Kasus: Tipikor

  • Hari Ini, Djuyamto dkk Bakal Hadapi Dakwaan Kasus Suap Vonis Lepas 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 Agustus 2025

    Hari Ini, Djuyamto dkk Bakal Hadapi Dakwaan Kasus Suap Vonis Lepas Nasional 21 Agustus 2025

    Hari Ini, Djuyamto dkk Bakal Hadapi Dakwaan Kasus Suap Vonis Lepas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks majelis hakim pemberi vonis lepas atau ontslag kasus ekspor
    crude palm oil
    (CPO) akan menjalani sidang dakwaan terkait dugaan suap penanganan perkara, Kamis (21/8/2025).
    Duduk sebagai terdakwa adalah Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.
    “Diinformasikan bila perkara nomor 71, 72, dan 73 (Perkara Djuyamto dkk) rencananya akan disidangkan pukul 10.00 WIB di Ruang Prof Dr Hatta Ali SH MH,” ujar Juru Bicara II Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Sunoto, dalam keterangannya, Kamis pagi.
    Persidangan kali ini akan dipimpin oleh Wakil Ketua PN Jakpus, Effendi, yang berlaku sebagai ketua majelis hakim.
    Kemudian, sebagai hakim anggota adalah Adek Nurhadi dan Andi Saputra.
    Sementara itu, dua terdakwa lainnya telah menghadapi dakwaan lebih dahulu.
    Dakwaan untuk eks Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, dan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, telah dibacakan, pada Rabu (20/8/2025).
    Dalam perkara ini, para hakim diduga menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas atau
    ontslag van alle recht vervolging
    terhadap terdakwa tiga korporasi dalam kasus korupsi ekspor
    crude palm oil
    (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
    Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
    Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
    Majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
    Putusan diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
    Kejaksaan menduga, Muhammad Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, menerima suap Rp 60 miliar.
    Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim, diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
    Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau
    ontslag van alle recht vervolging
    .
    Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korporasi CPO Awalnya Minta Eksepsi Dikabulkan, Sebelum Suap Hakim Rp 40 M untuk Vonis Lepas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        20 Agustus 2025

    Korporasi CPO Awalnya Minta Eksepsi Dikabulkan, Sebelum Suap Hakim Rp 40 M untuk Vonis Lepas Nasional 20 Agustus 2025

