Kasus: Tipikor

  • Film `Karya untuk Negeri` soroti praktik korupsi di industri seni

    Film `Karya untuk Negeri` soroti praktik korupsi di industri seni

    Film Karya Untuk Negeri mengisahkan tentang Diandra, seorang seniman muda yang berjuang menggelar pertunjukan teater pertamanya. (foto: ist)

    Film `Karya untuk Negeri` soroti praktik korupsi di industri seni
    Hiburan   
    Editor: Widodo   
    Sabtu, 05 Juli 2025 – 06:11 WIB

    Elshinta.com – Jakarta – Mahasiswa Program Studi Performing Arts Communication dari LSPR Institute of Communication and Business memproduksi film pendek musikal berjudul “Karya Untuk Negeri” untuk menyuarakan isu korupsi di industri seni pertunjukan Indonesia.

    Film ini mengisahkan tentang Diandra, seorang seniman muda yang berjuang menggelar pertunjukan teater pertamanya bersama anak-anak dari rumah singgah, namun terhambat oleh birokrasi korup dan dilema moral yang mengguncang relasi serta idealismenya.

    Waka Waka Production menggandeng anak-anak hebat dari Taman Anak Pesisir, komunitas belajar dan seni yang berbasis di kawasan pesisir Pantai Wika, Kalibaru, Cilincing – Jakarta Utara.

    Film ini menjadi medium kolaboratif yang inklusif dan menyuarakan perubahan, dengan harapan dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain dan generasi muda secara luas untuk terus berkarya dan memperjuangkan ruang kreatif yang inklusif dan berkelanjutan.

    Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, dalam pernyataannya pada 1 Juli 2024, menyampaikan bahwa sepanjang lima bulan pertama tahun 2024, KPK telah menangani 93 kasus tindak pidana korupsi dengan 100 tersangka. 

    Sementara itu, data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa sedikitnya 138 peserta Pilkada 2024 diduga terlibat dalam kasus korupsi. Namun di luar angka-angka tersebut, terdapat satu sektor krusial dalam ekosistem ekonomi kreatif Indonesia, yang jarang disorot: industri seni pertunjukan.

    Banyak pelaku seni yang berkarya dalam keterbatasan akibat sistem yang tidak adil, penuh pungutan liar, dan rendahnya integritas sejumlah pihak yang seharusnya menjadi pendukung kemajuan seni.

    Melihat fenomena ini, mahasiswa Program Studi Performing Arts Communication dari LSPR Institute of Communication and Business merasa perlu menyuarakan isu tersebut dalam bentuk karya sebagai bagian dari Tugas Akhir. Mereka menghadirkannya melalui film pendek musikal berjudul “Karya Untuk Negeri”, produksi dari Waka Waka Production.

    Film pendek musikal berdurasi 45 menit ini melibatkan 20 cast dan 60 crew profesional lintas disiplin, serta disaksikan secara langsung oleh 300 tamu undangan dalam acara premier di CGV Central Park, Jakarta pada Kamis, 3 Juli 2025. 

    Menurut keterangan dari Amelia Angeliqa Hadinata, penulis sekaligus sutradara Musikal Karya Untuk Negeri, proses pembuatan karya ini penuh dengan perjuangan, dan juga merupakan hasil dari campur tangan banyak pihak. Lebih dari sekadar ruang kritik sosial, film ini menjadi medium kolaboratif yang inklusif. 

    Di bawah pendampingan Aceng Gimbal, pendiri Yayasan Sanggar Seni Trotoar, anak-anak ini kerap tampil dalam pertunjukan teater jalanan yang sarat makna sosial. 

    “Bagi kami karya ini bukan sekadar tugas akhir semata, melainkan bentuk nyata dari cinta kami terhadap seni. Kami sebagai generasi muda tidak ingin hanya diam, kami ingin industri kreatif di Indonesia bertumbuh, diberi ruang, dan dihargai. Kami ingin para seniman muda bisa punya kesempatan untuk bersinar.” lanjut Amelia.

