Hari Ini, Djuyamto dkk Bakal Hadapi Dakwaan Kasus Suap Vonis Lepas
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Eks majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kasus ekspor
crude palm oil
(CPO) akan menjalani sidang dakwaan terkait dugaan suap penanganan perkara, Kamis (21/8/2025).
Duduk sebagai terdakwa adalah Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.
“Diinformasikan bila perkara nomor 71, 72, dan 73 (Perkara Djuyamto dkk) rencananya akan disidangkan pukul 10.00 WIB di Ruang Prof Dr Hatta Ali SH MH,” ujar Juru Bicara II Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Sunoto, dalam keterangannya, Kamis pagi.
Persidangan kali ini akan dipimpin oleh Wakil Ketua PN Jakpus, Effendi, yang berlaku sebagai ketua majelis hakim.
Kemudian, sebagai hakim anggota adalah Adek Nurhadi dan Andi Saputra.
Sementara itu, dua terdakwa lainnya telah menghadapi dakwaan lebih dahulu.
Dakwaan untuk eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, telah dibacakan, pada Rabu (20/8/2025).
Dalam perkara ini, para hakim diduga menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas atau
ontslag van alle recht vervolging
terhadap terdakwa tiga korporasi dalam kasus korupsi ekspor
crude palm oil
(CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
Majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
Putusan diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
Kejaksaan menduga, Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau
ontslag van alle recht vervolging
.
Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Tipikor
-
/data/photo/2025/08/20/68a5d3f264ca8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kades hingga Mantan Kades di Kerinci Jambi Korupsi Rp 644 Juta Dana Desa Regional 20 Agustus 2025
Kades hingga Mantan Kades di Kerinci Jambi Korupsi Rp 644 Juta Dana Desa
Tim Redaksi
JAMBI, KOMPAS.com
– Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh menahan S, Kepala Desa Batang Merangin, dan Z, mantan Penjabat (Pjs)-nya, terkait dengan dugaan korupsi dana APBDesa 2021.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sungai Penuh, Soekma, menjelaskan bahwa pada 2021, Desa Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, mendapat dana APBDesa senilai Rp 1,6 miliar.
Awalnya, dana desa dikelola oleh Z yang kala itu menjabat sebagai Pjs Kades Batang Merangin pada periode Februari sampai Juli 2021.
Kemudian, pengelolaannya dilanjutkan oleh S, yang sudah menjadi Kepala Desa Batang Merangin definitif.
“Mereka ditahan atas kasus dugaan korupsi pembangunan gedung,” kata Soekma saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan singkat, Rabu (20/8/2025).
Dalam pembangunannya, ditemukan adanya dugaan penyalahgunaan yang tidak sesuai.
“Kami temukan adanya dugaan pelanggaran, penyalahgunaan APBDesa yang dilakukan oleh keduanya, di mana pertanggungjawaban dengan riil pembangunan dan kegiatan di lapangan tidak sesuai, bahkan ada yang fiktif,” tambahnya.
Soekma menjelaskan, gedung pertemuan tersebut tidak selesai dibangun, bahkan tidak berfungsi.
“Sudah berdiri (gedung pertemuan), tetapi tidak selesai dan tidak berfungsi,” katanya.
Berdasarkan penghitungan Inspektorat Kabupaten Kerinci, negara mengalami kerugian Rp 644 juta akibat dugaan korupsi ini.
Atas perbuatannya, Z dan S dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Mereka kini ditahan di rumah tahanan (Rutan) Kejari Sungai Penuh.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Dalang Kasus Kuota Haji 2024 Terkuak?
GELORA.CO – Meski masih berstatus sebagai saksi, posisi Yaqut Cholil Qoumas kini kian terdesak.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menegaskan, penyidik akan kembali memeriksa eks Menteri Agama (Menag) RI tersebut.
Budi menyebut pemanggilan untuk Yaqut akan segera dilakukan.
“Secepatnya nanti akan dilakukan pemanggilan untuk pemeriksaan oleh penyidik,” jelas Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, dikutip Rabu, 20 Agustus 2025.
Ia menjelaskan pemeriksaan kali ini KPK akan meminta klarifikasi terkait temuan baru.
Sebelumnya penyidik KPK telah melakukan penggeledahan rumah Yaqut beberapa waktu lalu.
Sejumlah barang bukti berupa dokumen fisik maupun elektronik telah diamankan penyidik KPK.
Sehingga kata Budi, pemeriksaan Yaqut selanjutnya adalah terkait temuan-temuan KPK dari rumahnya.
“Terlebih sepekan lalu kami telah melakukan serangkaian penggeledahan, salah satunya di rumah yang bersangkutan.
“Tentunya penyidik butuh untuk melakukan klarifikasi-klarifikasi atas temuan dalam penggeledahan tersebut,” terang Budi.
Ia menambahkan, di antara barang bukti yang harus diklarifikasi Yaqut adalah adanya barang bukti elektronik.
