar Rp400 juta. 

    “Pada saat penulisan di notulen kami sampaikan bahwa ini saudara terdakwa harus masuk karena ada sebagian sumber dana yang pada saat itu ditalangi sekitar Rp400 juta. Itu harus dipertanggungjawabkan,” terang Arif di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025). 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta. 

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.