Kasus: Tipikor

  • Martono Penyuap Mbak Ita Dapat Keringanan Vonis karena Kembalikan Rp 2,5 Miliar
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        11 Agustus 2025

    Martono Penyuap Mbak Ita Dapat Keringanan Vonis karena Kembalikan Rp 2,5 Miliar Regional 11 Agustus 2025

    Martono Penyuap Mbak Ita Dapat Keringanan Vonis karena Kembalikan Rp 2,5 Miliar
    Tim Redaksi

    SEMARANG, KOMPAS.com
    – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara kepada Martono, terdakwa kasus korupsi proyek di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
    Hukuman ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang mencapai 5 tahun 2 bulan penjara.
    Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, mengatakan terdapat sejumlah hal yang meringankan, antara lain sikap kooperatif dan pengembalian uang ke kas daerah.
    “Terdakwa jujur dan mengakui perbuatannya. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi. Terdakwa pernah mengembalikan ke kas daerah sebesar Rp 2,5 miliar,” ujar Gatot, Senin (11/8/2025).
    Dalam perkara ini, Martono terbukti menyuap eks Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita, dan suaminya, Alwin Basri, sebesar Rp 2 miliar.
    Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen fee proyek senilai total Rp 16 miliar di 16 kecamatan di Kota Semarang.
    “Martono bersama Alwin Basri dan Hevearita Gunaryanti Rahayu telah menerima uang sebesar Rp 2,24 miliar dari koordinator lapangan proyek PL,” kata Gatot.
    Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Martono 5 tahun 2 bulan penjara. Dalam sidang 23 Juni 2025, Martono mengakui menerima fee 13 persen dari para anggota Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang saat menjabat sebagai ketua.
    Total yang diterima mencapai Rp 1,4 miliar, yang disebut sebagai dana cadangan untuk memenuhi permintaan setoran dari pejabat pemerintah.
    “Betul, 13 persen. Kita waktu itu jagani kalau nanti harus setor,” ujar Martono di persidangan.
    Kasus ini merupakan bagian dari perkara besar yang menyeret Mbak Ita dan Alwin Basri. Keduanya menghadapi tiga dakwaan dari JPU KPK, termasuk dugaan menerima gratifikasi dan suap dengan total nilai mencapai Rp 9 miliar.
    Selain Martono, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar, juga ikut didakwa dalam kasus yang sama.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kronologi Kasus Hendry Lie yang Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara Kasus Timah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 Agustus 2025

    Kronologi Kasus Hendry Lie yang Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara Kasus Timah Nasional 11 Agustus 2025

