Kasus: Tipikor

  • Tersangkanya Bos Minyak Riza Chalid Disebut sebagai Pembersihan Besar-besaran

    Tersangkanya Bos Minyak Riza Chalid Disebut sebagai Pembersihan Besar-besaran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat Medsos, Eko Kuntadhi menyoroti terkait nama Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka baru kasus tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Eko Kuntadhi memberi sorotan.

    Ia menyebut penetapan Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka baru menjadi tindakan awal.

    Tindakan awal yang dimaksud adalah adanya upaya untuk melakukan pembersihan besar-besaran.

    “Wuaaa, pembersihan besar-besaran nih…,” tulisnya dikutip Jumat (11/7/2025).

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kembali menetapkan 9 tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

    Penetapan tersangka diumumkan pada Kamis (10/7/2025). Dari 9 nama, terselip nama Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka baru.

    “MRC selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak,” kata Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta.

    Adapun untuk Riza Chalid dikenal sebagai seorang pengusaha Indonesia.

    Publik mengenalnya dengan julukan ‘Saudagar Minyak’ atau ‘The Gasoline Godfather’. Riza diketahui memiliki sejumlah perusahaan di Singapura, a.l. Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum.

  • Riza Chalid Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Minyak, Denny Siregar: Kaki Rezim Lama Mulai Dipatahkan

    Riza Chalid Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Minyak, Denny Siregar: Kaki Rezim Lama Mulai Dipatahkan

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Pegiat media sosial, Denny Siregar ikut menyorot terkait Riza Chalid yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi minyak.

    Sorotan yang diberikan oleh Denny Siregar ini disampaikan melalui cuitan di akun media sosial X pribadinya.

    Ia menyebut penetapan Riza Chalid sebagai tersangka membuat kaki-kaki rezim lama mulai disingkirkan.

    “Kaki2 rezim lama mulai dipatahkan..,” tulisnya dikutip Jumat (11/7/2025).

    Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI kembali menetapkan 9 tersangka baru.

    Sembilan tersangka baru ini terjerat dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

    Penetapan tersangka diumumkan pada hari ini, Kamis (10/7/2025). Dari 9 nama, terselip nama Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka baru.

    RizaChalid dikenal sebagai seorang pengusaha Indonesia. Publik mengenalnya dengan julukan ‘Saudagar Minyak’ atau ‘The Gasoline Godfather’.

    Riza diketahui memiliki sejumlah perusahaan di Singapura, a.l. Supreme Energy, Paramount Petroleum, Straits Oil, dan Cosmic Petroleum.

    Terkait dengan kasus ini, Kejagung sebelumnya telah melakukan pengeledahan rumah Riza Chalid pada 25 Februari 2025.

    Selain, Riza ada dua tersangka dari pihak swasta denagn inisial IP dan MH.

    Sementara itu, sisanya AE, AB, TN, DS dan HW merupakan pejabat di Pertamina (Persero) dan satu orang inisial AS yang merupakan pejabat di PT Pertamina International Shipping (PIS).

  • Sosok Arief Sukmara, Tersangka Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina

    Sosok Arief Sukmara, Tersangka Kasus Korupsi Minyak Mentah Pertamina

    GELORA.CO  – Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk di PT Pertamina (Persero) tahun 2018-2023.

    Salah satu dari sembilan tersangka itu adalah Direktur Gas, Petrokimia, dan Bisnis Baru PT Pertamina Arief Sukmara. Berikut sosoknya.

    Sosok Arief Sukmara

    Arief menjabat Direktur Gas, Petrokimia, dan Bisnis Baru PT Pertamina sejak 2024 lalu.

    Berdasarkan data yang dikutip dari akun LinkedIn-nya, Arief Sukmara mendapatkan gelar sarjana dari Universitas Padjadjaran (1997-2002).

    Kemudian, ia memperoleh gelar Master of Business Administration dari Universitas Gadjah Mada (2011-2016).

    Sementara itu, pendidikan dasar dan menengah ditempuh Arief Sukmara di Sukabumi, Jawa Barat. 

    SMA Negeri 3 Sukabumi

    SMP Negeri 1 Sukabumi

    SD Negeri Pasirhalang 1 Sukabumi

    Masih berdasarkan pantauan Tribunnews.com di akun LinkedIn tersangka, Arief menuliskan sejumlah jabatannya yang pernah diembannya di PT Pertamina.

