Kasus: Tipikor

  • Anggota DPR dukung MoU Kejagung dan provider asal diawasi ketat

    Anggota DPR dukung MoU Kejagung dan provider asal diawasi ketat

    Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Martin Daniel Tumbelaka. (ANTARA/HO-Komisi III DPR RI)

    Anggota DPR dukung MoU Kejagung dan provider asal diawasi ketat
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Jumat, 27 Juni 2025 – 23:29 WIB

    Elshinta.com – Anggota Komisi III DPR RI Martin Tumbelaka mendukung penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kejaksaan Agung dengan empat provider telekomunikasi tentang mekanisme penyadapan untuk penegakan hukum, asalkan dilakukan dengan pengawasan ketat.

    “Kerja sama ini harus dibarengi dengan mekanisme pengawasan yang ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan tuduhan berbagai pihak terkait privasi data warga negara,” kata Martin dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Dia menggarisbawahi beberapa poin krusial yang perlu diperhatikan, yakni perlindungan hak privasi. Pasalnya, dia mengatakan bahwa penyadapan harus benar-benar terbatas pada kasus-kasus pidana berat dan korupsi melalui proses perizinan yang jelas, untuk memastikan tidak terjadi penyadapan sewenang-wenang.

    “Tetapi kita tahu kondisi kejahatan era sekarang itu terutama pencucian uang dan pelacakan buronan itu sangat dinamis. Sementara, penegak hukum kita berkejaran agar pelaku tidak membawa kabur uang negara,” kata dia.

    Dia mengatakan Kejagung perlu menjaga akuntabilitas prosedural. MoU itu, kata dia, perlu menjelaskan secara rinci prosedur penyadapan, termasuk mekanisme pelaporan dan evaluasi.

    “Transparansi adalah kunci untuk menjaga kepercayaan publik,” kata dia.

    Martin pun mendorong adanya sinergi antara Kejagung dengan Komnas HAM dan Komisi Informasi untuk memastikan keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum dan perlindungan hak sipil.

    Walaupun begitu, dia menegaskan dukungannya terhadap upaya penegakan hukum. Dia pun mengapresiasi inisiatif Kejagung dalam memerangi kejahatan dengan memaksimalkan penegakan hukum, terutama pemberantasan tindak pidana korupsi.

    “Komisi III DPR akan terus melakukan pengawasan terhadap implementasi MoU ini untuk memastikan tidak ada penyimpangan,” kata dia.

    Sumber : Antara

  • 6 Orang Ditangkap KPK Terkait OTT di Sumut Diterbangkan ke Jakarta Malam Ini

    6 Orang Ditangkap KPK Terkait OTT di Sumut Diterbangkan ke Jakarta Malam Ini

    Jakarta

    KPK menangkap enam orang dalam operasi tangkap (OTT) di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Keenam orang itu akan dibawa ke Jakarta malam ini.

    “Malam ini sedang dibawa ke gedung KPK Merah Putih untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” kata Jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Jumat (27/6/2025).

    OTT KPK di Mandailing Natal telah berlangsung pada Kamis (26/6) malam. Tangkap tangan itu berkaitan dengan proyek jalan PUPR.

    “Kegiatan tangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi ini terkait proyek pembangunan jalan di PUPR dan preservasi jalan di Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara,” ujar Budi.

    KPK belum memerinci identitas para pihak yang ditangkap. Sesuai aturan, KPK memiliki waktu 1×24 jam untuk menentukan status hukum kepada enam orang yang diamankan tersebut.

    “Siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat dan bagaimana konstruksi perkaranya akan kami sampaikan pada kesempatan berikutnya,” pungkas Budi.

    (ygs/wnv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kasus Korupsi Pembangunan Jalan, KPK Angkut 6 Orang di OTT Sumut

    Kasus Korupsi Pembangunan Jalan, KPK Angkut 6 Orang di OTT Sumut

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap enam orang dalam operasi tangkap tangan alias OTT di Sumatra Utara (Sumut).

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan kegiatan OTT itu berlangsung di Mandailing Natal pada Kamis (26/6/2025) malam.

    “Benar, bahwa pada Kamis malam KPK telah melakukan kegiatan tangkap tangan di wilayah Mandailing Natal, Sumatera Utara,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Jumat (27/6/2025)

    Dia menambahkan, keenam orang itu tengah dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

    Di samping itu, Budi mengungkap bahwa kegiatan OTT komisi antirasuah kali ini berkaitan dengan dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di PUPR dan satuan kerja PJN di Wilayah I Sumut.

