Kasus: Teroris

  • Kala Warga Suriah Rayakan Akhir Rezim Presiden Bhasar al-Assad

    Kala Warga Suriah Rayakan Akhir Rezim Presiden Bhasar al-Assad

    Jakarta, CNN Indonesia

    Warga Suriah memadati jalan di Aleppo dengan bernyanyi setelah para pemberontak menggulingkan Presiden Bhasar al-Assad pada Minggu (8/12).

    Komandan militer Suriah mengumumkan rezim Assad telah berakhir.

    Namun tentara Suriah masih melakukan perlawanan terhadap kelompok teroris di kota Hama dan Homs.

    Usai penggulingan tersebut, al-Assad dikabarkan mendarat di Moskow, Rusia bersama keluarga dari Suriah.

  • Gencatan Senjata Gaza di Depan Mata, Hamas Mulai Menghitung Jumlah Sandera Hidup Israel – Halaman all

    Gencatan Senjata Gaza di Depan Mata, Hamas Mulai Menghitung Jumlah Sandera Hidup Israel – Halaman all

    Gencatan Senjata Gaza di Depan Mata, Hamas Mulai Menghitung Jumlah Sandera Hidup Israel
     
      
    TRIBUNNEWS.COM – Sumber informasi Palestina mengungkapkan kepada surat kabar Asharq Al-Awsat kalau gerakan Hamas telah memulai langkah baru untuk mencoba membatasi jumlah tahanan Israel yang masih hidup yang ditahan oleh Hamas dan faksi lain perlawanan dalam operasi 7 Oktober 2023.

    Menurut sumber tersebut, para pejabat senior Hamas telah melakukan kontak dengan beberapa faksi perlawanan di Jalur Gaza.

    Kontak itu disebutkan sebagai langkah koordinasi untuk mengetahui perkembangan terkini mengenai tahanan yang masih hidup, sebagai persiapan untuk kemungkinan mencapai kesepakatan pertukaran sesegera mungkin.

    Disebutkan, negosiasi pertukaran tahanan dengan Israel mengalami kemajuan serius.

    Seperti diketahui negosiasi Hamas-Israel terjadi secara tidak langsung dengan mediator Mesir dan Qatar.

    Sumber tersebut menunjukkan kalau fokus koordinasi adalah pada tahanan Israel yang masih hidup, sementara upaya juga dilakukan untuk menemukan jenazah beberapa tahanan yang terbunuh dalam serangan Israel.

    Sumber tersebut menyatakan, “Ada konsensus besar di dalam Hamas, serta di dalam faksi-faksi tersebut, mengenai perlunya mencapai gencatan senjata – dengan alasan serupa dengan garis besar pertempuran di Lebanon.”

    Gencatan Senjata ‘Kecil’ Selama Dua Bulan

    Israel dan Hamas hampir mencapai kesepakatan gencatan senjata “kecil” , Otoritas Penyiaran Israel melaporkan pada Minggu (8/12/2024), mengutip sumber politik.

    Otoritas penyiaran mengutip sumber Israel yang tidak disebutkan namanya yang mengatakan kalau kedua pihak hampir menyelesaikan kesepakatan yang akan mencakup gencatan senjata selama dua bulan.

    Kesepakatan itu juga akan melibatkan pembebasan tahanan berdasarkan ” kasus kemanusiaan ,” termasuk orang lanjut usia, wanita, yang terluka dan sakit, serta penarikan tentara Israel dari sebagian Jalur Gaza, kata sumber tersebut, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

    Hamas dan negara-negara mediator, Mesir dan Qatar belum mengomentari laporan tersebut.

    Delegasi Hamas yang dipimpin oleh wakil pemimpin Khalil al-Hayya meninggalkan Kairo Minggu malam setelah pertemuan dengan kepala Badan Intelijen Umum Mesir, Mayjen Hassan Rashad, di mana mereka membahas upaya untuk melaksanakan gencatan senjata di Jalur Gaza.

    Delegasi tersebut menekankan komitmennya untuk memastikan keberhasilan upaya ini dan mengakhiri agresi terhadap rakyat Palestina.

    Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengklaim dalam percakapan dengan keluarga sandera Israel di Gaza bahwa jatuhnya rezim Bashar al-Assad di Suriah pada hari Minggu dapat berkontribusi pada kesepakatan pertukaran sandera di Gaza.

    Israel memperkirakan saat ini ada 101 tahanan Israel yang ditahan di Gaza.

    Upaya mediasi yang dipimpin oleh AS, Mesir dan Qatar untuk mencapai gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas telah gagal karena penolakan Netanyahu untuk menghentikan konflik yang sedang berlangsung.

    Israel telah melancarkan perang genosida di Jalur Gaza, yang mengakibatkan kematian lebih dari 44.600 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, sejak serangan lintas perbatasan oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.

    Bulan lalu, Pengadilan Kriminal Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas tindakannya di Gaza.

    Ratusan orang berdemo menuntut pemerintah Israel membebaskan keluarga dan kerabat mereka yang disandera Hamas di Gaza. Aksi demo ini digelar di Hostage Square di Tel Aviv untuk merayakan ulang tahun sandera Tamir Nimrodi, yang ditahan oleh teroris Hamas di Gaza. 15 November 2024. (Avshalom Sassoni/Flash90)

    Tekanan dari Keluarga Sandera

    Pada saat suasana optimis menyebar di Israel mengenai pencapaian kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas di Jalur Gaza, keluarga para tahanan Israel mengeluarkan pernyataan yang memperingatkan agar tidak menunda-nunda dan menuntut penyelesaian kesepakatan yang komprehensif dan tidak parsial.

    Dan mereka pergi ke Dewan Keamanan PBB menuntut agar kesepakatan semacam itu disetujui dan diberlakukan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dengan persetujuan bulat dari negara-negara besar.

    Einav Zengawker, ibu dari Matan tentara yang ditangkap Hamas, mengatakan bahwa kesepakatan parsial berarti anak saya akan tetap ditahan sampai tahap berikutnya di masa depan. 

    “Hanya Tuhan yang tahu kapan hal itu akan terjadi, dan itu mungkin tidak akan pernah terjadi.”

    Pernyataan tersebut ditujukan kepada lima negara besar, meminta agar mereka tidak menggunakan hak veto terhadap keputusan tersebut.

    Jelas terlihat bahwa demonstrasi protes yang terjadi pada Sabtu dan Minggu malam semakin meningkat kekuatannya, mencapai lebih dari 45 ribu orang di 30 lokasi di seluruh Israel, menuntut kembalinya 100 sandera yang ditahan oleh Hamas dan menentang kebijakan Israel. 

    Tel Aviv menyaksikan tiga demonstrasi: Dua diantaranya bersifat tradisional dalam isu tahanan, dan yang ketiga menentang rencana pemerintah untuk menggulingkan pemerintah dan melemahkan sistem peradilan. 

    Demonstrasi ketiga melibatkan 12.000 demonstran, dan merupakan demonstrasi pertama sejak Agustus lalu. Ketua Asosiasi Pengacara, Amit Baker, angkat bicara mengenai hal ini dan mengatakan bahwa pemerintah telah kembali melaksanakan rencana kudetanya. 

    Dia menambahkan: “Mereka percaya bahwa kampanye protes telah memudar, jadi mereka memutuskan untuk melanjutkan gelombang undang-undang tersebut.” 