    Korporasi CPO Awalnya Minta Eksepsi Dikabulkan, Sebelum Suap Hakim Rp 40 M untuk Vonis Lepas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jaksa penuntut umum (JPU) mengungkapkan, pihak korporasi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) awalnya meminta agar eksepsi mereka dikabulkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menangani perkara mereka, bukan vonis
    ontslag
    atau vonis lepas.
    Hal ini JPU ungkapkan saat membacakan dakwaan terhadap eks Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
    “Saat itu, Wahyu Gunawan menyampaikan permintaan Ariyanto yang menawarkan uang sebesar Rp 20 miliar kepada Djuyamto untuk mengabulkan eksepsi dari pihak Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group dalam perkara korupsi korporasi minyak goreng,” ujar JPU saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).
    Ariyanto merupakan salah satu pengacara yang ditunjuk oleh pihak korporasi. Sementara, Djuyamto merupakan salah satu hakim yang disebutkan bakal menangani perkara kasus korporasi minyak goreng.
    Pada pertemuan di Lippo Mal Kemang, Februari 2024, Djuyamto belum memastikan bakal mengabulkan eksepsi dari pihak korporasi. Ia mengaku perlu membaca berkas terlebih dahulu sebelum memberikan jawaban.
    Masih di bulan Februari 2024, Wahyu kembali menemui Djuyamto untuk menyerahkan berkas konsep eksepsi yang bakal diajukan pihak korporasi.
    Lalu, sekitar satu minggu kemudian, Wahyu dan Djuyamto kembali bertemu.
    Dalam pertemuan di Lobby Apartemen Pakubuwono View, Djuyamto mengatakan kalau permohonan eksepsi dari korporasi ini tidak dapat dikabulkan.
    Djuyamto mengatakan kepada Wahyu agar ia berkoordinasi dengan Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus terkait kasus korporasi ini.
    “M Arif Nuryanta yang menunjuk Majelis Hakim perkara korupsi korporasi minyak goreng sehingga semua arahan melalui terdakwa M Arif Nuryanta,” kata JPU membacakan pernyataan Djuyamto saat itu.
    Pesan ini diteruskan Wahyu kepada Ariyanto dan sejumlah negosiasi pun terjadi.
    Dalam kasus ini, hakim hingga panitera PN menerima uang suap sebanyak Rp 40 miliar. Pemberian dilakukan sebanyak dua kali.
    Pemberian pertama terjadi sekitar bulan Mei 2024. Saat itu, Ariyanto mendatangi rumah Wahyu sambil membawa uang tunai USD 500.000 atau setara Rp 8 miliar.
    Uang ini kemudian dibagi kepada para terdakwa dengan jumlah yang berbeda-beda. Arif mengambil bagian senilai Rp 3,3 miliar.
    Kemudian, Djuyamto selaku hakim ketua mengambil sebanyak Rp 1,7 miliar. Sementara, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin yang merupakan hakim anggota menerima Rp 1,1 miliar.
    Adapun, Wahyu juga “kecipratan” uang senilai Rp 800 juta. Uang total Rp 8 miliar ini Arif bagikan kepada majelis hakim pada Juni 2024.
    Ia menyebutkan, uang ini sebagai titipan agar majelis membaca berkas secara seksama.
    “Ada titipan dari sebelah untuk baca berkas,” ujar salah satu Jaksa meniru omongan Arif.
    Lalu, pada Oktober 2024, Ariyanto kembali menyerahkan sejumlah uang kepada Wahyu untuk diteruskan kepada para hakim.
    Saat itu, Ariyanto menyerahkan uang tunai senilai USD 2 Juta atau setara Rp 32 miliar.
    Uang diberikan agar majelis hakim PN Jakpus memberikan vonis ontslag atau vonis lepas kepada tiga korporasi yang tengah berperkara.
    Tidak lama setelah diterima oleh Wahyu, uang ini juga dibagikan kepada yang lain.
    Arif menerima Rp 12,4 miliar. Kemudian, Djuyamto mengambil Rp 7,8 miliar. Sementara, Ali dan Agam masing-masing mendapat Rp 5,1 miliar.
    Lalu, Wahyu menerima Rp 1,6 miliar. Jika ditotal, dari dua kali pemberian ini hakim hingga panitera menerima uang suap sebanyak Rp 40 miliar.
    Rinciannya, Arif menerima Rp 15,7 miliar, Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar; Ali dan Agam masing-masing menerima Rp 6,2 miliar. Sedangkan, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar.
    Dalam perkara ini, para hakim diduga menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging terhadap terdakwa tiga korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
    Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
    Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
    Majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
    Putusan diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
    Dalam kasus ini, para terdakwa didakwa dengan Primair Pasal 12 huruf c subsider Pasal 12 huruf a, jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kediaman Dirut PT BDS dan Kantor Digeledah Kejari Kabupaten Bandung
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        20 Agustus 2025

    Kediaman Dirut PT BDS dan Kantor Digeledah Kejari Kabupaten Bandung Bandung 20 Agustus 2025