    “Kegiatan tangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi ini terkait proyek pembangunan jalan di PUPR dan preservasi jalan di Satker PJN Wilayah I Sumatra Utara,” imbuh Budi.

    Hanya saja, Budi belum bisa menjelaskan ihwal perkara korupsi tersebut lebih detail, termasuk soal enam orang yang tengah dibawa ke markas KPK. 

    Meskipun begitu, Budi menyatakan akan segera melakukan gelar untuk menjelaskan konstruksi perkaranya ke publik.

    “Siapa saja pihak-pihak yang diduga terlibat dan bagaimana konstruksi perkaranya akan kami sampaikan pada kesempatan berikutnya,” pungkasnya.

  • Vonis Terdakwa Suap Hakim PN Surabaya Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding

    Vonis Terdakwa Suap Hakim PN Surabaya Terlalu Ringan, JPU Ajukan Banding

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung bakal mengajukan banding atas putusan terdakwa Lisa Rachmat dalam perkara suap atau gratifikasi hakim Pengadilan Negeri Surabaya.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menegaskan bahwa JPU telah menyatakan permohonan untuk langsung banding saat putusan dijatuhkan kepada terdakwa Lisa Rachmat oleh Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya.

    Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya hanya menjatuhkan vonis selama 11 tahun penjara terjadap terdakwa Lisa Rachmat, padahal JPU menuntut hukuman 14 tahun penjara atas kasus suap yang dilakukan terdakwa Lisa Rachmat.

    “Kita langsung menyatakan banding atas putusan terdakwa LS,” tuturnya di Jakarta, dikutip Jumat (27/6/2025).

    Dia menjelaskan bahwa JPU sudah memiliki banyak barang bukti terkait terdakwa Lisa Rachmat. Seharusnya, menurut Harli, hakim menjatuhkan vonis yang sesuai tuntutan JPU.

    “Terkait dengan banyak barang bukti yang menurut jaksa penuntut umum seharusnya sesuai dengan tuntutannya,” katanya.

    Menurut Harli, dari tiga terdakwa di kasus suap hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang sudah dijatuhi vonis, hanya Meirizka Wijaya yang mengambil langkah berbeda. Meirizka Wijaya diketahui merupakan ibu terpidana Ronald Tannur.

    Dari vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Meirizka, kata Harli, terdakwa sendiri sudah menyatakan menerima. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan JPU untuk memutuskan tidak banding.

    “Terkait MW, kalau tidak salah, baik jaksa dan terdakwa menerima keputusan karena tidak ada alasan-alasan yang kuat untuk melakukan upaya hukum karena terdakwa sendiri juga sudah menerima keputusan,” ujar Harli.

  • Sederet Fakta Persidangan Hasto, Sebut Nama Djan Faridz hingga Hatta Ali

    Sederet Fakta Persidangan Hasto, Sebut Nama Djan Faridz hingga Hatta Ali

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal (PDIP) Hasto Kristiyanto akhirnya buka-bukaan mengenai kasus perintangan penyidikan dan suap terkait Harun Masiku. Pada sidang yang berlangsug Kamis (26/6/2025) kemarin, dia mengungkap sejumlah fakta, termasuk soal Harun Masiku hingga hubungannya dengan mantan Ketua Mahkamah Agung (MA).

    Hasto, misalnya, mengaku pernah diajak oleh politisi senior Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Djan Faridz untuk bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali.

    Hal itu disampaikan Hasto saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami soal proses pengajuan uji materi di MA oleh PDIP atas peraturan KPU ihwal pelimpahan suara caleg DPR yang meninggal dunia pada Pemilu 2019.

    Uji materi itu sejalan dengan keinginan PDIP untuk melimpahkan suara yang diperoleh Nazarudin Kiemas, caleg DPR 2019 dari PDIP dapil Sumatera Selatan I yang meninggal dunia, sesuai dengan keputusan partai. Saat itu, partai memutuskan untuk memilih Harun Masiku sebagai caleg yang menerima pelimpahan suara almarhum. 

