Kasus: Tipikor

  • Gunakan Oksigen, "Crazy Rich" Palembang Didakwa Pasal Berlapis Kasus Korupsi Tol Betung-Tempino
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        4 Desember 2025

    Gunakan Oksigen, "Crazy Rich" Palembang Didakwa Pasal Berlapis Kasus Korupsi Tol Betung-Tempino Regional 4 Desember 2025

    Gunakan Oksigen, “Crazy Rich” Palembang Didakwa Pasal Berlapis Kasus Korupsi Tol Betung-Tempino
    Tim Redaksi
    PALEMBANG, KOMPAS.com
    – Kemas H Abdul Halim, yang dikenal sebagai Crazy Rich Palembang atau Haji Alim, menjalani sidang perdana sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pemalsuan dokumen lahan untuk pembangunan Tol Betung-Tempino pada Kamis (4/12/2025).
    Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri
    Palembang
    yang saat ini berlokasi di Museum Tekstil Palembang.
    Sebelum persidangan dimulai,
    Haji Alim
    tiba di lokasi menggunakan ambulans dari RSUD Siti Fatimah.
    Ia terlihat terbaring di tempat tidur medis, mengenakan pakaian pasien, dilengkapi dengan masker, tabung oksigen, infus, serta didampingi petugas kesehatan.
    Terdakwa sebelumnya telah dibantarkan (penundaan pelaksanaan pidana) sejak Maret 2025 karena alasan kesehatan.
    Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Muba membacakan dakwaan berlapis terhadap Haji Alim, yang mencakup Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Tindak Pidana
    Korupsi
    (Tipikor), Pasal 5, serta Pasal 9 UU Tipikor.
    Dalam dakwaan tersebut, Haji Alim, selaku Direktur PT Sentosa Mulia Bahagia (SMB), diduga memalsukan dokumen surat penguasaan fisik lahan di Desa Peninggalan dan Desa Simpang Tungkal, Muba, pada November hingga Desember 2024.
    Dokumen itu diduga digunakan untuk pengajuan ganti rugi pembebasan lahan proyek tol, yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 127 miliar berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPKP.
    “Pasal 2 jelas ada kerugian negara, Pasal 5 unsur gratifikasi, dan Pasal 9 sesuai putusan sebelumnya terhadap dua terpidana pemalsuan surat,” ungkap Kasi Intel Kejari Muba, Abdul Harris Augusto, setelah sidang.
    Harris menambahkan, majelis hakim menetapkan agar terdakwa hadir langsung di persidangan untuk memberikan kepastian hukum setelah berbulan-bulan menjalani perawatan.
    “Dengan begitu beliau tidak terkatung-katung. Jika tidak terbukti, majelis akan mempertimbangkan. Jika terbukti, ada upaya hukum banding hingga kasasi,” ujarnya.
    Ia juga menyatakan bahwa peran terdakwa akan semakin jelas saat pemeriksaan saksi-saksi.
    Kasus ini sebelumnya telah menjerat Amin Mansyur, mantan pegawai BPN Muba.
    Ketua tim hukum Haji Alim, Jan Maringka, mengungkapkan adanya kejanggalan dalam konstruksi dakwaan, terutama terkait empat titik lahan yang menjadi obyek perkara.
    Ia mengeklaim menemukan patok papan sita yang dipasang penyidik Kejari Muba berada di area Hak Guna Usaha (HGU) milik kliennya.
    “Ini janggal. Dakwaan pertama saja berubah menjadi dakwaan ketiga,” kata Jan.
    Pihaknya juga menilai perhitungan kerugian negara sebesar Rp 127 miliar tidak memiliki dasar yang kuat.
    “Kerugian negara harus nyata, bukan asumsi. Perhitungan yang dipakai appraisal KJPP lalu diambil alih BPKP. Model perhitungan asumtif seperti ini seharusnya tidak terjadi lagi,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Panggil Pejabat Pemprov Riau Terkait Kasus ‘Jatah Preman’ Abdul Wahid

    KPK Panggil Pejabat Pemprov Riau Terkait Kasus ‘Jatah Preman’ Abdul Wahid

    Jakarta

    KPK memanggil Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Provinsi Riau, M Job Kurniawan. Pemanggilan ini berkaitan dengan kasus ‘jatah preman’ atau dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Riau nonaktif, Abdul Wahid.

    “Saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2025,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (4/12/2025).

    Selain Job, ada tiga saksi lainnya yang dipanggil yakni M. Taufiq Oesman Hamid selaku Kadis Perindustrian (Plt. Sekda), Yandharmadi selaku Kabiro Hukum (Plt. Inspektorat), dan Syarkawi yang merupakan ASN dinas PUPR.

