Istri Tersangka Korupsi Pupuk Subsidi Serahkan Rp 991 Juta ke Kejari Karo
Tim Redaksi
KARO, KOMPAS.com
– Kejaksaan Negeri (Kejari) Karo menerima pengembalian uang kerugian negara sebesar Rp 991.581.202,99 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pupuk subsidi. Uang tersebut dikembalikan oleh salah satu terdakwa, Trisakti Sinuhaji, pada Rabu (13/8/2025).
Kasi Intel Kejari Karo D M Sebayang mengatakan pengembalian ini merupakan bagian dari penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan tiga terdakwa. Perkara tersebut terjadi pada 2022 dan ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada Mei 2025.
“Hari ini kita memberikan keterangan terkait adanya kerugian negara yang dikembalikan oleh salah satu terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan/pendistribusian pupuk subsidi tahun 2022,” ujar Sebayang.
Ia menjelaskan, uang tersebut diserahkan ke Kejari Karo oleh istri Trisakti Sinuhaji. Trisakti merupakan pemilik kios pupuk yang diduga memanipulasi faktur pendistribusian pupuk subsidi kepada kelompok tani.
“Uang tunai ini diserahkan oleh istri dari terdakwa yang dalam kasus ini pemilik toko pupuk di kawasan Kecamatan Merek,” katanya.
Kasi Pidsus Kejari Karo Renhard Harve Sembiring menambahkan, jumlah tersebut sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Utara Nomor: PE.04.03/LHP-122/PW02/5.2/2025 tertanggal 21 Mei 2025.
“Jadi total kerugian negara yang dikembalikan kepada ini, sesuai dengan penghitungan kerugian negara selama kasus ini berjalan oleh BPKP,” ucap Renhard.
Selain Trisakti Sinuhaji, dua terdakwa lainnya adalah Rinton Karo Sekali dan Ismayani Haloho yang berperan sebagai tim verifikasi dan validasi (Verval) di Kecamatan Merek. “Untuk kerugian negara yang dikembalikan hari ini, hanya dari Trisakti Sinuhaji. Tidak berkaitan dengan dua terdakwa lainnya,” kata Renhard.
Menanggapi pertanyaan apakah pengembalian kerugian negara dapat memengaruhi proses hukum, Renhard menegaskan hal itu tidak menghapus pidana. “Sesuai ketentuannya, tindakan ini tidak menghapuskan pidana. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor,” ujarnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/08/13/689c4eeb3de1b.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Istri Tersangka Korupsi Pupuk Subsidi Serahkan Rp 991 Juta ke Kejari Karo Medan 14 Agustus 2025
-

Korupsi Sritex dan Kredit Fiktif, Iwan Kurniawan: Saya Hanya Disuruh Presdir
Bisnis.com, JAKARTA — Bos Sritex (SRIL) Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) mengklaim tidak terlibat dalam kasus pemberian kredit Sritex.
Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Iwan Kurniawan keluar dari Gedung Bundar Kejagung RI sekitar 20.47 WIB dengan memakai masker hitam di wajahnya.
Nampak, Iwan sudah diborgol lengkap dengan rompi tahanan khas Kejaksaan RI digiring oleh sejumlah jaksa ke mobil tahanan Kejagung RI.
Sebelum diangkut ke mobil tahanan, Iwan langsung menuju ke arah kerumunan awak media. Iwan kemudian menyatakan bahwa dirinya hanya diperintah oleh Presiden Direktur untuk meneken dokumen terkait kasus kredit ini.
“Saya menandatangani dokumen atas perintah presdir dan saya tidak terlibat dalam kasus ini” ujar Iwan di Kejagung, Rabu (13/8/2025) malam.
Kemudian, saat ditanya awak media soal sosok Presdir yang dimaksud. Iwan tidak mengungkap lebih jelas, dia hanya menyatakan bahwa dirinya tidak terlibat di kasus Sritex.
“Saya tidak terlibat,” teriaknya Iwan saat memasuki mobil tahanan.
Peran Iwan Kurniawan Lukminto
Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Nurcahyo Jungkung Madyo menjelaskan Iwan ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatannya meneken sejumlah perjanjian kredit bank untuk Sritex saat menjadi Wadirut Sritex pada 2012-2023.
Misalnya, Iwan telah menandatangani surat kredit modal kerja dan investasi atas nama Sritex ke Bank Jateng pada 2019. Kredit itu, kata Nurcahyo diduga dikondisikan oleh eks Dirut Bank Jateng agar bisa diterima.
“Perbuatannya yaitu menandatangani surat kredit modal kerja dan investasi atas nama Sritex tbk kepada Bank Jateng pada 2019 yang sudah dikondisikan agar pengajuan kredit modal kerja dan investasi bisa diputus oleh Dirut Bank Jateng,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Rabu (13/8/2025).