    Sebagai dosen pembimbing, Mikhael Yulius Cobis, M.Si., M.M menilai karya ini lahir dari proses panjang, bukan hanya dilihat dari sudut pandang artistik saja, tetapi juga kedewasaan berpikir, kemampuan bekerja dalam tim, dan keberanian menyuarakan gagasan. Angel, Ester, dan Cecil sebagai produser menunjukkan semangat sebagai bagian dari generasi muda yang ingin mengambil peran aktif dalam mendorong pertumbuhan ekosistem kreatif di tanah air.

    “Selama proses pendampingan, saya menyaksikan berbagai dinamika, mulai dari tantangan teknis, konflik gagasan, hingga pencarian bentuk artistik yang paling sesuai dengan nilai yang ingin mereka sampaikan. Namun semua itu dihadapi dengan sikap reflektif dan tekad yang kuat. Saya berharap karya ini tidak hanya menjadi capaian akademik, tetapi juga bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa lain dan generasi muda secara luas untuk terus berkarya, menyampaikan gagasan melalui medium seni, dan tetap konsisten memperjuangkan ruang kreatif yang inklusif dan berkelanjutan,” ungkap Mikhael.

    “Karya Untuk Negeri” bukan sekadar hiburan musikal, tetapi juga sebuah pernyataan sosial — menyoroti realitas pahit di balik layar industri seni: praktik korupsi, birokrasi yang menyulitkan, dan rendahnya integritas yang kerap membelenggu para pelaku seni muda. Lewat narasi tokoh Diandra dan Adrian, film ini menggugah penonton untuk mempertanyakan: “Apakah karya harus tunduk pada sistem yang tidak adil?”

    Sebagai bagian dari misi menyuarakan perubahan, film ini akan dipublikasikan secara luas melalui platform digital YouTube dan Spotify agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas, khususnya generasi muda dan komunitas seni di seluruh Indonesia.

    Sinopsis
    Diandra (21), seorang seniman muda, bertekad mengadakan pertunjukan teater pertamanya bersama murid-murid dari rumah singgah. Namun ia dihadapkan pada kenyataan pahit: birokrasi yang penuh pungli dan tekanan sistem korup. Kekasihnya, Adrian (28), seorang jurnalis, mencoba merasionalisasi kompromi, menciptakan konflik antara prinsip, cinta, dan perjuangan. Dalam dilema moral dan sistem yang timpang, mampukah mereka menjaga integritas dan tetap mewujudkan mimpi mereka? (Dd)

    Sumber : Elshinta.Com

  • 3
                    
                        Jadi Direktur BUMD di Usia 33 Tahun, Ade Zarkasih: Kalau Tak Puas, Silakan Gugat ke PTUN
                        Megapolitan

    3 Jadi Direktur BUMD di Usia 33 Tahun, Ade Zarkasih: Kalau Tak Puas, Silakan Gugat ke PTUN Megapolitan

    Jadi Direktur BUMD di Usia 33 Tahun, Ade Zarkasih: Kalau Tak Puas, Silakan Gugat ke PTUN
    Tim Redaksi
    BEKASI, KOMPAS.com –
    Direktur Usaha (Dirus)
    Perumda Tirta Bhagasasi

