Kasus: Tipikor

  • Kasus Gratifikasi Mbak Ita, Ketua Gapensi Semarang Dituntut 5 Tahun 2 Bulan Penjara

    Kasus Gratifikasi Mbak Ita, Ketua Gapensi Semarang Dituntut 5 Tahun 2 Bulan Penjara

    SEMARANG – Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi (Gapensi) Kota Semarang Martono dituntut hukuman 5 tahun 2 bulan penjara dalam kasus dugaan pemberian gratifikasi kepada mantan Wali Kota Semarang Hevearita G. Rahayu dan suaminya, Alwin Basri.

    Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Vernika Putra dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, juga menuntut terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp300 juta yang jika tidak dibayarkan maka akan diganti dengan kurungan selama 3 bulan.

    “Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,” katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi tersebut dilansir ANTARA, Senin, 30 Juni.

    Dalam pertimbangannya, jaksa menyebut gratifikasi yang diberikan kepada mantan orang nomor satu di Kota Semarang itu berkaitan dengan proyek penunjukan langsung di 16 kecamatan.

    Gapensi Kota Semarang memperoleh pekerjaan penunjukan langsung di 16 kecamatan berdasarkan atas kedekatan terdakwa dengan Alwin Basri.

    Dalam pengerjaan proyek penunjukan langsung dengan anggaran Rp16 miliar tersebut, kata dia, terdakwa meminta fee sebesar 13 persen dari tiap pekerjaan

    Fee tersebut, lanjut dia, dikumpulkan melalui para koordinator lapangan di tiap kecamatan sebelum diserahkan kepada terdakwa.

    Jaksa menilai gratifikasi kepada Hevearita dan Alwin Basri berasal dari fee proyek tersebut yang besarannya masing-masing Rp1 miliar karena telah membantu Gapensi memperoleh pekerjaan di Kota Semarang.

     

    Atas penerimaan gratifikasi tersebut mantan Wali Kota Hevearita G. Rahayu dan suaminya, Alwin Basri, yang menjabat sebagai Ketua PKK Kota Semarang, tidak pernah melaporkannya ke KPK.

    Adapun terdakwa sendiri menikmati Rp245 juta yang juga berasal dari fee proyek penunjukan langsung itu

    Dalam tuntutannya, jaksa juga meminta pengadilan menjatuhkan hukuman tambahan berupa uang pengganti kerugian negara sebesar Rp245 juta.

    Atas tuntutan tersebut, hakim memberi kesempatan terdakwa untuk menyampaikan pembelaan pada sidang yang akan datang.

  • KPK Sita Aset Dugaan Korupsi Dana Hibah Pokmas Jawa Timur, Ada Peternakan hingga Ruko

    KPK Sita Aset Dugaan Korupsi Dana Hibah Pokmas Jawa Timur, Ada Peternakan hingga Ruko

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri aliran dana dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021-2022. Senin, 30 Juni 2025, penyidik KPK melakukan penyitaan sejumlah aset yang diduga berkaitan dengan tindak pidana korupsi tersebut. 

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut tim penyidik telah memasang tanda penyitaan pada beberapa aset milik tersangka.

    “Senin 30 Juni, Tim KPK melakukan pemasangan tanda penyitaan,” kata Budi dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa, 1 Juli 2024. 

    KPK menyita dua bidang tanah dan bangunan yang berlokasi di Sidoarjo, yang pernah dijadikan peternakan sapi oleh tersangka. Selain itu, penyidik juga melakukan penyitaan dua unit ruko di Surabaya yang statusnya saat ini disewakan oleh tersangka. 

    Penyitaan turut menyasar satu rumah beserta sebidang tanah kosong di Surabaya yang masih atas nama tersangka, serta satu bidang tanah dan bangunan yang diatasnamakan sebuah yayasan di wilayah Surabaya.

    KPK Segera Periksa Khofifah 

    KPK menegaskan keterangan setiap saksi termasuk Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa sangat dibutuhkan dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi ini. 

    Budi menyampaikan pihaknya saat ini tengah berkoordinasi untuk penjadwalan ulang pemeriksaan Khofifah. Awalnya pemeriksaan Khofifah dijadwalkan pada Jumat, 20 Juni 2025. Namun, ia meminta penjadwalan ulang dengan alasan ada keperluan lain yang tidak bisa ditinggalkan.

