Kasus: Teroris

  • Alasan Tentara Suriah Tarik Mundur Pasukan dari Hama, Oposisi Kini Kuasai Distrik Strategis di Homs  – Halaman all

    Alasan Tentara Suriah Tarik Mundur Pasukan dari Hama, Oposisi Kini Kuasai Distrik Strategis di Homs  – Halaman all

     

    Alasan Tentara Suriah Tarik Mundur Pasukan dari Hama, Oposisi Kini Kuasai Distrik Strategis di Homs 

    TRIBUNNEWS.COM – Suriah mengklaim menarik mundur pasukannya keluar dari Hama untuk menyelamatkan nyawa warga sipil.

    Hal itu dikatakan Menteri Pertahanan Suriah Ali Mahmoud Abbas dalam pidatonya kepada rakyat negara itu dilansir MNA, Jumat (6/12/2024).

    Pernyataan ini dinyatakan sekaligus sebagai bantahan kalau Tentara Suriah kehilangan Kota Hama yang kini dikuasai oposisi bersenjata karena kalau dalam pertempuran.

    “Kami memiliki posisi yang baik di medan perang. Angkatan bersenjata kami telah ditarik (mundur) kembali demi menyelamatkan nyawa,” katanya seperti dikutip kantor berita SANA.

    Menurut menteri tersebut, tentara memindahkan pasukannya keluar dari kota Hama “untuk menyelamatkan nyawa warga sipil.”

    Menteri tersebut memperingatkan bahwa oposisi bersenjata berupaya mengambil keuntungan dari situasi saat ini dalam upaya media mereka dan melakukan kampanye disinformasi terhadap rakyat Suriah dan angkatan bersenjata.

    “Organisasi-organisasi ini mungkin menggunakan pernyataan atau perintah palsu yang mengatasnamakan Komando Umum angkatan bersenjata, serta rekaman audio atau video yang dibuat dengan bantuan kecerdasan buatan,” katanya.

    Menteri tersebut meminta warga sipil dan personel militer di Suriah untuk “memahami bahaya dari kampanye menyesatkan ini, tidak mempercayainya dan hanya mengikuti apa yang dipublikasikan melalui saluran nasional resmi.”

    Pejuang oposisi Suriah berdiri di depan Universitas Aleppo, setelah pemberontak yang menentang Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan mereka telah mencapai jantung Aleppo, Suriah, 30 November 2024. (Tehran Times)

    Oposisi Anti-Rezim Kuasai Distrik Strategis Homs

    Setelah merebut Kota Hama, kelompok-kelompok anti-rezim di Suriah telah merebut distrik Rastan dan Talbiseh di provinsi Homs, wilayah yang memiliki kepentingan strategis yang berfungsi sebagai pintu gerbang ke ibukota Damaskus, menurut laporan Anews.

    Kelompok-kelompok yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS), telah bentrok dengan pasukan rezim Suriah sejak 27 November.

    Setelah merebut kendali pusat kota di Hama awal pekan ini, mereka sekarang membuat kemajuan signifikan di Homs.

    Sebelumnya pagi ini, kelompok-kelompok anti-rezim berhasil menguasai Rastan dan Talbiseh, distrik-distrik utama yang terletak di sepanjang jalan raya M5, yang menghubungkan Aleppo, Hama, dan Homs ke Damaskus.

    Perkembangan Situasi di Suriah

    Bentrokan antara pasukan rezim Suriah dan kelompok anti-rezim pertama kali meletus pada 27 November 2024 di pedesaan barat Aleppo.
    Pada 30 November, pasukan oposisi telah menguasai sebagian besar pusat kota Aleppo dan mendirikan dominasi di seluruh provinsi Idlib.
    Pada 5 Desember, setelah pertempuran sengit, pasukan anti-rezim merebut pusat kota Hama dari kendali rezim.
    Sementara itu, pada 1 Desember, oposisi Tentara Nasional Suriah meluncurkan Operasi Fajar Kebebasan melawan kelompok teror PKK/YPG di distrik Tel Rifaat di pedesaan Aleppo, membebaskan daerah itu dari unsur-unsur teroris.

     

    (oln/mna/Anews/*)

  • Kepala Pria ini Dihargai Rp 158 Miliar oleh Amerika Serikat, Simak Sepak Terjang Karirnya

    Kepala Pria ini Dihargai Rp 158 Miliar oleh Amerika Serikat, Simak Sepak Terjang Karirnya

    TRIBUNJATIM.COM – Sosok ini menjadi orang yang paling dicari oleh Amerika Serikat.

    Bahkan sosoknya kini sampai dijadikan sayembara.

    Siapa yang bisa menangkap sosok tersebut akan mendapatkan hadiah miliaran Rupiah.

    Diketahui, kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) kini menguasai Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, melalui serangan mendadak yang dipimpin oleh Abu Mohammed al-Jawlani (Abu Mohammed al-Golani).

     

    Al-Jawlani adalah sosok yang pernah membelot dari al-Qaeda dan ISIS.

    Dia juga dikenal sebagai pemimpin kelompok penentang pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

    Abu Mohammed al-Jawlani, yang dituduh sebagai pelanggar hak asasi manusia, memimpin HTS, yang merupakan jaringan al-Qaeda dan telah dilabeli sebagai organisasi teroris oleh banyak negara.

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) menawarkan hadiah sebesar $10 juta (sekitar Rp158 miliar) bagi siapa saja yang dapat menangkapnya.

    Dikutip dari BBC, identitas asli al-Jawlani menjadi perdebatan.

    Dalam wawancara dengan PBS, ia mengaku bernama asli Ahmed al-Sharaa, lahir di Riyadh, Arab Saudi, dan dibesarkan di Damaskus, Suriah.

    Namun, laporan lain menyebutkan bahwa ia mungkin lahir di Deir ez-Zor, Suriah Timur, dengan rentang tahun kelahiran yang berbeda-beda, antara 1975 hingga 1981.

    Karier Militer dan Kepemimpinan HTS

    Al-Jawlani bergabung dengan al-Qaeda di Irak setelah invasi militer koalisi yang dipimpin AS pada 2003.

    Ia ditangkap oleh pasukan AS pada 2010 dan dipenjara di Camp Bucca, di mana ia bertemu dengan berbagai kombatan militan.

    Setelah dibebaskan, ia menjadi komandan kelompok bersenjata Nusra, yang terafiliasi dengan ISIS, sebelum memutuskan hubungan dengan ISIS pada 2013 dan beralih ke al-Qaeda.

    Pada 2017, al-Jawlani menggabungkan berbagai kelompok milisi di Suriahuntuk membentuk Hayat Tahrir al-Sham dan menjabat sebagai pemimpin.

    Di bawah kepemimpinannya, HTS menjadi kelompok dominan di wilayah Idlib dan sekitarnya, yang kini dihuni sekitar empat juta jiwa akibat arus pengungsi.

    Sebelum masa peperangan, sekitar 2,7 juta warga tinggal di wilayah itu.

    Sejumlah pihak memperkirakan penduduk di daerah tersebut bertambah menjadi sekitar empat juta jiwa lantaran arus masuk pengungsi.

    Kelompok al-Jawlani menguasai “Pemerintahan Keselamatan” yang bertindak layaknya otoritas lokal di Provinsi Idlib dengan memberikan layanan kesehatan, pendidikan, serta keamanan.

    Pada 2021, al-Jawlani berkata media PBS bahwa pihaknya tidak mengikuti strategi jihad global ala al-Qaeda, melainkan fokus pada upaya menjungkalkan Presiden al-Assad.

    AS dan negara-negara Barat pun memiliki tujuan yang sama dengan dirinya.