    Ade Effendi Zarkasih
    menanggapi polemik pengangkatannya yang diduga melanggar aturan usia minimum jabatan direksi.
    Ia mempersilakan pihak-pihak yang mempermasalahkan hal tersebut untuk menempuh jalur hukum.
    “Kalau tidak puas dengan keputusan bupati, ya teman-teman bisa melakukan banding di PTUN,” ujar Ade saat dihubungi
    Kompas.com,
    Sabtu (5/7/2025).
    Ade menegaskan, pengangkatannya sebagai direksi merupakan hak prerogatif Bupati
    Bekasi
    , Ade Kuswara Kunang. Ia juga menyebutkan, penunjukan dirinya telah melalui proses seleksi dan kajian.
    “Pak Bupati (Ade Kuswara Kunang) sudah melakukan kajian lebih dulu sebelum mengeluarkan SK (surat keputusan). Saya dua kali diwawancara sama bupati, termasuk wakil bupati,” tuturnya.
    Menanggapi terus bergulirnya polemik, Ade merasa ada upaya untuk mendiskreditkan anak muda yang dipercaya mengisi jabatan penting.
    “Jadi usia bukan jadi persoalan, kecuali kita melakukan tindak pidana korupsi,” imbuhnya.
    Sebelumnya diberitakan, pengangkatan Ade sebagai Dirus Perumda Tirta Bhagasasi dipersoalkan karena diduga melanggar ketentuan usia minimal jabatan direksi yang diatur dalam perundang-undangan.
    Pasalnya, berdasarkan Pasal 57 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), usia minimal seseorang yang mendaftar sebagai direksi adalah 35 tahun.
    Sementara Ade diketahui masih berusia 33 tahun saat ditunjuk.
    “Dalam Pasal 57 disebutkan berusia paling rendah 35 tahun dan paling tinggi 55 tahun saat mendaftar pertama kali. Sementara Ade diketahui masih berusia 33 tahun,” ujar Direktur Institut Kajian Strategis (Inkastra), Fathur, saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Sabtu.
    Atas dasar itu, Inkastra melaporkan dugaan
    maladministrasi
    pengangkatan Ade ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
    Fathur menyebutkan, Kemendagri telah memelajari laporan tersebut dan menyimpulkan bahwa pengangkatan itu diduga melanggar aturan yang berlaku.
    “Terkait anggota direksi yang belum memenuhi syarat usia, jelas hal itu melanggar dan tidak dapat dibenarkan,” kata Fathur.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dituntut 7 Tahun Penjara, Terungkap! Tom Lembong Selama Jabat Menteri Kekayaannya Nyaris Flat

    Dituntut 7 Tahun Penjara, Terungkap! Tom Lembong Selama Jabat Menteri Kekayaannya Nyaris Flat

    Fajar.co.id, Jakarta — Tuntutan Kejaksaan terhadap Tom Lembong atas kasus impor gula dengan tuntutan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp750 juta, dinilai berlebihan oleh banyak pihak.

    Pasalnya, selama persidangan berlangsung, tak ada bukti yang mengarah bahwa Tom Lembong melakukan tindak pidana korupsi.

    Yang menarik, warganet di media sosial menemukan fakta bahwa selama menjabat, kekayaan (terdaftar LHKPN) Tom Lembong tak mengalami kenaikan signifikan. Hal ini berbanding terbalik dengan kekayaan sejumlah menteri di era Jokowi.

    Hal itu diungkap pegiat media sosial @bospurwa di platform X. Dia menampilkan data LHKPN Tom Lembong sejak 2015 hingga 2019.

    “Dituntut 7 thn penjara dan denda 750 jt oleh @KejaksaanRI. Tapi tdk pernah dapat dibuktikan korupsi uang negara sepeser pun,” tulisnya, dikutip Sabtu (5/7/2025).

    Dia mengungkapkan selama 5 tahun jadi menteri dan kepala BKPM kekayaan Tom Lembong hanya naik 360 juta nyaris flat.

    “Jadi pejabat jujur dan profesional di negara ini malah REMEK dan TEKOR!, ” kritiknya.

    Postingan yang telah dilihat lebih dari 79 ribu pengguna X itu pun ramai dikomentari warganet.

    “Yg lucunya Pemberi Perintah (Presiden dan Menko) terhadap pembantunya yg melaksanakan tugasnya atas perintah pimpinan tdk pernah diperiksa oleh @KejaksaanRI ⁉️, ” ujar netizen di kolom komentar.

    “Hasto sekjen pdip juga di tuntut 7 tahun. Ada apa dgn angka 7 ?, ” tanya warganet.

    “Kalah sama Yakut, yang setahun jd menag hartanya naik 1000%, ” sindir lainnya.

    Untuk diketahui, Jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung meminta Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, untuk menghukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

  • 29 Perusahaan Dituding Rusak Hutan, Walhi: Negara Rugi Rp 200 T

    29 Perusahaan Dituding Rusak Hutan, Walhi: Negara Rugi Rp 200 T

    Donggala, Beritasatu.com – Organisasi lingkungan hidup wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi) melaporkan 29 perusahaan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) atas dugaan korupsi dan kejahatan lingkungan. Nilai kerugian negara akibat praktik ilegal ini ditaksir mencapai Rp 200 triliun.