    Antara lain sebagai Operation Support Manager di PT Pertamina (Persero), kemudian VP Product Operation hingga Corporate Secretary di PT Pertamina International Shipping.

    9 Tersangka Baru

    Sebelumnya, Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengatakan bahwa tim penyidik sudah memperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sembilan tersangka baru.

    Selain Arief Sukmara, tersangka baru dalam kasus ini ialah Muhammad Riza Chalid (MRC) yang dikenal sebagai “The Gasoline Godfather” atau “Saudagar Minyak”.

    Berikut daftar sembilan tersangka baru yang ditetapkan Kejaksaan Agung:

    VP Supply dan Distribusi PT Pertamina 2011-2015: Alfian Nasution

    Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina 2014: Hanung Budya Yuktyanta

    VP Intermediate Supply PT Pertamina 2017-2018: Toto Nugroho

    VP Product Trading ISC Pertamina 2019-2020: Dwi Sudarsono

    Direktur Gas, Petrokimia, dan Bisnis Baru PT Pertamina: Arief Sukmara

    SVP Integrated Supply Chain Pertamina 2018-2020: Hasto Wibowo

    Business Development Manager PT Trafigura Asia Trading 2019-2021: Martin Haendra Nata

    Indra Putra (IP) selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi

    Beneficial Owner atau Penerima Manfaat PT Orbit Terminal Merak: Muhammad Riza Chalid

    Setelah ditetapkan sebagai tersangka, sembilan orang itu diduga melanggar pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Qohar pun menjelaskan langsung menahan delapan orang itu usai ditetapkan sebagai tersangka selama 20 hari ke depan.

    Sedangkan terhadap Riza belum dilakukan penahanan oleh Kejaksaan Agung lantaran tersangka tersebut masih berada di Singapura dan masih dilakukan pengejaran.

    Seperti diketahui, dalam kasus yang merugikan negara Rp193,7 triliun ini, Kejaksaan Agung sudah menetapkan 9 orang sebagai tersangka.

    9 tersangka tersebut di antaranya Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock And Produk Optimization PT Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

    Kemudian Agus Purwono selaku Vice President (VP) Feedstock, Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa dan Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Niaga, dan Edward Corne selaku Heavy Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga.

    Atas perbuatannya para tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • Perintah Hasto Ajukan Uji Materi PKPU Sah Secara Hukum

    Perintah Hasto Ajukan Uji Materi PKPU Sah Secara Hukum

    GELORA.CO -Perintah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto untuk mengajukan gugatan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) ke Mahkamah Agung (MA) dianggap sebagai langkah yang sah.

    Begitu disampaikan tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Hasto, Febri Diansyah saat membacakan nota pembelaan atau pledoi perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 10 Juli 2025.

    “Perintah yang terdakwa berikan kepada Donny Tri Istiqomah merupakan upaya yang sah dan didasarkan kepada keputusan partai,” kata Febri.

    Gugatan uji materi yang dimaksud diajukan terhadap ketentuan Pasal 54 Ayat 5 huruf k PKPU 3/2019 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilu. Langkah itu berkaitan dengan perolehan suara almarhum Nazarudin Kiemas yang dicoret dari daftar calon tetap (DCT) Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I.

    Febri menerangkan, perintah dari Hasto kepada Donny didasarkan pada keputusan Rapat Pleno DPP PDIP yang digelar pada Juli 2019. Dalam rapat tersebut, diputuskan bahwa Harun Masiku ditetapkan sebagai calon legislatif yang menerima limpahan 34.276 suara milik Nazarudin.

    “Atas dasar keputusan rapat pleno DPP PDI Perjuangan tersebut, Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP meminta Donny Tri Istiqomah, selaku penasihat hukum PDIP, untuk mengajukan surat permohonan ke KPU RI,” terang Febri.

    Febri menilai, dalam keterangan di persidangan, Donny juga mengaku mendapat penugasan resmi dari partai melalui surat tugas.