    “Wilayah ini tidak merepresentasikan ancaman keamanan kepada Eropa dan Amerika,” katanya.

    HTS diketahui menegakkan hukum Islam di wilayah kendalinya, tetapi dengan cara yang lebih longgar dibanding kelompok-kelompok jihad lainnya.

    Kelompok tersebut juga secara terbuka menjalin hubungan dengan komunitas Kristen dan kelompok non-Muslim lain.

    Hal ini membuat HTS sempat dikritik kelompok jihad lain karena dianggap terlalu moderat.

    Sementara itu, organisasi HAM menuduh HTS melakukan penindasan terhadap aksi protes dan telah melakukan pelanggaran HAM.

    Namun al-Jawlani membantah tuduhan ini.

    HTS dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh sejumlah negara Eropa, Timur Tengah, serta Dewan Keamanan PBB.

     

  • Oposisi Sudah Berada di Gerbang Kota Homs, Panglima Perang HTS: Tujuan Kami Gulingkan Rezim Assad – Halaman all

    Oposisi Sudah Berada di Gerbang Kota Homs, Panglima Perang HTS: Tujuan Kami Gulingkan Rezim Assad – Halaman all

    Sudah Berada di Gerbang Kota Homs, Panglima Perang HTS: Tujuan Kami Gulingkan Rezim Assad

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan oposisi bersenjata yang melancarkan serangan kilat di Suriah menyatakan tujuan mereka untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.

    Hal itu diungkapkan pemimpin faksi oposisi anti-rezim Bashar al-Assad, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Jumat (6/12/2024).

    Pemberontak yang dipimpin HTS itu kini berada di gerbang Homs, Suriah, kata pemantau perang, setelah merebut kota-kota penting lainnya dari kendali pemerintah.

    Dalam waktu kurang dari seminggu, serangan tersebut telah menyebabkan kota kedua Suriah, Aleppo, dan Hama yang berlokasi strategis, jatuh dari kendali Presiden Bashar al-Assad untuk pertama kalinya sejak perang saudara dimulai pada tahun 2011.

    Jika pemberontak merebut Homs, itu akan memotong pusat kekuasaan di ibu kota Damaskus dari pantai Mediterania, benteng utama klan Assad, yang telah memerintah Suriah selama lima dekade terakhir.

    Pada Jumat pagi, para pemberontak hanya berada lima kilometer (tiga mil) dari tepi Homs, menurut pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia.

    Abu Mohammed al-Julani, pemimpin aliansi pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mengatakan tujuan serangan itu adalah untuk menggulingkan kekuasaan Assad.

    “Ketika kita berbicara tentang tujuan, tujuan revolusi tetaplah menggulingkan rezim ini. Merupakan hak kami untuk menggunakan semua cara yang tersedia untuk mencapai tujuan itu,” kata Jolani kepada CNN dalam sebuah wawancara.

    Aliansi pemberontak yang melancarkan serangan yang dimulai pada tanggal 27 November dipimpin oleh HTS, yang berakar pada cabang Al-Qaeda di Suriah tetapi telah berusaha memoderasi citranya dalam beberapa tahun terakhir.

    Para pemberontak melancarkan serangan mereka di Suriah utara pada hari yang sama ketika gencatan senjata berlaku dalam perang antara Israel dan kelompok Lebanon Hizbullah, yang bersama dengan Rusia dan Iran telah menjadi pendukung penting pemerintahan Assad.

    Turki, yang mendukung oposisi, pada hari Jumat mengatakan Menteri Luar Negerinya Hakan Fidan akan bertemu dengan mitranya dari Rusia dan Iran akhir pekan ini di Qatar untuk membahas situasi di Suriah.

    Pasukan Suriah Bantah Mundur dari Homs

    Karena khawatir atas kemajuan serangan pemberontak, puluhan ribu warga anggota minoritas Alawite Assad meninggalkan Homs pada Kamis, kata penduduk dan Observatorium.

    Khaled, yang tinggal di pinggiran kota, mengatakan kepada AFP bahwa “jalan menuju provinsi (pesisir) Tartus bersinar… karena lampu ratusan mobil yang melaju keluar”.

    Namun, sebuah sumber militer Suriah membantah laporan penarikan tentara dari Homs.

    Mereka mengonfirmasi kalau pasukan Suriah tetap ditempatkan di kota dan pedesaannya.

    Sumber itu menyatakan bahwa tentara Suriah memperkuat kehadirannya dengan “pasukan besar tambahan yang dilengkapi dengan berbagai persenjataan, siap untuk mengusir serangan oposisi,” menurut kantor berita Suriah.

    Homs merupakan lokasi pengepungan wilayah oposisi oleh pemerintah selama berbulan-bulan dan serangan sektarian yang mematikan pada tahun-tahun awal perang saudara.

    Pada awal perang, yang diawali dengan tindakan keras brutal Assad terhadap protes demokrasi, para aktivis menyebut kota itu sebagai “ibu kota revolusi” melawan pemerintah.

    Warga Suriah yang dipaksa meninggalkan negaranya akibat tindakan keras terhadap pemberontakan terpaku pada ponsel mereka sambil menyaksikan perkembangan yang terjadi.

    “Kami telah memimpikan ini selama lebih dari satu dekade,” kata Yazan, mantan aktivis berusia 39 tahun yang selamat dari pengepungan dan sekarang tinggal sebagai pengungsi di Prancis.

    Ketika ditanya apakah ia khawatir dengan agenda Islamis HTS, ia berkata: “Bagi saya, tidak penting siapa yang melakukan ini. Setan sendiri bisa jadi berada di baliknya. Yang menjadi perhatian orang adalah siapa yang akan membebaskan negara.”

    Namun, di sisi lain perpecahan sektarian, ada ketakutan di kalangan komunitas Alawi di Homs.

    Haidar, 37, yang tinggal di lingkungan mayoritas Alawite, mengatakan kepada AFP melalui telepon bahwa “ketakutan adalah payung yang menutupi Homs sekarang”.

    “Saya belum pernah melihat kejadian seperti ini seumur hidup saya. Kami sangat takut, kami tidak tahu apa yang sedang terjadi.”

    Pada hari Jumat, aliansi pemberontak “memasuki kota Rastan dan Talbisseh” di jalan utama antara Hama dan Homs, kata Observatorium.

    Faksi-faksi tersebut menghadapi “ketiadaan sama sekali” pasukan pemerintah, tambahnya.

    Rekaman yang diunggah di media sosial dan diverifikasi oleh AFP menunjukkan pemberontak melepaskan tembakan ke udara saat mereka melewati Talbisseh.

    Kementerian Pertahanan Suriah mengatakan tentara melancarkan serangan terhadap pejuang “teroris” di provinsi Hama.

    Observatorium Suriah, yang mengandalkan jaringan sumber di Suriah, mengatakan 826 orang, sebagian besar kombatan tetapi juga termasuk 111 warga sipil, telah tewas sejak serangan dimulai minggu lalu.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa kekerasan tersebut telah menyebabkan 280.000 orang mengungsi, dan memperingatkan bahwa jumlah tersebut dapat meningkat hingga 1,5 juta orang.

    Kepala Observatory, Rami Abdel Rahman mengatakan terjadi “eksodus besar-besaran warga Alawi Suriah dari sejumlah wilayah di Homs, puluhan ribu orang menuju ke pantai Suriah, karena takut dengan kemajuan pemberontak”.

    Seorang pejuang oposisi Suriah merobek lukisan yang menggambarkan Presiden Suriah Bashar Assad dan mendiang ayahnya Hafez Assad di Bandara Internasional Aleppo di Aleppo, Suriah, 2 Desember 2024. (tangkap layar ToI/Kredit Foto: AP/Ghaith Alsayed)

    Pukulan Telak

    Banyak pemandangan yang disaksikan dalam beberapa hari terakhir tidak akan terbayangkan sebelumnya dalam perang.