    Awalnya, JPU bertanya ke Hasto bagaimana dia mengetahui putusan MA yang akhirnya mengabulkan uji materi PDIP atas peraturan KPU dimaksud. Hasto menjawab bahwa hal itu diketahui dari surat yang diterima DPP PDIP dari MA. 

    Kemudian, JPU bertanya apabila Hasto ingat bahwa informasi itu dia dapatkan bersamaan dengan saat pertemuan dengan Ketua MA. Menurut pengakuan Hasto, dia belum mengetahui ihwal putusan uji materi yang diajukan saat melakukan pertemuan di MA. 

    Hubungan dengan Djan Faridz 

    Sekjen PDIP sejak 2015 itu lalu mengungkap pertemuannya dengan Ketua MA saat itu, Hatta Ali, atas ajakan politisi senior PPP Djan Faridz pada 23 September 2019. Dia menyebut Djan saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly, yang juga Ketua DPP PDIP. 

    “Saya berada di MA itu nanti bisa dilihat dalam fakta persidangan yang lalu, itu bersama dengan Pak Djan Faridz. Ya saya diajak oleh Pak Djan Faridz untuk ke MA. Dan kemudian terhadap keputusan apakah fatwa itu diterima atau tidak, saat itu saya belum tahu. Pada tanggal itu saya belum tahu,” ungkapnya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    JPU lalu menyebut bahwa saksi Saeful Bahri sebelumnya menerangkan bahwa Harun Masiku pernah mengirimkan gambarnya bersama dengan Hasto dan Djan. Hasto kemudian mengakui bahwa sempat bertemu dengan Harun Masiku di ruang tunggu Ketua MA, namun dia membantah ada pembicaraan soal fatwa MA terkait dengan putusan uji materi dari PDIP. 

    Dia menyebut pertemuan dengan Ketua MA bersama Djan Faridz saat itu membahas soal kinerja lembaga peradilan di bawag kepemimpinan Hatta Ali. “Saya sebelumnya kalau tidak salah itu diajak Pak Djan Faridz mau ke MA. Karena Pak Djan Faridz adalah sebagai Staf Ahlinya Pak Laoly. Kemudian saya diajak, ya saya bergabung, kami satu mobil berdua menggunakan mobilnya Pak Djan Faridz. Ketika kami sampai di sana, kemudian di ruang tunggu di situ ada Pak Harun Masiku,” ungkap Hasto.

    Di sisi lain, Hasto membantah ada komunikasi dengan Harun saat bertemu di kantor Ketua MA. Mantan anggota DPR 2004-2009 itu menyebut, Harun meninggalkan ruangan ketika pembicaraan antara Djan dan Hatta Ali berlangsung. 

    “Ketika Pak Djan Faridz sedang menyampaikan maksud dan tujuannya bertemu, saudara Harun Masiku keluar dari ruang pertemuan itu. Jadi saya sendiri tidak berbicara apa-apa dengan Harun Masiku,” terangnya.

    Harun Masiku Kader Terbaik?

    Hasto menceritakan alasan Harun dipilih oleh PDIP untuk menerima pelimpahan suara dari caleg DPR terpilih Sumsel I, Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Hal itu meski suara yang diperoleh Harun saat pemungutan suara bukan pada urutan kedua. 

    Sementara itu, pemilih masih tetap memberikan hak suaranya kepada Nazarudin pada 2019 lalu kendati sudah meninggal. Hal ini menyebabkan ribuan suara yang mencoblos Nazarudin di surat suara hangus atau menjadi 0 sebagaimana peraturan KPU. Hal ini, kata Hasto, merugikan partai karena bisa berdampak ke perolehan kursi di DPR. 

    Alhasil, PDIP pun mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA) yang pada intinya agar suara Nazarudin dikembalikan ke partai. Selanjutnya, mekanisme internal partai yang akan memilih siapa caleg yang akan menerima pelimpahan suara tersebut. 

    Permohonan uji materi ke MA itu pun dikabulkan. PDIP lalu meminta KPU melaksanakan putusan tersebut, meski penyelenggara pemilu belum mengamini permintaan partai. Sehingga, partai meminta MA agar mengeluarkan fatwa untuk pelaksanaan putusan uji materi itu. 

    Sejalan dengan hal tersebut, terang Hasto, PDIP menggelar rapat pleno pada Juli 2019 menetapkan agar Harun menerima pelimpahan suara almarhum Nazarudin.