    Kita harus menjelaskan kepada mereka bahwa revolusi kita belum memudar, bahwa keinginan kita terhadap demokrasi masih membara dalam diri kita, dan bahwa kita bertekad untuk menggulingkan pemerintah.” 

    Dia meminta masyarakat untuk keluar dalam jumlah ratusan ribu. “Sampai tanah berguncang di bawah kaki Netanyahu.”

    Ribuan orang berpartisipasi dalam pawai besar-besaran di Lapangan Sandera di Lapangan Museum Tel Aviv. 

    Polisi Israel menangkap lima orang (4 atas tuduhan perilaku tidak tertib, dan satu karena menyerang petugas polisi), dan 3 tahanan di bawah umur dibebaskan. 

    Sementara ribuan lainnya berdemonstrasi di Jalan Begin di kota, di mana api dinyalakan dan padam setelah beberapa saat. 

    Tiga pengunjuk rasa terluka akibat penyerangan polisi, termasuk seorang wanita muda yang kepalanya beberapa kali terbentur tanah.

    Yang menonjol di antara para demonstran adalah Einav Zengawker, ibu dari tentara Matan yang ditangkap, yang dikenal sangat kuat dan telah memimpin demonstrasi selama 14 bulan, namun ia pingsan di atas panggung. 

    Beberapa jam yang lalu, Hamas menerbitkan rekaman yang menunjukkan putranya masih hidup, dan menuntut upaya serius untuk membebaskannya. 

    Netanyahu meneleponnya dan memberitahunya bahwa pemerintahnya sedang mendekati kesepakatan dan melakukan segala upaya. Dia menjawab dengan mengatakan bahwa dia tidak mempercayainya. 

    Saya memperingatkannya: “Hari ini Anda berbicara tentang optimisme.” Jangan biarkan kesepakatan itu gagal lagi, seperti yang Anda lakukan di masa lalu. Jangan korbankan anakku demi mempertahankan tahtamu.” 

    Dia meminta Trump untuk mengakhiri perang di Gaza dan bergerak menuju kesepakatan komprehensif, “semua untuk semua.”

    Nofer Buchstab, saudara perempuan Yjav Buchstab, yang diculik pada 7 Oktober 2023, dan dibunuh saat berada dalam tahanan Hamas, mengatakan: 

    “Selama berbulan-bulan kami telah mengatakan bahwa tekanan militer membuat mereka menghadapi bahaya dan sekarang fakta berbicara Orang-orang bersenjata telah menculik (Hamas) membunuh saudara saya dan selamanya akan tetap bersalah atas pembunuhannya, namun pemerintah mendikte, dan terus mendikte, kebijakan mengorbankan sandera. Anda terbawa dalam balas dendam dan peperangan dan melupakan kehidupan sepanjang perjalanan.” 

    Dia berbicara kepada Netanyahu dan berkata: “Anda membual bahwa Anda mempersiapkan putra kami agar kami dapat menguburkannya dengan cara yang tertib.” 

    “Ya, itu nyaman, tapi Anda meremehkan kami. Kami ingin anak-anak kami hidup, bukan mati, jadi hentikan perang sehingga kami memiliki harapan untuk membebaskan mereka hidup-hidup.”

    Forum Keluarga percaya bahwa peningkatan nyata dalam jumlah demonstran malam ini menunjukkan harapan bahwa partisipasi dalam demonstrasi di masa depan akan meningkat.

     

    (oln/khaberni/anadolu/*)

     

       

  • Milisi Suriah HTS Pastikan Tak Terkait Al Qaeda: Kami Benci Kekerasan

    Milisi Suriah HTS Pastikan Tak Terkait Al Qaeda: Kami Benci Kekerasan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Julani memastikan kelompoknya tak terkait dengan Al Qaeda dan ISIS meski pernah menjalin hubungan dengan kedua kelompok ekstremis tersebut.

    HTS merupakan milisi Suriah yang memimpin pemberontakan dan berhasil menggulingkan rezim Presiden Bashar Al-Assad dalam 11 hari pertempuran. Dalam wawancara eksklusif dengan CNN, al-Julani mengatakan HTS merupakan kelompok yang menjunjung tinggi persatuan dan antikekerasan.

    Ia menuturkan meski dirinya sempat terlibat dengan Al Qaeda dan ISIS selama berada di Irak dahulu, namun hal itu semata-mata karena ingin membantu rakyat Irak bukan karena ingin melakukan kekerasan.

    “Situasi ini harus dipahami dalam konteks sejarahnya. Terjadi perang besar di Irak yang sangat menggugah emosi masyarakat, mendorong banyak orang untuk pergi ke sana,” ucapnya.

    “Keadaan perang itu membawa orang ke berbagai tempat, dan jalan yang saya tempuh membawa saya ke salah satu lokasi tersebut. Mengingat tingkat kesadaran dan usia saya yang masih muda saat itu, tindakan saya berkembang hingga ke tempat saya saat ini,” lanjut al-Julani.

    Al-Julani berujar dirinya tak pergi ke Irak dengan niat melakukan peperangan. Ia hanya ingin membela rakyat Irak, dan ketika kembali ke Suriah, negara asalnya, ia tak mau membawa apa yang terjadi di sana ke negaranya.

    “Itulah sebabnya terjadi perselisihan antara kami dan ISIS,” ujarnya seperti dikutip CNN.

    Saat ditanya mengenai kekhawatiran masyarakat mengenai cap teroris yang disematkan negara-negara Barat kepada al-Julani, ia meminta agar masyarakat tak menilai hanya dari kata-kata.

    “Jangan menilai dari kata-kata, tapi nilailah dari tindakan. Klasifikasi ini terutama bersifat politis dan pada saat yang sama salah,” ujarnya.

    Ia berujar definisi teroris yakni orang yang dengan sengaja membunuh warga sipil, melukai orang yang tak bersalah, hingga menggusur orang.

    Definisi ini, kata dia, tak sesuai dengan dirinya dan HTS tetapi justru negara-negara Arab yang terlibat perang dan pembunuhan terhadap ribuan orang.

    Al-Julani merupakan mantan anggota Al Qaeda. Ia bergabung dengan milisi di Irak setelah invasi Amerika Serikat pada 2003 dan dipenjarakan di Kamp Bucca pada 2005.

    Dilansir dari BBC, selama di penjara, al-Julani meningkatkan afiliasi jihadisnya dan akhirnya diperkenalkan kepada Abu Bakr al-Baghdadi, ulama pendiam yang kemudian menjadi pemimpin ISIS.

    Pada 2011, Baghdadi mengirim al-Julani ke Suriah dengan dana untuk mendirikan Front al-Nusra, sebuah faksi rahasia yang terkait Negara Islam Irak (ISI).

    Pada 2012, front tersebut berubah menjadi pasukan tempur Suriah, sambil menyembunyikan hubungannya dengan ISI dan Al Qaeda.

    Ketegangan kemudian muncul pada 2013 ketika kelompok Baghdadi di Irak secara sepihak mendeklarasikan penggabungan ISI dan Front al-Nusra serta mendeklarasikan pembentukan negara Islam Irak dan Syam (ISIS).

    Al-Julani menolak bergabung karena tak sepakat dengan taktik kekerasan ISIS.

    Ia pun mencoba keluar dengan berjanji setia kepada Al Qaeda pada 2013 untuk menjadikan Front al-Nusra sebagai cabangnya di Suriah.