    Para pemberontak mengumumkan melalui Telegram penangkapan mereka atas Hama setelah pertempuran jalanan dengan pasukan pemerintah, dan menggambarkannya sebagai “pembebasan kota secara menyeluruh”.

    Banyak warga yang menyambut para pejuang pemberontak. Seorang fotografer AFP melihat beberapa warga membakar poster raksasa Assad di fasad balai kota.

    Militer mengakui kehilangan kendali atas kota tersebut, meskipun Menteri Pertahanan Ali Abbas bersikeras bahwa penarikan pasukan merupakan “tindakan taktis sementara”.

    Dalam sebuah video yang diunggah daring, pemimpin HTS Jolani mengatakan para pejuangnya memasuki Hama untuk “membersihkan luka yang telah berlangsung di Suriah selama 40 tahun”, merujuk pada pembantaian tentara pada tahun 1980-an.

    Dalam pesan lain di Telegram yang mengucapkan selamat kepada “rakyat Hama atas kemenangan mereka,” untuk pertama kalinya ia menggunakan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa, alih-alih nama samaran perangnya.

    Aron Lund, seorang peneliti di lembaga pemikir Century International, menyebut kekalahan Hama sebagai “pukulan telak bagi pemerintah Suriah”.

    Jika Assad kehilangan Homs, itu tidak berarti berakhirnya kekuasaannya, kata Lund, tetapi “tanpa adanya rute aman dari Damaskus ke pantai, saya rasa berakhirlah kekuasaannya sebagai entitas negara yang kredibel.”

    Kepala PBB Antonio Guterres mengatakan pada hari Kamis bahwa eskalasi di Suriah adalah hasil dari “kegagalan kolektif kronis” diplomasi.

    Abu Mohammed al-Julani Baghdad Menjauh dari Suriah, Pasukan Antiteror Irak Kumpul di Perbatasan

    Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Julani pada tanggal 5 Desember mendesak Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani untuk menjauhkan negaranya dari perang Suriah.

    “Kami mendesak dia (Sudani) untuk menjauhkan Irak dari memasuki tungku baru dari apa yang sedang terjadi di Suriah,” kata Julani dalam pesan video yang diunggah di saluran Telegram kelompok ekstremis tersebut.

    Secara khusus, pemimpin organisasi teroris yang ditetapkan PBB tersebut meminta Baghdad untuk “melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah Unit Mobilisasi Populer (PMU)” mendukung Tentara Arab Suriah (SAA).

    PMU, yang juga dikenal sebagai Hashd al-Shaabi, adalah kelompok milisi antiteror yang bersekutu dengan Poros Perlawanan regional. 

    Didirikan pada tahun 2014 dengan dukungan Iran, PMU berperan penting dalam mengalahkan ISIS pada bulan Desember 2017.

    Kelompok tersebut kemudian memperoleh pengakuan pemerintah sebagai kelompok militer semi-resmi dengan hak hukum serupa dengan tentara nasional.

    Sejak dimulainya serangan ekstremis di Suriah barat laut minggu lalu, Baghdad telah mengerahkan ribuan tentara ke perbatasan Irak-Suriah.

    “Pasukan Irak dari Kementerian Pertahanan, badan keamanan pendukung lainnya, dan PMU berada dalam siaga tinggi di sepanjang perbatasan dengan Suriah. Bala bantuan militer telah dikirim ke provinsi Anbar, khususnya ke daerah perbatasan, untuk meningkatkan keamanan dan bersiap menghadapi keadaan darurat,” kata Ali Naama Al-Bindawi, anggota Komite Keamanan dan Pertahanan Parlemen Irak, kepada Shafaq News pada hari Kamis.

    Qassim Muslih, kepala operasi PMU di provinsi Anbar, mengonfirmasi bahwa pengerahan pasukan ke perbatasan Suriah mengikuti arahan Sudani untuk mendukung dan menopang polisi perbatasan. 

    Muslih menambahkan bahwa operasi tersebut bertujuan “untuk meningkatkan kesiapan” pasukan keamanan jika terjadi keadaan darurat.

    Pesan video Julani kepada Perdana Menteri Irak muncul beberapa jam sebelum Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein mengadakan pertemuan puncak tripartit dengan mitranya dari Suriah dan Iran untuk membahas perkembangan keamanan yang berkembang pesat di Suriah dan implikasi regional yang lebih luas.

    “[Jika] pemerintah Suriah meminta Iran untuk mengirim pasukan ke Suriah, kami akan mempertimbangkan permintaan tersebut,” kata Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi awal minggu ini.

    Pada hari Kamis, HTS dan sekutunya – semua faksi yang sebelumnya bersekutu dengan Al-Qaeda dan ISIS – menguasai kota Hama di selatan Aleppo setelah bentrokan hebat dengan SAA. 

    Meskipun mereka terus maju di garis depan, pasukan kedirgantaraan Rusia mengonfirmasi bahwa serangan udara gabungan dengan Suriah telah menewaskan ratusan ekstremis dalam beberapa hari terakhir.

    Para ekstremis yang didukung Turki dan AS melancarkan serangan mendadak di Suriah barat laut minggu lalu, beberapa jam setelah gencatan senjata dimulai antara Lebanon dan Israel. 

    Pada hari Kamis, militer Israel mengumumkan bahwa pasukannya “bersiap untuk skenario apa pun dalam serangan dan pertahanan” di dekat Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki .

     

    (oln/mba/ndtv/tc/*)

  • Pemberontak Islamis Suriah Berjanji Bersikap Toleran? – Halaman all

    Pemberontak Islamis Suriah Berjanji Bersikap Toleran? – Halaman all

    Usai menduduki Kota Aleppo dan mengusir pasukan Presiden Suriah Bashar Assad, milisi Islam Sunni Hay’at Tahrir al-Sham atau HTS, berjanji tidak akan merundung minoritas di wilayah yang kini berada di bawah kendali mereka.

    HTS, yang telah ditetapkan sebagai organisasi teroris asing oleh Amerika Serikat (AS) dan Dewan Keamanan PBB, bercokol di utara Suriah serta di Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, dan kini dikabarkan mulai bergerak ke arah Hama.

    “Ketika berhasil mengambil alih Aleppo, mereka meyakinkan anggota kelompok minoritas bahwa mereka akan mengizinkan mereka hidup berdampingan,” kata Chrissie Steenkamp, ​​seorang profesor madya Perubahan Sosial dan Politik di Universitas Oxford Brookes Inggris, kepada DW.

    “HTS memang suka menggambarkan diri mereka sebagai pihak yang tidak terlalu menindas kelompok minoritas dan agama lain,” kata Steenkamp. Sebagai konsekuensi dari perang saudara di Suriah selama hampir 14 tahun, tidak ada statistik yang akurat tentang minoritas etnis dan agama di Suriah.

    Namun, perkiraan yang ada sangat mirip, yaitu populasi Suriah yang berjumlah hampir 25 juta orang terdiri dari sekitar 70% Muslim Sunni, 13% Muslim Syiah yang sekitar 10% di antaranya adalah Alawi, serta minoritas Kurdi, Kristen, dan Druze di negara tersebut.

    Ruang bagi kebebasan beragama

    Selama lima tahun terakhir, HTS, yang diterjemahkan menjadi “Organisasi Pembebasan Levant,” bertindak sebagai pemerintahan de facto di benteng oposisi utama terakhir Suriah di wilayah barat laut, Idlib, dengan sekitar empat juta warga Suriah yang sebagian besar pengungsi.