    “Penugasan dari DPP PDI Perjuangan untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Agung berdasarkan surat tugas. Tetapi karena sifatnya uji materi, maka surat tugasnya dalam bentuk surat kuasa,” pungkas Febri

  • Modus Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin EDC BRI, Kongkalikong Tunjuk Vendor Swasta

    Modus Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin EDC BRI, Kongkalikong Tunjuk Vendor Swasta

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap sejumlah modus yang digunakan para tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI) pada 2020-2024.

    Lembaga antirasuah menjelaskan, pengadaan EDC selama 2020-2024 yang diperkarakan ini menggunakan dua skema yakni beli putus dan sewa. Total nilai anggaran pengadaan yang digelontorkan untuk dua skema itu adalah Rp2,1 triliun. 

    Untuk skema beli putus, total nilai pengadaan selama 2020 hingga 2024 mencapai Rp942,7 miliar dengan jumlah EDC Android sebanyak 346.838 unit. 

    Selain skema beli putus, perseroan turut melakukan pengadaan Full Managed Services atau FMS EDC Single Acquirer (skema sewa) untuk kebutuhan merchant BRI. Total realisasi pembayaran pengadaan skema sewa itu selama 2021-2024 adalah Rp1,2 triliun untuk 200.067 unit. 

    Tersangka Catur, Indra dan Dedi diduga menandatangani sejumlah dokumen terkait dengan pengadaan tersebut. Pengadaan EDC dilakukan oleh sejumlah penyedia mesin tersebut yakni PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) yang dipimpin oleh tersangka Elvizar, dan PT Bringin Inti Teknologi (BRI IT) yang dipimpin tersangka Rudy.

    Pada 2019, Catur bersama dengan Indra menyepakati bahwa perusahaan Elvizar akan menjadi vendor pengadaan EDC BRI dengan menggandeng PT BRI IT. 

    Indra kemudian memerintahkan dua anak buahnya agar EDC Android merek Sunmi P1 4G yang dibawa Elvizar dan PT PCS, serta merek Verifone yang dibawa PT BRI IT untuk menjalani proof of concept (POC) agar bisa kompatibel dengan sistem di BRI.

    KPK menduga hanya merek Sunmi dan Verifone yang melalui uji kelayakan teknis atau pengujian kompatibilitas POC pada 2019. Proses POCC itu juga tidak dipublikasikan secara luas atau kepada masyarakat. Padahal, vendor rekanan lain sudah membawa merek EDC Android di antaranya Nira, Ingenico dan Pax.

    Sementara itu, harga perkiraan sendiri (HPS) yang digunakan untuk pengadaan mesin EDC dari PT PCS dan PT BRI IT bersumber dari informasi harga vendor yang sudah di-plotting untuk memenangkan PT PCS, PT BRI IT dan PT Prima Vista Solusi.

    Di sisi lain, untuk pengadaan mesin EDC dengan skema sewa atau FMS, baik PT PCS, PT BRI IT dan PT Verifone Indonesia turut mensubkontrakkan seluruh pekerjaannya kepada perusahaan lain tanpa izin BRI.

    KPK lalu menduga terdapat tiga dari lima orang tersangka yang diduga menerima hadiah atau janji maupun keuntungan dari pada vendor EDC. Tersangka Catur diduga menerima Rp525 juta dari Elvizar (PT PCS) dalam bentuk sepeda dan kuda sebanyak dua ekor.

    Kemudian, tersangka Dedi diduga menerima sepeda Cannondale dari Elvizar Rp60 juta.

    Selanjutnya, tersangka Rudy diduga menerima sejumlah uang dari Country Manager Verifone Indonesia, Irni Palar serta Account Manager Verifone Indonesia, Teddy Riyanto sebesar Rp19,72 miliar atas pekerjaan EDC BRIlink dan FMS. 

    Adapun mengenai nilai kerugian keuangan negara, KPK menyebut akan bekerja sama dengan BPK atau BPKP untuk menghitung besaran final atas kerugian negara dari pengadaan tersebut. 

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang tersangka. Tiga orang di antaranya berasal dari bank BUMN itu yakni Catur Budi Harto (mantan Wakil Direktur Utama BRI), Indra Utoyo (mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi dan Operasi BRI) serta Dedi Sunardi (mantan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI). 

    Dalam catatan Bisnis, Catur sudah tidak lagi menjabat sebagai wakil direktur utama BRI, sedangkan Indra kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk. atau Allobank. 