    “Tentu kami berharap jadwalnya bisa klop, sehingga kita bisa meminta informasi dan keterangan dari saksi dimaksud. Karena tentu informasi dan keterangan dari setiap saksi sangat dibutuhkan, khususnya dalam perkara ini,” kata Budi kepada wartawan, Senin, 30 Juni 2025. 

    Menurut Budi, keterangan Khofifah penting untuk memperjelas alur dugaan korupsi dalam penyaluran dana hibah Pokmas. Apalagi, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam perkara ini, dan intensif memeriksa saksi-saksi dari unsur legislatif DPRD Jawa Timur serta perwakilan kelompok masyarakat penerima hibah.

    Celah Korupsi Penyaluran Dana Hibah

    Lebih jauh, KPK juga menyoroti lemahnya sistem penyaluran dana hibah di pemerintah daerah, yang membuka celah terjadinya korupsi. Budi menyebut, belum ada indikator jelas terkait nilai hibah maupun kriteria kelompok penerima, sehingga berpotensi menimbulkan penerimaan ganda. 

    “Double-nya bisa dari pemerintah provinsi, kemudian dapat lagi dari pemerintah kabupaten atau kota, sedangkan di sisi lain masih banyak, masih ada mungkin kelompok-kelompok masyarakat yang lebih membutuhkan, proyeknya lebih nyata begitu untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tutur Budi.

    KPK terus mendorong adanya pembenahan sistem penyaluran hibah di seluruh daerah agar penyaluran dana benar-benar tepat sasaran dan sesuai tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab, belum adanya indikator menyebabkan penyaluran dana hibah tidak terdistribusi dengan baik. 

    “Kita harus memberikan atensi, kita harus concern juga karena ini juga dana pemerintah, dana negara yang kemudian untuk tujuan-tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Budi.

    KPK Tetapkan 21 Tersangka 

    KPK menetapkan 21 tersangka dalam penyidikan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019–2022. Empat orang di antaranya adalah tersangka penerima suap. Sedangkan, 17 lainnya merupakan tersangka pemberi suap.

    Akan tetapi, lembaga antirasuah belum mau mengungkap identitas lengkap para tersangka. Sebab, KPK baru akan mengumumkan identitas tersangka dan kontruksi perkara ketika penyidikan telah rampung.

    Sebagai informasi, penyidikan terhadap 21 tersangka ini adalah hasil pengembangan dari perkara yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024 Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) dan kawan-kawan. Sahat telah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan divonis sembilan tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, pada 26 September 2023.

    Selain itu, Sahat juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp39,5 miliar paling lambat satu bulan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Di dalam vonis hakim, Sahat terbukti secara sah dan meyakinkan menerima ijon fee dana hibah pokok pikiran (pokir) masyarakat yang berasal dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2020–2022 serta APBD 2022–2024 yang masih bakal ditetapkan bagi wilayah Kabupaten Sampang. Adapun anggaran Pemprov Jawa Timur untuk dana hibahkelompok masyarakat adalah Rp200 miliar.***

     

     

     

     

  • Keterangan Khofifah Krusial, KPK Segera Jadwalkan Pemeriksaan Terkait Kasus Dana Hibah Jatim

    Keterangan Khofifah Krusial, KPK Segera Jadwalkan Pemeriksaan Terkait Kasus Dana Hibah Jatim

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan keterangan setiap saksi termasuk Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa sangat dibutuhkan, dalam mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Jatim tahun anggaran 2021–2022. 

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan pihaknya saat ini tengah berkoordinasi untuk penjadwalan ulang pemeriksaan Khofifah. Awalnya pemeriksaan Khofifah dijadwalkan pada Jumat, 20 Juni 2025. Namun, ia meminta penjadwalan ulang dengan alasan ada keperluan lain yang tidak bisa ditinggalkan.

    “Tentu kami berharap jadwalnya bisa klop, sehingga kita bisa meminta informasi dan keterangan dari saksi dimaksud. Karena tentu informasi dan keterangan dari setiap saksi sangat dibutuhkan, khususnya dalam perkara ini,” kata Budi kepada wartawan, Senin, 30 Juni 2025. 

    Menurut Budi, keterangan Khofifah penting untuk memperjelas alur dugaan korupsi dalam penyaluran dana hibah Pokmas. Apalagi, KPK telah menetapkan 21 orang sebagai tersangka dalam perkara ini, dan intensif memeriksa saksi-saksi dari unsur legislatif DPRD Jawa Timur serta perwakilan kelompok masyarakat penerima hibah.