    Kronologi Kasus Hendry Lie yang Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara Kasus Timah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pendiri Sriwijaya Air, Hendry Lie, tetap dihukum pidana penjara 14 tahun meski telah menyatakan banding dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
    Hendry diyakini melakukan korupsi hingga merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp 1.000.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” tulis amar putusan yang dikutip dari SIPP PN Jakarta Pusat pada Senin (11/8/2025).
    Majelis hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI) juga menjatuhkan hukuman pidana pengganti sebesar Rp 1,05 triliun.
    “Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 1.052.577.589.599,19,” lanjut amar putusan.
    Angka Rp 1,05 triliun ini sama seperti yang didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU).
    Dalam dakwaan yang dibacakan pada 30 Januari 2025, para terdakwa dinilai memperkaya perusahaan Hendry hingga lebih dari Rp 1 triliun.
    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, JPU mengungkap bahwa Hendry Lie menggunakan PT Tinindo Internusa (TIN) untuk menjalankan akal bulusnya meraup keuntungan di kasus timah.
    PT TIN ini merupakan salah satu perusahaan smelter timah swasta.
    Hendry merupakan pemegang saham terbesar di sana.
    Untuk menjalankan aksinya, Hendry tidak bekerja sendiri.
    General Manager Operasional PT TIN, Rosalina, dan Marketing PT TIN tahun 2008-2018, Fandy Lingga, ikut dikerahkan.
    Salah satu tugas mereka adalah menyusun surat penawaran kerja sama sewa smelter dengan PT Timah Tbk.
    Selain itu, Hendry Lie juga disebut menyetujui hingga memerintahkan dua bawahannya itu mengikuti pertemuan dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra, dan eks Direktur Operasi PT Timah Tbk, Alwin Albar, di Pangkalpinang.
    Dalam pertemuan itu dibahas permintaan Riza dan koleganya agar puluhan smelter timah swasta di Babel menyerahkan lima persen kuota ekspor mereka kepada PT Timah Tbk.
    “Karena biji timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah,” ujar jaksa saat itu.
    Dalam kasus ini, Hendry juga menerima pembayaran bijih timah hingga biaya kerja sama sewa smelter yang terlalu mahal.
    Padahal, bijih timah bersumber dari penambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
    Jaksa mengungkap bahwa Hendry saat itu pernah menyetorkan sejumlah uang kepada suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai biaya pengamanan.
    Hendry disebut membayar sebesar 500-750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton timah kepada Harvey yang dalam kasus ini merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT).
    Biaya pengamanan ini dikumpulkan dari smelter swasta lainnya yang turut meneken perjanjian kerja sama sewa alat pengolahan dengan PT Timah Tbk.
    Perusahaan yang turut menyetor adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.
    Biaya pengamanan ini disetorkan dengan kedok dana CSR yang dikelola Harvey Moeis atas nama PT RBT.
    Sebelum menghadapi proses persidangan, Hendry lebih dahulu ditetapkan sebagai buronan karena tidak kunjung memenuhi panggilan penyidik yang hendak memeriksanya.
    Setelah berkali-kali dipanggil penyidik, Hendry akhirnya ditangkap pada 18 November 2024 malam.
    Saat itu, Hendry baru saja tiba di Bandara Soekarno-Hatta usai izin menetapnya di Singapura habis.
    Berdasarkan informasi dari Imigrasi, Hendry berada di Singapura sejak 25 Maret 2024.
    Saat itu, ia mengaku hendak berobat.
    Kemudian, pada 15 April 2024, ia ditetapkan sebagai salah satu tersangka.
    Proses hukum terus berjalan dan Hendry beberapa kali dipanggil untuk memberikan kesaksian.
    Namun, karena tidak kunjung mengindahkan panggilan penyidik, ia menjadi target untuk segera dipulangkan.
    Sebelum ditangkap, Hendry yang masa izin tinggalnya habis pada tanggal 27 November 2024 ini hendak masuk ke Indonesia secara diam-diam.
    Namun, usaha tersebut gagal hingga ia pun diborgol dan dikenakan rompi tahanan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eks Pejabat KONI Makassar Divonis 1,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Dana Hibah

    Eks Pejabat KONI Makassar Divonis 1,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Dana Hibah

    Liputan6.com, Jakarta- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada mantan Kepala Sekretariat KONI Makassar, Ratno Nur Suryadi, dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan dana hibah tahun anggaran 2022-2023.

    Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim Djainuddin Karanggusi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (11/8/2025). Hakim menyatakan Ratno terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.

    “Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Ratno Nur Suryadi selama 1 tahun 6 bulan,” ucap Djainuddin di ruang sidang.

    Selain hukuman badan, Ratno juga diwajibkan membayar denda Rp50 juta. Jika tidak dibayar, denda itu diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.

  • Kasus Ekspor CPO Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Hakim Djuyamto Cs ke PN Tipikor

    Kasus Ekspor CPO Segera Sidang, Kejagung Limpahkan Hakim Djuyamto Cs ke PN Tipikor

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) melimpahkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap terkait vonis lepas kasus crude palm oil (CPO) korporasi ke PN Jakarta Pusat.

    Direktur Penuntutan (Dirtut), Sutikno mengatakan kelima tersangka itu terdiri dari eks Kepala PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanto dan panitera PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan.

    Kemudian, tiga hakim non-aktif di pengadilan PN Jakarta Pusat mulai dari dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharuddin juga turut dilimpahkan hari ini.

    “Ini [lima orang tersangka] yang dilimpah hari ini,” ujar Sutikno saat dihubungi, Senin (11/8/2025).

    Setelah pelimpahan ini, tim jaksa penuntut umum (JPU) bakal segera membacakan surat dakwaan untuk nantinya pada sidang perdana di PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat.

    Sekadar informasi, kasus ini bermula saat majelis hakim yang dipimpin Djuyamto memberikan vonis lepas terhadap tiga grup korporasi yang terjerat dalam kasus korupsi ekspor CPO.