    “Pemeriksaan dilakukan di BPKP Provinsi Riau,” jelas Budi.

    Diketahui, kasus dugaan korupsi yang menjerat Abdul Wahid ini berkaitan dengan permintaan fee oleh Abdul Wahid terhadap bawahannya di UPT Dinas PUPR Riau. Fee tersebut terkait penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP dari awalnya Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar.

    KPK menduga uang itu akan digunakan Abdul Wahid saat melakukan lawatan ke luar negeri. Selain Abdul Wahid, KPK menetapkan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Abdul Wahid dan Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka dalam kasus ini.

    (zap/zap)

  • Dewas KPK Periksa Dua Penyidik yang Diduga Halangi Pemeriksaan Bobby Nasution

    Dewas KPK Periksa Dua Penyidik yang Diduga Halangi Pemeriksaan Bobby Nasution

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Pengawas (Dewas) KPK memanggil dua orang penyidik yang diduga menghalangi agar Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution dalam pemeriksaan di kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatra Utara.

    Dua penyidik tersebut adalah Rossa Purbo Bekti dan Boy. Keduanya menjalani pemeriksaan di Gedung C1 KPK pukul 10.00 WIB, Kamis (4/12/2025).

    “Yang bersangkutan sudah dipanggil, besok [4 Desember 2025] diperiksa,” kata Ketua Dewas KPK Gusrizal, dikutip Kamis (4/12/2025).

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyampaikan untuk menghormati proses pemeriksaan dua penyidik tersebut. Budi memastikan proses penanganan dilakukan sesuai dengan proses hukum dan peraturan perundangan yang berlaku, mulai dari tindakan-tindakan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan.

    Dia menjelaskan perkara yang bermula dari penyelidikan tertutup ini, yaitu kegiatan tertangkap tangan atas dugaan tindak pidana korupsi suap proyek pengadaan di dinas PUPR dan Satker PJN 1 wilayah Sumut, KPK telah menetapkan para tersangkanya, baik dari pihak pemberi maupun penerimanya.

    Menurutnya, lembaga antirasuah telah melakukan pemeriksaan secara intensif kepada tersangka, saksi, serta melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti. 

    “Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum melaksanakan limpah atas perkara ini ke PN Tipikor Medan, untuk masuk ke tahap persidangan,” katanya, Kamis (4/12/2025).

    Budi mengatakan persidangan dilaksanakan secara terbuka agar publik bisa melihat dan mencermati secara langsung setiap proses dan fakta-fakta persidangannya sehingga semua berjalan transparan.

    Pemeriksaan ini mencuat ketika sebelumnya Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) melayangkan laporan ke Dewa KPK karena menduga adanya penghambatan proses hukum bagi Bobby Nasution.

    KAMI menduga bahwa Bobby terlibat dalam perkara ini. Koordinator KAMI, Yusril, menuturkan pemanggilan Bobby juga didasari atas banyaknya berita yang beredar sehingga mendesak KPK melakukan evaluasi secara internal.

    Adapun menurut Sekretaris KAMI, Usman, alasan melaporkan Rossa karena Bobby tak kunjung dipanggil oleh KPK untuk dimintai keterangan. 

    “Kalau sampai ini ditutup-tutupi, kita harus mempertanyakan. Jangan sampai ada upaya penutupan atau penghambatan terhadap proses hukum,” kata Usman.

  • Majelis Hakim Tetapkan Total Suap Putusan Lepas Kasus CPO Rp39,1 M

    Majelis Hakim Tetapkan Total Suap Putusan Lepas Kasus CPO Rp39,1 M

    Bisnis.com, JAKARTA — Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan total suap yang diterima terkait kasus dugaan suap terhadap putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada 2023-2025 sebesar Rp39,1 miliar.

    Uang tersebut diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan periode 2024-2025 Muhammad Arif Nuryanta; tiga hakim nonaktif (Djuyamto, Ali Muhtarom, dan Agam Syarief Baharuddin); serta Mantan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

    “Dengan demikian unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi,” ujar hakim anggota Andi Saputra dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor pada PN Jakpus yang dikutip dari Antara, Kamis (4/12/2025).

    Andi memerinci uang suap diterima para terdakwa dalam dua tahap, yakni Arif menerima total Rp14,73 miliar yang meliputi Rp3,44 miliar dan Rp11,29 miliar. 

    Kemudian, Wahyu menerima total Rp2,36 miliar yang terdiri atas Rp808,7 juta dan Rp1,55 miliar serta Djuyamto menerima total Rp9,21 miliar meliputi Rp1,3 miliar, Rp7,89 miliar, serta Rp24,02 juta.

