Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK
) Setyo Budiyanto meminta agar
upaya paksa
dalam penanganan
tindak pidana korupsi
tidak dikoordinir oleh pihak lain, sebagaimana diatur dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (
RUU KUHAP
).
Upaya paksa
yang dimaksud Setyo adalah penyadapan, penyidikan, penyelidikan, pencekalan, dan lainnya.
“Upaya paksa ini jangan sampai kemudian harus berkurang, atau mungkin harus dikoordinir oleh pihak-pihak lain,” kata Setyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Setyo mengatakan, KPK dibentuk berdasarkan undang-undang yang secara khusus mengatur tugas-tugas di bidang pencegahan, pendidikan, dan penindakan, sehingga RUU KUHAP mestinya memperkuat kekhususan tersebut.
“Nah, dengan tugas-tugas ini, diharapkan justru malah ada penguatan dengan adanya RUU KUHAP ini, karena KUHAP yang kuat tentu upaya untuk pemberantasan korupsi akan semakin baik, akan semakin maksimal,” ujar dia.
Setyo juga menyampaikan informasi terakhir yang diterimanya bahwa beberapa upaya paksa tersebut sudah dikecualikan dalam tindak pidana korupsi.
Meski demikian, ia berharap seluruh upaya paksa tersebut telah dikecualikan.
“Jangan sampai nanti, kami berharap, khususnya kepada Panja, kemudian kepada pemerintah, antara batang tubuh dengan ketentuan peralihan ini tidak sinkron. Kalau seperti ini, tentu nanti akan menimbulkan sesuatu yang bias, tidak ada sebuah kepastian,” tutur dia.
Setyo meminta agar pembahasan RUU KUHAP dilakukan secara terbuka dan transparan agar semua pihak bisa dilibatkan.
“Sehingga bisa melihat pembuatan RUU KUHAP itu memiliki semangat untuk membangun proses hukum yang bermanfaat dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat,” ucap dia.
Sebelumnya, KPK mencatat 17 poin permasalahan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.
“Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Budi mengatakan, KPK masih mendiskusikan poin-poin permasalahan tersebut untuk disampaikan kepada Presiden dan DPR sebagai masukan dalam draf RUU KUHAP.
“Dan hasilnya akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden dan DPR sebagai masukan terkait dengan rancangan undang-undang hukum acara pidana tersebut,” ujar dia.
Budi menambahkan, salah satu poin yang disoroti KPK adalah isi draf RUU KUHAP yang mengesampingkan sifat kekhususan (
lex specialist
) dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.
Dia menjelaskan, tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa (
extraordinary crime
) yang membutuhkan upaya hukum khusus.
“Artinya, tentunya KUHAP juga butuh untuk mengatur itu (tindak pidana korupsi) secara khusus juga,” tutur dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/07/17/6878eddc691d6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain
-

Tom Lembong Bakal Jalani Sidang Vonis Kasus Korupsi Impor Gula Hari Ini
Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong bakal menjalani sidang putusan hari ini, Jumat (18/7/2025).
Informasi sidang vonis itu diinformasikan oleh Hakim Ketua Dennie Arsan pada agenda persidangan sebelumnya di PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).
“Nanti untuk sidang agenda putusan dijadwalkan Jumat 18 Juli 2025. Nanti kami agendakan, dilaksanakan setelah salat Jumat,” ujar Dennie.
Sebelumnya, jaksa telah mendakwa Tom telah memberikan persetujuan impor terhadap sejumlah, termasuk swasta dalam rangka pengendalian ketersediaan gula dan stabilisasi harga gula dalam negeri.
Namun dalam pelaksanaannya, Tom Lembong diduga telah melanggar sejumlah aturan seperti persetujuan impor itu dilakukan tanpa rapat koordinasi antar kementerian.
Alhasil, perbuatan itu diduga telah memperkaya 10 pihak swasta senilai Rp515 miliar. Adapun, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp578 miliar
Di samping itu, jaksa juga telah menuntut eks menteri pada kabinet Presiden ke-7 Joko Widodo itu selama tujuh tahun pidana.