    Laporan tersebut disampaikan Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Arta Siagian dan diterima oleh perwakilan dari Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Pidana Khusus, dan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH).

    “Kami melaporkan 29 korporasi yang kami duga terlibat dalam perusakan lingkungan dan tindak pidana korupsi, mulai dari tambang nikel hingga real estat,” kata Uli Arta Siagian kepada wartawan, Sabtu (5/7/2025).

    Puluhan perusahaan tersebut tersebar di enam provinsi, yaitu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), Jawa Barat (Jabar), Jawa Timur (Jatim), dan Jawa Tengah (Jateng).

    Sektor usaha yang dilaporkan beragam, mencakup tambang nikel, tambang emas, perkebunan sawit, pembangkit listrik, hingga galian C.

    Menurut data Walhi, 147 hektare hutan dirambah secara ilegal oleh korporasi-korporasi tersebut. Aktivitas seperti pembalakan liar, eksploitasi tambang tanpa izin, dan kerusakan ekologis lainnya turut menjadi sorotan.

    “Kayunya dijual, tanahnya dieksploitasi. Ini kejahatan struktural dan ekologis,” tegasnya.

    Walhi menekankan, kerugian negara mencapai Rp 200 triliun dihitung dari dampak langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan dan sumber daya negara.

    Laporan ini merupakan kelanjutan dari pengaduan serupa yang dilakukan Walhi pada Maret 2025, ketika mereka menyerahkan daftar 47 korporasi dengan indikasi pelanggaran lingkungan dan korupsi.

    Pihak Kejaksaan Agung menyatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut dan memilah berdasarkan kategori hukum, yaitu pidana umum, pidana khusus, atau melalui Satgas PKH.

    Walhi mendesak agar penegakan hukum dilakukan secara terbuka dan tegas, tanpa memberikan celah perlindungan legal kepada pelaku.

    “Korporasi tak boleh lagi berlindung di balik legalitas usaha jika di lapangan mereka merusak hutan dan merugikan rakyat,” pungkasnya.

  • Eks Dirut ASDP Cs Bakal Disidang, Dugaan Kerugian Negara Mencapai Rp1,2 Triliun

    Eks Dirut ASDP Cs Bakal Disidang, Dugaan Kerugian Negara Mencapai Rp1,2 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA – Perkara korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) memasuki tahap persidangan.

    Mantan Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi dan terdakwa lainnya akan didakwa merugikan keuangan negara akibat akuisisi tersebut senilai Rp1,2 triliun. 

    Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan proses pelimpahan surat dakwaan dan berkas perkara terhadap Ira Puspadewi Cs ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. 

    Ira merupakan mantan direktur utama ASDP periode 2017-2024. Selain Ira, KPK sebelumnya juga telah melimpahkan berkas perkara untuk dua tersangka lain yaitu mantan Direktur Komersial dan Pelayaran ASDP Muhammad Yusuf Hadi serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP Harry Muhammad Adhi Caksono. 

    “Besaran nilai kerugian keuangan negaranya sebesar Rp1,2 triliun lebih dan pada saat agenda pembacaan surat dakwaan, akan kami buka secara utuh perbuatan dari para Terdakwa tersebut,” ujar Jaksa KPK Zaenurofiq melalui keterangan tertulis, dikutip Sabtu (5/7/2025). 

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan total empat orang tersangka. Namun, baru tiga orang tersangka dari kalangan ASDP yang sudah dilimpahkan berkas perkaranya dari penyidik ke tim JPU.

    Sementara itu, satu orang tersangka lain yakni pemilik PT JN, Adjie, pada Juni 2025 lalu masih batal ditahan oleh penyidik. KPK memutuskan untuk membantarkan penahanan tersangka akibat kondisi kesehatannya. 

    Adapun nilai kerugian keuangan negara pada perkara di BUMN transportasi itu awalnya ditaksir sekitar Rp893 miliar, dari total biaya akuisisi yang dikeluarkan ASDP sebesar Rp1,27 triliun. 

    Biaya akuisisi ASDP terhadap PT JN itu disepakati oleh para pihak pada 20 Oktober 2021. Nilai itu meliputi pembelian saham PT JN termasuk 42 kapal milik perusahaan senilai Rp892 miliar, serta Rp380 miliar untul 11 kapal dari perusahaan terafiliasi PT JN.