    Lalu, Agam menerima uang suap sebesar Rp6,4 miliar yang terdiri atas Rp1,3 miliar dan Rp5,1 miliar serta Ali menerima sejumlah Rp6,4 miliar meliputi Rp1,3 miliar dan Rp5,1 miliar.

    Majelis Hakim berpendapat rangkaian perbuatan Djuyamto, Wahyu, Arif, Agam, dan Ali dilakukan secara terstruktur dan sistematis dengan sistem sel putus, yaitu adanya pembagian tugas secara diam-diam, yang menunjukkan telah terjadinya niat jahat atau mens rea.

    Niat jahat dimaksud, lanjut Andi, yakni dengan mengatur alur proses estafet pemberian uang dengan maksud dan tujuan apabila perbuatan itu terungkap, maka antar-sel menjadi terputus meski tidak ada kesepakatan yang diucapkan di antara kelima terdakwa.

    Dalam kasus tersebut, kelima terdakwa telah divonis terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap yang dilakukan secara bersama-sama.

    Dengan demikian, kelimanya dijatuhkan hukuman penjara, denda, dan uang pengganti. Secara perinci, Djuyamto, Ali, dan Agam masing-masing dikenakan pidana penjara selama 11 tahun; Arif selama 12 tahun dan 6 bulan; serta Wahyu selama 11 tahun dan 6 bulan.

    Kemudian, kelima terdakwa masing-masing dijatuhkan pidana denda sebanyak Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

    Sementara, uang pengganti yang dijatuhkan kepada Djuyamto sebesar Rp9,1 miliar; Ali Rp6,4 miliar; Agam Rp6,4 miliar; Arif Rp14,73 miliar; dan Wahyu Rp2,36 miliar.

    Pembayaran uang pengganti diberikan dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana selama 4 tahun penjara untuk Djuyamto, Agam, Ali, dan Wahyu serta 5 tahun penjara untuk Arif.

  • Siapa Mau? Toyota Fortuner Dilelang Mulai Rp 170 Jutaan!

    Siapa Mau? Toyota Fortuner Dilelang Mulai Rp 170 Jutaan!

    Jakarta

    Ada dua Toyota Fortuner yang bakal dilelang KPK dengan harga mulai Rp 170 jutaan. Berikut ini kondisi mobilnya.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melelang sejumlah aset negara hasil tindak pidana korupsi. Termasuk di antaranya beberapa model mobil yang bakal dilelang dengan harga limit berbeda-beda. Misalnya ada Toyota Fortuner lansiran tahun 2013 berwarna putih dengan tipe 2.5 G A/T. Mobil ini terdaftar untuk pelat nomor S 1818 RV tersedia beserta kuncinya.

    Kalau dilihat sekilas, kondisi mobil khususnya bagian eksterior masih cukup mulus. Fortuner berkelir putih ini bakal dilelang dengan harga mulai Rp 188 juta. Tak cuma itu, kalau tertarik dengan Fortuner tersebut, peserta juga harus menyiapkan uang jaminan sebesar Rp 38 juta. Unitnya bisa kamu lihat di lokasi objek lelang dengan terlebih dahulu menghubungi panitia lelang barang rampasan KPK. Tempat pelaksanaan lelang itu adalah KPKNL Sidoarjo Jalan Erlangga no.161 Sidoarjo.

    Foto: Dok.Lelang.go.id

    Selain itu, ada juga Fortuner lain yang dilelang dengan harga bukaan lebih rendah yakni Rp 173,855 juta. Namun secara tahun, Fortuner berkelir hitam dengan pelat W 1310 ND atas nama Vonny Mayasari itu lebih muda. Fortuner ini merupakan lansiran tahun 2014.

    Buat kamu yang tertarik dengan Fortuner hitam metalik ini, siapkan uang jaminan sebesar Rp 80 juta. Unitnya bisa dilihat pada pukul 10.00 WIB sampai 15.00 WIB di Rupbasan KPK Jalan Dewi Sartika no.68 Cawang Jakarta Timur. Atau kamu bisa menghubungi Jaksa KPK an Leo Manalu dengan nomor telepon 0811603665/Dedy 087883360290/ Dany 08111102839.

    Lelang akan dilaksanakan dengan sistem open bidding dengan mengakses https://lelang.go.id pada Selasa 9 Desember 2025 pukul 10.00 WIB (sesuai waktu server aplikasi lelang).