    “Menerima perintah lebih tepatnya seperti itu sebagai diskresi yang dimiliki DPP PDI Perjuangan memohon pertimbangan hukum di dalam judicial review tersebut,” terang Hasto di hadapan Majelis Hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Tidak hanya itu, Hasto pun mengamini pertanyaan JPU bahwa saat itu partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu menganggap Harun adalah kader terbaik di antara delapan caleg yang ada di surat suara dapil Sumsel I. 

    “Benar [Harun adalah kader terbaik],” tegas politisi asal Yogyakarta itu. 

    Menurut Hasto, partai memiliki database terkait dengan caleg-caleg yang maju dengan bendera PDIP pada Pemilu 2019. Dia mengatakan bahwa partai menilai Harun memenuhi kebutuhan strategis partai. 

    Misalnya, aspek historis bahwa Harun mengaku terlibat dalam penyusunan AD/ART partai pada Kongres I PDIP. Kemudian, aspek keahlian dan latar belakang pendidikannya yang disebut pernah mendapatkan beasiswa dari Ratu Inggris, Elizabeth.

    “Di situ tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa dari Ratu Rlizabeth, kemudian keahliannya international economic of law. Suatu profesi yang sangat diperlukan oleh partai. Maka kami juga melihat aspek-aspek kebutuhan strategis partai,” terang Hasto.

  • Hasto Jelaskan Arti Pesan WA ‘Ok Sip’ Soal Pertemuan dengan Harun Masiku

    Hasto Jelaskan Arti Pesan WA ‘Ok Sip’ Soal Pertemuan dengan Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjelaskan makna di balik pesan WhatsApp (WA) darinya berdasarkan bukti percakapakan yang diperoleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Pesan singkat Hasto itu berbunyi ‘Ok Sip’ yang merupakan respons terhadap pesan dari Saeful Bahri, saat itu kader PDIP, terkait dengan pertemuan dengan Harun Masiku. Bukti percakapan itu ditunjukkan dalam persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan terhadap Hasto sebagai terdakwa, Kamis (26/6/2025). 

    Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami keterangan Hasto ihwal pesan tersebut, lantaran diduga Saeful melaporkan sudah bertemu dengan Harun kepada Hasto. Dia lalu merespons pesan Saeful itu dengan kata ‘Ok Sip’. 

    Meski demikian, Hasto membantah bahwa pesan ‘Ok Sip’ itu berarti dia mengetahui adanya pertemuan dimaksud. Dia hanya mengetik tanpa benar-benar menyadari substansi pesan. 

    “Ya saya tidak tahu (maksud Saeful Bahri), makanya saya jawab ‘Ok Sip’ di situ. Saya tidak menanyakan pertemuannya apa, hasilnya gimana. Karena itu jawaban standar saya,” ungkapnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto mengatakan, perintah resmi partai terkait dengan proses PAW Harun Masiku diberikan kepada tim hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah. Bukan Saeful Bahri. 

    Mantan anggota DPR 2004-2009 itu menyebut, pesan Saeful via WA itu juga tidak disadari secara penuh oleh Hasto karena fokusnya sedang terbagi ke kegiatan Focus Group Discussion (FGD) untuk rakernas. 

    Oleh sebab itu, Hasto menegaskan bahwa pesan ‘Ok Sip’ itu hanya bermakna bahwa dia telah menerima pesan tersebut tanpa mengerti apa substansinya. 

    “Maka kalau mau memaknai ‘ok sip’ itu nanti harus dilihat dengan jawaban ‘ok sip’ saya yang lainnya. Karena itu menunjukan ‘ok sip’ itu adalah suatu jawaban saya terima WA, tapi substansinya apa saya tidak begitu perhatikan, sebagai jawaban formal bahwa saya telah menerima WA tersebut,” sebutnya. 

    Untuk diketahui, Saeful merupakan mantan kader PDIP yang sebelumnya telah menjalani hukuman pidana atas perkara suap penetapan anggota DPR 2019–2024. Ada tiga orang lain yang terseret yakni anggota KPU 2017–2022 Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina serta mantan caleg PDIP Harun Masiku. 

    Hanya Harun yang sampai saat ini belum dibawa ke proses hukum karena masih status buron. 

    Adapun Hasto dan Donny Tri Istiqomah ditetapkan sebagai tersangka pada pengembangan kasus tersebut. Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan. 