    Celah Korupsi Dalam Penyaluran Dana Hibah

    Lebih jauh, KPK juga menyoroti lemahnya sistem penyaluran dana hibah di pemerintah daerah, yang membuka celah terjadinya korupsi. Budi menyebut, belum ada indikator jelas terkait nilai hibah maupun kriteria kelompok penerima, sehingga berpotensi menimbulkan penerimaan ganda. 

    “Double-nya bisa dari pemerintah provinsi, kemudian dapat lagi dari pemerintah kabupaten atau kota, sedangkan di sisi lain masih banyak, masih ada mungkin kelompok-kelompok masyarakat yang lebih membutuhkan, proyeknya lebih nyata begitu untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,” tutur Budi.

    KPK terus mendorong adanya pembenahan sistem penyaluran hibah di seluruh daerah agar penyaluran dana benar-benar tepat sasaran dan sesuai tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebab, belum adanya indikator menyebabkan penyaluran dana hibah tidak terdistribusi dengan baik. 

    “Kita harus memberikan atensi, kita harus concern juga karena ini juga dana pemerintah, dana negara yang kemudian untuk tujuan-tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar Budi.

    Eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi Sebut Nama Khofifah

    Sebelumnya, penyidik KPK memeriksa mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi. Usai diperiksa, Kusnadi menyebut Khofifah Indar Parawansa, mengetahui soal dana hibah tersebut.

    Kusnadi menjalani pemeriksaan sekira 7 jam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 19 Juni 2025. Kepada awak media, ia menyampaikan mekanisme dana hibah tersebut merupakan bagian dari proses bersama antara DPRD dan kepala daerah.

    “Dana hibah itu proses ya bukan materi. Itu dibicarakan bersama-sama dengan kepala daerah. Jadi kalau dana hibah itu dan pelaksananya juga sebenarnya semuanya kepala daerah,” kata Kusnadi.

    Saat ditanya apakah Khofifah mengetahui soal dana hibah yang kini diusut KPK, Kusnadi menjawab tegas orang nomor satu di Jawa Timur itu mengetahuinya.

    “Orang dia yang mengeluarkan masa dia enggak tahu,” ucap Kusnadi.

    KPK Tetapkan 21 Tersangka 

    KPK menetapkan 21 tersangka dalam penyidikan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019–2022. Empat orang di antaranya adalah tersangka penerima suap. Sedangkan, 17 lainnya merupakan tersangka pemberi suap.

    Akan tetapi, lembaga antirasuah belum mau mengungkap identitas lengkap para tersangka. Sebab, KPK baru akan mengumumkan identitas tersangka dan kontruksi perkara ketika penyidikan telah rampung.

    Sebagai informasi, penyidikan terhadap 21 tersangka ini adalah hasil pengembangan dari perkara yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024 Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) dan kawan-kawan. Sahat telah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan divonis sembilan tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, pada 26 September 2023.

    Selain itu, Sahat juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp39,5 miliar paling lambat satu bulan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Di dalam vonis hakim, Sahat terbukti secara sah dan meyakinkan menerima ijon fee dana hibah pokok pikiran (pokir) masyarakat yang berasal dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2020–2022 serta APBD 2022–2024 yang masih bakal ditetapkan bagi wilayah Kabupaten Sampang. Adapun anggaran Pemprov Jawa Timur untuk dana hibah kelompok masyarakat adalah Rp200 miliar.***

     

     

  • 4
                    
                        Nyanyian Tom Lembong di Sidang Impor Gula: Sebut Nama Jokowi hingga Penunjukan Importir
                        Nasional