    Dengan demikian, berdasarkan surat dakwaan yang akan dibacakan JPU, maka keseluruhan biaya akuisisi yang dikeluarkan ASDP dianggap sebagai kerugian keuangan negara.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Ira, Yusuf dan Harry telah ditahan oleh penyidik KPK sejak Februari 2025 lalu. Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Tom Lembong dan Hasto Kompak Dituntut 7 Tahun Penjara

    Tom Lembong dan Hasto Kompak Dituntut 7 Tahun Penjara

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong dan Sekretarits PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto kompak mendapatkan tuntutan kurungan penjara 7 tahun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

    JPU telah menuntut Tom Lembong selama tujuh tahun pidana dalam perkara dugaan korupsi importasi gula periode 2015-2016. Jaksa menilai bahwa Tom Lembong telah dinyatakan secara sah dan bersalah karena terlibat dalam perkara korupsi impor gula saat menjabat sebagai Mendag periode 2015-2016.

    “Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

    Selain itu, Tom Lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

    “Menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa sebesar Rp750 juta,” pungkas JPU.

    JPU menjelaskan faktor yang memberatkan tuntutan Mendag Tom Lembong selama tujuh tahun pidana. JPU menjelaskan hal yang memberatkan tuntutan itu adalah Tom Lembong dinilai tidak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya dalam perkara importasi gula ini.

    “Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” ujar JPU.

    Jaksa menambahkan, faktor yang memberatkan lainnya karena Tom Lembong tidak mendukung program pemberantasan korupsi dari pemerintah.

    Di samping itu, jaksa juga mengungkap bahwa hal yang meringankan pejabat menteri di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ini adalah tidak pernah dihukum.

    “Hal meringankan, terdakwa belum pernah dihukum,” pungkasnya.

    Hasto Dituntut 7 Tahun Penjara

    Sementara itu, pada kasus yang lain Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto dituntut hukuman penjara selama 7 tahun dalam perkara perintangan kasus suap Harun Masiku.

    Surat tuntutan dibacakan pada Kamis (3/7/2025), dalam persidangan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus buron Harun Masiku, yang mana Hasto merupakan terdakwa.

    Berdasarkan surat tuntutan 1.300 halaman yang dibacakan itu, JPU meminta Majelis Hakim untuk menyatakan Hasto terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan perbuatan yang melanggar pasal 21 tentang Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU juga meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor r jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 7 tahun,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

    Adapun, Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan di kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Salah satu perbuatan yang ditudingkan kepada elite PDIP itu adalah memerintahkan Harun melalui Nur Hasan untuk merendam telepon genggam miliknya ke dalam air setelah tim KPK melakukan tangkap tangan terhadap anggota KPU 2017–2022, Wahyu Setiawan.

    Pada dakwaan sekunder, Hasto turut didakwa ikut memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan. Berdasarkan surat dakwaan yang dibacakan JPU Maret 2025 lalu, uang yang diberikan Hasto bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku adalah SGD57.350 dan Rp600 juta.

    Tujuannya, agar Wahyu bersama dengan Agustina Tio Fridelina menyetujui permohonan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 caleg terpilih Dapil Sumatera Selatan I. Permohonan itu ditujukan agar Riezky Aprilia diganti dengan Harun.

    Padahal, Riezky Aprilia merupakan caleg yang saat itu memeroleh suara kedua terbesar setelah Nazarudin Kiemas, caleg terpilih dapil Sumsel I yang meninggal dunia. Akan tetapi, Hasto menginginkan agar Harun yang lolos menjadi anggota DPR menggantikan almarhum.

    “Terdakwa menyampaikan bahwa Harun Masiku harus dibantu untuk menjadi anggota DPR RI karena sudah menjadi keputusan partai dan memberi perintah kepada Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri untuk mengurus Harun Masiku di KPU RI agar ditetapkan sebagai Anggota DPR dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen, penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku,” demikian bunyi dakwaan jaksa.

     Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguraikan alasan yang memberatkan sekaligus meringankan tuntutan pidana terhadap Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto.