    Hubungan Front al-Nusra dengan Al Qaeda telah membuat hubungannya dengan ISIS menjauh. Selama berada di Suriah, al-Julani juga terus menjauhkan diri dari kebrutalan ISIS dan menekankan pendekatan jihad yang lebih pragmatis.

    Namun, hubungannya dengan Al Qaeda juga tak berlangsung lama. Al-Julani memutuskan hubungan dengan Al Qaeda pada 2016 karena merasa afiliasi tersebut tak berdampak pada upayanya yang ingin mendapat dukungan dari masyarakat lokal Suriah.

    Pada Minggu (8/12), Presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan usai HTS memimpin upaya pemberontakan selama kurang dari dua pekan.

    Pasukan milisi yang dipimpin oleh HTS merebut ibu kota Damaskus dalam serangan kilat hingga al-Assad melarikan diri ke Rusia.

    Upaya penggulingan ini sebetulnya telah terjadi sejak lebih dari satu dekade lalu. Suriah dilanda perang saudara selama 13 tahun buntut dominasi kekuasaan al-Assad.

    Kini, pemerintahan Suriah akan dipegang sementara oleh mantan Perdana Menteri Mohammad Ghazi al-Jalali. Al-Jalali telah ditunjuk oleh HTS untuk mengawasi jalannya kementerian dan lembaga hingga pemerintahan baru menyelesaikan masa transisi.

    (blq/rds)

    [Gambas:Video CNN]

  • Dari Masjid Umayyah di Damaskus, Pidato Kemenangan Al-Julani Berisi Pesan ke Iran, AS, dan Israel – Halaman all

    Dari Masjid Umayyah di Damaskus, Pidato Kemenangan Al-Julani Berisi Pesan ke Iran, AS, dan Israel – Halaman all

    Dari Masjid Umayyah di Damaskus, Pidato Kemenangan Al-Julani Kirim Pesan ke Iran, AS, dan Israel

    TRIBUNNEWS.COM – Dalam perjalanan panjangnya dari seorang pejuang muda Al-Qaeda dua dekade lalu, menjadi pemimpin pemberontak di Suriah yang menganut toleransi sektarian, Abu Mohammad al-Julani punya banyak waktu untuk merencanakan dan menyempurnakan narasinya.

    Tidak mengherankan jika al-Julani memilih Masjid Umayyah di Damaskus, bukan sebuah studio televisi, atau istana presiden, melainkan sebuah tempat yang memiliki kepentingan keagamaan yang tinggi, yang berusia 1.300 tahun dan salah satu masjid tertua di dunia, sebagai lokasi menyampaikan pidato kemenangan seusai menggulingkan rezim Bashar al-Assad.

    “Pidaro Al-Julani adala sebuah pesan. Itu adalah pesan kepada semua pihak yang membawanya ke tampuk kekuasaan, mendorong pejuang Hay’at Tahrir al-Sham dengan kecepatan luar biasa di seluruh Suriah untuk menggulingkan Presiden Bashar al-Assad,” tulis laporan khaberni mengutip dari CNN, Senin (9/12/2024).

    Kepada warga Suriah yang baru dibebaskan: Al-Julani mengirimkan sinyal yang sangat jelas dari Masjid Umayyah.

    “Dia adalah seorang Muslim Sunni, bagian dari mayoritas di Suriah, Assad adalah seorang Alawi, (penduduk Suriah) ada yang Kristen, Druze, Muslim Syiah, Ismaili dan banyak lagi. Namun, tampaknya kata-kata yang dipilihnya dimaksudkan untuk mendobrak batasan-batasan lama tersebut,” tulis Khaberni.

    Al-Julani mengatakan: “Kemenangan baru ini mewakili babak baru dalam sejarah kawasan ini, sebuah sejarah yang penuh dengan bahaya yang membuat Suriah menjadi tempat bermain bagi ambisi Iran untuk menyebarkan sektarianisme dan mengobarkan korupsi.”

    Kepada Iran, dia mengirimkan pesan yang jelas kepada para pemimpin rezim teokratis di Teheran, bahwa campur tangan mereka telah berakhir, begitu pula akses mudah mereka terhadap wilayah yang menjadi proksi raksasa mereka, Hizbullah di Lebanon, dan dukungan mereka terhadap Hizbullah Suriah, dan negara yang pernah tempati untuk menyimpan senjata Iran juga hilang.

    Kepada Amerika Serikat (AS) dan Israel, negara di mana dia dianggap sebagai anggota organisasi teroris terlarang dengan hadiah $10 juta dolar untuk kepalanya, Al-Julani juga mengirimkan pesan.

    Pesan Julani ke AS dan Israel adalah, ‘kepentingan Anda dipahami di Suriah yang baru’.

    CNN menginterpretasikan pesan itu kalau dalam pemahaman Al-Julani,  AS dan Israel berniat memburunya dan kedua negara entitas itu punya kekuatan yang mampu menjatuhkannya.

    Jolani telah bersusah payah dalam perjalanannya ke Damaskus untuk memastikan Presiden AS Joe Biden dan bahkan Presiden terpilih Donald Trump mengetahui niatnya.

    Bukan suatu kebetulan bahwa ia memilih jaringan TV AS, CNN, dan bukan jaringan TV Arab, untuk wawancara penting beberapa hari sebelum ia menggulingkan Assad, dengan mengklaim bahwa ia telah berpisah dengan para jihadis lainnya karena taktik brutal mereka.

    Berbicara beberapa jam kemudian, Biden mengatakan dia mendengar Jolani “mengatakan hal yang benar,” tetapi bersikeras pemimpin pemberontak itu harus dinilai berdasarkan tindakannya.

    Pesan Jolani juga ditujukan kepada kekuatan regional yang harus ia jaga, dengan berjanji untuk membersihkan kekacauan.

     “Suriah sedang dimurnikan,” katanya, mengacu pada reputasi regional negara itu sebagai negara pengedar narkoba, dengan mengatakan Suriah di bawah Assad telah “menjadi sumber utama Captagon,” obat jenis amfetamin, dan kriminalitas di seluruh wilayah.

    “Pidato Jolani di masjid adalah tentang kedatangan dan keselamatan. Namun, tindakannyalah yang akan mengamankan keselamatan,” tulis laporan CNN.

    Ke Mana Iran Saat Assad Tumbang?

    Runtuhnya kekuasaan Bashar Al Assad di Suriah tentu merupakan pukulan berat bagi Teheran.

    Kejatuhan Assad dipastikan melemahkan “Poros Perlawanan” yang diinisiasi Iran untuk melawan Amerika, Israel dan sekutunya di Timur Tengah.

    Kejatuhan Suriah juga bisa diartikan hilangnya jalur distribusi senjata Iran untuk Hizbullah di Lebanon. Mungkin juga Hamas di Gaza.

    Selama empat dekade terakhir, Iran telah mencurahkan pikiran militer terbaiknya, miliaran dolar, dan persenjataan canggih untuk sebuah proyek besar — ​​melawan kekuatan AS dan Israel di Timur Tengah melalui apa yang disebutnya sebagai “poros perlawanan.”

    Namun di sisi lain, kejatuhan Assad menyisakan banyak pertanyaan, terutama soal dukungan Iran dan Rusia mempertahankan sekutu tradisional mereka. 

    Ke mana Iran? Mengapa Damaskus jatuh begitu cepat?

