Martono Penyuap Mbak Ita Dapat Keringanan Vonis karena Kembalikan Rp 2,5 Miliar
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara kepada Martono, terdakwa kasus korupsi proyek di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Hukuman ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang mencapai 5 tahun 2 bulan penjara.
Ketua Majelis Hakim, Gatot Sarwadi, mengatakan terdapat sejumlah hal yang meringankan, antara lain sikap kooperatif dan pengembalian uang ke kas daerah.
“Terdakwa jujur dan mengakui perbuatannya. Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi. Terdakwa pernah mengembalikan ke kas daerah sebesar Rp 2,5 miliar,” ujar Gatot, Senin (11/8/2025).
Dalam perkara ini, Martono terbukti menyuap eks Wali Kota Semarang, Heverita Gunaryati Rahayu alias Mbak Ita, dan suaminya, Alwin Basri, sebesar Rp 2 miliar.
Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen fee proyek senilai total Rp 16 miliar di 16 kecamatan di Kota Semarang.
“Martono bersama Alwin Basri dan Hevearita Gunaryanti Rahayu telah menerima uang sebesar Rp 2,24 miliar dari koordinator lapangan proyek PL,” kata Gatot.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut Martono 5 tahun 2 bulan penjara. Dalam sidang 23 Juni 2025, Martono mengakui menerima fee 13 persen dari para anggota Gabungan Pengusaha Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Kota Semarang saat menjabat sebagai ketua.
Total yang diterima mencapai Rp 1,4 miliar, yang disebut sebagai dana cadangan untuk memenuhi permintaan setoran dari pejabat pemerintah.
“Betul, 13 persen. Kita waktu itu jagani kalau nanti harus setor,” ujar Martono di persidangan.
Kasus ini merupakan bagian dari perkara besar yang menyeret Mbak Ita dan Alwin Basri. Keduanya menghadapi tiga dakwaan dari JPU KPK, termasuk dugaan menerima gratifikasi dan suap dengan total nilai mencapai Rp 9 miliar.
Selain Martono, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar, juga ikut didakwa dalam kasus yang sama.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/08/11/6899b11fba7d9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Martono Penyuap Mbak Ita Dapat Keringanan Vonis karena Kembalikan Rp 2,5 Miliar Regional 11 Agustus 2025
-
/data/photo/2025/06/12/684ac2dd9d7e3.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kronologi Kasus Hendry Lie yang Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara Kasus Timah Nasional 11 Agustus 2025
Kronologi Kasus Hendry Lie yang Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara Kasus Timah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pendiri Sriwijaya Air, Hendry Lie, tetap dihukum pidana penjara 14 tahun meski telah menyatakan banding dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah.
Hendry diyakini melakukan korupsi hingga merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp 1.000.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” tulis amar putusan yang dikutip dari SIPP PN Jakarta Pusat pada Senin (11/8/2025).
Majelis hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (PT DKI) juga menjatuhkan hukuman pidana pengganti sebesar Rp 1,05 triliun.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 1.052.577.589.599,19,” lanjut amar putusan.
Angka Rp 1,05 triliun ini sama seperti yang didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam dakwaan yang dibacakan pada 30 Januari 2025, para terdakwa dinilai memperkaya perusahaan Hendry hingga lebih dari Rp 1 triliun.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, JPU mengungkap bahwa Hendry Lie menggunakan PT Tinindo Internusa (TIN) untuk menjalankan akal bulusnya meraup keuntungan di kasus timah.
PT TIN ini merupakan salah satu perusahaan smelter timah swasta.
Hendry merupakan pemegang saham terbesar di sana.
Untuk menjalankan aksinya, Hendry tidak bekerja sendiri.
General Manager Operasional PT TIN, Rosalina, dan Marketing PT TIN tahun 2008-2018, Fandy Lingga, ikut dikerahkan.
Salah satu tugas mereka adalah menyusun surat penawaran kerja sama sewa smelter dengan PT Timah Tbk.
Selain itu, Hendry Lie juga disebut menyetujui hingga memerintahkan dua bawahannya itu mengikuti pertemuan dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, eks Direktur Keuangan PT Timah Tbk, Emil Ermindra, dan eks Direktur Operasi PT Timah Tbk, Alwin Albar, di Pangkalpinang.
Dalam pertemuan itu dibahas permintaan Riza dan koleganya agar puluhan smelter timah swasta di Babel menyerahkan lima persen kuota ekspor mereka kepada PT Timah Tbk.
“Karena biji timah yang diekspor oleh smelter-smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT Timah,” ujar jaksa saat itu.
Dalam kasus ini, Hendry juga menerima pembayaran bijih timah hingga biaya kerja sama sewa smelter yang terlalu mahal.
Padahal, bijih timah bersumber dari penambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.
Jaksa mengungkap bahwa Hendry saat itu pernah menyetorkan sejumlah uang kepada suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, sebagai biaya pengamanan.
Hendry disebut membayar sebesar 500-750 dollar Amerika Serikat (AS) per metrik ton timah kepada Harvey yang dalam kasus ini merupakan perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT).
Biaya pengamanan ini dikumpulkan dari smelter swasta lainnya yang turut meneken perjanjian kerja sama sewa alat pengolahan dengan PT Timah Tbk.
Perusahaan yang turut menyetor adalah CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, dan PT Stanindo Inti Perkasa.
Biaya pengamanan ini disetorkan dengan kedok dana CSR yang dikelola Harvey Moeis atas nama PT RBT.
Sebelum menghadapi proses persidangan, Hendry lebih dahulu ditetapkan sebagai buronan karena tidak kunjung memenuhi panggilan penyidik yang hendak memeriksanya.
Setelah berkali-kali dipanggil penyidik, Hendry akhirnya ditangkap pada 18 November 2024 malam.
Saat itu, Hendry baru saja tiba di Bandara Soekarno-Hatta usai izin menetapnya di Singapura habis.
Berdasarkan informasi dari Imigrasi, Hendry berada di Singapura sejak 25 Maret 2024.
Saat itu, ia mengaku hendak berobat.
Kemudian, pada 15 April 2024, ia ditetapkan sebagai salah satu tersangka.
Proses hukum terus berjalan dan Hendry beberapa kali dipanggil untuk memberikan kesaksian.
Namun, karena tidak kunjung mengindahkan panggilan penyidik, ia menjadi target untuk segera dipulangkan.
Sebelum ditangkap, Hendry yang masa izin tinggalnya habis pada tanggal 27 November 2024 ini hendak masuk ke Indonesia secara diam-diam.
Namun, usaha tersebut gagal hingga ia pun diborgol dan dikenakan rompi tahanan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5312184/original/022302000_1754907303-1001006636.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eks Pejabat KONI Makassar Divonis 1,5 Tahun Penjara di Kasus Korupsi Dana Hibah
Liputan6.com, Jakarta- Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Makassar menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara kepada mantan Kepala Sekretariat KONI Makassar, Ratno Nur Suryadi, dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan dana hibah tahun anggaran 2022-2023.
Putusan itu dibacakan Ketua Majelis Hakim Djainuddin Karanggusi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin (11/8/2025). Hakim menyatakan Ratno terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Ratno Nur Suryadi selama 1 tahun 6 bulan,” ucap Djainuddin di ruang sidang.
Selain hukuman badan, Ratno juga diwajibkan membayar denda Rp50 juta. Jika tidak dibayar, denda itu diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
-

