Kasus: Tipikor

  • KPK Periksa PNS dan Wiraswasta Dalami Kasus Gratifikasi MPR

    KPK Periksa PNS dan Wiraswasta Dalami Kasus Gratifikasi MPR

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

    Terbaru, KPK memeriksa dua orang saksi, yakni seorang PNS di Sekretariat Jenderal (Setjen) MPR atas nama Benzoni dan seorang wiraswasta bernama Iis Iskandar.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan keduanya hadir dan telah diperiksa di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis (3/7/2025). Penyidik KPK menggali keterangan kedua saksi terkait mekanisme pengadaan barang dan jasa (PBJ) di lingkungan MPR hingga permintaan fee proyek oleh tersangka kasus ini.

    “Penyidik mendalami bagaimana proses pengadaan PBJ di lingkungan Kesetjenan MPR, bagaimana pembayarannya, serta permintaan komitmen fee-nya,” ujar Budi dalam keterangannya, Jumat (4/7/2025).

    KPK telah mengumumkan bahwa eks Sekjen MPR, Ma’ruf Cahyono (MC) menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara terkait pengadaan barang dan jasa di MPR.

    “Pada perkara ini KPK telah menetapkan tersangka dengan inisial MC selaku sekjen MPR periode 2019 sampai dengan 2021,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis (3/7/2025).

    KPK juga sudah mencegah Ma’ruf Cahyono ke luar negeri. Hal ini dilakukan untuk efektivitas penyelidikan dan penyidikan kasus ini. Ma’ruf Cahyono sudah dicegah ke luar negeri sejak 10 Juni 2025 lalu.

    Berdasarkan perhitungan sementara penyidik KPK, besaran penerimaan gratifikasi oleh tersangka sekitar Rp 17 miliar. Jumlah penerimaan gratifikasi ini tidak menutup kemungkinan bertambah seiring pendalaman atas keterangan para saksi serta alat bukti lainnya.

  • PDIP Harap Hakim Bebaskan Hasto dari Tuntutan 7 Tahun Jaksa KPK

    PDIP Harap Hakim Bebaskan Hasto dari Tuntutan 7 Tahun Jaksa KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Kader PDIP Hardiyanto Kenneth berharap kebijaksanaan majelis hakim pengadilan tipikor untuk membebaskan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dari tuntunan jaksa KPK dalam kasus dugaan suap pengurusan PAW Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Jaksa KPK menuntut Hasto Kristiyanto 7 tahun penjara dan denda Rp 600 juta dalam kasus Harun Masiku.

    “Kita berharap dari kebijaksanaan majelis hakim supaya majelis hakim mungkin bisa memvonis bebas atau ringan,” ujar Kenneth saat ditemui seusai pembacaan tuntutan jaksa KPK terhadap Hasto di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Kenneth mengatakan, fakta-fakta persidangan, termasuk keterangan saksi dan ahli dalam kasus ini, tidak menunjukkan bahwa Hasto menjadi pelaku suap dan perintangan penyidikan. Dia berharap, hakim mencermati fakta-fakta tersebut.

    “Fakta persidangan ya tidak ada bukti yang jelas dan saksi-saksi juga tidak ada kan bahwasannya Pak Hasto ini memang menjadi pelaku perintangan kasusnya Harun Masiku. Jadi harapan kita ya terakhir ini kita berharap kepada kebijaksanaan dari majelis hakim,” tandas Kenneth yang juga anggota DPRD DKI Jakarta ini.

    Kenneth mengatakan, kader PDIP umumnya sedih dan kecewa dengan tuntutan jaksa KPK 7 tahun penjara untuk Hasto Kristiyanto. Hanya saja, kata dia, pihaknya tetap menghormati tuntutan jaksa KPK tersebut.

    “Dan juga kepada para penasihat hukum Pak Hasto, pak sekjen. Ya saya berharap ya tetap semangat. Karena memang tugas kita kan belum selesai, ya jangan berkecil hati, jangan sedih, jangan lemah ya. Terus berdoa. Terus kita percaya bahwa mukjizat itu, kita percaya bahwa mukjizat tetap ada, mukjizat dari Allah itu tetap ada,” ungkap dia.

    Lebih lanjut, Kenneth mengatakan kader PDIP di akar rumput tetap solid mendukung Hasto Kristiyanto.

    “Kami sebagai klasik PDI perjuangan sangat solid ya. Tentunya saya sebagai seorang kader dan juga anggota DPRD DKI Jakarta fraksi PDIP, hari ini hadir di sini, sampai selesai, tadi kan juga ikut orasi juga. Ya, kita solid-lah, beliau sampai detik ini masih menjadi sekjen kami, yang harus kita bela-lah, sampai titik darah penghabisan,” pungkas Kenneth.