    Kemudian, dua tersangka lain adalah dari pihak swasta atau vendor pengadaan EDC yakni Elvizar (Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi) dan Rudy Suprayudi Kartadidjaja (Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi). 

    Elvizar juga ditetapkan sebagai tersangka pada kasus KPK lain terkait dengan BUMN, yakni digitalisasi SPBU PT Pertamina (Persero). 

    “Yang memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara, yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp744.540.374.314,00,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Rabu (9/7/2025). 

    Asep menjelaskan, hitungan kerugian keuangan negara oleh accounting forensic KPK tersebut menggunakan metode real cost atau biaya yang seharusnya dikeluarkan oleh BRI, dibandingkan dengan harga yang perseroan secara riil bayarkan kepada vendor. 

    Kerugian itu diduga timbul dari total nilai anggaran pengadaan sebesar Rp2,1 triliun untuk pengadaan EDC selama 2020-2024, baik dengan metode beli putus maupun sewa. 

    Hasilnya, ditemukan indikasi kerugian keuangan negara lebih dari 30% nilai pengadaan yakni Rp744,5 miliar.

    “Atau kita bandingkan dengan nilai anggarannya tadi Rp2,1 triliun kira-kira tadi sekitar 33%-nya, sepertiga nya [anggaran], hilang dari situ. Kehilangan sekitar 33%, Rp744 miliar dari pengadaan Rp2,1 triliun. Ini yang sudah terjadi,” terang Asep.

    Atas kasus tersebut, lima orang tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 dan pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • Pengacara Hasto Sebut File CDR KPK Tak Bisa Jadi Bukti, Ini Alasannya

    Pengacara Hasto Sebut File CDR KPK Tak Bisa Jadi Bukti, Ini Alasannya

    GELORA.CO -Keaslian file Call Data Record (CDR) terkait transaksi telekomunikasi dalam perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto dianggap tidak bisa dibuktikan.

    Hal itu disampaikan tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Hasto, Ronny Talapessy saat membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 10 Juli 2025.

    “File CDR seharusnya tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti atau barang bukti, karena tidak dapat dibuktikan keaslian dan keabsahannya,” kata Ronny di persidangan, Kamis malam, 10 Juli 2025.

    CDR merupakan data menyangkut detail panggilan, waktu, maupun transaksi telekomunikasi. Data tersebut bisa membaca lokasi seseorang berdasarkan sinyal tower.

    Dalam persidangan, Tim JPU KPK mengklaim mengetahui Harun Masiku dan Sekjen PDIP Hasto melarikan diri ke kawasan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) saat operasi tangkap tangan (OTT) berdasarkan data CDR.

    Ronny menerangkan, berdasarkan fakta persidangan, file CDR yang dihadirkan JPU yang sudah dilakukan analisis ahli tersebut tidak bisa dijamin keasliannya. Hal itu membuat file tersebut berisiko dimanipulasi dan tidak lagi otentik.

    Di sisi lain kata Ronny, JPU dalam tuntutannya menyebut file CDR itu tidak langsung didapatkan penyelidik dari operator. JPU KPK menyebut file CDR yang menjadi alat bukti berasal dari flashdisk Sandisk Cruzer Blade, kapasitas 16 GB dan flashdisk Sandisk Cruzer Blade 64 GB.

    “Majelis Hakim Yang Mulia, kita tidak pernah tahu flashdisk ini diberikan oleh siapa dan apakah bisa dipercaya. Haruslah dikesampingkan dan tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim,” terang Ronny.

    Tidak hanya itu, Ronny juga menyoroti fakta persidangan yang menyatakan bahwa bukti CDR tersebut tidak melalui audit digital forensik. Hal ini merujuk pada keterangan ahli digital forensik yang bekerja sebagai penyelidik KPK.

    “Satu-satunya yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu dokumen telah melalui proses digital forensik adalah ahli digital forensik dan bukan penuntut umum,” pungkas Ronny.

