Polresta Jambi Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Pengadaan Bahan Kimia PDAM
Tim Redaksi
JAMBI, KOMPAS.com
– Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Satuan Reserse Kriminal Polresta Jambi menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan
korupsi pengadaan bahan kimia
di Perumda Air Minum
PDAM Tirta Mayang
Kota Jambi.
Ketiga tersangka berinisial MK, HF, dan RW. Mereka diduga terlibat dalam korupsi pengadaan bahan kimia
sucolite LA24HZ
untuk periode tahun 2021 hingga 2023.
“Ya, kita tetapkan tiga orang tersangka,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Jambi
Kompol Hendra Manurung
saat dikonfirmasi
Kompas.com
melalui pesan singkat, Senin (28/7/2025).
Namun, Hendra belum merinci nilai kerugian negara akibat perkara ini.
“Nanti kita update lagi perkembangannya ya,” ujarnya.
Ia juga tidak menjelaskan secara detail peran masing-masing tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi tersebut.
Kasus ini mencuat setelah kepolisian menerima pengaduan masyarakat mengenai dugaan penyelewengan anggaran dalam
pengadaan barang dan jasa
di PDAM Tirta Mayang pada tahun 2024.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2024/04/03/660cf5344d0f8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Polresta Jambi Tetapkan 3 Tersangka Korupsi Pengadaan Bahan Kimia PDAM Regional 28 Juli 2025
-

Jaksa KPK Hadirkan 9 Saksi di Sidang Korupsi Investasi Taspen Rp1 Triliun
Bisnis.com, JAKARTA — Tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan 9 saksi di sidang lanjutan perkara korupsi pada pengelolaan investasi PT Taspen (Persero), Senin (28/7/2025).
Sidang tersebut digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Pada persidangan tersebut, tim JPU mendakwa mantan Direktur Utama Taspen Antonius Kosasih dan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM) Ekiawan Heri melakukan tindak pidana korupsi sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1 triliun.
“Jadwal sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan dari para saksi yang dihadirkan oleh JPU, yakni sejumlah 9 (sembilan) orang,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Senin (28/7/2025).
Budi menyebut sembilan orang saksi yang dihadirkan di persidangan itu berperan penting untuk menjelaskan dan mengungkap fakta-fakta terkait dengan perkara, serta menguatkan alat bukti yang telah diperoleh penyidik.
Kemudian, nantinya JPU akan berupaya meyakinkan Majelis Hakim di persidangan bahwa kedua terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan.
“JPU berupaya untuk meyakinkan hakim bahwa benar-benar peristiwa tindak pidana korupsi telah terjadi dan benar pula, para terdakwa lah pelaku atas peristiwa tindak pidana korupsi tersebut,” terang Budi.
Sebelumnya, dakwaan JPU dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025). Tim JPU KPK juga membacakan dakwaan kepada mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.
JPU menyebut perbuatan melawan hukum dalam kegiatan investasi Taspen menyebabkan negara mengalami kerugian Rp1 triliun pada BUMN tersebut.
“Perbuatan melawan hukum terdakwa [Antonius] bersama Ekiawan Heri Primaryanto telah menyebabkan kerugian keuangan negara pada PT Taspen Rp1 triliun,” ujar JPU pada persidangan tersebut, Selasa (27/5/2025).
Atas perbuatannya, Antonius dan Ekiawan didakwa melanggar pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Keduanya juga didakwa melanggar pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
-

4 Terdakwa Kasus Suap DPRD OKU Dipindah ke Rutan Palembang Jelang Sidang
Jakarta –
KPK memindahkan penahanan empat terdakwa kasus dugaan suap persetujuan dana pokok-pokok pikiran (Pokir) di DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Pemindahan dilakukan menjelang sidang di Pengadilan Tipikor Palembang.
“Tim jaksa penutut umum dengan pengawalan dari Pengamanan Internal KPK, ditambah dengan dukungan personel Brimob Kepolisian Daerah Sumatera Selatan telah selesai melaksanakan pemindahan tempat penahanan untuk empat orang terdakwa dalam perkara suap persetujuan dana pokir di DPRD Kabupaten OKU,” kata Jaksa KPK Rakhmad Irwan kepada wartawan, Senin (28/7/2025).
Dia mengatakan pemindahan ditujukan untuk mempermudah proses persidangan. Dia belum menjelaskan detail kapan sidang dimulai.
“Pemindahan ini dalam rangka persiapan persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang,” ujarnya.