Menurutnya pernyataan Yaqut akan menjadi petunjuk jelas dalam penelusuran “siapa dalang” yang bertanggung jawab dalam kasus kuota haji 2024.
“Untuk menjadi petunjuk dan menjadi bukti-bukti dalam penelusuran siapa-siapa yang kemudian bertanggung jawab terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi ini,” bebernya.
Seperti diketahui, kasus kuota haji 2024 ini disinyalir bau amis.
KPK mencium bau tersebut dari kuota tambahan yang diberikan Kerajaan Arab Saudi kepada pemerintah.
Seharusnya, kuota tambahan itu dikhususkan hanya untuk penambahan jemaah haji regular.
Namun praktiknya, kuota tambahan haji 2024 itu diduga diperjual-belikan oleh Kemenag era Yaqut Cholil.
KPK sendiri telah memeriksa sejumlah saksi. Salah satu tokoh tersohor, Ustaz Khalid Basalamah pemilik Uhud Tour, telah diperiksa pada bulan lalu.
Dalam klarifikasi yang disampaikannya, Ustaz Khalid mengaku dirinya diundang oleh KPK untuk memberikan keterangan secara teknis terkait mekanisme haji. Khususnya haji furoda atau haji khusus.
Sebab KPK dalam penyelidikan kasus ini menduga adanya ketidaksesuaian terkait fasilitas jemaah haji yang diberikan.
Sebelumnya Budi menyebut bahwa jemaah haji furoda dan haji khusus dari kuota tambahan ini tidak mendapatkan fasilitas yang sesuai.
“Fasilitas downgrade. Jemaah haji furoda dapat fasilitas haji khusus, kami menduga jemaah haji khusus mendapat fasilitas haji regular,” papar Budi.
Setidaknya dalam kasus ini KPK menduga ada penyelewengan pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan Kerajaan Arab Saudi itu.
Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur menjelaskan seharusnya ada pembagian kuota haji regular sebanyak 92 persen (18.400) dan 8 persen haji khusus (1.600).
Hal tersebut mengacu Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.
Hanya saja, pada praktiknya, pembagian itu kata Asep, justru dipecah dua masing-masing 50 persen.
“Ini tidak sesuai, itu menjadi perbuatan melawan hukum. Itu tidak sesuatu aturan itu, tapi di bagian dua 10.000 untuk regular, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” jelasnya.
“Jadi kan berbeda. Seharusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” tukasnya.
-

KPK Dinilai Melebarkan Narasi di Luar Ruang Lingkup Perkara Gus Yaqut
JAKARTA – Kuasa hukum mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut), Mellisa Anggraini SH, MH, CLA, memberikan tanggapannya atas imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada jemaah haji 2024 untuk menjadi saksi jika mengalami ketidaksesuaian layanan.
“KPK memang berwenang memanggil siapa pun sebagai saksi. Tapi himbauan ke publik seharusnya tidak melenceng dari ruang lingkup perkara,” tegas Mellisa di Jakarta, Selasa (19/8).
Substansi Perkara vs. Isu Layanan Haji
Mellisa menegaskan, inti penyidikan KPK adalah dugaan kerugian negara dalam kebijakan pembagian kuota haji tambahan. Oleh karena itu, saksi yang relevan hanyalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam proses kebijakan tersebut.
“Jika KPK mengajak jemaah melapor soal layanan hotel, katering, atau penempatan, itu di luar konteks. Persoalan teknis lapangan tidak otomatis berkaitan dengan korupsi kuota,” ujarnya.
Ia mengkhawatirkan imbauan KPK justru menggiring opini publik seolah-olah seluruh masalah haji 2024 adalah tindak pidana korupsi. Padahal, belum ada bukti keterkaitan antara keluhan jemaah dengan dugaan penyimpangan kuota.
Risiko Pembuktian di Pengadilan
Mellisa mengingatkan, keterangan saksi yang tidak relevan dengan inti perkara berpotensi diperdebatkan di pengadilan. “Saksi yang dihadirkan karena keluhan layanan bisa dianggap tidak punya nilai pembuktian untuk perkara kuota haji,” jelasnya.
Ia mendesak KPK fokus pada perbuatan nyata dan unsur kerugian negara dalam kebijakan kuota tambahan, bukan memperluas isu ke ranah pelayanan yang menjadi kewenangan Kementerian Agama dan penyelenggara haji.
Sebelumnya, lembaga antirasuah itu bersikeras bahwa semua laporan masyarakat akan ditelaah untuk mengungkap potensi penyimpangan secara menyeluruh.
Kritik kuasa hukum ini menyoroti risiko overreach (peluasan berlebihan) otoritas KPK, yang berpotensi mengaburkan fokus penyidikan dan menimbulkan bias publik.
/data/photo/2025/04/14/67fc7fce51c66.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/20/68a5517f9b1fb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/08/20/68a5ca25b660f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2025/08/20/68a552ae54264.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