    JPU KPK menuntut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dijatuhi hukuman 7 tahun penjara. Jaksa meyakini Hasto Kristiyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) Harun Masiku dan perintangan penyidikan.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” ujar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membaca tuntutan terhadap Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2024).

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020.

    Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.  

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.  

     

  • 2
                    
                        Dedi Mulyadi Tanggapi Polemik Nama RS Al-Ihsan: Kenapa Dulu Diam Saat Dipakai Korupsi?
                        Bandung

    2 Dedi Mulyadi Tanggapi Polemik Nama RS Al-Ihsan: Kenapa Dulu Diam Saat Dipakai Korupsi? Bandung

    Dedi Mulyadi Tanggapi Polemik Nama RS Al-Ihsan: Kenapa Dulu Diam Saat Dipakai Korupsi?
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Gubernur
    Jawa Barat
    ,
    Dedi Mulyadi
    , memberikan tanggapan terhadap kritik publik terkait perubahan nama Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Al-Ihsan menjadi
    RSUD Welas Asih
    .
    Dedi menegaskan, pergantian nama tersebut bukan merupakan tindakan anti-
    Islam
    , melainkan bagian dari penataan ulang identitas rumah sakit yang kini sepenuhnya dikelola Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
    “Assalamualaikum warga Jabar, sehat, bahagia. Hari ini saya sangat bahagia karena banyak pengamat, aktivis, entah
    influencer
    atau
    buzzer
    , yang rata-rata berdomisili di Jakarta, memberikan otokritik terhadap kebijakan Pemprov Jabar,” ujar Dedi dalam sebuah video yang diunggah di media sosial dan telah dikonfirmasi oleh Kompas.com, Jumat (4/7/2025).
    Dedi menilai, perhatian tersebut menunjukkan kecintaan terhadap Jawa Barat, bahkan mungkin keinginan untuk menjadi bagian dari warganya.
    Namun, ia menyayangkan narasi yang menyudutkan dirinya seolah-olah anti-Islam hanya karena mengubah nama rumah sakit tersebut.
    “Yang ramai dikritisi adalah perubahan nama dari RS Al-Ihsan menjadi RS Welas Asih. Padahal, Al-Ihsan artinya kebaikan, sedangkan Welas Asih dalam bahasa Arab berarti ar-Rahman ar-Rahim. Dua-duanya indah dan spiritual,” jelasnya.
    Riwayat Rumah Sakit Al-Ihsan
    Rumah Sakit Al-Ihsan didirikan atas inisiatif Yayasan Al-Ihsan yang dibentuk pada 15 Januari 1993 oleh enam tokoh Islam dan masyarakat Jawa Barat.
    Peletakan batu pertama dilakukan pada 11 Maret 1993, bertepatan dengan 17 Ramadhan atau peringatan Nuzulul Qur’an.
    Layanan rumah sakit mulai beroperasi pada 12 November 1995.
    Namun, kepemilikan rumah sakit tersebut beralih ke Pemprov Jawa Barat pada tahun 2004 setelah pendirinya, Ukman Sutaryan, dinyatakan bersalah dalam kasus
    korupsi
    .
    Mahkamah Agung dalam putusan No. 372/Pid/2003 memutuskan bahwa bangunan RS Al-Ihsan beserta seluruh asetnya dirampas untuk negara, dalam hal ini Pemprov Jabar.
    Putusan itu kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat pada 10 Maret 2005 yang menetapkan RS Al-Ihsan sebagai aset resmi pemerintah.
    Pada 19 November 2008, statusnya berubah menjadi
    RSUD Al-Ihsan
    , dan pada 10 Juli 2009 ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
    Kritik Terhadap Masa Lalu
    Dedi juga mengkritik ketidakkonsistenan sebagian pihak yang sebelumnya diam saat nama “Al-Ihsan” digunakan dalam konteks korupsi, namun kini vokal mengkritik perubahan nama.
    “Pertanyaan saya, kenapa saat nama Al-Ihsan yang sangat sakral itu digunakan dalam tindak pidana korupsi, para aktivis atau orang-orang yang sangat mencintai agama itu kok diam saja waktu itu ya?” tanyanya.
    Ia menegaskan bahwa substansi yang lebih penting adalah peningkatan mutu layanan kesehatan.
    “Menggunakan nama-nama yang indah harus seiring dengan kualitas layanan yang baik. Apalagi jika namanya sakral, maka pelayanannya harus mencerminkan kesakralan dan kespiritualitasan,” tegas Dedi.
    Dengan penjelasan ini, Dedi berharap publik dapat melihat konteks secara utuh, tidak hanya dari sisi simbolis, tetapi juga dari sisi sejarah, hukum, dan pelayanan publik yang lebih luas.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hari Ini, Tom Lembong Jalani Sidang Tuntutan Kasus Korupsi Impor Gula