Empat terdakwa yang dipindah ialah Nopriansyah, M Fahruddin, Umi Hartati dan Ferlan. Dia menyebut Nopriansyah, M Fahruddin, dan Ferlan dititipkan di Rutan Kelas I Palembang (Rajolembang), sementara Umi ditahan di Lapas Perempuan Palembang.
Sebagai informasi, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan pemotongan anggaran pada proyek di Dinas PUPR OKU. Para tersangka terdiri atas anggota DPRD OKU, Kepala Dinas PUPR OKU dan pihak swasta. Berikut ini rinciannya:
1. Ferlan Juliansyah (FJ) selaku anggota Komisi III DPRD OKU
2. M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU
3. Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU
4. Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU
5. M Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku swasta
6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku swasta.“Menjelang Idul Fitri, pihak DPRD, yang diwakili oleh Saudara FJ (Ferlan Juliansyah), yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian Saudara MFR (M Fahrudin), kemudian Saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada Saudara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh Saudara NOP akan diberikan sebelum Hari Raya Idul Fitri,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3).
Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan kepada anggota DPRD OKU. Pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka itu. KPK mengamankan uang Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner dari OTT itu.
(haf/haf)
-

Akankah RUU KUHAP Bakal Amputasi Kewenangan KPK?
Bisnis.com, JAKARTA — Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) waswas lantaran minimnya keterlibatan lembaga itu dalam pembahasannya.
Ada beberapa pasal yang dikhawatirkan bakal mengamputasi kewenangan hingga upaya pemberantasan korupsi oleh komisi antirasuah.
KPK, selaku salah satu penegak hukum yang berwenang menindak tindak pidana korupsi, selama ini menjalankan upaya penindakan berdasarkan prinsip lex specialis. Ada kekhususan yang menaungi kelembagaan KPK dalam memberantas korupsi.
Merujuk pada UU No.19/2019 tentang KPK, lembaga yang lahir dari rahim reformasi itu berwenang untuk melakukan pencegahan, penindakan serta mengoordinasi maupun mensupervisi penindakan tindak pidana korupsi oleh penegak hukum lain. Dalam hal ini, Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kendati tetap berlandaskan KUHAP, lembaga yang lahir dari rahim reformasi itu memiliki independensi khusus. Setidaknya sebelum revisi UU KPK pada 2019 lalu yang menyatakan lembaga tersebut menjadi rumpun eksekutif.
Adapun dengan adanya proses revisi KUHAP, berbagai pihak termasuk KPK secara langsung blakblakan menyatakan amandemen itu berpeluang memangkas kewenangan KPK dalam memberantas korupsi. Khususnya, di bidang penindakan.
Masalahnya, sebagai salah satu penegak hukum, komisi antirasuah pun telah mengakui tidak adanya keterlibatan mereka sejak awal dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Bahkan, masukan KPK pun tidak dimintakan hingga proses pembahasan sudah mencapai tingkat Panja DPR saat ini.
“Setahu saya sampai dengan hari-hari terakhir memang KPK tidak dilibatkan,” ungkap Ketua KPK Setyo Budiyanto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
Demo penolak RUU KPK tahun 2019 lalu./JIBI
Setyo pun menyampaikan harapannya agar proses amandemen KUHAP pertama sejak 1981 itu bisa dilakukan secara terbuka, transparan dan melibatkan partisipasi berbagai pihak.
Menurut Purnawirawan Polri bintang tiga itu, KPK mengundang sejumlah pakar hukum untuk mengidentifikasi berbagai pasal yang dinilai bisa mengurangi kewenangan-kewenangan tugas dan fungsi lembaganya.
Namun, Ketua KPK jilid VI itu mengaku DIM yang saat ini terus berubah-ubah. Adapun, garis besar yang ingin disoroti olehnya adalah terkait dengan potensi berkurangnya kewenangan KPK dalam melakukan upaya paksa. Baik itu soal pencegahan ke luar negeri hingga penyadapan.
“Upaya paksa ini jangan sampai kemudian ini harus berkurang atau mungkin harus dikoordinir oleh pihak-pihak lain gitu,” terang Setyo.
Oleh sebab itu, Setyo berharap agar dalam draf revisi KUHAP bakal ditambah klausul pengecualian pada Pasal 329 RUU KUHAP. Dia juga berharap agar Panja memasukkan blanket clause dalam ketentuan penutup agar keberlakuan UU sektoral, termasuk UU KPK, tetap terjamin.