    Arya, pegiat media sosial Iran yang “concern” terhadap isu-isu di Timur Tengah, memberikan analisa yang berbeda dibanding kebanyakan analis dari Barat terkait jatuhnya Damaskus begitu cepat.

    “Dapat dikatakan bahwa semua orang terkejut dengan kejadian di Suriah. Tidak ada yang menduga hal ini akan terjadi sekarang—sebenarnya itu tidak benar,” tulisnya di X.

    Menurutnya, enam bulan yang lalu, pemimpin Iran (Imam Ali Khamenei) telah memperingatkan Bashar Assad mengenai pemberontakan HTS—namun Assad mengabaikannya.

    “Ketika ISIS muncul di Suriah dan situasi keamanan menjadi buruk, pemerintah Suriah secara resmi meminta bantuan dari Iran. “

    “Kehadiran Iran di Suriah dibingkai dalam peran penasehat, yang berarti tentara dan pasukan militer Suriah sendirilah yang memerangi para teroris, sementara para penasihat Iran mendukung mereka.”

    “Meskipun Iran kadang-kadang diharuskan mengirim pasukan khusus terbatas (seperti IRGCQF) karena keadaan khusus, peran utamanya tetap bersifat penasehat.”

    Saat itu, sambungnya, ISIS tengah bergerak maju sedemikian rupa sehingga ketika pasukan sekutu yang mendukung Assad memasuki medan perang, mereka disambut oleh masyarakat.

    Dukungan publik ini, menurutnya, dikombinasikan dengan kehadiran tentara Suriah (SAA) dan upaya konsultasi Iran atas permintaan resmi Suriah, pada akhirnya menghentikan ancaman ISIS.

    Pada tahun 2017, berakhirnya kekuasaan ISIS diumumkan, terutama karena upaya dan kerja keras Jenderal Iran ketika itu, mendiang Qassem Soleimani.

    “Setelah kekalahan ISIS, kehadiran penasihat Iran secara alami berkurang, karena pemerintah Suriah menginginkan pasukannya sendiri untuk mengambil tanggung jawab penuh dalam mengamankan negara.”

    Namun, menurut Arya, apa yang terjadi selanjutnya adalah penting. Ia memberikan tiga catatan. Yaitu:

    1. Transformasi Wajah “Ideologis”

    “Kelompok ekstremis mengubah strategi, mereka meninggalkan “wajah” kekerasan mereka yang nyata dan mengadopsi lebih banyak fasad diplomatik, jelas mereka masih makhluk ISIS. Ini adalah saat pusat pengaruh kekuasaan bergeser dari Arab Saudi ke Turki, yang saya tulis lebih lanjut di tweet lain.”

    “Sementara itu, masyarakat Suriah mulai semakin tidak mendukung tentara Suriah dalam melawan kelompok-kelompok ini seperti yang pernah mereka lakukan. Di beberapa daerah, seperti Aleppo, pintu terbuka bagi pemberontak tetapi tertutup bagi tentara. Ini adalah hasil langsung dari strategi perang hibrida yang berhasil oleh musuh-musuh Suriah.”

    2. Melemahnya Tentara Suriah:

    “Militer Suriah menghadapi berbagai tantangan, termasuk masalah ideologis, ekonomi, dan moral, yang menyebabkan rendahnya motivasi untuk menghadapi teroris. Tidak seperti sebelumnya, ketika penasihat Iran mendukung pasukan Suriah yang termotivasi, kali ini SAA tidak memiliki keinginan untuk berperang, dengan banyak unit yang runtuh saat tanda-tanda pertama konfrontasi.”

    3. Sikap Bashar al-Assad Berubah dari Nexus Perlawanan ke Negara-negara Arab Teluk:

    Perubahan paling signifikan terjadi di dalam diri Assad sendiri. Dalam pertemuan terakhirnya dengan Pemimpin Iran pada 10 Juni, sekitar 6 bulan lalu, Pemimpin Iran memperingatkan Assad:

    “Barat dan sekutu regional mereka bermaksud menggulingkan sistem politik Suriah melalui perang dan menyingkirkan Suriah dari persamaan regional, tetapi gagal. Sekarang, mereka berusaha mencapai tujuan ini melalui cara lain [Perang Hibrida!!], termasuk janji-janji palsu yang tidak akan pernah mereka tepati.”

    “Peringatan ini mencerminkan pemahaman mendalam tentang situasi tersebut. Bahkan sebelum perang darat di Lebanon, Iran telah berulang kali memberi tahu Assad untuk memperkuat pasukannya mengingat meningkatnya ancaman teroris (oleh kelompok yang didukung Turki) dan memberikan saran resmi, tetapi Assad mengabaikan semua peringatan ini.”

    “Assad juga mulai berpihak pada GCC (negara-negara Arab Teluk) dan mereka menekannya untuk menjauhkan diri dari Iran dan perlawanan.”

    “Pola ini berlanjut hingga Assad berada di ambang kehancuran. Iran memiliki pejabat tinggi untuk bernegosiasi dengan Assad mengenai komitmen Iran dalam memperkuat posisi Assad.”

    “Namun, kesalahan strategis yang kritis mendorong Assad menuju kehancurannya: Menaruh harapan pada janji-janji dari para aktor Arab di kawasan tersebut.”

    “Ketika Iran menyadari keengganan Assad untuk memberikan dukungan lapangan, Iran memutuskan untuk tidak melakukan intervensi langsung tetapi terus membujuknya hingga saat-saat terakhir.”

    Sayangnya, kata Arya, Assad baru menyadari janji-janji kosong itu ketika sudah terlambat.

    Arya juga menyebut beberapa momen penting jelang tumbangnya Assad, yang tidak diekspose banyak media Barat.

    Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Larijani dilaporkan telah menawari Assad sejumlah syarat yang telah ditetapkan 2 minggu lalu di Damaskus. Bashar tidak setuju dengan syarat tersebut dan bahkan menolak bertemu dengan Larijani—utusan khusus Iran—ketika ia kembali ke Damaskus pada hari Jumat, 6 Desember.
    Bashar Assad menolak untuk membuka front Golan, meskipun diminta oleh kelompok perlawanan.
    Pemerintah Assad, setelah menjadi terlalu dekat dengan negara-negara Arab Teluk, telah menerapkan banyak pembatasan pada IRGCQF, hal ini memicu ketidakpuasan.
    Mantan perwira IRGCQF mengklaim intelijen Iran tahu sejak 2 bulan lalu bahwa kelompok pemberontak di Idlib sedang merencanakan sesuatu. 
    Ia mengklaim warga Iran berbagi kekhawatiran mereka dengan Turki, tetapi “Turki menipu mereka dan meyakinkan warga Iran bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan—Seharusnya tidak memercayai Turki.
    Situasi di Suriah belum berakhir dan akan memicu kerusuhan. Terutama antara SDF Kurdi vs kelompok pemberontak yang didukung Turki (misalnya HTS) DAN pertikaian internal di antara kelompok pemberontak.

    Iran Terpecah dua Kubu?

    Sementara analis Iran lainnya, Fereshteh Sadeghi menilai ada “perpecahan di antara para pembuat kebijakan, penasihat dan bahkan perwira IRGC menjadi 2 kubu:

    “Satu kelompok menganggap bahwa tugas Iran adalah melindungi Assad dan membantunya dengan satu atau lain cara. kelompok lainnya (termasuk Presiden Pezeshkian dan anak buahnya) percaya Iran harus menghindari keterlibatan di Suriah.