Nurcahyo menambahkan, Iwan Kurniawan juha telah meneken akta perjanjian kredit dengan Bank BJB pada 2020. Namun, peruntukan kredit itu tidak sesuai akta perjanjian yang telah diteken.
Selain itu, Iwan juga berperan telah menandatangani beberapa surat permohonan penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020. Hanya saja, Iwan diduga turut melampirkan bukti invoice fiktif dalam surat permohonan itu.
“Menandatangani beberapa surat permohonan pencairan atau penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020 dengan melampirkan bukti invoice atau faktur diduga fiktif,” imbuh Nurcahyo.
Atas perbuatannya itu, Iwan Kurniawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
-

Kasus Korupsi Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto Teken dan Salahgunakan Kredit Perbankan
Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Bos Sritex (SRIL) Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) sebagai tersangka ke-12 kasus dugaan korupsi pemberian kredit Sritex.
Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Nurcahyo Jungkung Madyo menjelaskan Iwan ditetapkan sebagai tersangka atas perbuatannya meneken sejumlah perjanjian kredit bank untuk Sritex saat menjadi Wadirut Sritex pada 2012-2023.
Misalnya, Iwan telah menandatangani surat kredit modal kerja dan investasi atas nama Sritex ke Bank Jateng pada 2019. Kredit itu, kata Nurcahyo diduga dikondisikan oleh eks Dirut Bank Jateng agar bisa diterima.
“Perbuatannya yaitu menandatangani surat kredit modal kerja dan investasi atas nama Sritex tbk kepada Bank Jateng pada 2019 yang sudah dikondisikan agar pengajuan kredit modal kerja dan investasi bisa diputus oleh Dirut Bank Jateng,” ujar Nurcahyo di Kejagung, Rabu (13/8/2025).
Nurcahyo menambahkan, Iwan Kurniawan juga telah meneken akta perjanjian kredit dengan Bank BJB pada 2020. Namun, peruntukan kredit itu tidak sesuai akta perjanjian yang telah diteken.
Selain itu, Iwan juga berperan telah menandatangani beberapa surat permohonan penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020. Hanya saja, Iwan diduga turut melampirkan bukti invoice fiktif dalam surat permohonan itu.
“Menandatangani beberapa surat permohonan pencairan atau penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020 dengan melampirkan bukti invoice atau faktur diduga fiktif,” imbuh Nurcahyo.
Atas perbuatannya itu, Iwan Kurniawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Adapun, untuk kepentingan penyidikan, saudara dari Iwan Setiawan Lukminto (ISL) ini dilakukan penahanan di Rutan Kejari Jakarta Selatan.
“Untuk kepentingan penyidikan tersangka IKL dilakukan penahan rutan selama 20 hari ke depan sejak hari ini 13 Agustus 2025 di Rutan Salemba Cabang Kejari Jaksel,” pungkas Nurcahyo.
-
/data/photo/2025/08/13/689c987828d3c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Iwan Kurniawan Bicara Saat Dibawa ke Rutan: Saya Tidak Terlibat! Nasional 13 Agustus 2025
Iwan Kurniawan Bicara Saat Dibawa ke Rutan: Saya Tidak Terlibat!
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks Wakil Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) periode 2012–2023, Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), membantah terlibat dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari sejumlah bank daerah dan bank pemerintah kepada PT Sritex.
“Saya menandatangani dokumen atas perintah presdir (presiden direktur) dan saya tidak terlibat dalam kasus ini,” kata Iwan, sebelum masuk ke mobil tahanan di Kejagung, Rabu (13/8/2025).
Saat ditanya siapa yang dimaksud presdir, Iwan enggan menjawab.
“Saya tidak terlibat!” ujar Iwan, menegaskan sambil menaiki mobil tahanan.
Meski demikian, Kejagung telah menetapkannya sebagai tersangka ke-12 dalam kasus tersebut.
Penetapan dilakukan setelah penyidik memeriksa 277 saksi dan empat ahli.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Nurcahyo Jungkung mengatakan, Iwan diduga menandatangani surat kredit modal kerja dan investasi atas nama PT Sritex Tbk kepada Bank Jateng pada 2019.
“Sudah dikondisikan agar pengajuan kredit modal kerja dan investasi bisa diputus oleh Dirut Bank Jateng,” kata Nurcahyo.
Iwan juga diduga menandatangani akta perjanjian kredit dengan Bank BJB pada 2020, meski mengetahui peruntukan dana tidak sesuai dengan akta perjanjian.
“Menandatangani beberapa surat permohonan pencairan atau penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020 dengan melampirkan bukti invoice atau faktur diduga fiktif,” ujar dia.
Atas perbuatannya, Iwan disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan kakak Iwan, eks Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto (ISL), sebagai tersangka.
Sepuluh tersangka lainnya adalah eks Direktur Utama Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM), eks Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata (DS), dan eks Direktur Keuangan Sritex Allan Moran Severino (AMS).