“Jangan sampai nanti kayak kami berharap khususnya kepada Panja, kemudian kepada pemerintah, antara batang tubuh dengan ketentuan peralihan ini enggak sinkron. Batang tubuhnya mengatur tapi kemudian ketentuan peralihannya menyebutkan disesuaikan. Nah, kalau seperti ini tentu nanti akan menimbulkan sesuatu yang bias, tidak ada sebuah kepastian,” papar pria yang juga mantan Irjen Kementerian Pertanian (Kementan) itu.
KPK juga telah mengupayakan agar bisa beraudiensi dengan pihak pemerintah maupun DPR pada Panja RUU KUHAP. Bahkan, lembaga itu sudah mengirimkan surat permintaan audiensi dengan tembusan ke Presiden Prabowo Subianto serta Ketua DPR Puan Maharani.
“Karena kami tidak tahu yang berkembang itu seperti apa sampai dengan saat ini. Termasuk juga kami menyampaikan surat audiensi dan usulan tersebut kepada Presiden, cc Menteri Hukum,” ujar Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Imam Akbar Wahyu Nuryamto pada suatu diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Ada 17 Poin Krusial
Adapun KPK telah menyusun kajian yang hasilnya menemukan 17 poin pada RUU KUHAP berpotensi memengaruhi kewenangan pemberantasan korupsi oleh komisi antirasuah. Kajian itu dilakukan bersama dengan ahli hukum pidana yang juga diminta Panja baik dari sisi DPR maupun pemerintah. Salah satunya adalah Dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia (UI) Febby Mutiaran Nelson.
Secara garis besar, KPK menilai rancangan amandemen KUHAP telah mengakui azas kekhususan atau lex specialis dari KPK. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam menyinkronkan KUHAP serta hukum acara pemberantasan korupsi yang juga diatur dalam UU No.19/2019 tentang KPK.
“Karena di satu sisi politik hukum KUHAP itu sudah mengakui, sudah mengakomodir konsep lex specialis-nya, tindak pidana korupsi bersama tindak-tindak khusus lainnya. Maka sudah seharusnya KUHAP menggendong semangat yang sama,” terang Imam.
Beberapa pasal yang disoroti oleh KPK, terang Imam, adalah pasal 327, 329 dan 330 pada KUHAP saat ini atau UU No.8/1981. Misalnya, di pasal 329 dan 330, terlihat adanya potensi pertentangan antara UU KPK dan KUHAP. Sehingga, ini bisa menggerus asas lex specialis KPK.
Pasal 329 berbunyi: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kewenangan PPNS dan Penyidik Tertentu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”
Sementara itu, pasal 330 berbunyi: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Upaya Paksa dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”
Bagi Imam, pasal-pasal yang bertentangan itu menjadi pintu masuk bagi tersangka dugaan korupsi KPK maupun terdakwa sehingga bisa lepas dari jerat penegakan hukum.
“Itu yang kami khawatirkan, maka sebelum terlanjur kami harap ada sinkronisasi yang kemudian menjamin bisa tidak hanya menjamin keadilan bagi pelaku, tapi juga keadilan bagi korban, karena tindak pidana korupsi itu pelakunya bisa dikatakan bukan warga biasa, punya akses terhadap kekayaan dan punya akses terhadap kekuasaan,” tuturnya.
Tidak hanya itu, dia lalu mencontohkan pasal 20 di mana mengatur bahwa penyelidikan harus dikoordinasikan, diawasi dan diberi petunjuk oleh Polri. Ini berpeluang menjadikan kewenangan penyelidikan KPK tidak independen.
“Nah tentu ini menjadi pertanyaan dan tantangan, apakah memang ini yang diharapkan oleh perumus undang-undang?,” terangnya.
Masih terkait dengan penyelidikan, pasal di revisi KUHAP mengatur bahwa pencarian peristiwa pidana untuk penetapan tersangka dilakukan di tingkat penyidikan. Padahal, selama ini penyelidik KPK sudah berwenang mencari peristiwa pidana. Oleh sebab itu, kasus-kasus di KPK yang sudah naik ke tahap penyidikan umumnya sudah memiliki tersangka.
Lebih jauh lagi, KPK turut mengkhawatirkan butir pasal 7 dan 8 KUHAP yang mengatur bahwa penyerahan perkara atau pelimpahan tahap 2 harus melalui Polri. Padahal, selama ini KPK memiliki kewenangan untuk penyelidikan, penyidikan serta penuntutan secara independen tanpa tergantung dengan lembaga lain.
Bahkan, lembaga antirasuah pun turut mengidentifikasi potensi mengurangnya kewenangan dalam penuntutan. Pada rancangan amandemen KUHAP, wewenangan penuntutan harus dilakukan ke Kejaksaan.