    “Selama ini, HTS telah membuka diri bagi minoritas agama,” kata Jerome Drevon, analis International Crisis Group yang telah bertemu dengan para pemimpin HTS, kepada DW.

    Misalnya, komandan HTS telah bertemu dengan perwakilan Kristen untuk menyampaikan kekhawatiran mereka, katanya.

    “Masalah utamanya adalah tentang perumahan, karena banyak rumah warga Kristen di wilayah Idlib telah disita oleh para pengungsi dari tempat lain di Suriah,” jelasnya, seraya menambahkan bahwa “HTS telah mengembalikan rumah dan tanah tersebut kepada pemiliknya yang beragama Kristen.”

    Sejak 2018, umat Kristen di wilayah Idlib juga dapat merayakan hari raya keagamaan mereka seperti Paskah atau Natal. “Hak-hak mereka telah membaik secara signifikan,” kata Drevon, menyoroti proses serupa dengan minoritas Druze.

    Sasaran strategis hanya untuk Suriah

    HTS pro-Turki, yang didirikan pada tahun 2011, awalnya terkait dengan militan al-Qaeda. Namun, kelompok tersebut terpecah lagi karena HTS tidak berupaya membangun kekhalifahan global.

    “Mereka ingin mengambil alih rezim Suriah dan menciptakan rezim baru sebagai gantinya,” kata Drevon kepada DW.

    “Untuk ini, mereka telah menyatakan kesiapan mereka untuk menciptakan hubungan strategis dengan Turki, Irak, dan hanya beberapa hari yang lalu, mereka bahkan memiliki komunike yang mengatakan bahwa mereka dapat memiliki hubungan dengan Rusia juga,” tambahnya.

    Rusia, serta Iran, adalah sekutu utama Assad sementara Turki termasuk di antara pendukung kelompok pemberontak oposisi. “Namun, semua ini tidak mengubah fakta bahwa ada banyak jihadis di jajaran HTS,” kata analis Timur Tengah Guido Steinberg kepada media Jerman ARD awal minggu ini.

    “Oleh karena itu, kita harus berasumsi bahwa HTS juga bertindak seperti kelompok jihadis yang melakukan tindakan kekerasan terhadap minoritas agama dan etnis,”

    Menurut asumsinya, kekuasaan HTS bisa membuahkan “rejim teror bagi penduduk, terutama di distrik Aleppo yang juga dihuni oleh warga Kristen dan Kurdi.”

    Kelam catatan HAM

    Hiba Zayadin, seorang peneliti senior di Divisi Timur Tengah dan Afrika Utara dari Human Rights Watch, meragukan bahwa HTS menganut corak Islam yang toleran.

    “Ketakutan yang mungkin dirasakan oleh kaum minoritas termasuk Syiah, Kurdi, dan Alawi saat ini, berasal dari catatan hak asasi manusia yang buruk dari HTS dan faksi-faksi Tentara Nasional Suriah yang didukung Turki, yang telah bergabung dengan HTS dalam operasinya baru-baru ini,” kata Zayadin kepada DW.

    “Pelanggaran sebelumnya terhadap kedua kelompok tersebut termasuk penganiayaan terhadap umat minoritas agama dan etnis termasuk kekerasan, pemindahan paksa, serta penghancuran warisan budaya dan agama,” tambahnya.

    Namun, kaum minoritas dan aktivis politik atau pembangkang Suriah tidak hanya terancam di wilayah yang diperintah oleh pemberontak Islam. “Di wilayah yang dikuasai pemerintah, mereka yang dianggap menentang rezim, termasuk karena mereka berasal dari wilayah yang sebelumnya atau saat ini dikuasai oposisi atau yang merupakan bagian dari sekte terpinggirkan, termasuk Sunni dan Kurdi,” kata Zayadin.

    “Mereka berisiko mengalami penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, dan penindasan yang berkelanjutan,” imbuhnya. Dia tidak melihat banyak harapan untuk fajar baru hak asasi manusia di Suriah.

    “Dinamika sektarian secara signifikan membentuk pengalaman hidup kelompok etnis dan agama yang sering terperangkap dalam siklus ketakutan, pengungsian, dan penindasan,” katanya.

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

  • Iran Tegaskan Komitmen Dukung Pemerintah Suriah

    Iran Tegaskan Komitmen Dukung Pemerintah Suriah

    ERA.id – Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menegaskan komitmen Iran untuk terus mendukung Suriah, menurut kantor berita resmi IRNA.

    “Hari ini saya akan menuju Damaskus untuk menyampaikan pesan kepada pemerintah Republik Islam Suriah.” kata Araghchi kepada wartawan saat peringatan Hari Angkatan Laut di Pulau Kish, Iran selatan, dikutip dari Anadolu.

    “Kami dengan teguh mendukung militer dan pemerintah Suriah,” tambahnya.

    Araghchi menegaskan bahwa tentara Suriah sekali lagi akan menang atas kelompok-kelompok teroris ini seperti di masa lalu.

    “Kami yakin setelah kegagalan rezim zionis (Israel), musuh tersebut sedang berupaya untuk menjalankan rencana-rencana jahat yang dapat mengacaukan wilayah ini melalui kelompok-kelompok teroris ini,” ucapnya merujuk pada kelompok-kelompok anti-rezim di Suriah.

    Pertempuran terjadi antara pasukan rezim Assad dengan kelompok bersenjata anti-rezim pada 27 November di pedesaan barat provinsi Aleppo di Suriah utara.

    Sejak pekan lalu, kelompok bersenjata anti-rezim telah merangsek masuk dari pedesaan barat ke pusat kota, dan merebut sebagian besar wilayah itu pada Sabtu (30/11/2024).

    Kelompok tersebut berhasil mengambil alih kendali kota Khan Shaykhun pada Sabtu, dan berupaya mengendalikan Idlib.

  • Panglima Perang HTS Tuntut Baghdad Menjauh dari Suriah, Pasukan Antiteror Irak Kumpul di Perbatasan – Halaman all

    Panglima Perang HTS Tuntut Baghdad Menjauh dari Suriah, Pasukan Antiteror Irak Kumpul di Perbatasan – Halaman all

    Panglima Perang HTS Tuntut Baghdad Menjauh dari Suriah, Pasukan Antiteror Irak Kumpul di Perbatasan

    TRIBUNNEWS.COM- Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Julani pada tanggal 5 Desember mendesak Perdana Menteri Irak Mohammed Shia al-Sudani untuk menjauhkan negaranya dari perang Suriah.

    “Kami mendesak dia (Sudani) untuk menjauhkan Irak dari memasuki tungku baru dari apa yang sedang terjadi di Suriah,” kata Julani dalam pesan video yang diunggah di saluran Telegram kelompok ekstremis tersebut.

    Secara khusus, pemimpin organisasi teroris yang ditetapkan PBB tersebut meminta Baghdad untuk “melakukan apa pun yang diperlukan untuk mencegah Unit Mobilisasi Populer (PMU)” mendukung Tentara Arab Suriah (SAA).

    PMU, yang juga dikenal sebagai Hashd al-Shaabi, adalah kelompok milisi antiteror yang bersekutu dengan Poros Perlawanan regional. 

    Didirikan pada tahun 2014 dengan dukungan Iran, PMU berperan penting dalam mengalahkan ISIS pada bulan Desember 2017.

     

     

     

     

     

     

    Kelompok tersebut kemudian memperoleh pengakuan pemerintah sebagai kelompok militer semi-resmi dengan hak hukum serupa dengan tentara nasional.

    Sejak dimulainya serangan ekstremis di Suriah barat laut minggu lalu, Baghdad telah mengerahkan ribuan tentara ke perbatasan Irak-Suriah.