    Cara Ikut Lelang KPK

    Nah kalau kamu mau ikut lelang, berikut ini persyaratan yang harus dipenuhi:

    1. Calon peserta lelang dapat mendaftarkan diri dan mengaktifkan akun pada www.lelang.go.id
    2. Peserta lelang wajib menyetor uang jaminan yang jumlahnya harus sama dengan nilai yang ditentukan dan harus sudah efektif diterima oleh KPKNL Samarinda satu hari kalender sebelum pelaksanaan lelang. Uang jaminan lelang disetorkan ke nomor Virtual Account masing-masing peserta lelang. Nomor VA akan dikirimkan secara otomatis dari alamat domain di atas kepada masing-masing peserta lelang setelah berhasil melakukan pendaftaran dan data identitas dinyatakan vaild.
    3. Syarat dan ketentuan serta tata cara lelang dapat dilihat pada menu “Tata Cara dan Prosedur” dan “Panduan Penggunaan” pada alamat website tersebut
    4. Calon peserta lelang diwajibkan untuk mengetahui dan menyetujui segala aspek legal dari obyek yang dilelang sesuai apa adanya
    5. Pemenang lelang harus melunasi harga pembelian berikut bea lelang pembeli sebesar 3 persen dari harga lelang paling lambat lima hari kerja setelah pelaksanaan lelang, jika tidak dipenuhi maka dinyatakan batal menjadi pembeli dan wanprestasi serta uang jaminan disetorkan ke kas negara.

    (dry/din)

  • Ujian Kepercayaan Publik di Era Prabowo

    Ujian Kepercayaan Publik di Era Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – “Pemimpin yang bijak tidak hanya mematuhi hukum, tetapi juga menjaga rasa keadilan di hati rakyat, agar masyarakat tetap percaya dan negara berjalan dengan bermartabat”

    Dua keputusan penting dari Presiden Prabowo Subianto, yaitu pengampunan (abolisi) kepada Thomas Lembong dan pemulihan nama baik (rehabilitasi) kepada Ira Puspadewi, menjadi bahan diskusi publik yang hangat. Meski keduanya sah secara hukum, pertanyaan publik tidak berhenti pada legalitas, tetapi meluas ke ranah keadilan substantif dan etika kepemimpinan. 

    Dalam kasus Ira Puspadewi, mantan Direktur Utama ASDP, menjadi ilustrasi nyata kompleksitas keputusan korporasi yang bersentuhan dengan hukum pidana. Dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, beliau dinyatakan bersalah karena melampaui kewenangan dalam pembelian lahan di Lampung Selatan, meski tidak memperkaya diri atau merugikan negara.

    Keputusan bisnis tersebut diambil dalam konteks mempercepat pengembangan pelabuhan Bakauheni, yang menjadi bagian penting dari inisiatif pariwisata nasional. Sayangnya, dalam penegakan hukum, belum ada ruang yang memadai untuk membedakan antara pelanggaran administratif dan niat jahat (mens rea) dalam praktek manajerial BUMN.

    Oleh karena itu, rehabilitasi terhadap Ira dapat dimaknai sebagai koreksi atas tumpang tindih antara ruang sistem manajemen dan pendekatan hukum pidana yang masih kaku. Hal ini menjadi pelajaran bahwa hukum harus lebih adaptif dalam menilai keputusan bisnis yang bersifat strategik.

    Sementara itu, abolisi untuk Tom Lembong diberikan melalui Kepres No. 18/2025, dengan alasan kontribusinya sebagai tokoh reformasi ekonomi yang dinilai tidak terbukti merugikan negara, serta memiliki integritas pribadi tinggi. Pemerintah menyampaikan bahwa keputusan ini adalah bagian dari semangat rekonsiliasi nasional menjelang Hari Kemerdekaan.

    Abolisi ini bukan hanya langkah administratif, tetapi memiliki muatan simbolik bahwa negara menghargai integritas pribadi dan kontribusi profesional seseorang. Namun, pemaknaan tersebut hanya bisa diterima secara luas apabila disertasi dengan komunikasi publik yang transparan.

    Dalam demokrasi yang sehat, legalitas saja tidak cukup menjadi satu-satunya dasar kebijakan. Rakyat ingin mendengar narasi etika, nilai, dan tanggungjawab moral di balik setiap keputusan yang menyangkut kepercayaan publik.

    Nonaka dan Takeuchi dalam The Wise Leader menyebutkan bahwa kepemimpinan bijak mengandalkan phronesis atau kebijaksanaan praktis, yaitu kemampuan memadukan pengetahuan, intuisi, dan nilai moral untuk mengambil keputusan yang tepat dan adil dalam konteks tertentu, keputusan yang tidak hanya benar secara hukum, tetapi juga adil secara sosial.