  • Peringatan Keras Pimpinan KPK di Hadapan 7 Gubernur

    Peringatan Keras Pimpinan KPK di Hadapan 7 Gubernur

    Peringatan Keras Pimpinan KPK di Hadapan 7 Gubernur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    )
    Johanis Tanak
    melontarkan peringatan keras saat berpidato di hadapan tujuh gubernur dalam acara Rapat Koordinasi KPK-Pemerintah Daerah di Kawasan Ancol, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
    Ketujuh gubernur yang hadir itu adalah, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung; Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi; Gubernur Banten Andra Soni; Gubernur Lampung Rahmat Mirzani; Gubernur Bangka Belitung Hidayat Arsani; dan Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru.
    Awalnya, Johanis menyampaikan realitas pahit yang kerap ditemui KPK yaitu tersangka kasus
    korupsi
    banyak berasal dari pejabat pemda dan DPRD.
    “Berapa anggota DPRD saya (KPK) tangkap, dan saya tahan. Itu karena apa? Permintaan-permintaan (suap) semua. Apa tidak cukup dengan gaji yang sudah diberikan?,” tanya Johanis
    “Tidak cukup,” jawab beberapa pejabat daerah.
    “Tidak cukup ya? Tidak cukup?,” tanya Johanis lagi.
    “Kalau bapak-bapak merasa tidak cukup, berhenti saja jadi pegawai. Tidak usah jadi pegawai, masih ada yang lain yang suka,” kata Johanis dengan nada tinggi.
    Johanis merasa heran beberapa pejabat pemda dalam acara itu merasa tidak cukup dengan gajinya meski diberikan fasilitas untuk menjalankan tugas seperti mobil, rumah, dan anggaran.
    Dia juga bilang, mestinya para pejabat memperhatikan kondisi masyarakat yang masih banyak membutuhkan bantuan daripada mengeluhkan gaji.
    “Kalau bapak bilang tidak cukup, bapak sudah diberikan mobil, bapak sudah diberikan rumah, bapak sudah diberikan anggaran dan lain-lain, masih banyak rakyat kita yang jelata,” kata Johanis.
    Jangan bapak cuma melihat ke atas, tapi lihatlah ke bawah,” ujarnya.
    Johanis mengingatkan bahwa pemda bertugas untuk membangun daerah, bukan yang memperkaya diri sendiri.
    “Kenapa bapak-bapak memaksakan diri untuk duduk juga di situ dengan gaji yang rendah? Kalau tidak mau mundur, nanti yang lain banyak yang mau yang suka, pak,” tuturnya.
    Tak hanya itu, Johanis menyindir pejabat yang kerap menggunakan praktik serangan fajar untuk menduduki posisi di Pemda. Namun, kini mengeluhkan gaji.
    “Makanya jangan pakai-pakai serangan fajar untuk menduduki jabatan itu. Pakai iman, integritas yang berkaitan dengan iman,” kata Tanak.
    Johanis Tanak kemudian mengingatkan para pejabat untuk tidak mudah mengirimkan pesan singkat bersifat pornografi melalui WhatsApp (WA).
    Sebab, kata dia, tindakan tersebut mudah diketahui KPK saat melakukan penyadapan terkait kasus korupsi.
    “Bapak-bapak jangan coba-coba kirim-kirim WA dengan mohon maaf yang porno-porno, begitu bapak-bapak kita sadap, terangkut semua ini Ini bapak porno rupanya ini. Itu ketahuan semua oleh teknologi IT yang kita miliki,” tuturnya.
    Meski demikian, dia mengatakan, para pejabat pemda tak perlu khawatir terkait penyadapan tersebut.
    Sebab, penyidik hanya melakukan penyadapan kepada pejabat yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.
    “Bapak-bapak tidak usah Takut untuk menggunakan HP, sepanjang HP digunakan Untuk yang benar maka KPK tidak akan melakukan tindakan apapun,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 10
                    
                        Kasus-kasus yang Menyeret Nama Riza Chalid Selain Korupsi Pertamina, Ada "Papa Minta Saham"
                        Nasional