    “Pasukan Irak dari Kementerian Pertahanan, badan keamanan pendukung lainnya, dan PMU berada dalam siaga tinggi di sepanjang perbatasan dengan Suriah. Bala bantuan militer telah dikirim ke provinsi Anbar, khususnya ke daerah perbatasan, untuk meningkatkan keamanan dan bersiap menghadapi keadaan darurat,” kata Ali Naama Al-Bindawi, anggota Komite Keamanan dan Pertahanan Parlemen Irak, kepada Shafaq News pada hari Kamis.

    Qassim Muslih, kepala operasi PMU di provinsi Anbar, mengonfirmasi bahwa pengerahan pasukan ke perbatasan Suriah mengikuti arahan Sudani untuk mendukung dan menopang polisi perbatasan. 

    Muslih menambahkan bahwa operasi tersebut bertujuan “untuk meningkatkan kesiapan” pasukan keamanan jika terjadi keadaan darurat.

    Pesan video Julani kepada Perdana Menteri Irak muncul beberapa jam sebelum Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein mengadakan pertemuan puncak tripartit dengan mitranya dari Suriah dan Iran untuk membahas perkembangan keamanan yang berkembang pesat di Suriah dan implikasi regional yang lebih luas.

    “[Jika] pemerintah Suriah meminta Iran untuk mengirim pasukan ke Suriah, kami akan mempertimbangkan permintaan tersebut,” kata Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi awal minggu ini.

    Pada hari Kamis, HTS dan sekutunya – semua faksi yang sebelumnya bersekutu dengan Al-Qaeda dan ISIS – menguasai kota Hama di selatan Aleppo setelah bentrokan hebat dengan SAA. 

    Meskipun mereka terus maju di garis depan, pasukan kedirgantaraan Rusia mengonfirmasi bahwa serangan udara gabungan dengan Suriah telah menewaskan ratusan ekstremis dalam beberapa hari terakhir.

    Para ekstremis yang didukung Turki dan AS melancarkan serangan mendadak di Suriah barat laut minggu lalu, beberapa jam setelah gencatan senjata dimulai antara Lebanon dan Israel. 

    Pada hari Kamis, militer Israel mengumumkan bahwa pasukannya “bersiap untuk skenario apa pun dalam serangan dan pertahanan” di dekat Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki .

     

    SUMBER: THE CRADLE

  • 4 Pemain Kunci yang Bertempur dalam Perang Suriah: HTS, Loyalis Assad, SNA, dan Pasukan Kurdi – Halaman all

    4 Pemain Kunci yang Bertempur dalam Perang Suriah: HTS, Loyalis Assad, SNA, dan Pasukan Kurdi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pemberontak Suriah baru-baru ini melancarkan serangan kilat terhadap pasukan pemerintah di wilayah barat laut negara itu.

    Serangan ini memicu kembali perang saudara Suriah yang telah berlangsung selama belasan tahun.

    Kelompok pemberontak yang bertempur dalam perang Suriah selama 13 tahun adalah kelompok pejuang yang sangat kompleks.

    Mereka berfokus pada pertempuran melawan berbagai musuh, yang terkadang didukung oleh kekuatan asing.

    Dalam seminggu terakhir, kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) menampakkan diri sebagai penantang tangguh bagi Presiden Bashar al-Assad, penguasa Suriah selama hampir seperempat abad.

    Mengutip The Washington Post, berikut ini adalah hal-hal yang perlu diketahui tentang para pemain kunci yang terlibat dalam pertempuran tersebut.

    1. Hayat Tahrir al-Sham (HTS)

    Pemimpin HTS Abu Mohammed al-Jawlani terlihat di garis depan pertempuran dalam sebuah video (via BBC)

    Hayat Tahrir al-Sham (HTS) merupakan kelompok yang memimpin serangan terbaru terhadap pasukan pemerintah Suriah.

    Selama lebih dari satu dekade, HTS dikenal sebagai penantang berat rezim Assad.

    HTS merupakan penerus afiliasi al-Qaeda, Jabhat al-Nusra.

    Tujuan kelompok tersebut adalah untuk menegakkan pemerintahan Islam di Suriah.

    Dalam beberapa tahun terakhir, HTS menggunakan dominasinya di Suriah barat laut, tempat kelompok tersebut dikekang oleh pasukan pemerintah, untuk membangun kembali kekuatan pasukan oposisi yang tersisa, menjadi pasukan tempur.

    HTS juga berupaya melembutkan citranya.

    Setelah berafiliasi dengan al-Qaeda, kelompok ini kini menjauhkan diri dari akar ekstremisnya.

    HTS lebih berfokus pada penyediaan layanan pemerintah bagi jutaan orang di provinsi Idlib melalui Pemerintahan Keselamatan Suriah yang masih baru, administrator de facto wilayah yang dikuasai HTS.

    Dalam pernyataan terbaru, kelompok ini mengatakan akan melindungi situs budaya dan keagamaan di Aleppo, termasuk gereja.

    Kelompok ini juga menguasai perbatasan Bab al-Hawa menuju Turki, koridor penting untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan ke wilayah yang dikuasai pemberontak.

    Departemen Luar Negeri AS menetapkan HTS sebagai organisasi teroris asing.

    2. Pasukan Pemerintah Suriah atau Loyalis Assad

    (FILES) Gambar selebaran ini dirilis oleh halaman Facebook Kepresidenan Suriah pada 7 Desember 2020, menunjukkan Presiden Suriah Bashar al-Assad menyampaikan pidato pada pertemuan berkala yang diadakan oleh Kementerian Wakaf di Masjid Al-Othman, di Damaskus. (Handout / Halaman Facebook Kepresidenan)

    Pasukan pemerintah yang setia kepada Assad pernah berhasil menggagalkan upaya untuk menggulingkan rezimnya sejak protes antipemerintah pertama kali meletus pada tahun 2011.

    Ketika pasukan Assad menindak dengan keras, protes yang awalnya damai tersebut berubah menjadi pemberontakan besar-besaran, yang membentuk garis besar konflik saat ini.

    Pada tahun 2020, pasukan pemerintah Suriah (yang didukung oleh Iran, Rusia, dan kelompok militan Lebanon, Hizbullah) berhasil menahan pemberontak oposisi di sudut barat laut Suriah.

    Rusia secara efektif bertindak sebagai angkatan udara Assad sejak tahun 2015.

    Dalam seminggu terakhir, pasukan pemerintah tiba-tiba tampak kehilangan kendali.

    Pemberontak merebut kendali sebagian besar Aleppo, kota besar Suriah yang direbut kembali oleh pasukan Assad pada tahun 2016.

    Militer rezim Suriah mengatakan bahwa mereka mengerahkan kembali pasukan dari wilayah yang dikuasainya di provinsi Aleppo dan Idlib, dibantu oleh pemboman dari angkatan udara gabungan Suriah-Rusia.

    Pada hari Minggu (1/12/2024), menteri luar negeri Iran mengunjungi Damaskus untuk menunjukkan dukungannya terhadap rezim Assad.

    Dalam sebuah wawancara hari Minggu di acara “Meet the Press” NBC, penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan menyatakan bahwa momentum serangan pemberontak terkait dengan melemahnya pendukung utama Assad, yakni Rusia, Iran, dan Hizbullah, dalam konflik di tempat lain di Timur Tengah.

    3. Syrian National Army (SNA) atau Tentara Nasional Suriah

    Syrian National Army (Al Sharq Strategic Research)

    Tentara Nasional Suriah (SNA) adalah koalisi atau gabungan pasukan yang didukung Turki yang juga telah mengambil bagian dalam pertempuran terbaru, terutama melawan pejuang Kurdi di Suriah utara.