Sidang Banding, Pendiri Sriwijaya Air Hendry Lie Tetap Dihukum 14 Tahun Pidana
Bisnis.com, JAKARTA — Pendiri Sriwijaya Air, Hendry Lie tetap divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar pada sidang banding di Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.
Berdasarkan sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, majelis hakim PT Jakarta telah menjatuhkan hukuman pidana yang sama dengan pengadilan tingkat pertama.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun dan denda sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” dalam amar putusan banding oleh PT Jakarta, dikutip Senin (11/8/2025).
Selain pidana badan, Majelis Hakim PT Jakarta juga menetapkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp1,05 triliun untuk Beneficial Ownership PT Tinindo Inter Nusa itu.
Adapun, apabila Hendry Lie tak bisa membayar uang pengganti itu selama satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh jaksa untuk dilelang.
Sementara itu, jika harta benda Hendry Lie masih tidak menutupi uang pengganti maka kewajiban itu bakal diganti dengan pidana penjara selama delapan tahun dengan dikurangi masa tahanan sebelumnya.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp1.052.577.589.599,19,” tambah hakim.
Selain itu, hakim juga menyatakan sejumlah aset tanah dan bangunan di Badung, Bali agar dirampas negara untuk diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti atas perkara Hendry Lie.
Sekadar informasi, sidang di tingkat banding ini diadili oleh ketua majelis Albertina Ho dengan hakim anggota Tahsin dan Agung Iswanto. Sementara, Panitera Pengganti Rina Rosanawati. Adapun, perkara ini diputus pada Jumat (8/8/2025).
Sekadar informasi, Hendry Lie telah dinyatakan secara sah dan bersalah dalam kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS).
Dari kasus dengan kerugian negara Rp300 triliun itu, Hendry Lie divonis 14 tahun penjara dan denda Rp1 miliar di pengadilan negeri Tipikor Jakarta Pusat. Selain itu, eks Bos Sriwijaya Air ini juga diminta untuk membayar uang pengganti Rp1,05 triliun.
-