    Hari Ini, Tom Lembong Jalani Sidang Tuntutan Kasus Korupsi Impor Gula

    Hari Ini, Tom Lembong Jalani Sidang Tuntutan Kasus Korupsi Impor Gula
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, dijadwalkan menjalani sidang tuntutan kasus dugaan korupsi impor gula pada Jumat (4/7/2025) hari ini.
    Pada persidangan tersebut, jaksa akan memaparkan kesimpulan mereka terhadap bukti-bukti dugaan korupsi importasi gula yang telah dibawa di muka hakim.
    “Terdakwa
    Thomas Lembong
    , agenda pembacaan tuntutan,” kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Hakim Andi Saputra, dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat.
    Menurut rencana, sidang akan dimulai pada Jumat pagi, tetapi dimungkinkan untuk diundur menjadi Jumat siang.
    “Apabila JPU belum siap, maka sidang akan digelar setelah shalat Jumat,” ujar Andi.
    Adapun sidang dengan agenda pembuktian Tom Lembong sudah selesai.
    Baik jaksa maupun terdakwa sama-sama telah menghadirkan saksi dan ahli.
    Pada pengujung tahap pembuktian itu, Tom Lembong diperiksa sebagai terdakwa.
    Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
    Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong yang menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Klaim Hasto Sudah Mengira Dituntut 7 Tahun Penjara

    Klaim Hasto Sudah Mengira Dituntut 7 Tahun Penjara

    Jakarta

    Proses persidangan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kian mendekati akhir. Terkini, Hasto menjalani sidang tuntutan dengan hukuman 7 tahun penjara yang diputuskan jaksa.

    Tuntutan itu pun tak mengagetkan bagi Hasto. Dia mengklaim sudah mengiranya.

    Dituntut 7 Tahun Bui

    Sidang tuntutan Hasto itu digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7). Jaksa meyakini Hasto bersalah merintangi penyidikan dan menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.

    “Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan menyatakan Terdakwa Hasto Kristiyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana mencegah atau merintangi secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara korupsi dan melakukan korupsi,” ujar jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa.

    Hasto juga dituntut membayar denda Rp 600 juta. Apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp 600 juta subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan,” kata jaksa.

    Jaksa meyakini Hasto bersalah melanggar Pasal 21 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Respons Hasto

    Usai sidang, Hasto menyampaikan pandangannya mengenai tuntutan tersebut. Dia mengaku sudah memperkirakan sejak awal tuntutan tersebut.

    “Jadi kita sudah mendengarkan bahwa saya dituntut 7 tahun dan apa yang terjadi ini sudah saya perkirakan sejak awal. Ketika saya memilih suatu sikap politik untuk memperjuangkan nilai-nilai dan demokrasi, memperjuangkan hak kedaulatan rakyat, memperjuangkan pemilu yang jujur dan adil, serta memperjuangkan supremasi hukum agar hukum tidak digunakan sebagai alat kekuasaan,” kata Hasto Kristiyanto seusai sidang.

    Hasto mengaku sudah memperhitungkan risiko yang akan dihadapinya. Dia mengaku akan menghadapi berbagai risiko itu, termasuk kasus yang menjeratnya ini.

    “Ketika pertama kali saya datang dan mendengar informasi bahwa ada suatu kriminalisasi melalui proses daur ulang yang ditujukan atas perkara yang sudah inkrah ini terhadap saya, maka sejak awal saya mengatakan bahwa saya akan menghadapi segala sesuatunya dengan kepala tegak, karena kebenaran adalah kebenaran dan tidak ada motif, sejak awal terbukti dari keterangan-keterangan saksi di persidangan ini maupun di dalam persidangan pada tahun 2020 terkait dengan keterlibatan saya,” ujarnya.

    Pekikan Semangat Hasto untuk Kader PDIP

    Foto: Hasto Kristiyanto teriak merdeka usai dituntut 7 tahun penjara. (Mulia Budi/detikcom)

    Hasto meminta seluruh kader PDIP dan simpatisan tetap tenang. Dia mengatakan tidak ada pengorbanan yang sia-sia.

    “Kepada seluruh jajaran kader, anggota, simpatisan PD Perjuangan untuk tetap tenang, percaya pada hukum meskipun hukum sering diintervensi oleh kekuasaan percayalah bahwa kebenaran akan menang dan sikap yang saya lakukan sejak awal sudah saya kalkulasi risiko-risiko politiknya,” kata Hasto.