    Sebagai informasi, Kurdi adalah kelompok etnis terbesar keempat di Timur Tengah, mengutip BBC.

    Sekitar 25 hingga 35 juta suku Kurdi mendiami wilayah pegunungan yang membentang di perbatasan Turki, Irak, Suriah, Iran, dan Armenia.

    Namun, Kurdi tidak pernah memperoleh negara bangsa yang permanen.

    Di masa lalu, SNA membantu memerangi pemerintah Assad dan militan ISIS, serta HTS dan organisasi pendahulunya.

    Berbasis di wilayah utara Suriah di sepanjang wilayah perbatasan dengan Turki, sebagian besar faksi SNA terdiri dari pejuang Arab Suriah, termasuk mereka yang tergabung dalam kelompok pemberontak pertama, Free Syrian Army atau Tentara Pembebasan Suriah.

    Kantor berita pemerintah Turki, Anadolu, melaporkan bahwa SNA berpartisipasi dalam serangan pemberontak baru-baru ini, dengan mengklaim telah merebut bandara militer di Aleppo.

    Pasukan proksi Turki ini juga telah bertempur melawan pejuang Kurdi Suriah yang bersekutu dengan AS.

    Turki menganggap Kurdi Suriah sebagai teroris karena hubungan mereka dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) Turki, sebuah kelompok militan yang telah melancarkan serangan di dalam Turki atas nama nasionalisme Kurdi.

    Di masa lalu, para ahli PBB menuduh pejuang SNA melakukan pelanggaran besar, termasuk eksekusi tanpa pengadilan, pemukulan, penculikan, dan penjarahan di wilayah yang berada di bawah kendali Turki.

    4. Pasukan Kurdi

    Pasukan Demokratik Suriah (SDF) (Rudaw)

    Pasukan Demokratik Suriah (SDF) merupakan gabungan kelompok militan pimpinan Kurdi yang berpusat di Suriah timur laut, yang didukung oleh Amerika Serikat untuk memerangi ISIS.

    Pada tahun 2019, Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, menarik pasukan AS dari Suriah utara.

    Hal itu membuka jalan bagi Turki untuk melancarkan invasi.

    Selain pertempuran SDF melawan ekstremis Islam, SDF juga terlibat dalam konflik paralel melawan Turki dan pejuang yang didukung Turki.

    Turki menentang SDF karena hubungannya dengan PKK, dan telah lama memandang keberadaannya di dekat perbatasan Turki sebagai ancaman.

    Kelompok pemberontak Kurdi tidak bersekutu dengan mereka yang memimpin serangan terbaru ini.

    Dalam seminggu terakhir, SDF mengatakan mereka berjuang untuk menahan laju pejuang yang didukung Turki yang berpartisipasi dalam serangan yang dipimpin HTS.

    Pada hari Senin, Jenderal SDF Mazloum Kobane Abdi mengumumkan evakuasi pejuang Kurdi dan warga sipil dari Aleppo.

    Ia mengatakan pasukan Kurdi berkomunikasi dengan semua pihak di Suriah untuk mengamankan jalur yang aman dari kota tersebut ke wilayah Suriah yang dikuasai Kurdi di sebelah timur.

    Para analis mengatakan waktu serangan ini bertepatan dengan melemahnya pendukung rezim Assad.

    “Ini ada hubungannya dengan geopolitik dan peluang lokal,” kata Emile Hokayem, peneliti senior untuk keamanan Timur Tengah di Institut Internasional untuk Studi Strategis.

    “Pemberontakan secara umum telah berkumpul kembali, dipersenjatai kembali, dan dilatih ulang untuk sesuatu seperti ini.”

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Pasukan Pemberontak Rebut Kota Penting Hama di Suriah

    Pasukan Pemberontak Rebut Kota Penting Hama di Suriah

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pasukan pemberontak Hayat Tahrir Al Sham merebut salah satu kota penting lainnya di Suriah, Hama, pada Kamis (5/12). Mereka merebut kota ini beberapa hari setelah menduduki Aleppo.

    Kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) melancarkan serangan mereka lebih dari seminggu yang lalu, tepat ketika gencatan senjata berlaku antara Israel dan sekutu Assad, Hizbullah, di Lebanon.

    Pemantau perang Syrian Observatory for Human Rights mengatakan setelah bentrokan semalam, para pemberontak menyerbu Hama “dari beberapa sisi” dan terlibat dalam pertempuran jalanan dengan militer Suriah.

    Para pemberontak mengatakan mereka telah merebut penjara Hama dan membebaskan para narapidananya. Pada sore hari, tentara Suriah mengakui kehilangan kendali atas kota yang terletak di antara Aleppo dan basis kekuasaan Presiden Bashar al-Assad di ibukota Damaskus.

    “Selama beberapa jam terakhir, dengan semakin intensifnya konfrontasi antara tentara kami dan kelompok-kelompok teroris, kelompok-kelompok ini mampu menembus sejumlah poros di kota dan memasukinya,” kata militer dalam sebuah pernyataan, melansir AFP, Kamis (5/12).

    Pihak militer menambahkan bahwa pasukannya telah dikerahkan ke luar Hama.

    Dalam sebuah video yang diposting secara online, pemimpin HTS Abu Mohammed al-Jolani mengatakan para pejuangnya telah memasuki Hama untuk “membersihkan luka yang telah berlangsung di Suriah selama 40 tahun”. Ini mengacu pada tindakan keras terhadap Ikhwanul Muslimin pada tahun 1982, yang mengakibatkan ribuan orang tewas.

    “Saya memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar ini menjadi penaklukan tanpa balas dendam,” tambahnya.

    Maya, seorang mahasiswi berusia 22 tahun, mengatakan bahwa ia dan keluarganya tinggal di rumah saat pertempuran berkecamuk di luar.

    “Kami terus mendengar suara ledakan dan penembakan tanpa henti,” katanya kepada AFP melalui telepon dari Hama.

    “Kami tidak tahu apa yang terjadi di luar.”

    Pemantau perang Syrian Observatory for Human Rights mengatakan bahwa 727 orang, yang sebagian besar kombatan dan 111 warga sipil, tewas di Suriah sejak konflik meletus pekan lalu.

    Ini menandai pertempuran paling sengit sejak tahun 2020 di negara yang telah dilanda perang saudara, yang dimulai dengan penindasan terhadap protes pro-demokrasi pada tahun 2011.

    Kunci keberhasilan pemberontak sejak dimulainya serangan pekan lalu adalah pengambilalihan Aleppo, yang selama lebih dari satu dekade perang tidak pernah sepenuhnya jatuh dari tangan pemerintah.

    Jolani, pemimpin HTS, pada hari Rabu mengunjungi benteng penting di Aleppo, di mana gambar-gambar yang diposting di saluran Telegram para pemberontak menunjukkan dia melambaikan tangan kepada para pendukungnya dari sebuah mobil dengan atap terbuka.

    Sementara para pemberontak yang maju hanya mendapat sedikit perlawanan pada awal serangan mereka, pertempuran di sekitar Hama sangat sengit.

    Menurut laporan kantor berita pemerintah SANA, Assad memerintahkan kenaikan gaji tentara karir sebesar 50 persen, karena berusaha memperkuat pasukannya untuk melakukan serangan balik.

    Para pemberontak memukul mundur angkatan bersenjata Suriah meskipun pemerintah telah mengirimkan “konvoi militer dalam jumlah besar”, menurut Observatorium.

    Mereka mengatakan pertempuran pada hari Rabu itu terjadi di dekat daerah yang sebagian besar dihuni oleh kaum Alawit, pengikut cabang Islam Syiah yang sama dengan presiden.