    Hasto lalu didakwa di persidangan terkait dengan suap dan perintangan penyidikan. 

  • Menguliti Sosok Harun Masiku dari Kesaksian Hasto Kristiyanto

    Menguliti Sosok Harun Masiku dari Kesaksian Hasto Kristiyanto

    Jakarta

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto diperiksa sebagai terdakwa kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Sosok Harun Masiku dikuliti dalam kesaksian Hasto.

    Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). Dari awal persidangan, hakim meminta Hasto untuk memberi kesaksian jujur.

    “Kami ingatkan kepada terdakwa agar memberi keterangan yang benar, apa adanya, karena kejujuran saudara nanti membantu diri saudara sendiri, ya?” ujar ketua majelis hakim Rios Rahmanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

    “Baik, Yang Mulia,” jawab Hasto.

    Hasto dalam kasus ini didakwa merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.

    Hasto juga didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    Dalam persidangan kemarin, Hasto menceritakan pertama kali bertemu dan mengenal buron Harun Masiku. Pertemuan itu terjadi saat pendaftaran calon anggota legislatif pada 2019 di kantor DPP PDIP.

    “Apakah saudara terdakwa mengenal seseorang yang bernama Harun Masiku?” tanya jaksa KPK, Budhi Sarumpaet.

    “Izin Yang Mulia, saya mengenal Harun Masiku ketika proses pencalegan pada tahun 2019,” jawab Hasto.

    Saat itu Harun menemui Hasto sambil membawa biodata di kantor DPP PDIP. Dia mengatakan Harun memintanya agar didaftarkan sebagai calon anggota legislatif dari PDIP.

    “Yang besangkutan datang ketemu saya kemudian membawa biodata dan kemudian menyatakan niatnya untuk mendaftarkan sebagai calon anggota legislatif, karena menjadi calon anggota legislatif bersifat terbuka. Maka kemudian yang bersangkutan, saya minta untuk datang ke sekretariat untuk mengisi biodata. Itu perkenalan dan pertemuan saya pertama dengan saudara Harun Masiku,” ujar Hasto.

    Saat itu Harun belum menjadi kader PDIP. Hasto mengatakan Harun hanya membawa kartu tanda anggota (KTA) sebagai anggota PDIP.

    “Pada saat itu, Harun Masiku mendatangi terdakwa itu di rumah aspirasi? Atau di kantor DPP?” tanya jaksa.

    “Di kantor DPP PDIP karena hal-hal yang berkaitan dengan caleg semuanya dipusatkan di kantor DPP PDIP,” jawab Hasto.

    “Apakah pada saat Harun Masiku itu menemui saudara terdakwa, meminta untuk mendaftar sebagai caleg PDIP. Pada saat itu Harun Masiku sudah kader PDIP atau masih belum?” tanya jaksa.

    “Saat itu yang bersangkutan menunjukkan KTA-nya, sebagai anggota PDIP. Jadi bukan sebagai kader PDIP,” jawab Hasto.

    Hasto Sebut Keahlian Harun Masiku Dibutuhkan PDIP

    Hasto Kristiyanto. (Foto: Ari Saputra)

    Hasto mengatakan Harun Masiku mendapat beasiswa dari Ratu Elizabeth dan memiliki keahlian international economic of law. Hasto menyebut keahlian itu dibutuhkan PDIP.

    “Mungkin saudara terdakwa bisa menjelaskan, dari delapan caleg di Dapil Sumsel 1 yang mana Harun Masiku itu nomor urut 6, kenapa Harun Masiku yang ditetapkan sebagai kader terbaik dari partai PDIP untuk menerima perolehan suara dari Pak Nasarudin Kiemas? Alasannya apa?” tanya jaksa.

    Hasto kemudian memberikan penjelasan. Hasto mengatakan semua biodata caleg termasuk Harun dipaparkan dan dibahas dalam rapat pleno DPP PDIP untuk menentukan pelimpahan suara Nazarudin.

    “Izin Yang Mulia, jadi saat itu kita kan memiliki pusat database. Jadi ketika putusan judicial review memberikan diskresi kepada pimpinan partai, pemenangan kepada pimpinan partai, maka dalam rapat DPP tersebut kami melihat caleg-caleg yang ada di situ karena setiap caleg kan mengisi biodata,” kata Hasto.