    “Karena jangankan menjalani hukuman, ketika berteriak ‘merdeka, merdeka, merdeka’ saja kader PNI pada tahun 1928 bisa dikenai hukuman gantung, hukum kolonial. Karena itu, percayalah bahwa tidak ada pengorbanan yang sia-sia,” tambahnya.

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto seusai menjalani sidang tuntutan. (Mulia Budi/detikcom)

    Hasto melontarkan pekik ‘merdeka’ dengan mengepalkan tangan dan memberi salam metal seusai sidang. Dia mengatakan penyusunan nota pembelaan atau pleidoi pribadinya juga sudah mencapai 80 persen.

    “Pleidoi nanti dipersiapkan dan buat saya sudah 80 persen tinggal menyesuaikan dengan tuntutan JPU hari ini,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (fca/fca)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • soal Larung hingga Sri Rejeki Hastomo

    soal Larung hingga Sri Rejeki Hastomo

    Jakarta

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dituntut 7 tahun penjara dalam kasus dugaan suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku dan perintangan penyidikan. Sederet hal ini terungkap di persidangan.

    Hasto tiba di Pengadilan Tipikor Jakarta mengenakan rompi tahanan dengan nomor 18. Sebelum sidang dimulai, Hasto yakin kebenaran akan menang.

    “Saya kenakan dengan keyakinan bahwa kebenaran akan menang Satiam Eva Jayate. Karena itulah hari ini saya juga dengan penuh keyakinan untuk mengikuti persidangan dengan agenda mendengarkan tuntutan dari jaksa penuntut umum,” ujar Hasto, kepada wartawan, Kamis (3/7/2025).

    Dalam persidangan, jaksa KPK membeberkan tiga perbuatan Hasto yang diyakini merintangi penyidikan kasus suap Harun Masiku. Jaksa meyakini Hasto melanggar Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi tentang perintangan penyidikan.

    “Dengan demikian, kami berpendapat, unsur mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan telah dapat dibuktikan,” kata jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan analisa yuridis surat tuntutan Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Jaksa meyakini Hasto memerintahkan Harun Masiku menenggelamkan ponsel. Perintah itu, kata jaksa, membuat penyidik tidak dapat menemukan bukti komunikasi dan informasi terkait Harun.

    “Bahwa akibat perbuatan Terdakwa tersebut, penyidik juga menjadi terintangi dalam melakukan penyidikan, yakni tidak dapat menemukan bukti komunikasi dan informasi terkait Harun Masiku dengan dihilangkannya HP yang berisi jejak kejahatan tersebut, maka penyidik tidak dapat merangkai fakta secara hukum terkait dengan penyidikan perkara Tersangka Harun Masiku,” ujarnya.

    Berikut 3 perbuatan Hasto yang diyakini jaksa KPK telah merintangi penyidikan kasus Harun Masiku:

    1. Pada 8 Januari 2020, Hasto melalui satpam di kantor DPP PDIP, Nurhasan, memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon seluler miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di kantor DPP PDIP dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh petugas KPK.

    2. Hasto Kristiyanto memerintahkan staf kesekretariatan DPP PDIP, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon selulernya sebagai upaya untuk menghilangkan bukti dalam keterlibatan dan keberadaan Harun Masiku sehingga tidak bisa ditemukan oleh penyidik.

    3. Pada 10 Juni 2024, Hasto menghadiri panggilan pemeriksaan sebagai saksi di KPK dan membawa HP merek Vivo 1713 warna putih dalam kondisi kosong sebagai upaya mengelabui penyidik dan menitipkan HP-nya yang lain kepada Kusnadi sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.

    Jaksa Heran Hasto Urus Pakaian

    Hasto Kristiyanto. (Foto: Pradita Utama)

    Jaksa Takdir tergelitik oleh pengakuan Kusnadi yang menyebut perintah Hasto untuk ‘menenggelamkan’ dimaknai melarung pakaian, bukan terkait ponsel. Jaksa Takdir mengaku heran Hasto sebagai sekjen partai sampai mengurusi pakaian.

    Jaksa mengatakan perintah menenggelamkan tidak logis jika diartikan untuk melarung pakaian. Di mana, kata jaksa, ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, juga telah mengatakan maksud perintah menenggelamkan itu merujuk pada ponsel.

    “Dengan demikian, kata ‘itu’ pada kata yang ‘itu ditenggelamkan’ jelas mengacu pada HP dan kalau merujuk kepada baju menjadi tidak logis atau tidak masuk akal,” kata Takdir.