    Kediaman Dirut PT BDS dan Kantor Digeledah Kejari Kabupaten Bandung
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Kediaman Direktur Utama (Dirut) PT Bandung Daya Sentosa (BDS) Yanuar Budi Norman telah digeledah tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung.
    Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kabupaten Bandung, Wawan Kurniawan, mengatakan penggeledahan di rumah Dirut PT BDS dilakukan pada Kamis (14/8/2025) lalu.
    “Kami juga melakukan penggeledahan di rumah Direktur PT Bandung Daya Sentosa. Di rumah atas nama Saudara Yanuar,” katanya usai penggeledahan kantor PT BDS di Gedung Baznas Center di Jalan Gading Tutuka, Desa Cingcin, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (20/8/2025).
    Tak sampai di situ, guna melengkapi alat bukti terkait dugaan korupsi gagal bayar kepada sejumlah vendor oleh perusahaan pelat merah tersebut, tim penyidik Kejari juga melakukan penggeledahan di kantor PT Multi Sinergi Prima yang berlokasi di Jakarta Utara.
    Perusahaan itu, kata Wawan, diduga terlibat lantaran menjadi pemasok ayam yang dikirim oleh 19 korban.
    “Jadi, 19 vendor yang menjadi korban itu bekerja sama dengan PT BDS dan kemudian mengirimkan ke PT Multi Sinergi Prima. Penggeledahan itu dilakukan hari Rabu minggu lalu,” terangnya.
    Dari sejumlah penyelidikan itu, lanjut Wawan, tim menemukan bukti-bukti pendukung.
    Saat menggeledah di PT Multi Sinergi Prima, penyidik menemukan sejumlah dokumen terkait kegiatan Boneless Ayam Dada ini.
    “Tentunya bukti-bukti pendukung ini berguna untuk penyidik dalam rangkaian untuk membuktikan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh PT BDS ataupun dari PT Cahaya Progen maupun dari PT MSP,” tutur dia.
    Sebelumnya, selama hampir empat jam, kantor PT Bandung Daya Sentosa (BDS) di Gedung Baznas Center di Jalan Gading Tutuka, Desa Cingcin, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, digeledah tim penyidik dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung.
    Pantauan di lapangan, penyidik dari Kejari datang ke kantor BDS pukul 11.30 WIB dengan pengawalan lengkap dari petugas kepolisian.
    Saat didatangi, kantor PT BDS yang berada di lantai tiga Gedung Baznas Center dalam kondisi terkunci.
    Usai berkoordinasi dengan satpam untuk mencari kunci kantor BDS, penyidik sempat mencoba untuk membuka paksa pintu kantor, tetapi upaya itu gagal, lantaran pintu kantor BDS digembok menggunakan rantai di bagian dalam.
    Penggeledahan berlangsung setelah petugas dari PT BDS datang membuka kunci pintu masuk.
    Penggeledahan berlangsung selama empat jam.
    Seluruh ruangan, mulai dari ruangan direktur utama hingga meja staf, diperiksa.
    Berkas-berkas yang disinyalir berkaitan dengan kasus yang tengah menjerat PT BDS dimasukkan ke dalam boks kontainer.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kades hingga Mantan Kades di Kerinci Jambi Korupsi Rp 644 Juta Dana Desa
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        20 Agustus 2025

    Kades hingga Mantan Kades di Kerinci Jambi Korupsi Rp 644 Juta Dana Desa Regional 20 Agustus 2025

    Kades hingga Mantan Kades di Kerinci Jambi Korupsi Rp 644 Juta Dana Desa
    Tim Redaksi
    JAMBI, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh menahan S, Kepala Desa Batang Merangin, dan Z, mantan Penjabat (Pjs)-nya, terkait dengan dugaan korupsi dana APBDesa 2021.
    Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sungai Penuh, Soekma, menjelaskan bahwa pada 2021, Desa Batang Merangin, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi, mendapat dana APBDesa senilai Rp 1,6 miliar.
    Awalnya, dana desa dikelola oleh Z yang kala itu menjabat sebagai Pjs Kades Batang Merangin pada periode Februari sampai Juli 2021.
    Kemudian, pengelolaannya dilanjutkan oleh S, yang sudah menjadi Kepala Desa Batang Merangin definitif.
    “Mereka ditahan atas kasus dugaan korupsi pembangunan gedung,” kata Soekma saat dikonfirmasi Kompas.com melalui pesan singkat, Rabu (20/8/2025).
    Dalam pembangunannya, ditemukan adanya dugaan penyalahgunaan yang tidak sesuai.
    “Kami temukan adanya dugaan pelanggaran, penyalahgunaan APBDesa yang dilakukan oleh keduanya, di mana pertanggungjawaban dengan riil pembangunan dan kegiatan di lapangan tidak sesuai, bahkan ada yang fiktif,” tambahnya.
    Soekma menjelaskan, gedung pertemuan tersebut tidak selesai dibangun, bahkan tidak berfungsi.
    “Sudah berdiri (gedung pertemuan), tetapi tidak selesai dan tidak berfungsi,” katanya.
    Berdasarkan penghitungan Inspektorat Kabupaten Kerinci, negara mengalami kerugian Rp 644 juta akibat dugaan korupsi ini.
    Atas perbuatannya, Z dan S dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
    Mereka kini ditahan di rumah tahanan (Rutan) Kejari Sungai Penuh.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Bakal Panggil Lisa Mariana Jadi Saksi Perkara Dugaan Korupsi Bank BJB