    Tiga grup atau korporasi tersebut, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas. Vonis lepas atau onslag itu telah menolak tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta agar ketiga grup korporasi dibebankan denda dan uang pengganti sekitar Rp17,7 triliun.

    Dalam hal ini, penyidik pada jaksa agung muda tindak pidana khusus (Jampidsus) Kejagung RI mengendus adanya dugaan suap atas vonis lepas tersebut, sehingga dilakukan pengusutan.

  • Sidang Banding, Pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie Tetap Dihukum 14 Tahun Pidana

    Sidang Banding, Pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie Tetap Dihukum 14 Tahun Pidana

    Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri Sriwijaya Air, Hendry Lie tetap divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar pada sidang banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

    Berdasarkan sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, majelis hakim PT Jakarta telah menjatuhkan hukuman pidana yang sama dengan pengadilan tingkat pertama.

    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” dalam amar putusan banding oleh PT Jakarta, dikutip Senin (11/8/2025).

    Selain pidana badan, Majelis Hakim PT Jakarta juga menetapkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp1,05 triliun untuk Beneficial Ownership PT Tinindo Inter Nusa itu.

    Adapun, apabila Hendry Lie tak bisa membayar uang pengganti itu selama satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa untuk dilelang.

    Sementara itu, jika harta benda Hendry Lie masih tidak menutupi uang pengganti maka kewajiban itu bakal diganti dengan pidana penjara selama delapan tahun dengan dikurangi masa tahanan sebelumnya.

    “Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp1.052.577.589.599,19,” tambah hakim.

    Selain itu, hakim juga menyatakan sejumlah aset tanah dan bangunan di Badung, Bali agar dirampas negara untuk diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti atas perkara Hendry Lie.

    Sekadar informasi, sidang di tingkat banding ini diadili oleh ketua majelis Albertina Ho dengan hakim anggota Tahsin dan Agung Iswanto. Sementara, Panitera Pengganti Rina Rosanawati. Adapun, perkara ini diputus pada Jumat (8/8/2025).

    Sekadar informasi, Hendry Lie telah dinyatakan secara sah dan bersalah dalam kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).

    Dari kasus dengan kerugian negara Rp300 triliun itu, Hendry Lie divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar di pengadilan negeri Tipikor Jakarta Pusat. Selain itu, eks Bos Sriwijaya Air ini juga diminta untuk membayar uang pengganti Rp1,05 triliun.

  • KY Umumkan 16 Nama Lolos Seleksi Calon Hakim Agung dan Ad Hoc HAM, Ini Daftarnya
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 Agustus 2025

    KY Umumkan 16 Nama Lolos Seleksi Calon Hakim Agung dan Ad Hoc HAM, Ini Daftarnya Nasional 11 Agustus 2025

    KY Umumkan 16 Nama Lolos Seleksi Calon Hakim Agung dan Ad Hoc HAM, Ini Daftarnya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Yudisial (KY) mengumumkan hasil seleksi calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc HAM tahun 2025 pada Senin (11/8/2025).
    Hal tersebut telah disahkan dalam Rapat Pleno KY pada 9 Agustus 2025.
    “Setelah melalui beberapa kali tahapan tes dan yang terakhir tahapan wawancara yang diikuti 23 peserta, dan 16 orang calon yang dinyatakan lulus,” kata Juru Bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata dalam konferensi pers di Gedung KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).
    Mukti mengatakan, KY selanjutnya akan bersurat ke DPR untuk mengirimkan nama-nama yang lolos seleksi.
    Dia mengatakan, tahap selanjutnya ini DPR memiliki wewenang untuk melakukan persetujuan.
    “Biasanya melalui fit and proper test dan sebagainya,” ujarnya.
    Berikut adalah daftarnya:
    Kamar Pidana:
    1. Alimin Ribut Sujono (Hakim Tinggi, Pengadilan Tinggi Banjarmasin),
    2. Annas Mustaqim (Hakim Tinggi, Badan Pengawasan MA),
    3. Julius Panjaitan (Hakim Tinggi, Pengadilan Tinggi Bengkulu),
    4. Suradi (Hakim Tinggi, Badan Pengawasan MA).
    Kamar Perdata:
    1. Ennid Hasanuddin (Hakim Tinggi MA),
    2. Heru Pramono (Hakim Tinggi MA)
    Kamar Agama:
    1. Lailatul Arofah (Hakim Tinggi, Badan Pengawasan MA),
    2. Muhayah (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Samarinda).
    Kamar Tindak Pidana Korupsi:
    1. Agustinus Purnomo Hadi (Hakim Ad Hoc Tipikor MA)
    Kamar Tata Usaha Negara:
    1. Hari Sugiarto (Hakim Tinggi, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan TUN)
    Kamar Tata Usaha Negara Khusus Pajak:
    1. Budi Nugroho (Hakim Pengadilan Pajak),
    2. Diana Malemita Ginting (Auditor Utama Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan),
    3. Triyono Martanto (Hakim Pengadilan Pajak)
    Hakim Ad Hoc HAM:
    1. Agus Budianto (Dosen Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan)
    2. Bonifasius Nadya Arybowo (Hakim Ad Hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung)
    3. Moh. Puguh Haryogi (Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KY Bentuk Tim Investigasi untuk Dalami Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong

    KY Bentuk Tim Investigasi untuk Dalami Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) telah membentuk tim investigasi untuk mengusut dugaan pelanggaran hakim atas laporan Tom Lembong.

    Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Joko Sasmito mengatakan saat ini pihaknya telah membentuk tim investigasi untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran etik majelis hakim yang dilaporkan Tom Lembong.

    “Tim sudah dibentuk, nanti dipelajari dugaan pelanggarannya ada atau tidak,” kata Joko di kantor KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Dia menambahkan, mulanya tim KY bakal menganalisis laporan dari Tom Lembong. Setelah itu, KY bakal memanggil pelapor terlebih dahulu untuk dimintai keterangan.

    Setelah itu, baru hakim terlapor dimintai keterangan oleh tim investigasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

    “Dari tim laporkan ke kita putusannya [memiliki] tebal seribuan lebih, masih dianalisis ada ga dugaan pelanggaran majelis hakim. Itu melalui forum konsultasi tidak melalui panel lagi, [menentukan] adanya dugaan pelanggaran etik atau tidak. Setelah itu periksa terlapor,” pungkas Joko.

    Sekadar informasi, Tom Lembong telah melaporkan majelis hakim yang menangani kasus impor gula dirinya di PN Tipikor Jakarta Pusat. Tiga hakim yang menangani kasus impor gula itu yakni Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua.

    Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Adapun, tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).

  • Hakim Djuyamto dkk Segera Disidang, Perkara Dilimpahkan ke Pengadilan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 Agustus 2025

    Hakim Djuyamto dkk Segera Disidang, Perkara Dilimpahkan ke Pengadilan Nasional 11 Agustus 2025

    Hakim Djuyamto dkk Segera Disidang, Perkara Dilimpahkan ke Pengadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Lima orang hakim terdakwa kasus dugaan suap terkait penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng segera disidang.
    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melimpakan berkas perkara kelima hakim tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025).
    Lima terdakwa itu adalah eks Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, dan hakim nonaktif PN Jakarta Pusat Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto.
    “Ali Muhtarom, Agam Syarief Baharudin, Wahyu Gunawan, Djuyamto, dan Muhammad Arif Nuryanta yang limpah hari ini,” kata Direktur Penuntutan (Dirtut) Kejaksaan Agung, Sutikno, Senin.
    Dalam perkara ini, para hakim diduga menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging terhadap terdakwa tiga korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
    Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
    Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
    Majelis akim yang menjatuhkan vonis lepas itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
    Putusan diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
    Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa perbuatan ekspor CPO yang dilakukan para terdakwa bukan permufakatan jahat, melainkan hanya melaksanakan kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI.
    Setelah putusan lepas tersebut, Kejagung menemukan bukti adanya kongkalikong putusan lepas yang menyeret berbagai unsur penegak hukum, mulai dari hakim, panitera, hingga advokat.
    Mereka terdiri dari Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanto serta panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
    Selain itu, Kejagung turut menetapkan tiga hakim aktif yaitu Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto, serta dua orang pengacara yakni Marcella Santoso dan Ariyanto sebagai tersangka.
    “Dan terkait dengan putusan ontslag tersebut, penyidik menemukan fakta dan alat bukti bahwa MS (Marcella Santoso) dan AR (Ariyanto) melakukan perbuatan pemberian suap dan atau gratifikasi kepada MAN (Muhammad Arif Nuryanta) sebanyak Rp 60 miliar,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejgung Abdul Qoha, 12 pril 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tom Lembong Sebut Pelaporan Hakim ke Komisi Yudisial Bersifat Konstruktif

    Tom Lembong Sebut Pelaporan Hakim ke Komisi Yudisial Bersifat Konstruktif

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong menyatakan laporan dirinya terhadap majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY) bersifat membangun.