    “Tampaknya jarak yang ditetapkan sendiri oleh Bashar Assad dari Iran, penolakannya untuk membiarkan Front Golan terbuka melawan rezim Zionis pada tahun lalu, kedekatannya dengan UEA dan Rusia juga telah membuat Iran kesal,” ujarnya.

    “Warga Iran pada tahun lalu dari waktu ke waktu mengeluh bahwa pemerintahan Assad dan tentara Suriah telah membatasi #IRGCQF dan pergerakan atau kegiatan keagamaan kaum Syiah di Suriah.”

    Apapun kasusnya, kata Sadeghi, ketidakpuasan dan ketidakpercayaan telah menjadi masalah bersama.

    “Politisi Iran dalam beberapa hari terakhir memahami bahwa dengan penolakan Assad untuk meminta intervensi, kepergiannya hanya masalah waktu.”

    “Mereka mengatakan kepada kelompok bersenjata Suriah bahwa Iran tidak akan turun tangan dan sebagai balasannya mendapat jaminan bahwa komunitas dan tempat suci Syiah Suriah akan dilindungi.”

    Assad di Rusia

    Media Pemerintah Rusia TASS mengeklaim bahwa Presiden Suriah Bashar Al Assad berada di Moskwa bersama keluarga.

    Ia dan dan anggota keluarganya disebut mendapat suaka di ibu kota Rusia.

    “Assad dan anggota keluarganya sudah tiba di Moskwa. Rusia, atas alasan kemanusiaan, (kami) memberi mereka suaka,” kata sumber kantor berita itu.

    Kini pejabat Rusia sedang menghubungi perwakilan oposisi bersenjata Suriah, yang para pemimpinnya menjamin keamanan pangkalan militer Rusia dan lembaga diplomatik di wilayah Suriah.”

    Sebelumnya, keberadaan Assad sempat tidak diketahui setelah ia dilaporkan melarikan diri dari Damaskus sebelum pemberontak tiba di sana pada Minggu pagi.

    Para pemberontak merebut kantor pusat televisi dan radio negara untuk menyiarkan akhir kekuasaan Assad.

    (oln/cnn/*)

  • Biden Sebut Jatuhnya Rezim Assad sebagai Tindakan Keadilan: Pemberontak Mengatakan Hal yang Benar – Halaman all

    Biden Sebut Jatuhnya Rezim Assad sebagai Tindakan Keadilan: Pemberontak Mengatakan Hal yang Benar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Suriah Bashar al-Assad melarikan diri ke Moskow dan menerima suaka dari sekutu lamanya, Rusia.

    Hal ini sebagaimana diberitakan media Rusia pada Minggu (8/12/2024), beberapa jam setelah kemajuan pemberontak yang mengejutkan menguasai Damaskus.

    Ribuan warga Suriah turun ke jalan, merayakan kemenangan dengan tembakan dan melambaikan bendera revolusi.

    Peristiwa yang bergerak cepat ini menimbulkan pertanyaan tentang masa depan negara ini dan kawasan yang lebih luas.

    Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, telah memberi tanggapan terkait jatuhnya rezim Bashar al-Assad.

    “Pendekatan kami telah mengubah keseimbangan kekuatan di Timur Tengah,” kata Joe Biden, Minggu, dilansir AP News.

    Joe Biden juga memuji tindakan AS dan sekutunya yang telah melemahkan pendukung Suriah — Rusia, Iran, dan Hizbullah.

    Biden menyebut jatuhnya Assad sebagai “tindakan keadilan yang mendasar” tetapi juga “momen risiko dan ketidakpastian.”

    Ia mengatakan kelompok pemberontak “mengatakan hal yang benar sekarang”, tetapi AS akan menilai tindakan mereka.

    Era Baru Dimulai di Suriah

    Diberitakan Arab News, kemajuan kilat aliansi milisi yang dipelopori oleh Hayat Al-Tahrir Al-Sham (HTS), mantan afiliasi Al-Qaeda, menandai salah satu titik balik terbesar bagi Timur Tengah dalam beberapa generasi.

    Jatuhnya Assad menyapu bersih benteng tempat Iran dan Rusia menjalankan pengaruh di seluruh Arab.

    Pemerintah internasional menyambut baik berakhirnya pemerintahan otokratis Assad, karena mereka berusaha untuk menilai Timur Tengah yang tampak baru.

    HTS masih ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh AS, Turki, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, meskipun telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melembutkan citranya guna meyakinkan pemerintah internasional dan kelompok minoritas di Suriah.

    Penggulingan Assad membatasi kemampuan Iran untuk menyebarkan senjata ke sekutunya dan dapat membuat Rusia kehilangan pangkalan angkatan laut Mediteranianya.

    Hal itu juga dapat memungkinkan jutaan pengungsi yang tersebar selama lebih dari satu dekade di kamp-kamp di seluruh Turki, Lebanon, dan Yordania untuk akhirnya kembali ke rumah.

    Diketahui, Rusia meminta sesi darurat Dewan Keamanan PBB untuk membahas Suriah, menurut Dmitry Polyansky, wakil duta besarnya untuk PBB, dalam sebuah unggahan di Telegram.

    Kedatangan Assad dan keluarganya di Moskow dilaporkan oleh kantor berita Rusia Tass dan RIA, mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya di Kremlin.

    RIA juga mengatakan pemberontak Suriah telah menjamin keamanan pangkalan militer Rusia dan pos diplomatik di Suriah.

    Sebelumnya, Rusia mengatakan Assad meninggalkan Suriah setelah bernegosiasi dengan kelompok pemberontak dan bahwa ia telah memberikan instruksi untuk menyerahkan kekuasaan secara damai.

    Anggota masyarakat Suriah meneriakkan slogan-slogan saat berkumpul di Lapangan Syntagma di Athena untuk merayakan berakhirnya rezim diktator Suriah Bashar al-Assad setelah pejuang pemberontak menguasai ibu kota Suriah, Damaskus, pada malam hari, 8 Desember 2024. (AFP/ANGELOS TZORTZINIS)

    Pemimpin faksi pemberontak terbesar di Suriah, Abu Mohammed al-Golani, siap untuk memetakan masa depan negara tersebut.

    Mantan komandan al-Qaeda itu memutuskan hubungan dengan kelompok tersebut beberapa tahun lalu dan mengatakan bahwa ia menganut pluralisme dan toleransi beragama.

    Kelompok Hayat Tahrir al-Sham miliknya, atau HTS, dianggap sebagai organisasi teroris oleh AS dan PBB.

    Dalam penampilan publik pertamanya sejak para pejuang memasuki pinggiran kota Damaskus pada Sabtu (7/12/2024), al-Golani mengunjungi Masjid Umayyah dan menggambarkan jatuhnya Assad sebagai “kemenangan bagi negara Islam.”

    Menyebut dirinya dengan nama pemberiannya, Ahmad al-Sharaa, dan bukan nama samaran, ia mengatakan Assad telah menjadikan Suriah “ladang bagi keserakahan Iran.”

    Di sisi lain, para pemberontak menghadapi tugas berat untuk menyembuhkan perpecahan yang parah di negara yang dilanda perang dan perpecahan di antara faksi-faksi bersenjata.