    10 Kasus-kasus yang Menyeret Nama Riza Chalid Selain Korupsi Pertamina, Ada "Papa Minta Saham" Nasional

    Kasus-kasus yang Menyeret Nama Riza Chalid Selain Korupsi Pertamina, Ada “Papa Minta Saham”
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Agung (
    Kejagung
    ) menetapkan Muhammad
    Riza Chalid
    (MRC) sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023
    Riza Chalid ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan delapan orang lainnya karena diduga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 285 triliun.
    “(Ditetapkan sebagai tersangka adalah) MRC selaku beneficial owner PT Orbit Terminal Merak,” ujar Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Abdul Qohar, saat konferensi pers di Lobi Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
    Kejagung diketahui telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini. Sehingga, total sudah ada 18 tersangka dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pertamina tersebut.
    Sebelum ditetapkan sebagai tersangka di kasus
    korupsi Pertamina
    , nama Riza Chalid beberapa kali terseret dalam sejumlah skandal minyak dan gas (migas).
    Berikut sejumlah kasus yang menyeret nama Riza Chalid dirangkum
    Kompas.com
    .
    Nama Riza Chalid sempat terseret dalam skandal “
    papa minta saham
    ” yang membuat Ketua DPR RI periode 2014-2019, Setya Novanto, mengundurkan diri dan diproses oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
    Riza disebut berada dalam pertemuan antara Setya Novanto dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia ketika itu, Maroef Sjamsoeddin di salah satu hotel di Jakarta pada 8 Juni 2015.
    Keberadaan Riza itu diketahui dari rekaman percakapan yang direkam Maroef. Dalam pertemuan itu diduga ada permintaan saham Freeport Indonesia oleh Setya Novanto dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla.
    Adanya Riza Chalid dalam pertemuan itu lantas dilaporkan Maroef kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat itu, Sudirman Said.
    Sudirman Said akhirnya membuat laporan terkait adanya rekaman tersebut dan dugaan keterlibatan Setya Novanto ke MKD DPR RI.
    Pelaporan dan proses sidang etik oleh MKD tersebut membuat Setya Novanto mengundurkan diri dari posisi Ketua DPR RI.
    Setya Novanto menyampaikan pengunduran diri melalui surat tertanggal 16 Desember 2015 yang ditandatanganinya di atas meterai dan ditembuskan kepada pimpinan MKD.
    Dalam surat itu disebutkan bahwa mundur sehubungan dengan penanganan dugaan pelanggaran etika yang ditangani di DPR RI, untuk menjaga martabat, dan untuk menciptakan ketenangan masyarakat.
    Kejagung juga diketahui menyelidiki kasus dugaan permintaan saham tersebut karena adanya dugaan pemufakatan jahat.
    Bahkan,
    kejagung
    sudah meminta keterangan Sudirman Said, Sekjen DPR, dan Maroef Sjamsuddin.
    Namun, Kejagung selalu gagal menghadirkan Riza Chalid untuk dimintai keterangan.
    Hingga akhirnya, Setya Novanto mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyadapan atau perekaman yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan.
    MK lantas memutuskan, penyadapan terhadap satu pihak harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan ketentuan sesuai UU ITE. Dengan kata lain, rekaman “papa minta saham” itu tidak bisa menjadi bukti dan patut dikesampingkan.
    Adanya putusan MK itu membuat penyidikan di Kejaksaan terhenti. Jaksa Agung ketika itu, HM Prasetyo menjelaskan bahwa tidak semua perkara itu berkonotasi ke persidangan.
    “Tergantung kepada fakta dan bukti yang ada, kalian tahu persis perjalan kasus itu. Ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai hasil rekaman yang dinyatakan bukan barang bukti. Kamu tahu enggak itu? Tahu tidak tuh?” kata Prasetyo sebagaimana diberitakan Kompas.com pada 18 Juli 2018.
    “Jadi bukti-bukti yang tadinya kita anggap sebagai bisa melengkapi penanganan perkara ini, ternyata oleh MK dinyatakan tidak sah sebagai barang bukti itu, dan sekarang prosesnya sudah selesai,” ujarnya lagi.
    Senada dengan Kejagung, MKD DPR juga akhirnya mengabulkan permintaan pemulihan nama baik Setya Novanto yang diajukan Fraksi Partai Golkar.
    Nama Riza Chalid juga disebut-sebut terkait dengan kasus mafia migas yang diduga terjadi di dalam tubuh perusahaan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) yang telah dibubarkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) pada 2015.