    KPK Bakal Panggil Lisa Mariana Jadi Saksi Perkara Dugaan Korupsi Bank BJB

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan Lisa Mariana sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB. 

    Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto mengonfirmasi pemanggilan tersebut untuk kapasitasnya sebagai saksi pada kasus tersebut.

    “Iya yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan perkara BJB,” kata Fitroh kepada wartawan, Rabu (20/8/2025).

    Sebelumnya, Lisa Mariana siap menjalani pemeriksaan pada hari Jumat pekan ini. Lisa mengaku bingung telah disurati KPK, sehingga belum bisa menjabarkan materi apa saja yang akan ditanyakan kepada dirinya.

    “Saya juga bingung kenapa ada bersurat KPK,” jelasnya.

    Sebagai informasi, KPK tengah mendalami aliran dana non-budgeter tentang dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB. Adapun dugaan dana mengalir ke mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Selain itu, negara diprediksi merugi hingga Rp222 miliar.

    Lalu lima tersangka tersebut adalah Yuddy Renaldi (YR), Direktur Utama Bank BJB; Widi Hartoto (WH), Pejabat Pembuat Komitmen sekaligus Kepala Divisi Corporate Secretary Bank BJB;

    Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Suhendrik (S), pengendali BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspres; Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali Cipta Karya Sukses Bersama dan Cipta Karya Mandiri Bersama.

    KPK menduga adanya perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan di sejumlah media massa yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp222 miliar.

    Dalam praktiknya, BJB menyalurkan dana iklan sekitar Rp409 miliar melalui enam agensi periklanan: PT CKMB Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.

    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

  • Diperiksa KPK 8,5 Jam, Ahmadi Noor Sebut Tidak Ditanya Soal Pengurangan Audit BJB

    Diperiksa KPK 8,5 Jam, Ahmadi Noor Sebut Tidak Ditanya Soal Pengurangan Audit BJB

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan anggota V Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ahmadi Noor Supit telah diperiksa KPK sebagai saksi dugaan kasus korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB).

    Dia memasuki Gedung Merah Putih KPK pukul 09.57 WIB dan terpantau Keluar pukul 18.26 WIB. Ahmadi tampak mengenakan kemeja putih.

    Dia mengaku tidak ditanyakan perihal dugaan pengurangan temuan audit BJB dari temuan seharusnya oleh BPK.

    “Saya tidak ditanyakan itu,” jawabnya, Rabu (20/8/2025).

    Ahmadi menyampaikan penyidik tidak banyak memberikan pertanyaan. Meski begitu, dia siap jika dipanggil kembali untuk memberikan informasi terkait kasus tersebut.

    “Jika memang dibutuhkan, saya siap hadir karena itu kan harus kewajiban saya sebagai warga negara,” jelasnya.

    Dia tidak menjelaskan detail materi apa saja yang ditanyakan penyidik kepada dirinya. Sebelumnya, dia sempat dipanggil KPK dalam kasus yang sama pada Kamis (7/8/2025).