Jaksa menilai bahwa Tom Lembong telah dinyatakan secara sah dan bersalah karena terlibat dalam perkara korupsi impor gula saat menjabat sebagai Mendag periode 2015-2016.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Thomas Trikasih Lembong dengan pidana penjara selama 7 tahun,” ujar jaksa di ruang sidang PN Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).
Selain itu, Tom Lembong juga dituntut agar membayar denda Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
-

KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Balita-Ibu Hamil di Kemenkes
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait dengan pengadaan di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Kasus itu baru dalam tahap penyelidikan. Kaitannya terkait dengan pengadaan makanan tambahan untuk balita dan ibu hamil pada periode 2016-2020.
Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu membenarkan bahwa lembaganya tengah melakukan penyelidikan untuk menemukan peristiwa pidana pada pengadaan tersebut.
“Clue-nya [petunjuknya] adalah makanan bayi dan ibu hamil, TPK [tindak pidana korupsi] terkait itu. Masih penyelidikan,” ujarnya kepada wartawan pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Asep enggan memerinci lebih lanjut terkait dengan kasus yang tengah diselidiki KPK itu. Namun, penegak hukum belum menetapkan pihak-pihak tersangka pada tahapan proses hukum tersebut.
Meski demikian, KPK sudah bisa meminta keterangan ke sejumlah pihak terkait guna mencari peristiwa pidana dalam suatu perkara. Apabila ditemukan peristiwa pidana dan minimal dua alat bukti, maka perkara bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Adapun, sebelumnya lembaga antirasuah sudah menyoroti soal pemberian asupan tambahan kepada anak dan ibu hamil. Melalui kajian terhadap program pemerintah sebelum adanya Makan Bergizi Gratis (MBG), KPK menyoroti bahwa pemberian biskuit dan susu tidak efektif dalam menurunkan angka stunting.
Hal itu lantaran lebih banyak biskuit yang diterima oleh penerima manfaat daripada susu.
“Sehingga dari tahun ke tahun penurunan stunting tidak banyak. Oleh karena itu, saya harap ini benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi lagi. Pastikan kandungan makanan betul-betul dikaji dan disesuaikan sehingga makanan yang sampai ke anak-anak dan ibu hamil benar-benar berkualitas,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto pada 5 Maret 2025 lalu.
-
/data/photo/2025/07/10/686fa18c0a6a3.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Pegawai Perusahaan BUMN Disebut Bodoh oleh Atasan karena Susun Daftar Risiko Tinggi
Cerita Pegawai Perusahaan BUMN Disebut Bodoh oleh Atasan karena Susun Daftar Risiko Tinggi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mantan Vice President (VP) Manajemen Risiko PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry,
Dewi Andriani
, menceritakan bagaimana dirinya disebut bodoh oleh atasannya.
Cerita itu Dewi ungkapkan saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP yang merugikan keuangan negara Rp 1,25 triliun.
Pada persidangan itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi apakah Dewi pernah membuat daftar risiko (
risk register
) guna menindaklanjuti KSU dengan PT JN.
“Di bulan Juli (2019) itu ternyata ada penandatanganan nota kesepahaman yang saya ketahui itu di bulan Juli,” kata Dewi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
Dewi lalu menyampaikan kepada pejabat terkait seperti VP Komersial, VP Teknik Kapal, VP Perencanaan Korporasi, hingga VP Pemasaran.
Ia mengatakan, karena ada kerja sama itu, VP terkait menyusun register risiko.
Namun, daftar risiko itu tidak kunjung dibuat.
“Nota dinas saya yang juga saya tembuskan kepada direksi itu tidak dibalas,” kata dia.
Unit Dewi akhirnya berinisiatif menyusun register risiko sendiri dengan tujuan agar VP terkait memberi masukan.
Dalam daftar yang disusun, Dewi menetapkan rating tinggi, terutama pada persoalan pembuatan kajian, sumber pendanaan, dan biaya operasional.