    Menurut laporan
    DW.com
    , selama bertahun-tahun Riza Chalid disebut mengendalikan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak usaha PT Pertamina.
    Kasus yang berawal dari audit investigatif terhadap Petral yang dipimpin oleh Faisal Basri menemukan adanya kecurangan dalam proses pengadaan minyak melalui perusahaan minyak pemerintah asing (ENOC).
    Kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menetapkan Mantan Direktur Utama Petral Bambang Irianto yang pernah menjadi Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES) sebagai tersangka kasus suap terkait dengan
    kasus Petral
    .
    “KPK menetapkan satu orang sebagai tersangka, yakni, BTO, Managing Director Pertamina Energy Service Pte. Ltd periode 2009-2013,” kata Wakil Ketua KPK saat itu Laode M Syarif dalam konferensi pers pada 10 September 2019.
    Dalam kasus ini, Bambang diduga menerima 2,9 juta Dollar AS dari perusahaan Kernel Oil yang merupakan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES atau Pertamina.
    Uang itu diperoleh Bambang atas jasanya mengamankan jatah alokasi kargo perusahaan itu dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.
    Laode mengungkapkan, dalam proses tender pada 2012, Bambang dan sejumlah pejabat PES lainnya diduga menentukan sendiri rekanan yang akan diundang mengikuti tender tanpa mengacu pada ketentuan yang berlaku.
    Salah satu peserta tender yang akhirnya terpilih asalah perusahaan Emirates National Oil Company (ENOC). Namun, ENOC dalam kasus ini hanyalah ‘perusahaan bendera’ untuk menyamarkan Kernel Oil yang tidak masuk daftar.
    Namun, penyidikan kasus ini tidak berkembang hingga memasuki pertengahan tahun 2025.
    Bahkan, KPK sempat digugat oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia ( LP3HI ) dan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) lantaran dugaan mangkraknya kasus Petral dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
    “Gugatan Praperadilan ini dimaksudkan memaksa KPK untuk terlibat melakukan pembenahan tata kelola BBM yang diduga telah terjadi penyimpangan puluhan tahun. KPK harus berani berlomba dengan Kejagung yang telah menangani kasus di Pertamina,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya pada 18 Maret 2025.
    Masih terkait dengan Petral, Riza Chalid juga pernah tersandung kasus impor minyak Petral pada tahun 2008.
    Dikutip dari pemberitaan
    Kompas.id
    pada 2 Maret 2025, kala itu, Petral membeli 600 barel minyak seharga 54 juta dollar AS atau setara dengan Rp 524 miliar melalui perusahaan Global Resources Energy dan Gold Manor. Kedua perusahaan itu ditengarai terafiliasi dengan Riza.
    Saat itu, impor minyak oleh Petral tersebut menuai kontroversi karena minyak yang diimpor itu disebut jenis baru yakni Zatapi.
    Anggota Komisi Komisi VII DPR kala itu, Alvin Lie mengatakan, Zatapi kemungkinan besar merupakan campuran minyak mentah Sudan Dar Blend dengan minyak mentah Malaysia.
    Menurut dia, berdasarkan pemberitaan Kompas pada 24 Maret 2008, harga Zatapi disamakan harga Tapis, yaitu sekitar 100 dollar Amerika Serikat (AS) per barel. Padahal, harga sebenarnya Dar Blend sekitar 70 dollar AS.
    Kemudian, kasus impor minyak Zatapi ini akhirnya ditangani Mabes
    Polri
    dan lima orang ditetapkan sebagai tersangka
    Mereka adalah Direktur Gold Manor SN, VP; Bagian Perencanaan dan Pengadaan Chrisna Damayanto; Manajer Pengadaan Kairuddin; Manajer Perencanaan Rinaldi; dan staf Perencanaan Operasi Suroso Atmomartoyo.
    Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri saat itu, Irjen Pol Abubakar Nataprawira menyebut, kelima tersangka tersebut terbukti melanggar Pasal 2 dan atau 3 Undang-Undang No. 31 tahun 99 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah menjadi UU No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Pemberantasan Tipikor.
    Namun, pada Februari 2010, Polri memutuskan untuk menghentikan penyidikan kasus impor minyak Zatapi itu. Dengan alasan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak menemukan adanya kerugian negara dalam perkara tersebut.
    “Sudah kami hentikan sejak beberapa minggu lalu karena menurut BPKP tidak ada kerugian negara,” ujar Kapolri saat itu, Jenderal Bambang Hendarso Danuri di Gedung DPR, Jakarta pada 23 Februari 2010.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korupsi Pelabuhan di Riau, Jaksa Ciduk Pejabat Kemenhub