    Jaksa Takdir tergelitik dengan dalih Kusnadi yang menyebut Hasto memerintahkan melarung pakaian. Jaksa heran Hasto sebagai sekjen partai sampai mengurusi pakaian stafnya.

    “Untuk kepentingan apa Terdakwa, yang merupakan seorang sekjen partai, sampai mengurusi pakaian yang dikenakan stafnya setelah ritual melarung? Seberapa berharga pakaian tersebut sehingga Kusnadi diminta agar tidak sayang jika membuangnya?” kata Takdir.

    Jaksa Yakin Sri Rejeki Hastomo adalah Hasto

    Hasto Kristiyanto. (Foto: Pradita Utama)

    Jaksa meyakini Sri Rejeki Hastomo adalah Hasto, meski staf PDIP Kusnadi membantah hal itu. Jaksa KPK Takdir Suhan awalnya membacakan keterangan staf kesekretariatan DPP PDIP, Kusnadi yang menyebut nomor Sri Rejeki bukan Hasto melainkan nomor kesekretariatan.

    Jaksa Takdir menilai keterangan Kusnadi tak sesuai dengan data administrasi kependudukan Hasto. Jaksa mengatakan nama Hastomo berasal dari nama anak pertama Hasto yakni Ignatius Windu Hastomo.

    “Keterangan Kusnadi tersebut tidak berkesesuaian dengan bukti berupa data administrasi kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri atas nama Ir Hasto Kristiyanto, MM dalam kartu keluarga, izin majelis terlampir dalam tuntutan kami,” kata jaksa.

    “Di mana dalam data tersebut diketahui bahwa nama Hastomo sendiri berasal dari nama anak pertama terdakwa yaitu Ignatius Windu Hastomo,” tambah jaksa.

    Jaksa menyebut Hasto juga menggunakan nama profile pada WhatsApp dengan nama Sri Rejeki Hastomo. Jaksa menuturkan ada kontak istri Hasto, Maria Ekowati dalam nomor Sri Rejeki dengan nama Mama, Mama 1 hingga Mama 2.

    “Sedangkan Sri Rejeki adalah nama yang biasa digunakan oleh terdakwa sebagai nama profile WhatsApp seperti pada, satu, nomor contact 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0. Nomor contact 447401374259 dengan nama Sri Rejeki Hastomo. Di samping itu dalam phone book telepon genggam berisi nomor 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 tersimpan nomor-nomor telepon Maria Ekowati yang merupakan istri terdakwa dengan nama Mama,” kata jaksa.

    “Kemudian nomor 081282238009 dengan nama contact Mama adalah milik Maria Ekowati sebagaimana informasi dalam aplikasi get contact. Kemudian nomor 0885776329518 dengan nama contact Mama 1 adalah milik Maria Ekowati, sebagaimana informasi dalam aplikasi get contact. Nomor 0812800008498 dengan nama contact Mama 2 adalah Maria Ekowati sebagaimana informasi dalam aplikasi get contact,” tambah jaksa.

    Jaksa meyakini nomor Sri Rejeki bukan milik kesekretariatan DPP PDIP, melainkan milik Hasto. Jaksa meminta majelis hakim mengesampingkan keterangan Kusnadi.

    “Fakta ini semakin menguatkan bahwa telepon genggam tersebut adalah milik Terdakwa bukan milik sekretariat sebagaimana bantahan terdakwa dan keterangan saksi Kusnadi. Dengan demikian keterangan saksi Kusnadi yang menerangkan bahwa nomor 447401374259 yang tersimpan dengan nama Sri Rejeki Hastomo dan nomor 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 merupakan telepon genggam milik sekretariat DPP PDIP adalah tidak benar dan patut dikesampingkan,” tuturnya.

    Hasto Pakai Nomor HP Luar Negeri

    Hasto Kristiyanto. (Foto: Pradita Utama)

    Jaksa KPK mengatakan Hasto juga menggunakan nomor luar negeri. Jaksa menyebut hal itu agar Hasto menyamarkan jejak komunikasi dengan Harun Masiku.

    “Terdakwa dengan sengaja menggunakan nomor luar negeri sebagai tindakan antisipasi terhadap perkara atas nama Harun Masiku yang masih berproses yaitu adanya pemeriksaan saksi dan penggeledahan dengan maksud untuk menyamarkan jejak komunikasi dan menghindari pantauan penyidik KPK yang menangani perkara Harun Masiku,” kata Jaksa KPK Takdir.