    (tim/dmi)

    [Gambas:Video CNN]

  • Bakal Kembali Ajukan Grasi, Keluarga Ali Imron Berharap Dikabulkan Presiden Prabowo

    Bakal Kembali Ajukan Grasi, Keluarga Ali Imron Berharap Dikabulkan Presiden Prabowo

    Lamongan (beritajatim.com) – Keluarga Ali Imron, yang merupakan narapidana terorisme (napiter) dari kasus Bom Bali I, akan kembali mengajukan grasi kepada presiden.

    Keterlibatan Ali Imron dalam kasus Bom Bali pada tahun 2002 tersebut membuatnya dijatuhi vonis hukuman penjara seumur hidup pada tahun 2003.

    Ali Fauzi, adik kandung dari Ali Imron, menyampaikan bahwa pengajuan grasi kepada Presiden Prabowo tersebut merupakan permintaan dari sang ibu, Tatiyem.

    “Ibunda yang 5 tahun belakangan ini terus menerus minta kepada saya untuk menguruskan grasi untuk mas Ali Imron,” kata Ali Fauzi kepada wartawan, Kamis (5/12/2024).

    Pria yang merupakan pendiri sekaligus ketua Yayasan Lingkar Perdamaian (YLP) tersebut mengaku selama ini sudah 5 kali mengajukan grasi.

    Namun upayanya selalu gagal, meskipun segala kebutuhan administrasi mulai dari tingkat bawah hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sudah dilengkapi.

    “Bapas (Balai Pemasyarakatan) sudah menyetujui. Kalapas Cipinang juga menyetujui, Dirjen Pas (Direktur Jendral Pemasyarakatan), Kapolri, Kepala BNPT mendukung. Tapi kemudian kita mentok di Istana (Presiden),” tuturnya.

    Ali Fauzi mengaku akan terus berusaha agar kakaknya Ali Imron bisa mendapatkan keringanan hukuman, dengan kembali mengajukan grasi kepada Presiden Prabowo.

    “Mudah-mudahan Pak Prabowo mau merespon permintaan ibunda Tariyem yang anaknya, Ali Imron, sudah mendekam hampir 22 tahun di penjara. Saya hampir setiap hari juga menangis jika mendengar keluhan dari ibu,” ujarnya.

    “Dia bilang 2 kakakmu sudah ditembak mati, ini yang satu kok nggak pulang-pulang, nggak bebas-bebas. Tapi itu kan memang kewenangan pemerintah,” lanjutnya.

    Ali Fauzi mengaku terkadang merasa cemburu terhadap beberapa narapidana yang mendapat vonis hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati, yang akhirnya bisa bebas.

    “Saya juga sebagai manusia biasa juga merasa cemburu sebenarnya. Karena pada beberapa kasus narkoba misalkan, Mary Jane beberapa minggu lalu diekstradisi ke Filipina dan kemudian dibebaskan. Padahal vonisnya kan vonis mati,” ucapnya.

    Selain Mary Jane, kata Ali Fauzi, para narapidana kasus narkoba di Bali yang terkenal dengan sebutan Bali Nine, rencananya juga akan dipulangkan ke negara asalnya, Australia.

    “Saya harapkan juga ini ada keseimbangan di dalam memperlakukan antara napi narkoba dan napi teroris,” kata Ali Fauzi.

    Apalagi menurut Ali Fauzi, jasa Ali Imron terhadap keberhasilan penanggulangan terorisme dan paham radikal melalui program deradikalisasi sangatlah besar.

    “Mas Ali Imron pertaruhkan nama baiknya, nyawanya juga, ketika moderasi beragama, deradikalisasi menjadi hinaan kelompok JI (Jamaah Islamiyah) maupun ISIS. Tapi beliau lakukan itu,” katanya.

    “Dan hasilnya sekarang ada ratusan yang sekarang mengikuti jejak mas Ali Imron (kembali ke pangkuan NKRI). Nah saya pikir juga perlu ada apresiasi dari pemerintah, khususnya bapak Presiden Prabowo,”sambungnya.

    Menurut Ali Fauzi, ibunya yang kini telah berusia 99 tahun dan mulai menderita lumpuh, sangat mengharapkan Ali Imron bisa bebas. Terakhir kali Ibu Tariyem bertemu Ali Imron sekitar 5 tahun lalu.

    “Harapan saya kali ini dan supaya juga ibu sebelum meninggal dunia, Mas Ali Imron bisa bebas. Karena ibu ngomong kalau nggak mau mati duku sebelum mas Ali Imron bebas. Sekarang umur ibu sudah mendekati 100 tahun,” ucap Ali Fauzi. [fak/suf]

  • 9 Update Panas Perang Arab: Warning Baru Israel-Rusia Perkuat Posisi

    9 Update Panas Perang Arab: Warning Baru Israel-Rusia Perkuat Posisi

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Wilayah Timur Tengah masih terus dialami ketegangan baru. Kali ini, ada dua perang besar yang terjadi di dunia Arab itu.

    Di Jalur Gaza Palestina dan Lebanon, saat ini Israel sedang menghadapi peperangan dengan milisi di dua negara itu, Hamas dan Hizbullah. Meski sebelumnya sempat sepakat melakukan gencatan senjata dengan Hizbullah, namun banyak aksi saling serang yang melibatkan kedua pihak.

    Di sisi lain, di front lain, muncul perang baru di Suriah. Perang ini digemborkan oleh Kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang berhasil menguasai kota Aleppo dari Pemerintah Suriah.

    Berikut perkembangan dua peperangan tersebut dikutip dari beberapa sumber, Kamis (5/12/2024):

    1. Israel Beri Warning Perluas Perang Lebanon

    Israel memberikan peringatan baru kepada milisi Lebanon Hizbullah dan Pemerintah Lebanon, Selasa (3/12/2024). Hal ini terjadi saat keduanya nampak melanggar perjanjian gencatan senjata yang sudah disepakati pekan lalu.

    Dalam pengumumannya, Israel mengatakan akan meminta pertanggungjawaban Lebanon karena gagal melucuti senjata militan yang melanggar gencatan senjata. Negeri Zionis itu bahkan mengancam Pemerintah Lebanon akan kembali ke negara itu bila situasinya tidak bisa diatasi.

    “Jika kami kembali berperang, kami akan bertindak tegas, kami akan bertindak lebih dalam, dan hal terpenting yang perlu mereka ketahui: bahwa tidak akan ada lagi pengecualian bagi negara Lebanon,” kata Menteri Pertahanan Israel Katz dikutip Channel News Asia yang melansir Reuters.

    “Jika sampai sekarang kami memisahkan negara Lebanon dari Hizbullah, tidak akan lagi (Israel hanya mundur).”

    Meskipun ada gencatan senjata minggu lalu, pasukan Israel terus melakukan serangan terhadap apa yang mereka sebut sebagai pejuang Hizbullah yang mengabaikan perjanjian.

    Pada Senin, Hizbullah menembaki sebuah pos militer Israel, sementara otoritas Lebanon mengatakan sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan udara Israel di Lebanon. Satu orang lainnya tewas pada hari Selasa oleh serangan pesawat tak berawak.

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengatakan setiap pelanggaran gencatan senjata akan dihukum, betapapun kecilnya. Menurutnya, perjanjian gencatan senjata bukanlah akhir dari perang, sehingga Tel Aviv masih mampu mengambil tindakan keras.

    “Kami menegakkan gencatan senjata ini dengan tangan besi,” katanya menjelang pertemuan kabinet di kota perbatasan Utara Nahariya. “Saat ini kami sedang dalam gencatan senjata, saya catat, gencatan senjata, bukan akhir dari perang,” tambahnya.