    4 Nyanyian Tom Lembong di Sidang Impor Gula: Sebut Nama Jokowi hingga Penunjukan Importir Nasional

    Nyanyian Tom Lembong di Sidang Impor Gula: Sebut Nama Jokowi hingga Penunjukan Importir
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, akhirnya bisa “bernyanyi” dalam sidang dugaan
    korupsi
    importasi gula.
    Tom memiliki kesempatan yang cukup leluasa dan panjang untuk memberikan keterangan dari sudut pandangnya sendiri saat diperiksa sebagai saksi mahkota, Senin (30/6/2025).
    Pada kesempatan itu, ia bersaksi untuk eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), terdakwa lain dalam kasus
    impor gula
    .
    Dalam kesaksiannya, Tom mengungkap bagaimana awal mula penugasan pembentukan stok dan pengendalian harga gula nasional.
    Menurut Tom, awal mula pihaknya membuka keran impor dan operasi pasar gula berasal dari perintah Presiden RI Ke-7
    Joko Widodo
    (Jokowi).
    Pada kurun Agustus sampai September 2015, pemerintahan Jokowi dihadapkan pada gejolak harga bahan pangan.
    Jokowi lalu memprioritaskan sektor perdagangan agar harga komoditas bahan pokok itu bisa dikendalikan.
    “Kami kemudian menindaklanjuti perintah Presiden agar pemerintah segera menindak, mengambil tindakan yang diperlukan untuk meredam gejolak harga-harga tersebut,” ujar Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
    Adapun perintah Jokowi disampaikan melalui sidang kabinet maupun pertemuan bilateral.
    Tidak hanya itu, Tom bahkan mengungkapkan ia beberapa kali dihubungi Jokowi melalui sambungan telepon.
    Presiden menanyakan perkembangan upaya mengendalikan harga pangan, termasuk gula pada 2015.
    Menurutnya, Jokowi memang biasa menelepon menteri melalui ajudannya.
    Kadang-kadang telepon dilakukan saat tengah malam.
    “Dan dalam beberapa kali beliau menelepon saya, beliau juga mengecek status upaya kami dalam meredam gejolak harga pangan, apakah itu melalui importasi pangan atau melalui kebijakan-kebijakan lainnya,” kata Tom.
    Menurut Tom, Jokowi bahkan beberapa kali memintanya untuk bertemu empat mata guna membicarakan masalah perdagangan.
    Pertemuan biasanya dilakukan di Istana Bogor, Jawa Barat.
    Jika pun pertemuan dihadiri orang lain, paling banyak sekitar empat orang.
    “Saya biasanya berbincang langsung, termasuk empat mata atau hanya bertiga berempat dengan Bapak Presiden saat itu sekali setiap bulan atau sekali setiap dua bulan,” tutur Tom.
    Pada kesempatan yang sama, Tom mengaku tidak cawe-cawe atau ikut campur dalam penunjukan delapan perusahaan swasta yang menjadi importir gula.
    Menurut Tom, kewenangan penunjukan itu berada pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
    Penunjukan delapan importir merupakan aksi korporasi dan bukan wilayah Kementerian Perdagangan.
    Jika terdapat kementerian yang bisa ikut campur, adalah Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
    Sebab, PT PPI merupakan perusahaan pelat merah yang berada di bawah naungan Kementerian BUMN.
    “Itu adalah keputusan manajemen dan kementerian teknis seperti Kementerian Perdagangan tidak boleh intervensi ke
    corporate action
    atau keputusan transaksi komersial,” ujar Tom.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Blak-blakan Tom Lembong, Seret Nama Jokowi hingga Rachmat Gobel

    Blak-blakan Tom Lembong, Seret Nama Jokowi hingga Rachmat Gobel

    Bisnis.com, JAKARTA – Kasus dugaan korupsi importasi gula yang menyeret Tom Lembong menyeret sejumlah nama besar di negeri ini.

    Dalam kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor di Jakarta, pada Senin (30/6/2025), dia membeberkan bahwa kasus yang menjeratnya tersebut tidak terlepas dari menjelankan perintah dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

    Dia menuturkan, penugasan melakukan impor gula itu dipicu oleh sejumlah bahan pangan yang mengalami gejolak harga pada 2015. Oleh sebab itu, dia mendapatkan penugasan dari Jokowi untuk meredam persoalan tersebut.

    “Sebagai menteri menteri bidang perekonomian yang bertanggungjawab, kami kemudian menindaklanjuti perintah Presiden agar pemerintah segera menindak,” ujar Tom.

    Dia menambahkan, penugasan itu muncul lantaran Jokowi bercerita soal pengalamannya saat diteriaki warga yang protes harga pangan melonjak.

    Dalam hal ini, Tom mengaku beberapa kali dihubungi Jokowi melalui sambungan telepon untuk mengecek upaya Kemendag dalam meredam persoalan tersebut.

    Tom menjabarkan perintah dari Jokowi itu dilakukan secara langsung di Istana. Selain itu, penugasan juga disampaikan melalui Menko Perekonomian. 

    “Dalam sidang kabinet maupun langsung dalam pertemuan saya dengan Bapak Presiden secara bilateral di istana biasanya, jadi kadang-kadang juga di Istana Bogor. Dan juga melalui atasan langsung saya yaitu Menko Perekonomian,” tambahnya.