    Dalam kasus ini, KPK tengah mendalami aliran dana non-budgeter tentang dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB. Adapun dugaan dana mengalir ke mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Selain itu, negara diprediksi merugi hingga Rp222 miliar.

    Lalu lima tersangka tersebut adalah Yuddy Renaldi (YR), Direktur Utama Bank BJB; Widi Hartoto (WH), Pejabat Pembuat Komitmen sekaligus Kepala Divisi Corporate Secretary Bank BJB;

    Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Suhendrik (S), pengendali BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspres; Sophan Jaya Kusuma (SJK), pengendali Cipta Karya Sukses Bersama dan Cipta Karya Mandiri Bersama.

    KPK menduga adanya perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan di sejumlah media massa yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp222 miliar.

    Dalam praktiknya, BJB menyalurkan dana iklan sekitar Rp409 miliar melalui enam agensi periklanan: PT CKMB Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.

    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

  • Panitera PN Jakut Wahyu Gunawan Jadi “Jalan Masuk” Korporasi CPO untuk Suap Hakim
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        20 Agustus 2025

    Panitera PN Jakut Wahyu Gunawan Jadi “Jalan Masuk” Korporasi CPO untuk Suap Hakim Nasional 20 Agustus 2025

    Panitera PN Jakut Wahyu Gunawan Jadi “Jalan Masuk” Korporasi CPO untuk Suap Hakim
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Jaksa menyebut, Panitera Muda nonaktif PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan menjadi “jalan masuk” bagi pengacara korporasi untuk menyuap hakim kasus penanganan perkara ekspor
    crude palm oil
    (CPO).
    Relasi antara Wahyu dengan salah satu pengacara korporasi, Ariyanto, berujung pihak korporasi mendapatkan vonis lepas atau ontslag dan majelis hakim menerima suap hingga Rp 40 miliar.
    “Ariyanto menanyakan kepada Wahyu Gunawan apakah memiliki kenalan pejabat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat? Kemudian Wahyu Gunawan menjawab kenal dengan terdakwa Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).
    Pertemuan itu terjadi pada akhir Januari 2024. Saat itu, Ariyanto mendatangi rumah Wahyu yang berada di Cilincing, Jakarta Utara.
    Ketika Wahyu dan Ariyanto bertemu, berkas perkara korupsi dengan tiga terdakwa korporasi, yaitu Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group, baru akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
    Sejak pertemuan ini, Wahyu menjadi penghubung antara Ariyanto yang mewakili korporasi dengan hakim.
    Usai bertemu dengan Ariyanto, Wahyu bertanya kepada Arif Nuryanta soal siapa hakim yang akan menyidangkan kasus korporasi CPO ini.
    Kepada Wahyu, Arif menyebut nama Djuyamto sebagai hakim yang akan memimpin jalannya sidang, yang kemudian disampaikan Wahyu kepada Ariyanto.
    Wahyu sendiri sempat menemui Djuyamto sesuai dengan permintaan Ariyanto. Pertemuan ini terjadi pada Februari 2024 bertempat di Lippo Mall Kemang, Jakarta Selatan.
    Saat itu Wahyu menyampaikan soal berkas korporasi CPO yang akan segera dilimpahkan ke sidang. Dan, ia menyampaikan permintaan Ariyanto agar eksepsi perusahaan dikabulkan.
    Wahyu juga menyinggung soal uang senilai Rp 20 miliar yang disiapkan perusahaan untuk menangani kasus ini.
    Tapi, saat itu Djuyamto mengaku belum bisa memberikan jawaban karena perlu membaca berkas dan eksepsi yang disampaikan para pihak.
    Dalam perjalanannya, Wahyu bertugas untuk mengatur pertemuan antara Arif Nuryanta dengan Ariyanto.