    Jika keputusan Presiden dimaksudkan untuk memperbaiki sistem dan melindungi profesional yang tidak bersalah, maka penting untuk mengkomunikasikan alasan tersebut secara jujur dan terbuka. Hanya dengan itulah kepercayaan masyarakat dapat dibangun secara tulus.

    Sebaliknya, jika narasi yang disampaikan tidak kuat, maka masyarakat dapat kehilangan kepercayaan dan menilai keputusan ini sebagai bentuk ketidakadilan. Dalam masyarakat demokratis, persepsi ketimpangan lebih mudah menyebar ketimbang klarifikasi prosedural.

    Frei dan Morriss dalam Begin with Trust mengingatkan bahwa kepercayaan lahir dari logika yang masuk akal, empati kepada rakyat, dan ketulusan pemimpin. Ketiganya harus hadir dalam setiap keputusan penting yang menyangkut keadilan dan integritas negara.

    Dalam ajaran Islam, prinsip keadilan menjadi pijakan utama bagi pemimpin. QS. An-Nisa: 58 mengingatkan bahwa amanat harus diberikan kepada yang berhak, dan hukum harus ditegakkan secara adil. Ayat ini mengingatkan bahwa pemimpin tidak hanya bertanggungjawab secara administratif, tetapi juga secara moral dan spiritual kepada rakyat dan Tuhan..

    Oleh karena itu, dua keputusan ini semestinya menjadi tidak berhenti sebagai respons terhadap kasus individu. Ini harus dijadikan titik tolak untuk mereformasi tata kelola hukum dan manajemen korporasi negara yang selama ini belum sepenuhnya sinkron.

    Langkah strategis yang perlu diambil ke depan melibatkan berbagai pihak. Kementerian BUMN dan Kementerian Hukum dan HAM dapat menyusun pedoman yang lebih rinci dalam membedakan kesalahan administratif dan pelanggaran hukum pidana di lingkungan BUMN.

    Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial juga perlu memperkuat pemahaman hakim terhadap konteks bisnis agar vonis tidak hanya berdasarkan tafsir hukum yang rigid, tetapi juga mempertimbangkan dampak strategis dan risiko manajerial. Hal ini penting agar keadilan tidak hanya ditegakkan, tetapi juga dirasakan.

    Bagi para profesional BUMN, penting untuk membangun budaya integritas, akuntabilitas, dan pencatatan keputusan yang baik sebagai bentuk mitigasi risiko hukum. Pemerintah juga perlu menyusun program pelatihan tata kelola risiko untuk memperkuat kapasitas kepemimpinan di sektor publik.

    Presiden Prabowo dan jajaran eksekutif dapat menunjukkan bahwa kebijakan ini bukan sekedar pengampunan, melainkan bagian dari langkah awal menuju sistem hukum dan birokrasi yang lebih manusiawi. Inisiatif untuk merevisi UU Tindak Pidana Korupsi dan UU Administrasi Pemerintahan dapat menjadi bukti nyata dari komitmen reformasi.

    Sejarah tidak hanya mencatat siapa yang dibebaskan, tetapi juga pesan moral dan struktur keadilan baru yang dibangun dari keputusan tersebut. Pemimpin yang bijak menggunakan momen kontroversial untuk memicu perbaikan jangka panjang, bukan hanya memenangkan riuh sesaat.

    Indonesia kini berada di titik penting untuk menata ulang sistem penegakan hukum dan manajemen BUMN yang lebih berimbang dan adaptif. Oleh karena itu, kepemimpinan di era mendatang tidak hanya kuat secara politik, tetapi juga wajib berpijak pada keberanian etis, kejernihan nalar politik, dan kemampuan membangun legitimasi berbasis integritas serta transparansi sebagai fondasi utama kepercayaan jangka panjang dalam negara demokratis.

  • RK Ngaku Tak Tahu Kasus Pengadaan Iklan, Begini Respons KPK

    RK Ngaku Tak Tahu Kasus Pengadaan Iklan, Begini Respons KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempermasalahkan terkait bantahan Ridwan Kamil yang mengaku tidak mengetahui kasus pengadaan iklan Bank BJB 2021-2023.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa itu adalah hak dan opini setiap orang. Hanya saja, penyidik KPK tidak mengacu pada satu sumber.

    Sebab, penyidik telah menghimpun berbagai informasi melalui pemeriksaan para saksi maupun sumber-sumber lainnya seperti dokumen dan barang bukti elektronik yang telah disita KPK.

    “Tentunya dalam perkara ini KPK tidak hanya melakukan pemeriksaan terhadap satu orang saksi saja, yaitu Pak RK saja. Tapi penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lainnya,” kata Budi, Selasa (2/12/2025) malam.