    Tom menekankan bahwa dirinya tidak memiliki niat melaporkan hakim dengan sifat destruktif. Oleh karena itu, dia mengklaim bahwa laporannya itu memiliki niat konstruktif 100%.

    “Kami menyampaikan bahwa tujuan kami dalam mengajukan laporan termasuk para hakim Komisi Yudisial itu 100% motivasi kami adalah konstruktif. Tidak ada 0,1% pun niat destruktif,” ujar Tom di KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Dia menambahkan, laporan ini juga merupakan momentum yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin lantaran telah mendapatkan atensi dari masyarakat.

    Terlebih, Presiden Prabowo Subianto juga telah memberikan atensi melalui pemberian abolisi-nya. Oleh sebab itu, pelaporan terhadap majelis hakim ini diharapkan dapat memperbaiki sistem hukum di Indonesia.

    “Kalau bisa dijadikan momentum untuk berbenah dan memperbaiki, seperti yang disampaikan, bagi saya tidak ada [niat menjatuhkan]. Justru berbenah itu sesuatu yang patut dibanggakan dan patut kita pandang sebagai sesuatu yang mulia,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Tom Lembong telah melakukan majelis hakim yang menangani kasus impor gula dirinya di PN Tipikor Jakarta Pusat. Tiga hakim yang menangani kasus impor gula itu yakni Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua.

    Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).

    Dalam hal ini, Ketua KY, Amzulian Rifai menyatakan siap menindaklanjuti laporan dari menteri kabinet di era Presiden ke-7 Joko Widodo ini.

    “Tentu saya Komisi Yudisial sebagaimana pelapor-pelapor yang lain, kami menaruh perhatian, apalagi khusus kasus Pak Tom ini ya, karena ini menjadi atensi kita semua,” ujar Amzulian di KY, Senin (11/8/2025).

  • Ketua Komisi Yudisial Beri Atensi Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong

    Ketua Komisi Yudisial Beri Atensi Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) memastikan bakal menindaklanjuti pelaporan ini dari eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong soal dugaan pelanggaran etik majelis hakim.

    Ketua KY, Amzulian Rifai mengatakan kasus Tom Lembong ini telah mendapatkan atensi dari masyarakat. Apalagi, pada kasus Tom juga merupakan momen bersejarah lantaran mendapatkan pemberian abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.

    “Tentu saya Komisi Yudisial sebagaimana pelapor-pelapor yang lain, kami menaruh perhatian, apalagi khusus kasus Pak Tom ini ya, karena ini menjadi atensi kita semua,” ujar Amzulian di KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Dia menambahkan, tindak lanjut itu berbatas pada kewenangan KY dalam tugasnya mengawasi perilaku hakim. Mulanya, KY bakal melakukan analisis terlebih dahulu terhadap laporan Tom Lembong.

    Selanjutnya, apabila nanti menemukan dugaan pelanggaran maka KY bakal membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terkait dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

    “Jadi, KY tentu akan menindaklanjuti laporan ini sesuai dengan kewenangan yang ada pada kami,”

    Di samping itu, Amzulian juga menekankan bahwa pihaknya tidak akan membeda-bedakan pelaporan masyarakat. Khusus, pelaporan dari Tom Lembong menjadi atensi lantaran menarik perhatian masyarakat.

    “Tidak ada pembedaan, sama dengan laporan-laporan yang lain, hanya kebetulan karena ini menarik perhatian masyarakat, tentu nanti masyarakat juga akan bertanya bagaimana tindak lanjutnya,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, Tom Lembong telah melakukan majelis hakim yang menangani kasus impor gula dirinya di PN Tipikor Jakarta Pusat. Tiga hakim yang menangani kasus impor gula itu yakni Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua. 

    Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).