    Tidak hanya Jokowi, kesaksian Tom pada sidang tersebut turut menyeret nama mantan Menteri Perdagangan sebelum dia menjabat yakni Rachmat Gobel.

    Awalnya, Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika menanyakan soal pemberian izin atau persetujuan impor gula kepada PT PPI. Namun, Tom membantah telah memberikan pemberian izin.

    Selanjutnya, Tom mengakui bahwa dirinya hanya menindaklanjuti penugasan importasi gula yang sebelumnya dilakukan oleh eks Mendag Rachmat Gobel.

    “Menindaklanjuti. Saya menindaklanjuti penugasan yang dimulai oleh Menteri Perdagangan pendahulu saya, Pak Rachmat Gobel,” jawab Tom.

    Dia menekankan bahwa dirinya hanya menindaklanjuti izin Impor atas persetujuan juga dari Menteri BUMN untuk menstabilkan harga dan stok gula nasional 

    “Saya menindaklanjuti dan dengan persetujuan dari Menteri BUMN, saya memperpanjang penugasan yang diberikan kepada PT PPI, dalam rangka upaya Pemerintah untuk menstabilkan harga dan untuk stok gula nasional,” pungkasnya.

    Peluang Jokowi jadi Saksi

    Ahli Hukum Administrasi Negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Wiryawan Chandra menyatakan Jokowi harus hadir di persidangan impor gula Tom Lembong.

    Jokowi, harus dihadirkan dalam sidang dugaan korupsi impor gula, dengan terdakwa Menteri Perdagangan 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, untuk memberikan keterangan.

    Menurutnya, dalam fakta persidangan, terdapat salah satu saksi yang menyatakan bahwa ada arahan presiden yang menunjuk Induk Koperasi Kepolisian (INKOPPOL) untuk membantu proses pemenuhan gula.

    “Kalau memang ada arahan Presiden dan Menteri melaksanakan tugas, perintah arahan Presiden. Maka sebaiknya ada bukti, bahwa memang Presiden membuat arahan, apakah mungkin ada nota dinas dan seterusnya. Kalau tidak, sebaiknya Presiden dihadirkan, Pak, untuk memberikan keterangan di sini bahwa memang dia memberikan arahan. Itu lebih clear, lebih objektif dan juga nanti akan jelas pertanggungjawabannya,” ujar Wiryawan saat menjadi saksi di PN Tipikor, Senin (23/6/2025).

    Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyerahkan kepada hakim soal pemanggilan Jokowi menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula.

    Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung atau Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan pemanggilan saksi di tengah persidangan sudah menjadi kewenangan penuh dari majelis hakim.

    “Itu berpulang kepada dari sikap majelis hakim. Karena ini kan sudah dalam proses pemeriksaan yang dilakukan oleh pengadilan,” ujarnya di Kejagung, dikutip Selasa (24/6/2025).

    Dia menambahkan, apabila hakim memang sudah menetapkan untuk memanggil Jokowi dalam persidangan. Maka, jaksa penuntut umum (JPU) dipastikan bakal menjalankan ketetapan hakim tersebut.

    “JPU menjalankan penetapan, jaksa menjalankan putusan, nanti bagaimana terkait dengan itu, ya kita serahkan bagaimana pertimbangan majelis, apa yang menjadi perintah atau penetapan,” jelasnya.

  • Kepala Bapenda Semarang Mengaku Setor Rp1,2 Miliar ke Mbak Ita

    Kepala Bapenda Semarang Mengaku Setor Rp1,2 Miliar ke Mbak Ita

    JAKARTA – Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang Indriyasari mengaku memberikan uang Rp1,2 miliar kepada mantan Wali Kota (Walkot) Semarang Hevearita G. Rahayu atau Mbak Ita yang bersumber dari iuran kebersamaan pegawai di lembaga pemungut pajak daerah itu.

    “Sesuai dengan permintaan Bu Ita, sebesar Rp300 juta per triwulan,” kata Indriyasari saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap mantan Walkot Semarang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin 30 Juni, disitat Antara.

    Indriyasari menyebut pemberian masing-masing pada bulan Desember 2022, April 2023, Juli 2023, dan pada bulan Oktober 2023.

    Ia mengungkapkan bahwa pemberian uang di luar honor resmi tambahan penghasilan dari upah pungut pajak daerah itu berawal saat Wali Kota Hevearita G. Rahayu menolak menandatangani surat keputusan pencairan tambahan penghasilan upah pungut bagi pegawai Bapenda di akhir Desember 2025

    Menurut dia, hingga menjelang penghujung tahun, Heveraita belum menandatangani surat keputusan tentang tambahan penghasilan itu

    Saksi lantas berinisiatif untuk bertanya kepada Hevearita yang menjadi terdakwa dalam perkara tersebut tentang SK yang harus ditandatangani itu.