“Penuntutan KPK diberikan undang-undang berdasarkan pasal 6 huruf F juncto pasal 51. Pada intinya adalah penuntut itu diangkat oleh pimpinan [KPK]. Artinya tidak diperlukan kuasa dari instansi lain,” paparnya.
Secara lengkap, berikut 17 poin yang diidentifikasi oleh KPK:
1. Keberlakuan UU KPK yang mengatur kewenangan penyelidik dan penyidik serta hukum acara yang bersifat khusus berpotensi dimaknai bertentangan dengan RUU HAP dengan adanya Pasal 329 dan Pasal 330 RUU HAP
2. Keberlanjutan penanganan perkara KPK hanya dapat diselesaikan berdasarkan UU No.8/1981 tentang KUHAP;
3. Keberadaan penyelidik KPK tidak diakomodasi dalam RUU KUHAP, penyelidik hanya berasal dari Polri dan penyelidik diawasi oleh Penyidik Polri;4. Penyelidikan hanya mencari dan menemukan peristiwa tindak pidana sedangkan penyelidikan KPK saat ini memiliki wewenang untuk menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti;
5. Keterangan saksi yang diakui sebagai alat bukti hanya yang diperoleh di tahap penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan;
6. Penetapan tersangka ditentukan setelah Penyidik mengumpulkan dan memperoleh dua alat bukti;7. Penghentian penyidikan wajib melibatkan Penyidik Polri;
8. Penyerahan berkas perkara ke penuntut umum melalui Penyidik Polri;
9. Penggeledahan terhadap tersangka dan didampingi Penyidik dari daerah hukum tempat penggeledahan tersebut;
10. Penyitaan dengan permohonan izin Ketua Pengadilan Negeri;
11. Penyadapan termasuk upaya paksa, hanya dilakukan pada tahap penyidikan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri, serta tidak ada definisi penyadapan yang sah (lawful interception);
12. Larangan bepergian ke luar wilayah indonesia termasuk upaya paksa dan hanya terhadap tersangka;
13. Pokok perkara tindak pidana korupsi tidak dapat disidangkan selama proses praperadilan;
14. Kewenangan KPK dalam perkara koneksitas tidak diakomodasi
15. Perlindungan saksi hanya dilakukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK);
16. Penuntutan di luar daerah hukum dengan pengangkatan sementara Jaksa Agung
17. Penuntut umum hanya dari Kejaksaan atau lembaga sesuai UU.
-

Kejagung Panggil 6 Perusahaan Soal Kasus Beras Oplosan, dari Wilmar hingga Food Station
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) bakal memeriksa enam perusahaan terkait dengan kasus dugaan pelanggaran mutu dan harga beras berdasarkan standar pemerintah.
Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna mengatakan enam produsen beras itu bakal diperiksa oleh Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (Satgasus P3TPK).
“Hari ini terjadwal 6 PT akan diperiksa Tim satgasus P3TPK gedung Bundar,” ujar Anang di Kejagung, Senin (28/7/2025).
Namun, Anang tidak mengungkap apakah enam korporasi ini terkonfirmasi hadir atau tidak. Dia hanya menyatakan agar seluruh pihak menunggu kehadiran enam produsen beras tersebut pada pengusutan dugaan beras oplosan ini.
“Kita tunggu saja apa hadir tidaknya mereka ya hari ini,” pungkasnya.
Sekadar informasi, enam produsen beras yang dipanggil yaitu PT Wilmar Padi Indonesia, PT Food Station, PT Belitang Panen Raya, dan PT Unifood Candi Indonesia.
Selanjutnya, PT Subur Jaya Indotama, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa). Adapun, korps Adhyaksa menyatakan bahwa kasus ini baru mencapai tahapan penyelidikan.
-

KPK Respons PDIP, Tegaskan Masih Cari Harun Masiku di Dalam dan Luar Negeri
Jakarta –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat yang meminta Harun Masiku ditangkap jika kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 ingin adil. KPK mengatakan masih mencari keberadaan buron Harun Masiku (HM).
“Tentunya, KPK masih terus melakukan pencairan DPO Tersangka HM,” kata Jubir KPK, Budi Prasetyo, saat dihubungi, Senin (27/7/2025).
Budi menuturkan pencarian Harun Masiku tidak hanya di dalam negeri melainkan juga luar negeri. Pencarian, kata Budi, melibatkan banyak stakeholder.
“Tidak hanya di dalam tapi juga di luar negeri, dengan melibatkan banyak stakeholder terkait, yang punya instrumen untuk membantu menemukan HM,” ujarnya.