“Saya beri rating itu tinggi, dalam hal ini merah,” ujar dia.
Register risiko merah merujuk pada catatan atau daftar risiko dengan keparahan tinggi pada suatu proyek atau organisasi dan membutuhkan perhatian.
Setelah itu, Dewi dipanggil Direktur Keuangan PT ASDP, DS, ke ruangannya.
Di sana, sudah ada manajer dari VP-VP lain.
“Di situ saya disampaikan, maaf saya agak, saya dibilang, VP Manajemen Risiko bodoh, saya disebut seperti itu,” ujar Dewi terdengar emosional.
Mendengar ini, jaksa KPK memastikan lagi siapa pihak yang menyebutnya bodoh.
“Siapa yang nyebut seperti itu?” tanya jaksa KPK.
“Pak DS, saya tidak bisa membuat
high risk register
, ‘kenapa ini semua dibuat merah?’ Itu di bulan Agustus, saya dibilang seperti itu,” jelas Dewi.
Setelah itu, Dewi menjelaskan mengenai register risiko yang pihaknya pahami dan mempersilakan VP lain yang tak kunjung menyerahkan tugas mereka, yakni daftar risiko, memberikan tanggapan.
“Dan di situ pun saya sampaikan itu pemahaman saya mengenai
risk register
yang saya pahami,” ujar Dewi.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direktur PT ASDP melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas
engineering (due diligence
) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
Kompas.com telah menghubungi pihak Corporate Scretary PT ASDP. Namun, hingga berita ini ditulis ia belum merespons.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2023/11/28/6565bc94105b9.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil di Kemenkes
KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Tambahan Balita dan Ibu Hamil di Kemenkes
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi Pemberantasan
Korupsi
(
KPK
) sedang menyelidiki dugaan
korupsi
pengadaan Pemberian Makanan Tambahan (
PMT
) untuk balita dan ibu hamil di Kementerian Kesehatan (
Kemenkes
).
“Tindak pidana korupsi terkait itu masih lidik,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Namun, Asep belum merinci soal penyelidikan tersebut karena pelaksanaannya biasanya dilakukan secara tertutup sampai ke tahap penyidikan.
Akan tetapi, berdasarkan informasi yang dihimpun, penyelidikan dilaksanakan sejak awal tahun 2024, sementara itu dugaan korupsi PMT itu diduga terjadi pada 2016-2020.
“Clue-nya adalah (terkait pengadaan) makanan bayi dan ibu hamil,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/17/68789ed5b29be.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Komisaris Tolak Alasan Dirut BUMN Akuisisi Perusahaan karena Anak Pemiliknya Meninggal
Komisaris Tolak Alasan Dirut BUMN Akuisisi Perusahaan karena Anak Pemiliknya Meninggal
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Salah satu alasan PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry mengakuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) adalah karena anak pemilik perusahaan penyeberangan komersial itu, Adjie, meninggal dunia.
Keterangan ini dibenarkan oleh Komisaris Utama
PT ASDP
2015-2020, Lalu Sudarmadi, yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT JN.
Pada persidangan itu, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan keterangan Lalu dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang mengungkap alasan Direktur Utama PT ASDP 2017-2024, Ira Puspadewi, mengusulkan KSU dengan PT JN.
“Ini Direktur Utama, Ira Puspadewi, berpendapat bahwa ini terkait dengan KSO (kerjasama usaha dilaporkan sebagai kerja sama operasi), latar belakang kerja sama operasional,” kata jaksa KPK membacakan BAP Lalu dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).
Dalam keterangan itu, Adjie disebut memiliki kapal penyeberangan dan galangan yang sudah dibicarakan dengan PT PAL Surabaya.
Namun, alasan kedua Ira menyebut bahwa Adjie ingin menjual PT JN karena anaknya meninggal dunia.
“Keturunan yang diharapkan sebagai penerus usahanya meninggal, berharap dapat dikelola oleh ASDP yang punya sejarah dan reputasi,” kata jaksa KPK membacakan BAP Lalu.