    Pada sidang pembacaan surat tuntutan, Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan. 

    Tim JPU menyebut terdapat sejumlah hal yang memberatkan maupun meringankan tuntutan itu. 

    “Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya,” ujar JPU di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025). 

    Sementara itu, alasan dari pertimbangan JPU yang meringankan tuntutan kepada Hasto adalah perilakunya yang sopan selama persidangan, mempunyai tanggungan keluarga dan belum pernah dihukum. 

  • Tom Lembong Akui Sakit Gigi Usai Konsumsi Gula Rafinasi di Persidangan

    Tom Lembong Akui Sakit Gigi Usai Konsumsi Gula Rafinasi di Persidangan

    JAKARTA – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mengaku sakit gigi usai mengonsumsi satu sendok gula rafinasi.

    Aksi mengonsumsi gula rafinasi itu dilakukan Tom Lembong di hadapan majelis hakim ketika persidangan kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan periode 2015–2016, pada Selasa, 1 Juli.

    “Ya tentunya kurang sehat, malamnya sakit gigi. Tapi setelah kumur sudah baikan. Jadi itu aja dampak dari langsung minum satu sendok gula,” ujar Tom Lembong usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 4 Juli.

    Karenanya, Tom Lembong meminta masyarakat untuk tidak meniru tindakan mengonsumsi gula rafinasi. Sebab, cukup berbahaya untuk kesehatan.

    “Jadi saya tidak rekomen, saya imbau jangan diulang,” kata Tom Lembong.

    Dalam perkara ini, Tom Lembong dituntut dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Dalam membuat tuntutan tersebut, tim jaksa tentunya mempertimbangkan beberapa hal. Untuk yang memberatkan, Tom Lembong dianggap tak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

    “Terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak menyesali perbuatannya,” kata jaksa.

    Sementara untuk hal meringankan, jaksa mempertimbangkan Tom Lembong yang belum pernah dihukum.

    Thomas Lembong diketahui didakwa bertanggung jawab atas kerugian negara sebesar Rp515 miliar dari total kerugian negara sebesar Rp578 miliar dalam kegiatan impor gula tersebut.

  • Dituntut 7 Tahun, Tom Lembong Tuding JPU Abaikan Fakta Persidangan

    Dituntut 7 Tahun, Tom Lembong Tuding JPU Abaikan Fakta Persidangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong menilai jaksa penuntut umum telah mengabaikan fakta hukum dalam sidang importasi gula.

    Tom menuding, surat dakwaan yang telah dibacakan oleh JPU pada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI hampir mirip dengan surat dakwaan.

    “Ya, hampir kayak copy paste ya. Surat dakwaan langsung plek ke surat tuntutan,” ujarnya usai sidang tuntutan di PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

    Dia menambahkan, tuntutan tujuh tahun yang diminta jaksa ini telah merefleksikan bahwa jalannya sidang seperti pemeriksaan saksi hingga ahli itu telah dikesampingkan.

    “Dan seolah-olah 20 kali persidangan dalam kurang lebih 4 bulan, menghadirkan puluhan saksi dan ahli itu tidak pernah terjadi,” imbuhnya.

    Namun demikian, mantan timses Capres Anies Baswedan ini menyatakan bakal ‘melawan balik’ pada sidang selanjutnya dengan agenda pledoi atau sidang pembelaan diri.

    Pada intinya, dirinya mengklaim bakal konsisten memberikan pembelaan bahwa dirinya bakal mengungkap pembelaan sesuai data dan realita yang ada.

    “Dan itu akan terus kami terapkan secara konsisten sampai akhir proses. Sampai akhir kepada proses hukum yang harus saya jalankan. Tidak lebih tidak kurang dari itu. Hanya fakta-fakta apa adanya, realita, tentunya data dan angka,” pungkasnya.

    Diberitakan sebelumnya, jaksa menilai bahwa Tom telah meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Dalam hal ini, jaksa telah meminta majelis hakim agar Tom Lembong dapat dihukum 7 tahun. Selain itu, Tom Lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan subsider 6 bulan.