    Wahyu juga menjadi penerima uang suap dari Ariyanto dan menyerahkan uang ini kepada Arif.
    Uang suap ini diberikan dalam dua kesempatan. Pemberian pertama terjadi sekitar bulan Mei 2024.
    Saat itu, Ariyanto kembali mendatangi rumah Wahyu sambil membawa uang tunai USD 500.000 atau setara Rp 8 miliar.
    Uang ini kemudian dibagi kepada para terdakwa dengan jumlah yang berbeda-beda.
    Arif mengambil bagian senilai Rp 3,3 miliar. Kemudian, Djuyamto mengambil sebanyak Rp 1,7 miliar.
    Sementara, Ali dan Agam yang merupakan hakim anggota menerima Rp 1,1 miliar. Adapun, Wahyu juga “kecipratan” uang senilai Rp 800 juta.
    Uang ini Arif bagikan kepada majelis hakim pada Juni 2024. Ia menyebutkan, uang ini sebagai titipan agar majelis membaca berkas secara saksama.
    “Ada titipan dari sebelah untuk baca berkas,” ujar salah satu jaksa meniru omongan Arif.
    Lalu, pada Oktober 2024, Ariyanto kembali menyerahkan sejumlah uang kepada Wahyu untuk diteruskan kepada para hakim.
    Saat itu, Ariyanto menyerahkan uang tunai senilai USD 2 juta atau setara Rp 32 miliar.
    Uang diberikan agar majelis hakim PN Jakpus memberikan vonis ontslag atau vonis lepas kepada tiga korporasi yang tengah berperkara.
    Tidak lama setelah diterima  Wahyu, uang ini juga segera dibagikan kepada yang lain.
    Arif menerima Rp 12,4 miliar. Kemudian, Djuyamto mengambil Rp 7,8 miliar.
    Sementara, Ali dan Agam masing-masing mendapat Rp 5,1 miliar. Lalu, Wahyu menerima Rp 1,6 miliar.
    Jika ditotal, dari dua kali pemberian ini hakim hingga panitera menerima uang suap sebanyak Rp 40 miliar.
    Rinciannya, Arif menerima Rp 15,7 miliar, Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar; Ali dan Agam masing-masing menerima Rp 6,2 miliar. Sementara Wahyu menerima Rp 2,4 miliar.
    Dalam perkara ini, para hakim diduga menerima suap untuk menjatuhkan vonis lepas atau
    ontslag van alle recht vervolging
    terhadap terdakwa tiga korporasi dalam kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
    Tiga korporasi tersebut adalah Permata Hijau Group yang terdiri dari PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Pelita Agung Agrindustri, PT Nubika Jaya, PT Permata Hijau Palm Oleo, dan PT Permata Hijau Sawit.
    Kemudian, Wilmar Group yang terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
    Lalu, Musim Mas Group yang terdiri dari PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Agro Makmur Raya, PT Musim Mas-Fuji, PT Megasurya Mas, dan PT Wira Inno Mas.
    Majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas itu diketuai oleh hakim Djuyamto dengan anggota hakim Agam Syarif Baharudin dan hakim Ali Muhtarom.
    Putusan diketok di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dalang Kasus Kuota Haji 2024 Terkuak?

    Dalang Kasus Kuota Haji 2024 Terkuak?

    GELORA.CO – Meski masih berstatus sebagai saksi, posisi Yaqut Cholil Qoumas kini kian terdesak.

    Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menegaskan, penyidik akan kembali memeriksa eks Menteri Agama (Menag) RI tersebut.

    Budi menyebut pemanggilan untuk Yaqut akan segera dilakukan.

    “Secepatnya nanti akan dilakukan pemanggilan untuk pemeriksaan oleh penyidik,” jelas Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, dikutip Rabu, 20 Agustus 2025.

    Ia menjelaskan pemeriksaan kali ini KPK akan meminta klarifikasi terkait temuan baru.

    Sebelumnya penyidik KPK telah melakukan penggeledahan rumah Yaqut beberapa waktu lalu.

    Sejumlah barang bukti berupa dokumen fisik maupun elektronik telah diamankan penyidik KPK.