“Disampaikan pak dalam rapat tersebut?” lanjut jaksa KPK.
“Ya, itu alasan Mba Ira pertama menyampaikan niatnya itu. Terus saya langsung menolak karena 2016 itu sudah ditolak,” jawab Lalu.
Pada persidangan itu disebutkan, dalam rapat dewan komisaris dan direksi di Labuan Bajo September 2019, Lalu mengingatkan agar KSU PT ASDP dengan PT JN harus berdasar alasan yang objektif.
“Latar belakang KSO tidak boleh subjektif, harus profesional, terus ini ada penyampaian juga, 4 tahun lalu Dekom (Dewan Komisaris) pernah tidak menyetujui usulan pembelian atau akuisisi kapal,” kata jaksa KPK membacakan risalah rapat tersebut.
Dalam perkara ini, jaksa KPK mendakwa tiga mantan direksi PT ASDP Ferry melakukan korupsi yang merugikan negara Rp 1,25 triliun.
Mereka adalah eks Direktur Utama PT ASDP Ferry, Ira Puspadewi, mantan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Ferry, Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP Ferry, Harry Muhammad Adhi Caksono.
Korupsi dilakukan dengan mengakuisisi PT JN, termasuk kapal-kapal perusahaan itu yang sudah rusak dan karam.
“Berdasarkan laporan uji tuntas engineering (due diligence) PT BKI menyebut, terdapat 2 unit kapal yang belum siap beroperasi, yaitu KMP Marisa Nusantara karena dari status, kelas, dan sertifikat perhubungan lainnya telah tidak berlaku, dan KMP Jembatan Musi II karena kapal saat inspeksi dalam kondisi karam,” ujar jaksa.
Akibat perbuatan mereka, negara mengalami kerugian Rp 1,25 triliun dan memperkaya pemilik PT JN, Adjie, Rp 1,25 triliun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/07/16/68777b7a14fca.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Dipanggil Jadi Saksi, Telkom Belum Penuhi Panggilan Kejagung Terkait Kasus Chromebook
Dipanggil Jadi Saksi, Telkom Belum Penuhi Panggilan Kejagung Terkait Kasus Chromebook
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –Kejaksaan Agung
telah memanggil pihak
Telkom
untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019-2022 pada Kamis (17/7/2025).
Namun, saksi dari Telkom ini diketahui tidak memenuhi panggilan dari penyidik.
“Yang jelas, hari ini sudah dijadwalkan dua orang (saksi dipanggil) oleh penyidik. Tetapi, yang hadir hanya satu,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, saat ditemui di depan Gedung Penkum Kejagung, Jakarta, Kamis.
Saat ini, penyidik tengah memeriksa satu orang saksi dari Google, berinisial PRA.
“Inisial kalau dari Google PRA. Telkom, WMK ya,” lanjut Anang.
Saat ini, penyidik belum menjelaskan lebih detail terkait substansi pemeriksaan.
Anang menyebutkan, pemeriksaan yang dilakukan penyidik masih mendalami hal-hal terkait dengan konstruksi kasus di lingkungan Kemendikbudristek.
Nama PRA sempat disinggung oleh pihak Kejaksaan Agung beberapa waktu yang lalu.
PRA diketahui pernah bertemu dengan
Nadiem Makarim
pada Februari dan April 2020 lalu.
Saat itu, Nadiem tengah menjabat sebagai Mendikbudristek.
Dalam pertemuan ini, Nadiem, PRA, dan beberapa pihak lainnya disebut tengah membahas soal pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di lingkungan Kemendikbudristek.
Pertemuan ini ditindaklanjuti oleh staf khusus Nadiem saat itu, Jurist Tan, dan menghasilkan co-investment sebanyak 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek.