    Pejuang oposisi yang didukung Turki memerangi pasukan Kurdi yang bersekutu dengan AS di wilayah utara, dan kelompok ISIS masih aktif di daerah-daerah terpencil.

    Televisi pemerintah Suriah menyiarkan pernyataan pemberontak yang mengatakan Assad telah digulingkan dan semua tahanan telah dibebaskan.

    Mereka mendesak orang-orang untuk melestarikan lembaga-lembaga “negara Suriah yang bebas,” dan mengumumkan jam malam di Damaskus dari pukul 4 sore hingga 5 pagi.

    Sebuah video daring yang diduga memperlihatkan pemberontak membebaskan puluhan wanita di penjara Saydnaya yang terkenal kejam, tempat kelompok hak asasi manusia mengatakan ribuan orang disiksa dan dibunuh.

    Setidaknya seorang anak kecil terlihat di antara mereka.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Suriah

  • Bashar Al-Assad Melarikan Diri dari Suriah, Kemana?

    Bashar Al-Assad Melarikan Diri dari Suriah, Kemana?

    ERA.id – Bashar Al-Assad, pemimpin rezim Baath Suriah yang digulingkan, memutuskan mundur dari jabatannya dan melarikan diri dari Suriah, demikian menurut Kementerian Luar Negeri Rusia pada Minggu (8/12/2024).

    Kemlu Rusia, melalui pernyataan tertulisnya, menyatakan, kepergian Assad adalah hasil dari negosiasi antara rezimnya dengan kelompok-kelompok yang terlibat dalam perlawanan bersenjata.

    Rusia juga mengeklaim bahwa Assad mengharapkan supaya perpindahan kekuasaan dapat berlangsung secara damai.

    Sembari menyatakan keprihatinan atas situasi di Suriah, Rusia menyerukan semua pihak untuk menghindari kekerasan dan menyelesaikan semua isu melalui upaya politis.

    Sementara itu, Kemlu Rusia mengatakan bahwa pihaknya telah berkomunikasi dengan semua kelompok oposisi di Suriah dan mendorong mereka untuk menghormati pandangan semua kelompok etnis dan agama di negara tersebut.

    Rusia turut menyatakan dukungan untuk menjalankan proses politik yang inklusif sebagaimana amanat Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 2254 yang disahkan pada 2015.

    Pangkalan militer Rusia di Suriah tetap berada dalam kondisi siaga, meski tak ada ancaman langsung yang dihadapi personel militer tersebut, ucap Kemlu Rusia.

    Rusia juga akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memastikan keselamatan warga negara Rusia yang menetap di Suriah.

    Detik-detik kejatuhan rezim Assad

    Pertempuran antara pasukan rezim dengan kelompok oposisi kembali pecah pada 27 November lalu yang dimulai di kawasan pedesaan di barat Aleppo, sebuah kota besar di Suriah utara.

    Pada 30 November, kelompok oposisi berhasil merebut pusat kota Aleppo dan menguasai keseluruhan Provinsi Idlib. Mereka pun merebut pusat kota Hama dari rezim pada 5 Desember.

    Kelompok oposisi turut merebut sejumlah permukiman di titik-titik strategis di provinsi Homs yang menjadi gerbang masuk ke Damaskus, sehingga semakin memacu upaya mereka maju ke ibu kota Suriah.

    Pada Jumat (6/12), pasukan oposisi merebut kawasan Daraa di Suriah selatan dekat perbatasan dengan Yordania. Mereka terus merebut kendali di Provinsi Suwayda di Suriah selatan pada Sabtu, sementara kelompok oposisi setempat turut merebut kendali di Quneitra pada hari yang sama.

    Kelompok oposisi anti-rezim Assad memasuki Damaskus dari sisi selatan ibu kota Suriah itu pada Sabtu. Pasukan militer pemerintah kemudian menarik diri dari kompleks kementerian pertahanan, kementerian dalam negeri, dan bandara internasional Damaskus.

    Kota tersebut pun takluk pada pasukan oposisi pada Minggu, usai pasukan rezim Al-Assad kehilangan kendali atas keseluruhan kota.

    Sementara itu, Pasukan Nasional Suriah (SNA), kelompok oposisi lainnya, meluncurkan operasi militer melawan kelompok Kurdi PKK/YPG, yang oleh Turki dianggap sebagai organisasi teroris, pada 1 Desember, dan merebut kota Tel Rifaat. (Ant)

  • Mereka yang Bisa Jadi Ancaman di Papua

    Mereka yang Bisa Jadi Ancaman di Papua

    JAKARTA – Papua menjadi perhatian saat rapat kerja Komisi I DPR dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Anggota Komisi I DPR meminta Prabowo mewaspadai beragam ancaman yang datang ke bumi cenderawasih itu.

    Ancaman itu macam-macam bentuknya. Mulai dari kehadiran misionaris, pekerja sosial, peneliti, wisatawan, jurnalis, hingga bisnis. Mereka mudah berbaur di sana. Ini sebabnya, Papua rawan disusupi.

    Pengamat intelijen dan teroris, Haris Abu Ulya mengatakan, Papua menjadi sasaran dunia karena memiliki nilai strategis dalam banyak aspek. Soal kekayaan alamnya, juga soal wilayahnya yang strategis jadi target operasi intelijen. Ancaman ini yang harus diantisipasi pemerintah. 

    “Tentu semua harus ketat dimonitoring. Ini harus direduksi atau diantisipasi. Papua patut menjadi prioritas utama, tidak boleh lepas dari Indonesia,” ucap Ulya, saat dihubungi VOI, di Jakarta, Selasa, 12 November 2019.

    Dia takut wilayah tersebut terpisah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia karena berbagai ancaman tadi. Apalagi, isu Papua merdeka digaungkan di ranah internasional, lewat Benny Wenda. Isu tersebut juga ditanggapi serius oleh pimpinan Partai Buruh di Inggris Jeremy Corbyn yang berpeluang jadi perdana menteri di sana.

    Langkah yang disarankan Ulya untuk mengantisipasi ancaman ini adalah pelaksanaan operasi teritorial, intelijen dan tempur dari semua Matra. Tujuannya satu, menjaga kedaulatan NKRI serta memastikan Papua menjadi bagian integral NKRI.

    “Perkuatan kemampuan tempur TNI sebagai antisipasi segala kemungkinan untuk menjaga keutuhan wilayah Papua.”

    Saat rapat kerja Komisi I DPR dengan Prabowo, Senin, 11 November, ancaman terhadap Papua diungkapkan Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS Jazuli Juwaini. Dia khawatir dengan keberadaan misionaris di Papua. Katanya, para misionaris ini bukan sekadar menyebarkan agama, tapi mengancam geopolitik dan ditakutkan bisa menyebabkan kerusuhan di Papua.

    “Maaf Pak Menhan kita ingin singgung sesuatu yang sensitif di Papua, itu banyak juga pesawat yang angkut misionaris, pihak (pengamanan) Papua kesulitan cek ini,” ucapnya.

    “Yang kita khawatirkan (bukan) soal orang sebar agama. Tetapi yang kita khawatir ada orang atas nama misionaris tapi simpan agenda lain di Papua. Itu yang jadi biang kerok, bisa jadi, kita tidak boleh tuduh, tapi harus diperiksa,” tegas Jazuli yang juga menyarankan Prabowo melakukan penambahan personel untuk pengamanan di Papua yang wilayahnya cukup luas. 