    “Ada caleg yang selalu aktif menjadi calon, ada calon bupati dua kali, ada calon anggota legislatif, tidak pernah terpilih kemudian juga ada yang masih baru,” imbuhnya.

    Hasto mengatakan pada biodata Harun tertulis beasiswa dari Ratu Elizabeth dan keahlian Harun yakni international economic of law. Dia mengatakan keahlian tersebut dibutuhkan partai saat itu.

    “Kemudian ketika biodata dari saudara Harun Masiku dipaparkan, di situ tertulis bahwa dia mendapatkan beasiswa dari Ratu Elizabeth, kemudian keahliannya international economic of law. Suatu profesi yang sangat diperlukan oleh partai karena kami juga melihat aspek-aspek kebutuhan strategis partai,” ujar Hasto.

    Hasto mengatakan DPP PDIP juga mempertimbangkan aspek historis Harun yang sudah mengikuti kongres pertama dan terlibat dalam penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Dia mengatakan keahlian Harun dan pertimbangan historis itu menjadi alasan DPP PDIP memutuskan suara Nazarudin dilimpahkan ke Harun.

    “Kemudian kita juga melihat dari aspek historisnya karena ini menjadi anggota sebenarnya kongres pertama sudah terlibat di dalam penyusunan AD/ART,” kata Hasto.

    “Sehingga dua pertimbangan itu lah yang pertama international economic of law, partai memerlukan keahlian itu. Yang kedua, aspek historis. Itulah yang kemudian setelah melihat calon-calon yang lain, dia ditetapkan untuk menerima pelimpahan suara dari Bapak Nasarudin Kiemas,” imbuh Hasto.

    Jaksa Tanya Hasto soal Harun Masiku Kader Terbaik

    Foto: Foto Harun Masiku pernah bersama Hasto Kristiyanto dan Djan Faridz di ruangan mantan Ketua MA Hatta Ali ditampilkan di sidang Hasto (Anggi/detikcom).

    Jaksa turut menanyakan apakah Harun merupakan kader terbaik sehingga diputuskan PDIP menerima pelimpahan suara Nazarudin Kiemas.

    “Nah, apa hasil keputusan rapat pleno pada waktu itu?” tanya jaksa.

    “Hasil dari keputusan rapat pleno adalah itu juga pada bulan Juli, untuk memohon kepada KPU terhadap pelaksanaan dari hasil judicial review Mahkamah Agung yang keputusannya juga kami lampirkan. Kemudian keputusan yang lain, DPP PDI Perjuangan menetapkan bahwa saudara Harun Masiku itu menggantikan Bapak Nazarudin Kiemas. Menerima pelimpahan suara, itu tepatnya seperti itu, sebagai diskresi yang dimiliki oleh DPP PDI Perjuangan berdasarkan pertimbangan hukum di dalam judicial review tersebut,” jawab Hasto.

    “Jadi keputusan pimpinan partai politik pada waktu itu menentukan kader terbaik itu adalah Harun Masiku?” tanya jaksa.

    “Betul,” jawab Hasto.

    Jaksa kembali mendalami keterangan Hasto soal Harun sebagai kader terbaik sehingga ditetapkan sebagai penerima pelimpahan suara Nazarudin. Hasto mengatakan tak ada istilah kader terbaik pada hasil rapat pleno DPP PDIP saat menentukan Harun sebagai penerima pelimpahan suara Nazarudin.

    “Karena kader terbaik adalah istilah yang ditetapkan oleh judicial review. Jadi langsung menetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa Saudara Harun Masiku mendapatkan beasiswa dari Ratu Elizabeth, dan kemudian international economic of law maka ditetapkan Saudara Harun Masiku untuk menggantikan Bapak Nazarudin Kiemas. Seperti itu bunyi putusannya, jadi nggak ada pernyataan sebagai kader terbaik,” jawab Hasto.

    Hasto menegaskan tidak ada bunyi putusan Harun sebagai kader terbaik dalam rapat pleno DPP PDIP. Dia mengatakan hasil rapat pleno menentukan Harun sebagai penerima pelimpahan suara Nazarudin, bukan menggunakan istilah sebagai kader terbaik.

    “Kalau maknanya dari keputusan itu kader terbaik, tapi tidak ada keputusan bahwa Harun Masiku adalah kader terbaik. Tidak ada bunyi keputusan seperti itu, yang bunyinya hanya kader Harun Masiku ditetapkan sebagai pengganti,” kata Hasto.