    Jaksa mengatakan bukti di persidangan menunjukkan adanya komunikasi Hasto dengan Kusnadi menggunakan nama samaran Sri Rejeki Hastomo. Jaksa meyakini pemilik nomor dengan nama Sri Rejeki Hastomo itu merupakan Hasto.

    “Hal ini bersesuaian dengan alat bukti yang diajukan dalam persidangan berupa komunikasi antara Terdakwa dengan Kusnadi selaku ajudan yang menggunakan nama-nama samaran yang tidak terikat langsung dengan identitas asli Terdakwa maupun Kusnadi, seperti nama Gara Bhaskara yang digunakan Kusnadi untuk nomor 447455782005. Sedangkan Terdakwa menggunakan nama Sri Rejeki Hastomo untuk nomor 447401374259 dan nama Sri Rejeki 3.0 untuk nomor 4474747947808,” ujar jaksa.

    “Hal ini sengaja dilakukan Terdakwa dengan maksud untuk memutus rantai komunikasi antara Terdakwa dengan Harun Masiku yang seolah-olah tidak ada komunikasi langsung antara terdakwa sebagai pemberi perintah dengan Harun Masiku,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 4

    (idn/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Eks Jaksa Penilap Uang Kasus Robot Trading Bantah Bagi Duit ke Atasan

    Eks Jaksa Penilap Uang Kasus Robot Trading Bantah Bagi Duit ke Atasan

    Jakarta, Beritasatu.com – Mantan jaksa pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat Azam Akhmad Akhsya membantah membagi-bagikan uang kepada atasannya dalam kasus korupsi penilapan dan penggelapan barang bukti penanganan investasi bodong robot trading Fahrenheit senilai Rp 11,7 miliar.

    Hal ini disampaikan Azam saat menyampaikan nota pembelaan atau pleidoi dalam kasus penilaian barang bukti terkait investasi bodong robot trading Fahrenheit di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Azam mengaku menyesal karena telah menyeret beberapa atasannya di Kejari Jakarta Barat. Azam meminta maaf kepada para saksi, terutama atasannya sebagai kepala seksi (kasi) dan kepala kejaksaan negeri (kajari) saat terdakwa berdinas sebagai jaksa fungsional di Kejari Jakarta Barat. 

    “Saya secara terbuka meminta maaf kepada para saksi, terutama kepada atasan-atasan selama menjabat (kajari Jakbar dan kasi pidum), karena merasa telah menyeret nama-nama baik mereka dalam perkara ini,” ujar Azam saat membacakan pleidoinya.

    Azam mengatakan tidak memberikan uang kepada Plh Kasi Pidum/Kasi BB Kejari Jakarta Barat Dodi Gazali, Kasi Pidum Kejari Jakbar Sunarto, Kajari Jakarta Barat Hendri Antoro, dan mantan Kajari Jakbar Iwan Ginting. 

    “Saya menyampaikan bahwa tidak pernah ada sedikit pun niat untuk mencemarkan nama institusi kejaksaan, apalagi membuat rekan-rekan atau atasannya ikut terseret dalam urusan yang tidak mereka ketahui,” tutur Azam. 

    Azam mengungkapkan suasana persidangan kerap kali menunjukkan nuansa batin yang sangat dalam. Karena itu, kata dia, tidak sedikit saksi termasuk atasannya yang meneteskan air mata saat memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan. Mereka merasa sedih dan terkejut Azam harus mengalami proses hukum yang berat ini dalam kasus dugaan korupsi terkait suap dan gratifikasi penilapan barang bukti. 

    “Reaksi tersebut menjadi cerminan bahwa terdakwa memang dikenal sebagai pribadi yang baik dan tidak pantas di posisikan sebagai pelaku kejahatan yang dilakukan secara sadar dan terbuka,” pungkas Azam.

    Sebelumnya, sejumlah saksi yang dihadirkan di persidangan membantah tuduhan pemberian uang kepada pejabat di Kejari Jakbar. Salah satunya Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Hendri Antoro membantah menerima Rp 500 juta dari terdakwa Azam dalam kasus suap dan gratifikasi penggelapan barang bukti perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit. 

    Mantan Kajari Jakarta Barat Iwan Ginting juga membantah menerima uang. Ia mengaku sudah pindah tugas sebagai asisten tindak pidana khusus (aspidsus) pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara ketika kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit sudah diputuskan di tingkat kasasi.

    Karena itu, Iwan mengaku tidak mengetahui adanya dugaan penggelapan barang bukti dalam kasus tersebut. Iwan sudah tidak lagi menjabat sebagai Kajari Jakbar sejak Oktober 2023. Sementara pelaksanaan eksekusi pada Desember 2023 setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap. 