    Usai rapat, Prabowo menaytakan akan mempertimbangkan usulan semua hasil rapat dengan Komisi I DPR ini. Dia juga akan menyusun strategi sembari merumuskan postur pertahanan dengan berbasis ancaman di sana.

    “Mereka (Komisi I) baru saja kembali dari Papua melihat kondisi kesejahteraan prajurit di situ. Secara garis besar pembahasan yang cukup mendalam tentang postur pertahanan tentang ancaman yang akan kita rumuskan bersama dengan lembaga-lemabaga lain pemerintah,” ujar Prabowo usai rapat.

    Menhan Prabowo Subianto usai melakukan rapat kerja dengan Komisi I DPR (Mery/VOI)

  • Suriah Usai Rezim al-Assad Tumbang: Kelompok Sunni Tahrir al-Sham Jadi Penguasa dan Ancaman ISIS – Halaman all

    Suriah Usai Rezim al-Assad Tumbang: Kelompok Sunni Tahrir al-Sham Jadi Penguasa dan Ancaman ISIS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, DAMASKUS – Pemberontak Suriah mendeklarasikan penggulingan Presiden Bashar al-Assad setelah menguasai Damaskus pada hari Minggu(8/12/2024).

    Hal ini sebagai penanda berakhirnya pemerintahan tangan besi keluarganya setelah lebih dari 13 tahun perang saudara dalam sebuah momen yang menggemparkan di Timur Tengah.

    Pemberontak juga memberikan pukulan besar terhadap pengaruh Rusia dan Iran di wilayah tersebut, sekutu utama yang mendukung Assad pada saat-saat kritis dalam konflik tersebut. Kedutaan Besar Iran juga diserbu oleh pemberontak Suriah setelah mereka merebut Damaskus.

    Komando militer Suriah memberi tahu para perwira bahwa pemerintahan Assad telah berakhir. Namun tentara Suriah kemudian mengatakan pihaknya terus melanjutkan operasi melawan kelompok teroris di kota-kota utama Hama dan Homs serta di pedesaan Deraa.

    Assad yang telah menghancurkan segala bentuk perbedaan pendapat, terbang keluar dari Damaskus ke tujuan yang tidak diketahui pada Minggu pagi, kata dua perwira senior militer kepada Reuters, ketika pemberontak mengatakan mereka memasuki ibu kota tanpa tanda-tanda pengerahan tentara.

    “Kami bersama rakyat Suriah merayakan berita pembebasan tahanan kami dan melepaskan belenggu mereka serta mengumumkan berakhirnya era ketidakadilan di penjara Sednaya,” kata pemberontak, merujuk pada sebuah penjara besar di pinggiran Damaskus tempat pemerintah Suriah menahan diri.

    Koalisi pemberontak Suriah mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka terus berupaya untuk menyelesaikan pengalihan kekuasaan di Suriah kepada badan pemerintahan transisi dengan kekuasaan eksekutif penuh.

    “Revolusi besar Suriah telah beralih dari tahap perjuangan menggulingkan rezim Assad ke perjuangan membangun Suriah bersama yang sesuai dengan pengorbanan rakyatnya,” tambahnya dalam sebuah pernyataan.

    Ribuan orang yang mengendarai mobil dan berjalan kaki berkumpul di alun-alun utama di Damaskus sambil melambaikan tangan dan meneriakkan “Kebebasan” dari setengah abad pemerintahan keluarga Assad.

    Keruntuhan tersebut menyusul pergeseran keseimbangan kekuasaan di Timur Tengah setelah banyak pemimpin kelompok Hizbullah Lebanon yang didukung Iran, yang merupakan tulang punggung pasukan Assad dibunuh oleh Israel selama dua bulan terakhir. Rusia, sekutu penting Assad lainnya, fokus pada perang di Ukraina.

    Pemerintahan Transisi

    Apa yang terjadi di Suriah mengejutkan negara-negara Arab dan menimbulkan kekhawatiran akan gelombang baru ketidakstabilan regional terutama di Timur Tengah.

    Peristiwa ini menandai titik balik bagi Suriah yang hancur akibat perang bertahun-tahun yang telah mengubah kota-kota menjadi puing-puing, menewaskan ratusan ribu orang, dan memaksa jutaan orang mengungsi ke luar negeri.

    Menstabilkan wilayah barat Suriah yang dikuasai pemberontak akan menjadi kuncinya. Pemerintah negara-negara Barat yang telah menghindari negara yang dipimpin Assad selama bertahun-tahun harus memutuskan bagaimana menghadapi pemerintahan baru kelompok Islam Sunni Hayat Tahrir al-Sham (HTS) tampaknya akan memiliki pengaruh.

    “Amerika Serikat akan terus mempertahankan kehadirannya di Suriah timur dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah kebangkitan kembali ISIS, ” ujar Wakil Asisten Menteri Pertahanan untuk Timur Tengah Daniel Shapiro mengatakan pada konferensi keamanan Dialog Manama di ibu kota Bahrain dikutip dari Reuters.

    HTS yang mempelopori kemajuan pemberontak di Suriah barat, sebelumnya merupakan afiliasi Al Qaeda yang dikenal sebagai Front Nusra hingga pemimpinnya Abu Muhammed al-Golani memutuskan hubungan dengan gerakan jihad global pada tahun 2016.

    “Pertanyaan sebenarnya adalah seberapa tertib transisi ini, dan tampaknya cukup jelas bahwa Golani sangat ingin transisi ini berjalan dengan tertib,” kata Joshua Landis, pakar Suriah dan Direktur Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Oklahoma.

    Golani tidak ingin terulangnya kekacauan yang melanda Irak setelah pasukan pimpinan Amerika menggulingkan Saddam Hussein pada tahun 2003.

    “Mereka harus membangun kembali mereka membutuhkan Eropa dan Amerika untuk mencabut sanksi,” kata Landis.

    HTS adalah kelompok pemberontak terkuat di Suriah dan sebagian warga Suriah masih khawatir kelompok itu akan menerapkan aturan Islam yang kejam atau memicu aksi pembalasan.

    Negara-negara seperti Uni Emirat Arab dan Mesir, keduanya merupakan sekutu dekat AS, memandang kelompok militan Islam sebagai ancaman nyata, sehingga HTS mungkin menghadapi perlawanan dari kekuatan regional.

    Dalam sebuah konferensi di Manama, Anwar Gargash, penasihat diplomatik presiden Uni Emirat Arab, mengatakan kekhawatiran utama negara itu adalah “ekstremisme dan terorisme.”

    Dia mengatakan Suriah belum keluar dari masalah dan menambahkan bahwa dia tidak tahu apakah Assad berada di UEA atau tidak.

    Gargash menyalahkan jatuhnya Assad karena kegagalan politik dan mengatakan dia belum pernah menggunakan ‘jalur penyelamat’ yang ditawarkan kepadanya oleh berbagai negara Arab sebelumnya, termasuk UEA.(reuters)

     

  • Pasukan Anti Rezim di Suriah Mulai Masuki Damaskus

    Pasukan Anti Rezim di Suriah Mulai Masuki Damaskus

    ERA.id – Pasukan anti-rezim di Suriah mulai memasuki pusat kota Damaskus pada Minggu (8/12), setelah rezim Assad kehilangan kendali di wilayah tersebut.

    Dilansir dari Antara, gelombang protes terhadap rezim dimulai pada Sabtu (7/12) malam di sejumlah wilayah permukiman.