    2. AS-Prancis Turun Tangan di Lebanon

    Untuk tindak lanjut, Jenderal Amerika Serikat (AS) Jasper Jeffers dan Jenderal Prancis Guillaume Ponchin akan mengadakan pertemuan di Beirut dengan Pemerintah Lebanon pada Rabu. Salah seorang sumber mengatakan kedua jenderal itu akan mencoba mencari jalan keluar dari mekanisme gencatan senjata yang sejauh ini mandek.

    “Ada urgensi untuk menyelesaikan mekanisme tersebut, jika tidak maka akan terlambat,” ungkap salah satu sumber, mengacu pada peningkatan serangan Israel secara bertahap meskipun ada gencatan senjata.

    3. Israel Serbu Rumah Sakit Gaza

    Al Jazeera melaporkan bahwa Rumah Sakit Kamal Adwan di Beit Lahiya menjadi sasaran penembakan artileri dan tembakan oleh pasukan Israel.

    Pasukan Israel mengepung sekolah-sekolah Abu Tamam, yang menampung orang-orang yang mengungsi di pusat Beit Lahiya di Jalur Gaza Utara, seraya mencatat bahwa penduduk Beit Lahiya yang terkepung menghadapi bahaya serius karena meningkatnya penembakan.

    4. AS Marah ke Israel, Minta Ini

    Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, meminta Israel untuk menyelidiki tuduhan bahwa serangan udaranya telah menewaskan pekerja bantuan Save the Children dan World Central Kitchen di Gaza.

    Ketika ditanya tentang pembunuhan Ahmad Faisal Isleem Al-Qadi yang berusia 39 tahun dalam serangan udara pada hari Sabtu di Khan Younis, Patel mengatakan Washington sedang mencari informasi lebih lanjut tentang kematian tersebut.

    “Kami sangat marah, dan kami menginginkan informasi lebih lanjut tentang insiden ini,” kata Patel.

    “(Tentara Israel) perlu memberikan informasi tambahan tentang insiden ini,” tambahnya.

    5. Prancis Gandeng Saudi Buat Konferensi Palestina

    Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa ia dan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman akan menjadi ketua bersama konferensi tentang pembentukan negara Palestina pada bulan Juni.

    “Kami telah memutuskan untuk menjadi ketua bersama konferensi untuk kedua negara pada bulan Juni tahun depan,” kata Macron, mengacu pada Israel dan negara Palestina yang potensial.

    “Dalam beberapa bulan mendatang, bersama-sama kita akan memperbanyak dan menggabungkan inisiatif diplomatik kita untuk membawa semua orang di sepanjang jalan ini,” tambahnya.

    Meskipun Uni Eropa tidak mengakui negara Palestina, beberapa negara Eropa telah mengambil langkah-langkah tahun ini untuk mengakuinya, termasuk Irlandia, Spanyol, dan Norwegia.

    6. Israel Bunuh Penghubung Hizbullah-Suriah

    Pasukan Israel telah mengkonfirmasi di Telegram bahwa mereka telah membunuh seorang tokoh senior Hizbullah yang bertanggung jawab untuk berhubungan dengan tentara Suriah.

    “Rezim Suriah mendukung Hizbullah dan membiarkan organisasi tersebut memanfaatkannya untuk transfer senjata ke wilayah Lebanon, sehingga membahayakan warga Suriah dan Lebanon,” kata seorang juru bicara tentara Israel.

    Juru bicara tersebut menambahkan bahwa orang yang terbunuh tersebut merupakan tokoh penting dan aktif di Suriah. Tanpa menyebutkan nama jelas, juru bicara tersebut mengungkapkan kematian figur itu akan mencegah pembentukan organisasi teroris Hizbullah di Suriah serta penguatan Hizbullah di dalam negeri Lebanon.

    7. PBB Awasi Israel-Lebanon

    Pasukan penjaga perdamaian PBB mengatakan siap mendukung perjanjian apa pun yang akan mengakhiri kekerasan di ‘Garis Biru’ atau garis demarkasi antara Lebanon dan Israel.

    “Kami akan terus memantau dan melaporkan pelanggaran resolusi 1701, dan mendesak semua aktor untuk mematuhi resolusi tersebut baik secara harfiah maupun semangat,” katanya pada X, merujuk pada resolusi PBB tahun 2006 yang dimaksudkan untuk mengakhiri permusuhan antara Hizbullah dan Israel setelah perang mereka sebelumnya.

    Kelompok tersebut menanggapi sebuah posting oleh Letnan Jenderal Aroldo Lazaro Saenz, kepala misi dan komandan pasukan UNIFIL, yang mengatakan bahwa ia bertemu dengan Duta Besar AS Lisa Johnson dan Mayor Jenderal Jasper Jeffers, yang mengawasi gencatan senjata yang ditengahi AS.

    “Kami membahas upaya untuk membantu memulihkan stabilitas dan dukungan pasukan penjaga perdamaian untuk kerja mekanisme tersebut,” katanya.

    8. Aktivis Yahudi Geruduk Parlemen Kanada

    Para aktivis Yahudi menyerukan Kanada untuk berhenti mengirim senjata ke Israel karena Israel terus mengebom daerah kantong Palestina tersebut. Video yang dibagikan di media sosial menunjukkan puluhan orang duduk di pintu masuk gedung parlemen di Ottawa, menyanyikan lagu-lagu dan meneriakkan, “Embargo senjata sekarang!”

    “Setiap bom yang dijatuhkan Israel di Gaza dan setiap rudal yang ditembakkan ke Lebanon mengandung kebenaran yang mengerikan: pesawat tempur dan helikopter serang yang menghancurkan warga sipil tidak dapat terbang tanpa ratusan komponen buatan Kanada,” kata Niall Ricardo dari Independent Jewish Voices Canada, salah satu penyelenggara protes tersebut, dalam sebuah pernyataan.

    “Ekspor senjata Kanada yang terus berlanjut dan dukungan diplomatik membuatnya terlibat dalam kekejaman ini.”

    9. Rusia-Iran Perkuat Posisi di Suriah

    Pemberontak Suriah terus mendesak pemerintah Bashar al-Assad dengan kemajuan signifikan di medan perang. Pada Selasa (3/12/2024), mereka berhasil mendekati kota besar Hama, menandai salah satu pergerakan terbesar dalam konflik ini sejak 2020.

    Langkah ini terjadi setelah mereka mengejutkan dunia dengan merebut Aleppo, kota terbesar di Suriah sebelum perang.

    Menurut laporan Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebagaimana dikutip Reuters, kelompok pemberontak telah merebut beberapa desa di utara Hama, termasuk Maar Shahur. Keberhasilan ini memberikan tekanan besar pada pasukan Assad yang telah menguasai Hama sejak pecahnya perang pada 2011.

    Media pemerintah Suriah melaporkan bahwa bala bantuan militer telah tiba untuk mempertahankan kota ini. Namun, seorang sumber pemberontak mengonfirmasi bahwa mereka kini menghadapi pasukan milisi pro-Iran di luar Hama.

    Ketegangan juga meningkat karena sekutu utama Assad, yaitu Rusia dan Iran, bergerak untuk mendukungnya. Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menyatakan kesediaannya mengirim pasukan jika diminta oleh Damaskus. Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin menyerukan diakhirinya “agresi teroris” di Suriah.

    Perdana Menteri Irak Shia al-Sudani juga menuding serangan udara Israel terhadap pemerintah Suriah sebagai faktor yang memperburuk situasi. Ia menegaskan bahwa Irak tidak akan menjadi “penonton pasif” dalam konflik ini.

    (luc/luc)