Saat ini, ada empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah eks Stafsus Mendikbudristek era Nadiem Makarim periode 2020-2024, Jurist Tan;
eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief;
Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah;
dan Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
“Terhadap 4 orang tersebut, malam hari ini penyidik telah memiliki barang bukti yang cukup untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” kata Qohar.
Qohar menjelaskan, keempat tersangka ini telah bersekongkol dan melakukan permufakatan jahat untuk melakukan pengadaan laptop berbasis Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek tahun 2020-2022.
Penunjukkan sistem operasi Chrome ini dilakukan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri.
Para tersangka juga mengarahkan tim teknis kajian teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk memilih vendor penyedia laptop.
Pengadaan bernilai Rp 9,3 triliun ini dilakukan untuk membeli laptop hingga 1,2 juta unit.
Namun, laptop ini justru tidak bisa dimanfaatkan secara optimal oleh para pelajar.
Pasalnya, untuk menggunakan laptop berbasis Chromebook ini perlu jaringan internet.
Diketahui, sinyal internet di Indonesia belum merata hingga ke pelosok dan daerah 3T.
Ulah para tersangka juga menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp 1,98 triliun.
Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

KPK Tahan 4 Pejabat Kemnaker Terkait Suap Pengurusan Tenaga Kerja Asing
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap 4 dari total 8 orang tersangka kasus dugaan pemerasan terkait dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Kamis (17/7/2025).
Berdasarkan pantauan Bisnis, keempat tersangka mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye sejak turun dari lantai 2 Gedung Merah Putih KPK, menuju ruangan konferensi pers di lantai 1. Keempatnya pun mengenakan masker yang menutupi sebagian wajah mereka.
Namun, saat pertama kali memasuki ruangan konferensi pers, mereka diminta untuk menghadap ke depan dan membuka maskernya. Hal ini berbeda dengan penyelenggaraan konferensi pers penahanan tersangka di KPK sebelumnya.
Setelah para pewarta foto mengambil gambar para tersangka, keempatnya dipersilahkan untuk menunggu di luar ruangan konferensi pers.
Adapun empat orang itu sebelumnya telah diperiksa sebagai tersangka sejak pagi ini oleh penyidik. Dua di antaranya adalah Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker, Suhartono (2020-2023), serta Direktur PPTKA Kemnaker (2019-2024) dan Dirjen Binapenta Kemnaker (2024-2025), Haryanto.
Dua orang lainnya adalah Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2017-2019, Wisnu Pramono dan Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA 2020-Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA 2024-2025, Devi Angraeni.
“Hari ini KPK melakukan penahan terhadap 4 orang tersangka dari total 8 orang tersangka,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Setyo menyebut empat orang tersangka itu akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan KPK Cabang Gedung Merah Putih, Jakarta.
Adapun terdapat 4 orang tersangka lain yaitu di antaranya Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK 2019-2021, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA 2019-2024, serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA 2021-2025, Gatot Widiartono.
Kemudian, Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, Putri Citra Wahyoe; Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, Jamal Shodiqin; serta Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, Alfa Eshad.
Setyo menyebut keempat tersangka lain akan ditahan pada waktu berbeda dengan empat tersangka pertama.
“Sementara untuk 4 tersangka lainnya belum dilakukan penahanan,” ujar Purnawirawan Perwira Tinggi Polri bintang tiga itu.
Lembaga antirasuah menduga kedelapan tersangka itu melakukan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing (TKA) yang ingin melakukan pekerjaan di Indonesia.
Untuk diketahui, agar bisa bekerja di Indonesia, calon pekerja migran dari luar negeri itu harus mendapatkan RPTKA. Sementara itu, RPTKA dikeluarkan oleh Ditjen Binapenta dan PKK.
Sampai dengan saat ini, KPK menduga jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA Ditjen Binapenta dan PKK dari pemohonan RPTKA mencapai Rp53,7 miliar.
“Bahwa penelusuran aliran uang dan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini masih terus dilakukan penyidikan,” terang Plh. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo pada konferensi pers sebelumnya beberapa waktu lalu.
Para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf e atau pasal 12 B jo. Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