    Budi mengatakan bahwa tim telah menganalisis serta menelaah setiap dokumen dan barang bukti elektronik. Menurutnya, banyak informasi yang didapat dari analisis tersebut untuk mendukung proses penyidikan perkara ini.

    Dia juga merespons pernyataan RK yang menyebut bahwa perkara bukan ranah dirinya sebagai Gubernur. Menurut Budi, terdapat salah satu saksi yang menyampaikan laporan dari BJB ke Kepala Daerah terkait perkara ini. 

    “Sehingga tentu penyidik juga akan melihat ya bukti-bukti atau fakta lain yang disampaikan oleh saksi maupun dokumen dan barang bukti elektronik yang sudah dianalisis,” tutur Budi.

    Sebelumnya, usai diperiksa KPK selama 6 jam pada Selasa (2/12/2025), RK mengaku tidak mengetahui perkara dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB karena menurutnya saat itu dirinya menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat dan perihal permasalahan berada di ruang lingkup perusahaan.

    “Saya itu tidak mengetahui apa yang namanya menjadi perkara dana iklan ini karena dalam tupoksi gubernur, aksi korporasi dari BUMD ini itu adalah dilakukan oleh teknis mereka sendiri,” katanya, Selasa (2/12/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

    Gubernur, kata RK, hanya mengetahui aksi korporasi BUMD jika dilaporkan oleh satu direksi, dua komisaris selaku pengawas, dan tiga kepala biro BUMD.

    “Makanya kalau ditanya saya mengetahui, saya tidak tahu. apalagi terlibat, menikmati hasilnya, dan lain sebagainya,” tuturnya.

    Dalam perkara ini, negara diprediksi merugi hingga Rp222 miliar. Di sisi lain, dalam praktiknya, BJB menyalurkan dana iklan sekitar Rp409 miliar melalui enam agensi periklanan: PT CKMB Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.

    KPK telah menetapkan 5 tersangka, yakni; Yuddy Renaldi (YR), Direktur Utama Bank BJB; Widi Hartoto (WH), Pejabat Pembuat Komitmen sekaligus Kepala Divisi Corporate Secretary Bank BJB; Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri;

    Suhendrik (S), pengendali BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspres; Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali Cipta Karya Sukses Bersama dan Cipta Karya Mandiri Bersama.

    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

  • Istri Legislator DPRD NTB Dicecar Pertanyaan Terkait Dua Tersangka Korupsi Dana ‘Siluman’

    Istri Legislator DPRD NTB Dicecar Pertanyaan Terkait Dua Tersangka Korupsi Dana ‘Siluman’

    Liputan6.com, Jakarta Nurhidayah, istri Indra Jaya Usman (IJU) legislator dari Partai Demokrat tersangka kasus korupsi dana siluman DPRD NTB, membantah keterlibatan sebagai pengepul aliran uang.

    Kuasa Hukum Nurhidayah, Abdul Majid mengatakan, pemeriksaan terhadap Nurhidayah bukan soal aliran uang yang dibagikan suaminya.

    “Kami dampingi beliau (Nurhidayah) ke penyidik kejaksaan hanya untuk mengkonformasi pertanyaan lanjutan yang sudah ditanyakan pada pemeriksaan beberapa waktu lalu, yaitu apakah mengenal dua tersangka lainnya, itu saja,” ujar Majid, Selasa (2/12).

    Saat ditanya, apakah Nurhidayah mengetahui soal pembagian uang yang dilakukan oleh suaminya. Majid, tegas membantah. Menurutnya, Nurhidayah tidak pernah mencampuri urusan suaminya meskipun mereka satu ranjang.

    “Intinya Bu Nurhidayah tidak tahu sama sekali soal aliran uang yang dibagi oleh suaminya. meskipun mereka satu rumah,” ujar Majid.

    Untuk itu, Majid meminta agar publik tidak terlalu membesar-besarkan soal dugaan keterlibatan Nurhidayah di kasus ‘Dana Siluman’ ini.

    “Ini adalah upaya klarifikasi dari kami agar tidak membias,” tutup Abdul Majid.

    Untuk diketahui, Kejaksaan Tinggi NTB telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi DPRD NTB. Mereka adalah Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, dan dua anggota DPRD lainnya yakni, Indra Jaya Usman (IJU) dan Muhammad Nashib Ikroman alias Acip.

    Penyidik menahan ketiganya di dua Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang berbeda selama 20 hari. Indra Jaya Usman dan Hamdan Kasim di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat. Sementara itu, Muhammad Nashib Ikroman di Rutan Lombok Tengah.