Berikutnya, Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan Bank DKI 2019–2022 Babay Farid Wazadi (BFW), Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI Jakarta 2015–2021 Pramono Sigit (PS), dan Direktur Utama Bank BJB 2009–Maret 2025 Yuddy Renaldi (YR).
Selain itu, Executive Vice President Bank BJB 2019–2023 Benny Riswandi (BR), eks Direktur Utama Bank Jateng 2014–2023 Supriyatno (SP), Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2017–2020 Pujiono (PJ), serta eks Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2018–2020 Suldiarta (SD).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/08/13/689c987828d3c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Iwan Kurniawan Lukminto Jadi Tersangka ke-12, Begini Perannya di Kasus Sritex Nasional 13 Agustus 2025
Iwan Kurniawan Lukminto Jadi Tersangka ke-12, Begini Perannya di Kasus Sritex
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Bekas Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto (IKL) ditetapkan sebagai tersangka ke-12 dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari sejumlah bank daerah dan bank pemerintah kepada PT Sritex.
Penetapan Iwan Kurniawan sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik memeriksa 277 saksi dan empat ahli.
Berdasarkan hasil penyidikan, eks petinggi PT Sritex itu diduga menandatangani surat kredit modal kerja dan investasi atas nama PT Sritex Tbk kepada Bank Jateng.
“Sudah dikondisikan agar pengajuan kredit modal kerja dan investasi bisa diputus oleh Dirut Bank Jateng,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Nurcahyo Jungkung, di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (13/8/2025).
Nurcahyo bilang, Iwan juga menandatangani akta perjanjian kredit dengan Bank BJB pada 2020. Padahal, ia telah mengetahui peruntukan dana tidak sesuai dengan akta perjanjian yang ditandatangani.
“Menandatangani beberapa surat permohonan pencairan atau penarikan kredit ke Bank BJB pada 2020 dengan melampirkan bukti invoice atau faktur diduga fiktif,” kata Nurcahyo.
Atas perbuatannya, Iwan Kurniawan disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan kakak Iwan Kurniawan, yakni eks Direktur Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto (ISL), sebagai tersangka.
Sementara, sepuluh tersangka lainnya adalah eks Direktur Utama Bank DKI Zainuddin Mappa (ZM), eks Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata (DS), dan eks Direktur Keuangan Sritex Allan Moran Severino (AMS).
Kemudian, Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan Bank DKI 2019–2022 Babay Farid Wazadi (BFW), Direktur Teknologi dan Operasional PT Bank DKI Jakarta 2015–2021 Pramono Sigit (PS), dan Direktur Utama Bank BJB 2009–Maret 2025 Yuddy Renaldi (YR).
Selain itu, Executive Vice President Bank BJB 2019–2023 Benny Riswandi (BR), eks Direktur Utama Bank Jateng 2014–2023 Supriyatno (SP), Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2017–2020 Pujiono (PJ), serta eks Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2018–2020 Suldiarta (SD).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2024/07/23/669fca8b4ee30.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hakim MK Sebut Permohonan Hasto Persempit Norma Pasal 21 UU Tipikor Nasional 13 Agustus 2025
Hakim MK Sebut Permohonan Hasto Persempit Norma Pasal 21 UU Tipikor
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Permohonan uji materiil eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P, Hasto Kristiyanto dinilai mempersempit norma Pasal 21 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Adapun Pasal 21 itu mengatur tentang ancaman pidana bagi pelaku perintangan penyidikan atau obstruction of justice (OoJ).
Setelah mencermati permohonan, hakim konstitusi Guntur Hamzah menyebut pihak Hasto harus menjelaskan apakah bertujuan mempersempit wilayah penerapan norma atau tidak.
“Saudara mesti menjelaskan bahwa ini tidak bermaksud atau kah memang saudara bermaksud mempersempit norma itu?” kata Guntur di ruang sidang utama Gedung MK, Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Guntur mengatakan, dalam permohonannya Hasto meminta agar norma Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor ditambah dengan sejumlah variabel.
Adapun Pasal 21 itu berbunyi, “
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000 dan paling banyak Rp 600.000.000.
”
Hasto lalu meminta norma Pasal 21 itu diubah menjadi, “Setiap orang yang dengan sengaja secara melawan hukum mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi melalui penggunaan kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji untuk memberikan keuntungan yang tidak pantas dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 dan paling banyak Rp 600.000.000.”
Dengan demikian, Hasto meminta norma pasal itu ditambah dan lebih detail bahwa perintangan dimaksud dilakukan secara melawan hukum dengan cara kekerasan fisik, ancaman, intimidasi, intervensi, dan/atau janji.
“Kalau semakin banyak variabel yang dicantumkan, berarti itu kan semakin mempersempit wilayah penerapan norma, itu dalam teori berlakunya sebuah norma,” ujar Guntur.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.