    “Kebetulan saya sudah pindah tugas, terakhir saya bertugas Oktober 2023,” kata Iwan Ginting menjawab pertanyaan JPU saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor  pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2025).

    Diketahui, Azam Akhmad Akhsya dituntut 4 tahun penjara oleh tim jaksa penuntut umum (JPU). Jaksa menyakini Azam terbukti melakukan korupsi dengan menerima uang atau janji terkait barang bukti perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit.

    “Menyatakan terdakwa Azam Akhmad Akhsya terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima pemberian atau janji dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya,” kata jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).

    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Azam Akhmad Akhsya berupa pidana penjara selama 4 tahun dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan di rutan,” sambung jaksa.

    Jaksa juga menuntut Azam membayar denda Rp 250 juta. Adapun jika denda tidak dibayar diganti dengan 3 bulan kurungan.

    “Menghukum terdakwa membayar denda sebesar Rp 250 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar jaksa. 

  • Hasto Dituntut 7 Tahun, Pengacara Sebut Tak Lepas dari Peran Eks Penguasa

    Hasto Dituntut 7 Tahun, Pengacara Sebut Tak Lepas dari Peran Eks Penguasa

    Hasto Dituntut 7 Tahun, Pengacara Sebut Tak Lepas dari Peran Eks Penguasa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    ,
    Maqdir Ismail
    , menyebut kasus yang menjerat kliennya bernuansa politis dan tak lepas dari sosok yang pernah berkuasa.
    Pernyataan ini Maqdir sampaikan saat menanggapi tuntutan jaksa
    Komisi Pemberantasan Korupsi
    (KPK) yang meminta Hasto dihukum 7 tahun penjara.
    “Perkara ini bukan perkara kejahatan murni, tetapi ini adalah, seperti berulang kali kami katakan, ini adalah perkara politik yang dikriminalkan,” ujar Maqdir saat ditemui usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).
    Maqdir mengatakan, beberapa waktu sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Hasto sempat diminta mundur dari jabatan sekjen partai banteng.
    Hasto juga diminta untuk tidak memecat Presiden RI Ke-7,
    Joko Widodo
    (Jokowi) dari PDI-P.
    Saat itu, hubungan Jokowi dan partai banteng memang memanas dan memuncak pada pemecatan eks Wali Kota Solo tersebut dan keluarganya.
    “Mulai dari 13 Desember 2024, dia dihubungi orang meminta dia mundur dari jabatan sebagai sekjen. Kalau dia mundur, dia tidak akan dipidanakan. Itu yang pertama. Kemudian yang kedua, jangan memecat Jokowi. Kalau dua hal ini dilakukan oleh Hasto, maka dia tidak akan dipidanakan,” tutur Maqdir.
    Pengacara senior itu menekankan, kasus yang menjerat Hasto bukanlah perkara biasa. Kasus itu diduga kuat berkelindan dengan dinamika internal partai.
    Ia memandang, perkara yang sedang ia tangani ini tidak terlepas dari kegagalan Jokowi yang berupaya mengambil alih partai.
    “Ini sebenarnya adalah upaya awal yang sudah tidak berhasil untuk mengambil alih partai ketika Presiden Jokowi meminta tambahan masa jabatan dan juga ketika dia tidak berhasil menambah satu periode,” ujar Maqdir.
    Agar Hasto bisa dijatuhi hukuman berat, kata dia, KPK tidak hanya menggunakan pasal suap.
    Lembaga antirasuah juga menggunakan pasal perintangan penyidikan yang mengatur ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
    Padahal, menurutnya, bukti yang dihadirkan KPK untuk menjerat Hasto berupa call detail record (CDR) akurasinya patut dipertanyakan.
    CDR merupakan data aktivitas komunikasi suatu telepon berikut waktu dan posisinya yang ditentukan berdasarkan lokasi sinyal tower terkait.
    “Mereka tidak pernah mau ungkap bahwa perjalanan Harun Masiku dari Jakarta Barat sampai ke Tanah Abang hanya dalam waktu satu detik. Ini sesuatu yang betul-betul sangat mencederai akal sehat,” kata Maqdir.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri HAM Natalius Pigai Dorong Kejahatan Korupsi Masuk Kriteria Pelanggaran HAM

    Menteri HAM Natalius Pigai Dorong Kejahatan Korupsi Masuk Kriteria Pelanggaran HAM

    Bisnis.com, Jakarta — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai berencana melekatkan pasal pelanggaran HAM dan tindak pidana korupsi.