    “Harun Masiku ditetapkan sebagai kader yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas?” tanya jaksa.

    “Betul,” jawab Hasto.

    “Kemudian keputusan kedua adalah agar DPP segera berkirim surat kepada KPU untuk melaksanakan keputusan judicial review seperti itu kan?” tanya jaksa.

    “Iya, betul,” jawab Hasto.

    Chat Harun Masiku ke Hasto

    Hasto Kristiyanto. (Foto: Ari Saputra)

    Jaksa KPK membuka pesan WhatsApp (WA) antara Hasto dan Harun Masiku. Pesan tersebut berisi ucapan terima kasih dari Harun.

    Pesan itu ditampilkan jaksa di sidang. Pesan WhatsApp dikirim Harun ke Hasto pada 4 Desember 2019. Berikut ini bunyinya:

    “Pak Sekjen. Salinan Putusan MA dan Asli Fatwah MA sy titip di mas Kusnadi. Terimakasih banyak kepada Bapak Sekjen dan lbu Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri, Ibu Puan Maharani dan pak Prananda serta stafnya mas Dony dan mas Sayful, Pak Djan Faridz dan pak Yasona Laoly serta semua teman teman kita sobat yg baik hati atas perhatian dan bantuannya kpd sy. Budi baiknya semua tak terlupakan sepanjang masa selama hajat dikandung badan. Praise to the Lord of Jesus Christ our Almighty God.”

    Jaksa menanyakan kebenaran pesan yang dikirim Harun tersebut. membenarkannya.

    “Benar?” tanya jaksa mengonfirmasi pesan tersebut.

    “Iya, betul, ini kalau ke nomor saya, berarti ini betul,” jawab Hasto.

    Fatwa yang dimaksud Harun dalam pesan itu adalah terkait putusan MA Nomor 57/P/HUM/2019 tanggal 19 Juli 2019. Fatwa itu diajukan karena ada perbedaan tafsir KPU saat PDIP memperjuangkan Harun Masiku menjadi anggota DPR menggantikan Riezky Aprilia melalui PAW.

    Hasto mengatakan fatwa MA tersebut saat itu belum dijalankan. Alasannya, menurut dia, karena dinamika politik yang tinggi dan konsentrasi ke pilpres.

    “Kalau fatwa MA itu langsung dijalankan pada tanggal itu mungkin tidak ada persoalan. Nah karena saya konsentrasi pada Pilpres, rencana pelantikan tanggal 23 Oktober, banyak demo-demo yang terjadi saat itu termasuk di Bawaslu, maka konsentrasi saya di sana. Sehingga saudara Harun Masiku memberikan WA tersebut karena saya meminta kepada saudara Dewi untuk menyiapkan kronologis. Jadi kronologis berkaitan dengan pelaksanaan fatwa MA,” tambah Hasto.

    Halaman 2 dari 4

    (idn/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • KPK duga kasus pengadaan mesin EDC libatkan mantan pejabat bank

    KPK duga kasus pengadaan mesin EDC libatkan mantan pejabat bank

    Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo saat memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). ANTARA/Rio Feisal

    KPK duga kasus pengadaan mesin EDC libatkan mantan pejabat bank
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 27 Juni 2025 – 06:15 WIB

    Elshinta.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin electronic data capture (EDC) pada bank pemerintah melibatkan mantan pejabat di badan usaha bidang keuangan tersebut.

    “Perkara ini juga diduga melibatkan oknum pejabat yang sudah tidak menjabat,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/5) malam.

    Sementara itu, Budi mengatakan bahwa KPK membuka kemungkinan untuk memeriksa pihak-pihak selain di lingkungan bank pelat merah, seperti vendor.

    “Karena kalau kita bicara pengadaan barang dan jasa, tentu ada pihak-pihak penyedia barang dan jasanya,” katanya.

    Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa KPK akan melihat peran dari pihak-pihak lain selain di lingkungan bank, dan aliran dana pada kasus tersebut.

    “Kami akan melihat aliran hasil tindak pidana korupsi ini mengalir ke mana saja. Itu semuanya tentu akan kami telusuri dan lacak,” ujarnya.

    Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa lembaga antirasuah itu sedang menggeledah salah satu bank pelat merah di Indonesia.