    Sehingga kata Budi, pemeriksaan Yaqut selanjutnya adalah terkait temuan-temuan KPK dari rumahnya.

    “Terlebih sepekan lalu kami telah melakukan serangkaian penggeledahan, salah satunya di rumah yang bersangkutan.

    “Tentunya penyidik butuh untuk melakukan klarifikasi-klarifikasi atas temuan dalam penggeledahan tersebut,” terang Budi.

    Ia menambahkan, di antara barang bukti yang harus diklarifikasi Yaqut adalah adanya barang bukti elektronik.

    Menurutnya pernyataan Yaqut akan menjadi petunjuk jelas dalam penelusuran “siapa dalang” yang bertanggung jawab dalam kasus kuota haji 2024.

    “Untuk menjadi petunjuk dan menjadi bukti-bukti dalam penelusuran siapa-siapa yang kemudian bertanggung jawab terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi ini,” bebernya.

    Seperti diketahui, kasus kuota haji 2024 ini disinyalir bau amis.

    KPK mencium bau tersebut dari kuota tambahan yang diberikan Kerajaan Arab Saudi kepada pemerintah.

    Seharusnya, kuota tambahan itu dikhususkan hanya untuk penambahan jemaah haji regular.

    Namun praktiknya, kuota tambahan haji 2024 itu diduga diperjual-belikan oleh Kemenag era Yaqut Cholil.

    KPK sendiri telah memeriksa sejumlah saksi. Salah satu tokoh tersohor, Ustaz Khalid Basalamah pemilik Uhud Tour, telah diperiksa pada bulan lalu.

    Dalam klarifikasi yang disampaikannya, Ustaz Khalid mengaku dirinya diundang oleh KPK untuk memberikan keterangan secara teknis terkait mekanisme haji. Khususnya haji furoda atau haji khusus.

    Sebab KPK dalam penyelidikan kasus ini menduga adanya ketidaksesuaian terkait fasilitas jemaah haji yang diberikan.

    Sebelumnya Budi menyebut bahwa jemaah haji furoda dan haji khusus dari kuota tambahan ini tidak mendapatkan fasilitas yang sesuai.

    “Fasilitas downgrade. Jemaah haji furoda dapat fasilitas haji khusus, kami menduga jemaah haji khusus mendapat fasilitas haji regular,” papar Budi.

    Setidaknya dalam kasus ini KPK menduga ada penyelewengan pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan Kerajaan Arab Saudi itu.

    Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur menjelaskan seharusnya ada pembagian kuota haji regular sebanyak 92 persen (18.400) dan 8 persen haji khusus (1.600).

    Hal tersebut mengacu Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.

    Hanya saja, pada praktiknya, pembagian itu kata Asep, justru dipecah dua masing-masing 50 persen.

    “Ini tidak sesuai, itu menjadi perbuatan melawan hukum. Itu tidak sesuatu aturan itu, tapi di bagian dua 10.000 untuk regular, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” jelasnya.

    “Jadi kan berbeda. Seharusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” tukasnya.

  • KPK Panggil Lisa Mariana Jumat Pekan Ini Terkait Kasus BJB

    KPK Panggil Lisa Mariana Jumat Pekan Ini Terkait Kasus BJB

    Jakarta

    KPK memanggil Lisa Mariana untuk diperiksa pada Jumat pekan ini. Lisa dipanggil terkait kasus korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB).

    “Benar, terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi Bank Jabar. Ya (kasus Bank BJB),” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat dihubungi, Rabu (20/8/2025).

    Lisa melalui media sosialnya menyatakan akan dipanggil oleh KPK. Hal itu diungkap melalui unggahan di Instagram pribadinya, seperti dilihat, Rabu (20/8).

    Lisa mengaku akan dipanggil oleh KPK pada Jumat (22/8) pekan ini. Lisa tidak menjelaskan alasan dan kasus apa yang melibatkannya sehingga keterangannya dibutuhkan KPK.