    Terdakwa, menurut Indriyasari, sempat bertanya mengapa bagian tambahan penghasilan yang diterimanya hanya sebesar yang tertera dalam SK pengajuan itu. Padahal, jumlah tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, yakni sebesar tujuh kali gaji selama 3 bulan.

    Saksi lalu menyampaikan akan memberi tambahan penghasilan upah pungut yang bersumber dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang.

    Iuran kebersamaan tersebut, kata dia, rata-rata terkumpul Rp800 juta sampai Rp900 juta per 3 bulan.

    Setelah disepakati bersama dengan sejumlah pejabat struktural di Bapenda Kota Semarang, akhirnya pemberian Rp300 juta per 3 bulan untuk terdakwa.

    Terdakwa Hevearita, kata dia, kemudian mengembalikan uang-uang tersebut pada bulan Januari 2024 karena diduga berkaitan dengan adanya penyidikan oleh KPK.

    “Diserahkan kepada saya Rp900 juta, kemudian saya serahkan ke KPK,” katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi.

    Atas kesaksian tersebut, terdakwa Hevearita membantah telah meminta tambahan penghasilan Rp300 juta per triwulan.

    Mbak Ita menyebut saksi Indriyasari yang menyatakan tambahan penghasilan Rp300 juta itu sudah turun-temurun sejak Wali Kota Semarang sebelum dirinya

    Selain itu, terdakwa juga menegaskan sudah mengembalikan seluruh uang pemberian Indriyasari yang berjumlah Rp1,2 miliar tersebut.

    “Yang terakhir bersamaan dengan pengembalian dari Pak Alwin dalam pecahan dolar Singapura yang kalau ditotal sekitar Rp1 miliar,” katanya.

  • Kadis PUPR Sumut TOP Ditangkap KPK, Ini Respons Bobby Nasution

    Kadis PUPR Sumut TOP Ditangkap KPK, Ini Respons Bobby Nasution

    MEDAN – Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution mengklaim mengingatkan kepada jajaran aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumut agar tak melakukan korupsi.

    “Ini OPD (organisasi perangkat daerah) kami yang ketiga jadi tersangka dalam tindakan korupsi. Ini Pak Topan di-OTT (operasi tangkap tangan) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tentu kami sangat menyayangkan,” kata Bobby dilansir ANTARA, Senin, 30 Juni.

    Bobby mengaku sangat menghargai atas tindakan KPK terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Sumut Topan Obaja Putra Ginting.

    Topan Obaja Putra Ginting alias TOP dan empat lainnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi atas proyek pembangunan dan preservasi jalan di wilayah Sumatera Utara.

    Sebelumnya, mantan Kepala Dinas Kominfo Provinsi Sumut Ilyas Sitorus ditahan Kejari Batu Bara, Sumut, atas dugaan korupsi pekerjaan belanja software perpustakaan digital dan media pembelajaran digital tingkat SD dan SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara pada tahun anggaran 2021 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,8 miliar.

    Berikutnya Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menahan mantan Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sumut Zumri Sulthony atas dugaan korupsi penataan Situs Benteng Putri Hijau di Kabupaten Deli Serdang yang merugikan keuangan negara sebesar Rp817.008.240,00.

    “Kami pemerintah provinsi menghargai keputusan, dan penindakan apa pun dari KPK,” jelas Bobby.

    Gubernur juga menegaskan pihaknya telah berulang kali mengingatkan kepada jajarannya untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemprov Sumut.

    “Kemarin juga sudah saya sampaikan, jangan ada kegiatan-kegiatan seperti itu. Jangan ada lagi kelompok A, kelompok B, dan kelompok C. Semua enggak ada karena tujuannya untuk masyarakat,” tutur Bobby.

    KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan serta preservasi jalan di wilayah Sumatera Utara.

    Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut terdapat dua tersangka dari proyek yang dijalankan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Sumatera Utara.

    “Satu, TOP selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. Dua, RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK),” kata Asep di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (28/6).

    Satu tersangka berinisial HEL dari proyek yang dilaksanakan Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut.

    Dua tersangka lainnya dari pihak swasta yang berinisial KIR selaku Direktur Utama PT DNG dan RAY selaku Direktur PT RN.