    Menurut Pigai, seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi juga bakal dikenakan pasal pelanggaran HAM nantinya. Hal itu akan direalisasikan Pigai setelah pihaknya merevisi UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

    “Di dalam undang-undang ini saya ingin memasukkan HAM dan Korupsi. Jadi, korupsi akan masuk dalam domain hak asasi manusia,” tuturnya di Jakarta, Kamis (3/7/2025).

    Pigai berpandangan bahwa tindak pidana korupsi adalah kejahatan yang terstruktur, sistematis dan massif, merugikan banyak masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.

    “Kalau korupsi ini kriteria terencana, masif, sistematis, dan mengorbankan orang pada saat anggaran atau uang negara butuh untuk menyelamatkan orang,” katanya.

    Maka dari itu, Pigai mengemukakan bahwa kriteria HAM dan korupsi akan dipertegas ke dalam Peraturan Presiden (Perpres). Pigai juga menyebut pihaknya bakal melibatkan ahli pidana untuk memperkuat landasan hukumnya.

    “Soal diskusi tentang siapa tahu ada ahli-ahli lain yang memberikan masukan untuk memberi penguatan supaya ada korelasi antara korupsi dengan hak asasi manusia,” ujarnya.

  • Jaksa KPK Pastikan Nomor HP Sri Rejeki Hastomo Milik Hasto Kristiyanto

    Jaksa KPK Pastikan Nomor HP Sri Rejeki Hastomo Milik Hasto Kristiyanto

    Jakarta, Beritasatu.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan nomor handphone (hp) yang tercatat dengan nama Sri Rejeki Hastomo adalah nomor milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Nomor atas nama Sri Rejeki Hastomo terdapat di ponsel milik staf Hasto Kristiyanto, Kusnadi.

    Hal ini disampaikan jaksa KPK Takdir Suhan dalam sidang pembacaan tuntutan terhadap Hasto Kristiyanto dalam kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarawaktu atau PAW Harun Masiku dan perintangan penyidikan di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    “Di persidangan Kusnadi menerangkan bahwa nomor 447401374259 adalah milik sekretariat DPP PDIP yang disimpan dengan nama Sri Rejeki Hastomo, yang maksudnya agar mendapat rejeki seperti Sri Rejeki dan tidak ada hubungan dengan terdakwa (Hasto),” ujar Takdir dalam persidangan tersebut.

    Takdir mengatakan keterangan Kusnadi tersebut tidak sesuai dengan bukti berupa data administrasi kependudukan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri atas nama Hasto Kristiyanto dalam kartu keluarganya. Dalam data tersebut, kata dia, nama Hastomo sendiri berasal dari nama anak pertama Hasto, yaitu Ignatius Windu Hastomo. 

    “Sedangkan Sri Rejeki adalah nama yang biasa digunakan oleh terdakwa sebagai nama profil WhatsApp seperti pada nomor contact 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 dan nomor contact 447401374259 dengan nama Sri Rejeki Hastomo,” ungkap Takdir.

    Selain itu, kata Takdir, dalam phonebook telepon genggam berisi nomor 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 tersimpan nama nomor telepon Maria Ekowati yang merupakan istri Hasto dengan nama Mama. Lalu, nomor 081282238009 dengan nama contact Mama adalah milik Maria Ekowati sebagaimana informasi dalam aplikasi Get Contact. 

    “Kemudian nomor 0885776329518 dengan nama contact Mama 1 adalah milik Maria Ekowati, sebagaimana informasi dalam aplikasi Get Contact. Nomor 0812800008498 dengan nama contact Mama 2 adalah Maria Ekowati sebagaimana informasi dalam aplikasi Get Contact,” jelasnya. 

    Dengan fakta-fakta hukum ini, kata Takdir, hal tersebut makin menguatkan bahwa telepon genggam dengan nama Sri Rejeki Hastomo adalah milik Hasto. Nomor tersebut bukan milik sekretariat sebagaimana bantahan terdakwa dan keterangan saksi Kusnadi. 

    “Dengan demikian keterangan saksi Kusnadi yang menerangkan bahwa nomor 447401374259 yang tersimpan dengan nama Sri Rejeki Hastomo dan nomor 447474947808 dengan nama Sri Rejeki 3.0 merupakan telepon genggam milik sekretariat DPP PDIP adalah tidak benar dan patut dikesampingkan,” pungkas Takdir.

    Dalam kasus ini, Hasto bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, eks kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap sebesar Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan (komisioner KPU) pada rentang waktu 2019-2020. Suap ini agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan PAW Caleg Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I atas nama Anggota DPR periode 2019-2024 Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.  

    Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian OTT KPK terhadap Wahyu Setiawan.  

    Tak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.  

    Hasto pun dijerat dengan Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) Ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.