    “Tanggal 22 saya dipanggil ke KPK untuk menjadi saksi, saya juga bingung kenapa ada surat KPK. Ini belum final kita bongkar setuntas-tuntasnya,” jelas Lisa.

    Kasus BJB ini sendiri terjadi pada saat Ridwan Kamil menjadi Gubernur Jawa Barat. KPK juga sempat menggeledah rumah RK.

    Dari penggeledahan itu, KPK turut menyita motor gede (moge) hingga satu unit mobil. Penyitaan itu dilakukan KPK dari RK diduga terkait kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB.

    “Untuk kendaraan selain Royal Enfield yang disita dari saudara RK itu informasi yang kami dapatkan ada satu unit kendaraan roda empat,” ungkap Jubir KPK, saat itu Tessa Mahardika dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (25/4).

    KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Yuddy Renaldi selaku mantan Dirut Bank BJB; Widi Hartono (WH), yang menjabat pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB; serta Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Suhendrik (S), dan Sophan Jaya Kusuma (RSJK), selaku pihak swasta.

    Perbuatan kelimanya diduga telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 222 miliar. KPK menduga duit tersebut masuk sebagai dana pemenuhan kebutuhan nonbujeter.

    Para tersangka saat ini belum ditahan. Tapi KPK sudah meminta Ditjen Imigrasi mencegah mereka ke luar negeri selama enam bulan dan bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan penyidikan.

    Halaman 2 dari 2

    (ial/rfs)

  • KPK Dinilai Melebarkan Narasi di Luar Ruang Lingkup Perkara Gus Yaqut

    KPK Dinilai Melebarkan Narasi di Luar Ruang Lingkup Perkara Gus Yaqut

    JAKARTA – Kuasa hukum mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut), Mellisa Anggraini SH, MH, CLA, memberikan tanggapannya atas imbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  kepada jemaah haji 2024 untuk menjadi saksi jika mengalami ketidaksesuaian layanan.

    “KPK memang berwenang memanggil siapa pun sebagai saksi. Tapi himbauan ke publik seharusnya tidak melenceng dari ruang lingkup perkara,” tegas Mellisa di Jakarta, Selasa (19/8).

    Substansi Perkara vs. Isu Layanan Haji

    Mellisa menegaskan, inti penyidikan KPK adalah dugaan kerugian negara dalam kebijakan pembagian kuota haji tambahan. Oleh karena itu, saksi yang relevan hanyalah pihak-pihak yang terlibat langsung dalam proses kebijakan tersebut.

    “Jika KPK mengajak jemaah melapor soal layanan hotel, katering, atau penempatan, itu di luar konteks. Persoalan teknis lapangan tidak otomatis berkaitan dengan korupsi kuota,” ujarnya.

    Ia mengkhawatirkan imbauan KPK justru menggiring opini publik seolah-olah seluruh masalah haji 2024 adalah tindak pidana korupsi. Padahal, belum ada bukti keterkaitan antara keluhan jemaah dengan dugaan penyimpangan kuota.

    Risiko Pembuktian di Pengadilan

    Mellisa mengingatkan, keterangan saksi yang tidak relevan dengan inti perkara berpotensi diperdebatkan di pengadilan. “Saksi yang dihadirkan karena keluhan layanan bisa dianggap tidak punya nilai pembuktian untuk perkara kuota haji,” jelasnya.

    Ia mendesak KPK fokus pada perbuatan nyata dan unsur kerugian negara dalam kebijakan kuota tambahan, bukan memperluas isu ke ranah pelayanan yang menjadi kewenangan Kementerian Agama dan penyelenggara haji.

    Sebelumnya, lembaga antirasuah itu bersikeras bahwa semua laporan masyarakat akan ditelaah untuk mengungkap potensi penyimpangan secara menyeluruh.

    Kritik kuasa hukum ini menyoroti risiko overreach (peluasan berlebihan) otoritas KPK, yang berpotensi mengaburkan fokus penyidikan dan menimbulkan bias publik.