    “RAY ini adalah anak dari KIR,” kata Asep.

    Kelima tersangka tersebut diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (26/6) malam atas dugaan tindak pidana korupsi dalam upaya memuluskan proyek dengan total senilai Rp231,8 miliar.

    Asep menerangkan bahwa pada Dinas PUPR Provinsi Sumut, tersangka TOP selaku Kadis PUPR Sumut memerintahkan tersangka RES untuk menunjuk KIR selaku Dirut PT DGN sebagai rekanan tanpa melalui mekanisme dan ketentuan pada proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan total nilai proyek sebesar Rp157,8 miliar.

    “Di sini sudah terlihat perbuatan bahwa ada kecurangan. Seharusnya ini melalui proses lelang yang benar-benar transparan,” katanya.

    Selain itu, tersangka KIR bersama RES bersama-sama mengatur proses e-catalog agar PT DGN dapat memenangkan proyek pembangunan Jalan Spiongot Batas Labusel.

    “Atas pengaturan proses e-catalog di Dinas PUPR Pemprov Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening,” katanya.

  • Mbak Ita Larang Pegawai Penuhi Panggilan KPK

    Mbak Ita Larang Pegawai Penuhi Panggilan KPK

    SEMARANG –  Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang Indriyasari mengungkapkan mantan Wali Kota Hevearita G. Rahayu (Mbak Ita) pernah memerintahkan pegawai lembaga pemungut pajak tersebut agar tidak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK atas penyidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Semarang

    “Diminta agar tidak pergi ke pemeriksaan KPK, Bu Ita bilang sudah dikondisikan,” kata Indriyasari saat diperiksa sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan suap mantan Wali Kota Semarang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin, 30 Juni dilansir ANTARA

    Menurut dia, pegawai Bapenda Kota Semarang yang dipanggil oleh KPK diminta untuk pergi ke luar kota.

    “Akhirnya kami pergi ke Surabaya, tetapi sebelumnya kami menyampaikan izin kepada penyidik KPK,” katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi.

    Terhadap rencana pemeriksaan oleh KPK tersebut, saksi juga mengaku terdakwa Hevearita G. Rahayu memerintahkan menghancurkan seluruh barang bukti catatan dan telepon seluler.

    Indriyasari juga menyebut pernah diminta oleh terdakwa Hevearita dan suaminya, Alwin Basri, untuk menemui seseorang, sehari sebelum menghadiri pemeriksaan ulang oleh KPK.

    “Diminta bertemu seseorang, tetapi saya tidak kenal siapa orangnya. Saat sampai ke lokasi, sudah ada Bu Ita dan Pak Alwin,” tambahnya.

     

    Dalam pertemuan itu, Indriyasari mengaku diberi bocoran tentang pertanyaan yang akan ditanyakan saat pemeriksaan KPK.

    “Akan tetapi, ternyata berbeda semua dengan yang ditanyakan oleh penyidik KPK,” katanya.

    Dalam kesaksiannya, Indriyasari mengaku memberikan uang Rp1,2 miliar kepada Hevearita G. Rahayu dan Rp1 miliar untuk Alwin Basri yang disebut sebagai tambahan penghasilan upah pungut pajak.

    Uang yang disetorkan kepada Hevearita dan Alwin Basri berasal dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang.

    Uang pemberian itu sendiri sudah dikembalikan oleh Hevearita dan Alwin Basri kepada Indriyasari yang selanjutnya disetorkan ke rekening KPK.

    “Saat mengembalikan, Bu Ita menyampaikan ‘iki tak balekke, wes bocor kabeh’ (ini saya kembalikan, sudah bocor semua),” katanya.

  • Kepala Bapenda Belum Jadi Tersangka, Kuasa Hukum Mbak Ita Sebut Ada yang "Istimewa"
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        30 Juni 2025

    Kepala Bapenda Belum Jadi Tersangka, Kuasa Hukum Mbak Ita Sebut Ada yang "Istimewa" Regional 30 Juni 2025