    Setyo Budiyanto menyampaikan pernyataan tersebut ketika dikonfirmasi mengenai kehadiran mantan Wakil Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) CBH di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (26/6), dan kaitannya dengan penyidikan kasus baru atau lama oleh lembaga antirasuah tersebut.

    Sementara itu, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menduga kasus tersebut terjadi pada tahun 2023—2024.

    Sumber : Antara

  • Dalam Rutan KPK, Saya Berdoa dan Melarung Baju

    Dalam Rutan KPK, Saya Berdoa dan Melarung Baju

    Jakarta

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengaku masih melakukan tradisi melarung pakaian di Rutan KPK. Hasto tidak melarung ke sungai tapi mengganti dengan mencuci pakaiannya sambil berdoa.

    “Jadi cerita lucunya, kita ini kan bangsa spiritual. Jadi di dalam Rutan Merah Putih, saya juga berdoa dan tetap melarung. Maka baju rompi, suatu saat itu saya puasa, dan kemudian saya larung. Cuma karena sedang di dalam tahanan kan nggak bisa kemana-mana. Maka akhirnya saya cuci itu, sambil berdoa,” kata Hasto Kristiyanto usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025).

    Hasto mengaku berdoa agar dijauhkan dari kriminalisasi hukum yang memberikan dampak tidak baik. Dia mengatakan tradisi ini diikuti para tahanan lain di Rutan.

    “Dan puasa sambil berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar dijauhkan dari berbagai hal yang membuat kriminalisasi hukum ini memberikan dampak yang tidak baik. Nah habis itu saya cerita ke teman-teman, rupanya yang lain pada ikut-ikutan. Ikut nyuci dan kemudian juga ikut berdoa. Jadi saya setidaknya menciptakan setidaknya trendsetter di dalam Rutan Merah Putih,” ujarnya.

    “Sehingga dinamikanya, semangatnya, itu menjadi semakin tinggi. Saya memang suka memberikan semangat kepada teman-teman semuanya. Karena menjadi status tersangka, terdakwa, itu praduga tak bersalah,” imbuhnya.

    Hasto mengaku juga diminta menuliskan surat oleh tahanan lain seperti ucapan semangat ke anak tahanan di Rutan. Dia mengartikan hal itu sebagai bentuk pelayanan.

    Hasto merupakan terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang jadi buron sejak 2020.

    Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku merendam handphone agar tak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku standby di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK.

    Jaksa juga mendakwa Hasto menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.

    (mib/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hasto Marah Ketika Tahu Ada Permintaan Uang ke Harun Masiku

    Hasto Marah Ketika Tahu Ada Permintaan Uang ke Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut pernah memarahi staf PDIP, Saeful Bahri usai ketahuan meminta uang ke mantan calon anggota legislatif (caleg) DPR Harun Masiku, untuk pengurusan penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu 2019–2024. 

    Hal itu disampaikan Hasto saat diperiksa sebagai terdakwa pada persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto menyatakan tak pernah merestui pengurusan Harun Masiku dengan meminta uang. Dia menyebut pernah menegur Saeful Bahri, yang sebelumnya sudah dijatuhi hukuman pidana pada kasus Harun Masiku, ketika mendengar informasi soal adanya permintaan uang ‘operasional’. 

    “Saya menerima laporan bahwa saudara Saeful meminta dana kepada Harun Masiku, maka, kemudian tindakan saya adalah memberikan teguran keras kepada saudara Saeful Bahri,” katanya di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (26/6/2025). 

    Hasto juga menyatakan langsung meminta Harun Masiku untuk tidak memberikan uang kepada Saeful. Mantan anggota DPR 2004–2009 itu pun menegur Saeful saat keduanya bertemu di Rumah Aspirasi, Jalan Sultan Syahrir, Jakarta Pusat. 

    “Saya menyampaikan seperti ini ‘kamu kenapa minta minta dana ke Harun Masiku, sejak awal saya menegaskan dilarang meminta-minta dana’ dan kemudian saudara Saeful meminta maaf. Tidak ada perbincangan pembahasan terkait dengan KPU termasuk lobi-lobi dengan KPU,” terang Hasto. 

    Untuk diketahui, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun Masiku melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan. 

    Pada dakwaan sekunder, Hasto didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta. 

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun. 

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum. 

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR RI dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.