    Terhadap ketiganya, penyidik Kejati NTB menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

    Untuk diketahui, sejak awal bergulirnya penanganan kasus dugaan korupsi ini, Tim Pidsus Kejati NTB telah memeriksa sedikitnya 50 saksi. Mereka berasal dari kalangan anggota DPRD NTB dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dan pihak kontraktor yang diduga sebagai pengepul uang.

    Penyidik juga telah menyita barang bukti uang senilai Rp 2 miliar lebih dari 15 orang anggota DPRD NTB. Uang miliaran rupiah tersebut dibagikan oleh para tersangka kepada rekan-rekan anggota dewan lainnya dengan variasi 150-300 juta rupiah per anggota.

    Setelah penetapan tersangka, penyidik kini tengah memeriksa puluhan anggota DPRD NTB lainnya untuk dimintai keterangan.

  • Fakta-fakta Pemeriksaan Ridwan Kamil di KPK, Babak Baru Kasus Korupsi Pengadaan Iklan?

    Fakta-fakta Pemeriksaan Ridwan Kamil di KPK, Babak Baru Kasus Korupsi Pengadaan Iklan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil akhirnya memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (2/12/2025).

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan pemanggilan Ridwan Kamil dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Jawa Barat pada saat dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB.

    “Benar, kami konfirmasi bahwa hari ini penyidik menjadwalkan pemanggilan kepada RK, dalam kapasitas sebagai Gubernur Jawa Barat pada saat tempus perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan iklan di BJB,” kata Budi, Selasa (2/12/2025).

    Ridwan Kamil memenuhi panggilan KPK untuk didalami terkait dugaan korupsi pengadaan iklan.

    Dari pantauan Bisnis di lokasi, mantan Gubernur Jawa Barat itu tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pukul 10.40 WIB, Selasa (2/12/2025). Dia tampak ditemani oleh pengacara.

    RK mengatakan kedatangannya hari ini untuk menjaga transparansi dan memberikan klarifikasi terkait kasus yang terjadi saat dirinya menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat.

    “Ya intinya saya hari ini memberikan rasa penghormatan tertinggi untuk supremasi hukum, makanya saya datang dalam rangka transparansi juga memberikan kewajiban akuntabilitas sebagai mantan pejabat publik,” katanya kepada jurnalis.

    Dia mengatakan klarifikasi ini sekaligus mencegah persepsi yang tidak bertanggungjawab sehingga dapat merugikan. Dia menyampaikan siap mendukung KPK untuk memberikan berbagai informasi terkait perkara tersebut.

    “Mudah-mudahan setelah klarifikasi nanti saya sampaikan ke media juga kurang lebihnya seperti apa. tapi intinya saya siap dan mendukung kpk memberikan informasi seluas-luasnya terkait apa yang menjadi perkara di BJB,” jelasnya.

    Ridwan Kamil menjalani pemeriksaan para penyidik KPK selama 6 jam. Dalam pemeriksaan itu, Ridwan Kamil ditanya berbagai macam hal, termasuk jual-beli mobil Mercedes Benz dengan Ilham Habibie.

    Ridwan Kamil menjelaskan, pembelian mobil tersebut menggunakan dana pribadi.

    “Maka semua yang pernah ramai itu adalah dana pribadi. Dana pribadi sendiri, jadi tidak ada hubungan dengan perkara yang dimaksud, kira-kira gitu,” katanya.

    Begitupun terkait motor Royal Enfield 500 Classic Limited Edition yang disita dari kediamannya di Bandung. Perlu diketahui, KPK sempat memanggil Ilham Habibie untuk dimintai keterangan.

    KPK turut menyita uang Rp1,3 miliar yang berasal dari pembelian mobil Mercy. KPK menduga Ridwan Kamil membeli aset tersebut menggunakan dana dari hasil korupsi.

  • Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Desember 2025

    Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO Nasional 3 Desember 2025

    Hari Ini, Muhammad Arif Nuryanta hingga Djuyamto Hadapi Vonis Suap Vonis Lepas CPO
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan Hakim nonaktif Djuyamto akan menghadapi sidang putusan untuk kasus dugaan suap penanganan perkara terkait pemberian vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi
    crude palm oil
    (CPO), pada Rabu (3/12/2025).
    Panitera muda perdata PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, dan dua hakim lainnya, Agam Syarif Baharudin serta Ali Muhtarom, juga akan mendengarkan pembacaan vonis pada sidang yang sama.
    “Jadwal sidang untuk Rabu (3/12/2025) yaitu perkara migor (minyak goreng) dengan agenda sidang pembacaan putusan untuk terdakwa Muhammad Arif Nuryanta, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan,” ujar Juru Bicara PN Jakpus, Sunoto, saat dikonfirmasi, pada Selasa (2/12/2025).
    Dalam sidang tanggal Rabu (29/10/2025), Jaksa Penuntut Umum telah menuntut kelima terdakwa ini dengan mempertimbangkan peran dan tanggung jawab mereka pada kasus ini.
    Muhammad Arif Nuryanta, yang dulu pernah menjabat Wakil Ketua PN Jakpus, dituntut 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Tuntutan untuk Arif menjadi yang paling berat karena ia dinilai punya peran sentral.
    Mulai dari menawar angka suap kepada pihak pemberi, yaitu pengacara korporasi CPO, Ariyanto Bakri, hingga mempengaruhi dan membagikan uang suap kepada Djuyamto, Agam, serta Ali.
    Arif sendiri diduga menerima uang suap senilai Rp 15,7 miliar.
    Untuk itu, jaksa menuntutnya untuk membayar uang pengganti sesuai angka yang diterima.
    Jika denda uang pengganti ini tidak dibayarkan, jaksa menuntut agar Arif dikenakan pidana tambahan 5 tahun penjara.
    Kemudian, Wahyu Gunawan dituntut 12 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan.
    Ia diyakini telah menjembatani pihak korporasi dengan pihak pengadilan.
    Wahyu diketahui lebih dahulu mengenal Ariyanto sebelum kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO bergulir.
    Kemudian, saat kasus ini masuk ke PN Jakpus, Wahyu diminta Ariyanto untuk menghubungkan ke petinggi di pengadilan.
    Kebetulan, Wahyu juga mengenal dan cukup dekat dengan Muhammad Arif Nuryanta.
    Wahyu pun mempertemukan Ariyanto dan Arif Nuryanta sehingga proses suap terjadi.
    Ia ikut menerima uang suap senilai Rp 2,4 miliar.
    Jaksa menuntut uang ini dikembalikan ke negara atau Wahyu diancam pidana tambahan kurungan 6 tahun penjara.
    Adapun, majelis hakim yang mengadili perkara CPO, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Mereka juga dituntut untuk membayar uang pengganti sesuai jumlah suap yang diterimanya.
    Djuyamto selaku ketua majelis hakim dituntut membayar uang pengganti senilai Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara.
    Sementara, dua hakim anggotanya, Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom, masing-masing dituntut untuk membayar uang pengganti Rp 6,2 miliar subsider 5 tahun penjara.
    Jika dijumlahkan, kelima terdakwa menerima uang suap senilai Rp 40 miliar untuk memberikan vonis lepas kepada Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
    Tindakan mereka ini diyakini telah melanggar Pasal 6 Ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Dalam pleidoi hingga duplik, kelima terdakwa secara bergantian mengakui kesalahan dengan cara masing-masing.
    Misalnya, Arif Nuryanta yang terang-terangan mengaku bersalah dan menyesal telah menerima suap.
    “Saya sadar bahwa apa yang saya lakukan tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Dan, saya mengaku bersalah dan sangat menyesal,” ujar Arif, saat membacakan pleidoi pribadinya dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/11/2025).
    Ia terus meminta maaf karena telah mencoreng nama baik Mahkamah Agung dan citra penegak hukum yang seharusnya menjaga keadilan.
    Sementara, Ali Muhtarom justru menyatakan dirinya sudah ikhlas menerima apapun hukuman yang akan dijatuhkan padanya.
    “Terhadap ujian atau cobaan ini, saya menerimanya dengan ikhlas. Saya mohon maaf ke Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, masyarakat Indonesia, dan keluarga saya terkait dengan peristiwa ini,” ujar Ali, dalam sidang.
    Sama seperti Arif, Ali juga sempat meminta maaf kepada lembaga yang menaunginya.
    Pernyataan serupa juga disampaikan oleh tiga terdakwa lainnya sembari meminta agar majelis hakim yang akan mengadili mereka, Effendi, Adek Nurhadi, dan Andi Saputra, untuk menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.
    Wahyu, terdakwa paling muda dalam kasus ini, meminta agar Effendi dkk bisa berbelas kasihan padanya.
    Ia menyinggung anak-anaknya yang masih kecil dan butuh sosok ayah dalam tumbuh kembang mereka.
    “Kiranya yang mulia dapat menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya kepada saya agar saya dapat memiliki kesempatan untuk memperbaiki diri, menata kembali kehidupan, dan membesarkan anak-anak saya dengan baik,” ucap Wahyu, dengan suara bergetar dalam sidang pembacaan pleidoi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.