    Kepala Bapenda Belum Jadi Tersangka, Kuasa Hukum Mbak Ita Sebut Ada yang “Istimewa”
    Tim Redaksi
    SEMARANG, KOMPAS.com
    — Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyani (Iin), hadir sebagai saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi yang menjerat eks Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu (Mbak Ita), dan suaminya, Alwin Basri.
    Namun, kehadiran Iin sebagai saksi menuai pertanyaan dari tim kuasa hukum terdakwa.
    Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (30/6/2025), pendamping hukum Mbak Ita dan Alwin, Agus Nurudin, mempertanyakan status hukum Iin.
    “Kami ingin tahu apakah saksi Indriyani sudah ditetapkan tersangka?” tanya Agus kepada majelis hakim.
    Agus juga menyoroti posisi Iin yang disebut turut terlibat dalam aliran dana iuran kebersamaan, namun tidak berstatus tersangka.
    “Beliau bersama-sama dengan Pak Alwin sebagai terdakwa. Makanya saya mempertanyakan, kenapa belum jadi tersangka? Apakah ada hak istimewa?” lanjut Agus.
    Dalam kesempatan tersebut, Agus bahkan menyinggung isu pribadi yang tidak berkaitan langsung dengan perkara, yakni kabar bahwa Iin pernah menonton konser Blackpink di Singapura.
    “Saya pakai uang sendiri,” jawab Iin singkat menanggapi pertanyaan tersebut.
    Dalam kesaksiannya, Iin mengakui telah menyetorkan uang sebesar Rp 2,2 miliar kepada Mbak Ita dan Alwin Basri. Dana tersebut berasal dari iuran kebersamaan para pegawai Bapenda Kota Semarang.
    “Iya betul,” ucap Iin, membenarkan nominal yang diberikan kepada kedua terdakwa.
    Menurut Iin, iuran kebersamaan adalah sumbangan sukarela dari para ASN, yang besarannya disesuaikan dengan penghasilan masing-masing pegawai. Dana tersebut dikumpulkan setiap triwulan, dan digunakan untuk kegiatan sosial dan rekreasi internal.
    “Jumlah pegawai kami sekitar 160 orang. Ada yang menyumbang Rp 10 juta, ada Rp 6 juta, ada yang tidak sama sekali. Tapi tetap bisa ikut kegiatan seperti makan bersama atau piknik,” paparnya.
    Rata-rata, dana iuran yang terkumpul setiap tiga bulan mencapai Rp 800 juta.
    Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), disebutkan bahwa selama periode 2022 hingga 2024, Mbak Ita menerima dana dari iuran kebersamaan ASN Bapenda mencapai Rp 3,8 miliar.
    Sedangkan suaminya, Alwin Basri—yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang—menerima dana serupa hingga Rp 1,2 miliar.
    Sidang lanjutan dijadwalkan untuk memeriksa saksi-saksi berikutnya, serta mendalami peran masing-masing pihak dalam aliran dana tersebut.
    Sementara itu, perdebatan soal status hukum Iin menjadi catatan penting dalam dinamika persidangan yang tengah berlangsung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4
                    
                        Nyanyian Tom Lembong di Sidang Impor Gula: Sebut Nama Jokowi hingga Penunjukan Importir
                        Nasional

    Tom Lembong Akan Dituntut Jumat Pekan Ini

    Tom Lembong Akan Dituntut Jumat Pekan Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong akan menjalani sidang tuntutan kasus dugaan korupsi
    importasi gula
    , pada Jumat (4/7/2025).
    Informasi ini disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim
    Pengadilan Tipikor
    Jakarta Pusat, Dennie Arsan Fatrika, saat mengingatkan jaksa penuntut umum terkait agenda persidangan yang telah disepakati.
    Dennie mengatakan, pemeriksaan terdakwa terhadap Tom yang urung digelar malam ini dan ditunda hingga Selasa (1/7/2025), tidak mengubah jadwal pembacaan surat tuntutan.
    “Catatan juga untuk penuntut umum, penundaan besok tidak menunda untuk agenda tuntutan yang dijadwalkan di hari Jumat tanggal 4 (Juli). Demikian, terima kasih,” kata Dennie, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).
    Adapun Tom sedianya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai terdakwa untuk perkaranya sendiri hari ini.
    Sidang rencananya digelar setelah para pihak selesai memeriksa Tom Lembong sebagai saksi mahkota untuk terdakwa eks Direktur Pengembangan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Charles Sitorus.
    Namun, hingga malam hari, sidang perkara Charles belum selesai sehingga tidak memungkinkan untuk memeriksa Tom sebagai terdakwa.
    “Untuk persidangan atas nama Thomas Trikasih Lembong ditunda di hari Selasa, besok, 1 Juli 2025, agenda masih sama, untuk mendengarkan keterangan terdakwa,” kata Dennie.
    Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
    Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong yang menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.