  • Cerita Saksi saat Penyidik Temukan Rp20 Miliar di Rumah Eks Ketua PN Surabaya

    Cerita Saksi saat Penyidik Temukan Rp20 Miliar di Rumah Eks Ketua PN Surabaya

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua RT di kawasan rumah Eks Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono, Agus Wahyono menceritakan soal kronologi penemuan Rp20,1 miliar di mobil Rudi.

    Hal tersebut disampaikan Agus saat menjadi dihadirkan menjadi saksi perkara suap vonis bebas Ronald Tannur di PN Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat (Tipikor), Jumat (4/7/2025).

    Mulanya, jaksa penuntut umum (JPU) meminta kepada Agus untuk menjelaskan soal penggeledahan yang berlangsung di kediaman Rudi yang berlokasi di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

    Kala itu, menurut Agus, penggeledahan berlangsung 5.30 WIB. Dia melihat setidaknya ada 10 orang penyidik yang mendatangi rumah Rudi Suparmono.

    “Penggeledahan di rumah Pak Rudi Suparmono yang mana terbagi dalam dua kelompok, yang satu ke kamar yang di atas ya, terus yang lain lagi menggeldah mobil di garasi mobil,” ujar Agus.

    Usai melakukan penggeledahan, Agus mengungkap bahwa awalnya penyidik tidak menemukan apa-apa dalam penggeledahan tersebut. Namun, penyidik kembali mendatangi Agus dengan temuan dua koper.

    Berdasarkan penglihatannya, Agus menyatakan bahwa uang di koper itu berisi pecahan rupiah, dollar Singapura dan Amerika yang dikemas dengan amplop dan plastik. Uang itu ditemukan di dalam mobil Rudi Suparmono.

    “Waktu saat itu jumlahnya Rp 20,1 miliar sekian,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini Rudi Suparmono telah didakwa menerima gratifikasi senilai SGD43.000. Uang itu diterima dari pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat.

    Uang itu diduga diterima Rudi untuk mengatur komposisi hakim untuk mengatur vonis terhadap terdakwa Ronald Tannur dalam perkara penganiayaan hingga pembunuhan Dini Sera Afrianti.

    Selain itu, Rudi juga didakwa telah menerima suap lain dengan total konversi hari ini senilai Rp21,9 miliar. Uang itu ditemukan saat menggeledah kediaman Rudi. Uang itu terdiri dari pecahan rupiah, dollar AS dan Singapura.

  • Diungkap Anggota Dewan Sumut, Proyek Jalan yang Terjerat OTT Belum Pernah Dibahas di DPRD

    Diungkap Anggota Dewan Sumut, Proyek Jalan yang Terjerat OTT Belum Pernah Dibahas di DPRD

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Politikus PDI Perjuangan, Ferdinand Hutahaean, mengungkapkan pertemuannya dengan seorang anggota DPRD Sumatera Utara.

    Dikatakan Ferdinand, pertemuan itu berlangsung di sela persidangan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, kemarin.

    Dalam pertemuan itu, Ferdinand mendapatkan informasi mengejutkan terkait proyek jalan yang menjadi objek Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan korupsi di Sumatera Utara.

    “Di sela persidangan Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, saya bertemu dengan seorang anggota DPRD Sumut,” ujar Ferdinand di X @ferdinand_mpu (4/7/2025).

    Menurut pengakuan anggota dewan tersebut, kata Ferdinand, proyek jalan yang menjadi sasaran OTT itu ternyata belum pernah dibahas secara resmi di DPRD Sumut, termasuk soal lokasi proyek.

    “Anggota DPRD Sumut ini mengatakan bahwa jalan yang di OTT korupsi itu belum dibahas di Dewan terkait lokasi proyek,” Ferdinand menuturkan.

    Ferdinand bilang, kemungkinan ada indikasi penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan proyek tersebut. Ia menyoroti kemungkinan adanya tindakan sepihak dari Gubernur Sumut.

    “Tampaknya Gubernur menggunakan kewenangan yang sewenang-wenang,” tandasnya.

    Sebelumnya, KPK mengungkapkan kronologi dugaan suap proyek jalan milik Dinas PUPR Sumut dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 BBPJN Sumut Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

    Hal ini terkait informasi dari masyarakat terkait infrastruktur di Sumut yang tak memadai sejak beberapa bulan lalu.