Sebelumnya, Djarot merespons soal Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang telah divonis 3,5 tahun dalam kasus suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku. Djarot menyebut akan adil jika buron Harun Masiku juga ikut ditangkap.
“Tidak ditemukan fakta bahwa itu uang dari Sekjen, dari Mas Hasto. Kalau mau fair betul, ya tangkaplah Harun Masiku itu, jangan kemudian Mas Hasto dikorbankan. Inilah praktek dari politisasi hukum,” kata Djarot di DPP PDIP, Jakarta, Minggu (27/7/2025).
“Ini persoalan politik, dan Pak Sekjen itu adalah menjadi tahanan politik. Karena berbeda dengan penguasa, berbeda dengan raja yang tidak mau dikritik, maka dicari-carilah kesalahannya,” ujarnya.
Djarot menegaskan bahwa posisi Sekjen PDIP masih dijabat oleh Hasto. Jika nantinya ada perubahan, akan diputuskan dalam kongres nantinya.
Hasto Divonis 3,5 Tahun Penjara
Hasto Kristiyanto divonis hukuman penjara. Hakim menyatakan Hasto terbukti bersalah memberi suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.
“Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar ketua majelis hakim Rios Rahmanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7).
(dek/gbr)
-

Menkopolkam hingga BIN Harus Dalami Ijazah Jokowi
GELORA.CO – Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) Budi Gunawan hingga Badan Intelijen Negara (BIN) diminta untuk turun tangan melakukan pendalaman akibat terus berlarut-larutnya persoalan ijazah mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi yang dituduh palsu.
Menurut Koordinator Simpul Aktivis Angkatan (Siaga) 98, Hasanuddin, persoalan kejelasan ijazah Jokowi bukanlah semata aspek hukum atau kasus kriminal, melainkan sudah menjadi skandal yang melibatkan banyak pihak.
“Ini lebih banyak menimbulkan kontroversi daripada hasil hukum yang jelas dan berpotensi mendelegitimasi institusi penegak hukum dan pendidikan,” kata Hasanuddin kepada RMOL, Minggu, 27 Juli 2025.
Bahkan menurut Hasanuddin, skandal tersebut tidak semata peristiwa kriminal biasa, namun bisa jadi ada tindak pidana korupsi, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang, upaya menimbulkan keresahan publik, serta mendelegitimasi citra wajah penegakan hukum pemerintahan yang saat ini sedang berjalan.
“Oleh sebab itu, kami berharap penegak hukum lain untuk segera turun tangan melakukan penyelidikan dan monitoring proses ini, termasuk BIN dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan,” terang Hasanuddin.
Hasanuddin menilai, keterlibatan mereka bertujuan menemukan apakah ada skandal lain di luar kasus kriminal biasa tersebut, dan mencegah dan menindak jika terjadi tindak pidana lain dalam proses polemik yang berjalan.
“Yang bertujuan untuk memulihkan kepercayaan publik pada institusi penegak hukum, pendidikan, penyelenggara pemilu dan lembaga politik,” pungkas Hasanuddin.
-

Megawati Belum Putuskan Jadwal Kongres PDIP, Djarot: Tunggu Saja
Jakarta, Beritasatu.com – PDI Perjuangan (PDIP) memastikan kongres partai akan digelar tahun ini. Namun, jadwal pastinya masih menunggu keputusan dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
“Yang penting itu pada 2025 dan menurut AD/ART, yang menentukan jadwal kongres adalah ketua umum,” ujar Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat seusai menghadiri peringatan 29 tahun peristiwa kudatuli di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Minggu (27/7/2025).
Djarot mengatakan, masa jabatan kepengurusan PDIP saat ini masih berlaku hingga akhir 2025 sehingga kongres dapat digelar dalam waktu dekat, seperti Agustus, September, atau Oktober.
Terkait isu pergantian sekretaris jenderal, Djarot menegaskan, Hasto Kristiyanto masih memegang jabatan sekjen PDIP hingga saat ini. Namun, pembahasan pergantian akan dilakukan dalam kongres mendatang. “Sampai sekarang masih tetap sebagai sekjen dan belum diganti. Makanya nanti menunggu hasil kongres,” katanya.
Seperti diketahui, Hasto Kristiyanto saat ini tengah menjalani vonis 3 tahun 6 bulan penjara, terkait kasus suap pengurusan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif yang melibatkan tersangka Harun Masiku.
Majelis Hakim Tipikor menyatakan Hasto terbukti menyediakan dana suap senilai Rp 400 juta untuk diberikan kepada eks anggota KPU, Wahyu Setiawan. Hasto juga dijatuhi denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