    Korupsi Pelabuhan di Riau, Jaksa Ciduk Pejabat Kemenhub

    Liputan6.com, Pekanbaru – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau menahan pejabat Kementerian Perhubungan di Pekanbaru berinisial RN. Dia merupakan tersangka korupsi pembangunan Pelabuhan Sagu-Sagu Langkit Tahap V di Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti.

    Korupsi pembangunan pelabuhan tahun anggaran 2022 dan 2023 itu merugikan negara Rp12,5 miliar. Penahan berlangsung 20 hari ke depan di Rutan Sialang Bungkuk untuk kepentingan penyidikan.

    Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejati Riau Zikrullah menjelaskan, selain RN penyidik juga menetapkan 2 tersangka lainnya. 

    “Semuanya sudah ditahan pada Selasa malam tadi,” kata Zikrullah, Rabu siang, 9 Juli 2025.

    Tersangka lainnya berinisial MRN dan HB dari pihak swasta. Tersangka MRN merupakan Direktur PT Berkat Tunggal Abadi selaku pelaksana proyek sedangkan HB merupakan Direktur Utama PT Gumilang Sajati sebagai konsultan pengawas. 

    “Sementara RN merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkungan Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kementerian Perhubungan,” kata Zikrullah.

    Penyidik sudah mengantongi audit kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) senilai Rp12,5 miliar.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    “Mereka terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun,” jelasnya.

    Ketika ditanya mengenai kemungkinan adanya tersangka baru, Zikrullah menyatakan penyidikan masih terus berlanjut.

    “Untuk saat ini baru 3 orang yang ditetapkan tapi tidak menutup kemungkinan akan ada pengembangan lebih lanjut sesuai alat bukti yang ditemukan,” katanya.

     

    *** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Lewat Pleidoi, Kubu Hasto Minta Hakim Kesampingkan Bukti Data CDR KPK – Page 3

    Lewat Pleidoi, Kubu Hasto Minta Hakim Kesampingkan Bukti Data CDR KPK – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kuasa hukum terdakwa Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy meminta majelis hakim mengesampingkan bukti file call data record atau CDR yang dibawa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran keasliannya tidak dapat dibuktikan.

    Hal itu disampaikan saat pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dalam sidang kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku dan perkara perintangan penyidikan.

    “File CDR seharusnya tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti atau barang bukti karena tidak dapat dibuktikan keaslian dan keabsahannya,” tutur Ronny di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

    CDR sendiri merupakan data menyangkut detail panggilan, waktu, maupun transaksi telekomunikasi, yang dapat membaca lokasi seseorang berdasarkan sinyal tower. Dalam persidangan sebelumnya, jaksa mengeklaim mengetahui Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto melarikan diri ke kawasan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, saat operasi tangkap tangan (OTT) berdasarkan data CDR tersebut.

    Ronny mengatakan, berdasarkan fakta persidangan, file CDR yang dihadirkan jaksa KPK di persidangan yang telah melalui analisis ahli itu diyakini tidak bisa dijamin keasliannya. Data tersebut dinilai berisiko sudah dimanipulasi dan tidak lagi otentik.

    Termasuk juga jaksa dalam tuntutannya menyebut data CDR itu tidak langsung didapatkan penyelidik dari operator, yakni berasal dari diska lepas atau flashdisk merek Sandisk Cruzer Blade 16 GB dan Sandisk Cruzer Blade 64 GB.

    “Majelis Hakim Yang Mulia, kita tidak pernah tahu flashdisk ini diberikan oleh siapa dan apakah bisa dipercaya,” jelas dia.

    Akibat dari keaslian file CDR yang diragukan, Ronny pun meminta majelis hakim mempertimbangkan kembali alat atau barang bukti tersebut.

    “Haruslah dikesampingkan dan tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim,” ungkap Ronny.

    Tidak ketinggalan, dia juga menyoroti fakta persidangan yang menyatakan bahwa bukti data CDR itu tidak melalui audit digital forensik. Hal ini merujuk pada keterangan ahli digital forensik yang bekerja sebagai penyelidik KPK.

    “Satu-satunya yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu dokumen telah melalui proses digital forensik adalah ahli digital forensik dan bukan penuntut umum,” Ronny menandaskan.