KY Bentuk Tim Investigasi untuk Dalami Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) telah membentuk tim investigasi untuk mengusut dugaan pelanggaran hakim atas laporan Tom Lembong.
Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY, Joko Sasmito mengatakan saat ini pihaknya telah membentuk tim investigasi untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran etik majelis hakim yang dilaporkan Tom Lembong.
“Tim sudah dibentuk, nanti dipelajari dugaan pelanggarannya ada atau tidak,” kata Joko di kantor KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Dia menambahkan, mulanya tim KY bakal menganalisis laporan dari Tom Lembong. Setelah itu, KY bakal memanggil pelapor terlebih dahulu untuk dimintai keterangan.
Setelah itu, baru hakim terlapor dimintai keterangan oleh tim investigasi untuk menyelidiki dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Dari tim laporkan ke kita putusannya [memiliki] tebal seribuan lebih, masih dianalisis ada ga dugaan pelanggaran majelis hakim. Itu melalui forum konsultasi tidak melalui panel lagi, [menentukan] adanya dugaan pelanggaran etik atau tidak. Setelah itu periksa terlapor,” pungkas Joko.
Sekadar informasi, Tom Lembong telah melaporkan majelis hakim yang menangani kasus impor gula dirinya di PN Tipikor Jakarta Pusat. Tiga hakim yang menangani kasus impor gula itu yakni Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua.
Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Adapun, tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).
-

Tom Lembong Sebut Pelaporan Hakim ke Komisi Yudisial Bersifat Konstruktif
Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong menyatakan laporan dirinya terhadap majelis hakim ke Komisi Yudisial (KY) bersifat membangun.
Tom menekankan bahwa dirinya tidak memiliki niat melaporkan hakim dengan sifat destruktif. Oleh karena itu, dia mengklaim bahwa laporannya itu memiliki niat konstruktif 100%.
“Kami menyampaikan bahwa tujuan kami dalam mengajukan laporan termasuk para hakim Komisi Yudisial itu 100% motivasi kami adalah konstruktif. Tidak ada 0,1% pun niat destruktif,” ujar Tom di KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Dia menambahkan, laporan ini juga merupakan momentum yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin lantaran telah mendapatkan atensi dari masyarakat.
Terlebih, Presiden Prabowo Subianto juga telah memberikan atensi melalui pemberian abolisi-nya. Oleh sebab itu, pelaporan terhadap majelis hakim ini diharapkan dapat memperbaiki sistem hukum di Indonesia.
“Kalau bisa dijadikan momentum untuk berbenah dan memperbaiki, seperti yang disampaikan, bagi saya tidak ada [niat menjatuhkan]. Justru berbenah itu sesuatu yang patut dibanggakan dan patut kita pandang sebagai sesuatu yang mulia,” pungkasnya.
Sekadar informasi, Tom Lembong telah melakukan majelis hakim yang menangani kasus impor gula dirinya di PN Tipikor Jakarta Pusat. Tiga hakim yang menangani kasus impor gula itu yakni Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua.
Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).
Dalam hal ini, Ketua KY, Amzulian Rifai menyatakan siap menindaklanjuti laporan dari menteri kabinet di era Presiden ke-7 Joko Widodo ini.
“Tentu saya Komisi Yudisial sebagaimana pelapor-pelapor yang lain, kami menaruh perhatian, apalagi khusus kasus Pak Tom ini ya, karena ini menjadi atensi kita semua,” ujar Amzulian di KY, Senin (11/8/2025).
-

Ketua Komisi Yudisial Beri Atensi Laporan Pelanggaran Etik Hakim Tom Lembong
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial (KY) memastikan bakal menindaklanjuti pelaporan ini dari eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong soal dugaan pelanggaran etik majelis hakim.
Ketua KY, Amzulian Rifai mengatakan kasus Tom Lembong ini telah mendapatkan atensi dari masyarakat. Apalagi, pada kasus Tom juga merupakan momen bersejarah lantaran mendapatkan pemberian abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
“Tentu saya Komisi Yudisial sebagaimana pelapor-pelapor yang lain, kami menaruh perhatian, apalagi khusus kasus Pak Tom ini ya, karena ini menjadi atensi kita semua,” ujar Amzulian di KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Dia menambahkan, tindak lanjut itu berbatas pada kewenangan KY dalam tugasnya mengawasi perilaku hakim. Mulanya, KY bakal melakukan analisis terlebih dahulu terhadap laporan Tom Lembong.
Selanjutnya, apabila nanti menemukan dugaan pelanggaran maka KY bakal membentuk tim untuk melakukan penyelidikan terkait dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Jadi, KY tentu akan menindaklanjuti laporan ini sesuai dengan kewenangan yang ada pada kami,”
Di samping itu, Amzulian juga menekankan bahwa pihaknya tidak akan membeda-bedakan pelaporan masyarakat. Khusus, pelaporan dari Tom Lembong menjadi atensi lantaran menarik perhatian masyarakat.
“Tidak ada pembedaan, sama dengan laporan-laporan yang lain, hanya kebetulan karena ini menarik perhatian masyarakat, tentu nanti masyarakat juga akan bertanya bagaimana tindak lanjutnya,” pungkasnya.
Sekadar informasi, Tom Lembong telah melakukan majelis hakim yang menangani kasus impor gula dirinya di PN Tipikor Jakarta Pusat. Tiga hakim yang menangani kasus impor gula itu yakni Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua.
Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).

/data/photo/2025/08/11/68999fa7ab611.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2023/04/06/642e8a41e72ce.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)