    Sementara itu, pasukan rezim ditarik dari sejumlah lokasi strategis, seperti Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri, dan bandara internasional.

    Dengan masuknya para demonstran ke area-area krusial, rezim Assad kehilangan sebagian besar kendali atas ibu kota.

    Di Penjara Sednaya di Damaskus, yang terkenal sebagai simbol kekuasaan rezim dan praktik penyiksaan yang keji, para tahanan dibebaskan oleh demonstran yang menyerbu fasilitas tersebut.

    Di wilayah lain, pasukan oposisi berhasil menguasai sebagian besar pusat kota Aleppo dan mendominasi provinsi Idlib hingga 30 November.

    Setelah pertempuran sengit pada Kamis (5/12), kelompok oposisi merebut pusat kota Hama dari tangan pasukan rezim.

    Di provinsi Homs, yang memiliki nilai strategis tinggi, kelompok anti-rezim berhasil menguasai sejumlah permukiman dan mulai melancarkan serangan lanjutan.

    Pada Jumat (6/12), kelompok oposisi Suriah juga menguasai Daraa, wilayah di selatan Suriah yang berbatasan dengan Yordania.

    Pada Sabtu pagi, mereka merebut kendali atas provinsi Suwayda di bagian selatan. Sementara itu, kelompok oposisi setempat di Quneitra berhasil menguasai ibu kota provinsi tersebut.

    Tentara Nasional Suriah (SNA) oposisi meluncurkan Operasi Fajar Kebebasan pada 1 Desember untuk melawan kelompok teroris PKK/YPG di distrik Tel Rifaat, wilayah pedesaan Aleppo, dan berhasil membebaskan daerah tersebut dari elemen-elemen teroris.

  • Sepak Terjang Golani, Bos Pemberontak Suriah Eks Al Qaeda, Lepas Sorban Kini Lebih Moderat – Halaman all

    Sepak Terjang Golani, Bos Pemberontak Suriah Eks Al Qaeda, Lepas Sorban Kini Lebih Moderat – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, SURIAH – Abu Mohammed al-Golani, pemimpin oposisi bersenjata yang dituduh sebagai pemberontak,  klaim telah merebut sebagian besar wilayah Suriah dalam serangan mendadak sejak 27 November 2024 lalu.

    Abu Mohammed al-Golani dulunya adalah seorang ekstremis eks Al Qaeda yang kini berubah lebih moderat.

    Sebagai pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang berakar pada cabang al-Qaeda di Suriah, Golani mengatakan tujuan serangannya adalah untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

    “Ketika kita berbicara tentang tujuan, tujuan revolusi tetaplah menggulingkan rezim ini. Merupakan hak kami untuk menggunakan semua cara yang tersedia untuk mencapai tujuan itu,” kata Golani kepada CNN dalam sebuah wawancara yang disiarkan pada hari Jumat (6/12/2024).

    Golani selama bertahun-tahun beroperasi dari balik bayang-bayang, lari dan bersembunyi. 

    Sekarang, ia menjadi pusat perhatian setelah pemberontakannya di Suriah terbilang sukses.

    Abu Mohammed al-Golani dulu sering memakai sorban. (MEE)

    Kini dia berani tampil di depan publik, memberikan wawancara kepada media internasional dan memperlihatkan dirinya di kota terbesar kedua di Suriah, Aleppo.

    Selama bertahun-tahun ia berhenti mengenakan sorban yang biasa dikenakan para jihadis, dan lebih memilih seragam militer.

    Pada Rabu lalu, ia mengenakan kemeja khaki dan celana panjang untuk mengunjungi benteng Aleppo.

    Golani berdiri di pintu kendaraan putih yang dinaikininya  sambil melambaikan tangan dan berjalan di antara kerumunan.

    Sejak memutuskan hubungan dengan al-Qaeda pada tahun 2016, Golani berusaha menampilkan dirinya sebagai pemimpin yang lebih moderat.

    Abu Mohammed al-Golani dalam sebuah wawancara eksklusif dengan CNN baru-baru ini. 

    Namun ia belum dapat meredakan kecurigaan di kalangan analis dan pemerintah Barat yang masih menggolongkan HTS sebagai organisasi teroris.

    “Dia seorang radikal pragmatis,” kata Thomas Pierret, seorang spesialis Islam politik, kepada AFP.

    “Pada tahun 2014, ia berada di puncak radikalismenya,” kata Pierret, merujuk pada periode perang ketika ia berusaha bersaing dengan kelompok jihadis ISIS.

    “Sejak saat itu, ia telah memoderasi retorikanya.”

    Sepak Terjang Golani

    Lahir pada tahun 1982, Golani dibesarkan di Mazzeh, distrik kelas atas di Damaskus.

    Ia berasal dari keluarga kaya dan merupakan seorang terpelajar.

    Selama serangan yang dilancarkannya pada tanggal 27 November, ia mulai menandatangani pernyataannya dengan nama aslinya, Ahmed al-Sharaa.

    Pada tahun 2021, ia mengatakan kepada lembaga penyiaran AS PBS bahwa nama samaran yang dipakainya merujuk pada akar keluarganya di Dataran Tinggi Golan.

    Dia mengatakan kakeknya terpaksa melarikan diri setelah Israel mengambil alih wilayah tersebut pada tahun 1967 selama Perang Enam Hari.

    Menurut situs berita Middle East Eye, setelah serangan 11 September 2001, Golani pertama kali tertarik pada pemikiran jihad.

    “Akibat kekagumannya terhadap para penyerang 9/11, tanda-tanda pertama jihadisme mulai muncul dalam kehidupan Golani, saat ia mulai menghadiri ceramah-ceramah rahasia dan diskusi panel di daerah pinggiran kota Damaskus,” kata situs web tersebut.

    Setelah invasi pimpinan AS ke Irak, ia meninggalkan Suriah untuk ikut serta dalam pertempuran.

    Ia bergabung dengan al-Qaeda di Irak, yang dipimpin oleh Abu Musab al-Zarqawi.

    Kemudian ditahan selama lima tahun, sehingga ia tidak dapat naik pangkat dalam organisasi jihad tersebut.

    Pada bulan Maret 2011, ketika pemberontakan terhadap pemerintahan Assad meletus di Suriah.

    Dia kembali ke tanah air dan mendirikan Front Al-Nusra, cabang al-Qaeda di Suriah.

    Pada tahun 2013, ia menolak untuk bersumpah setia kepada Abu Bakr al-Baghdadi, yang kemudian menjadi emir kelompok ISIS.

    Dia sebaliknya menjanjikan kesetiaannya kepada Ayman al-Zawahiri dari al-Qaeda.

    Seorang realis di mata para pendukungnya, seorang oportunis bagi para musuhnya, Golani mengatakan pada bulan Mei 2015 bahwa dia tidak seperti ISIS,.

    Tidak mempunyai niat untuk melancarkan serangan terhadap Barat.

    Ia juga menyatakan bahwa apabila Assad dikalahkan, tidak akan ada serangan balas dendam terhadap minoritas Alawite yang merupakan asal klan presiden.

    Dia memutuskan hubungan dengan al-Qaeda, dengan alasan ingin menghilangkan alasan Barat untuk menyerang organisasinya.

    Menurut Pierret, sejak itu ia berusaha memetakan jalan untuk menjadi negarawan yang kredibel.

    Pada bulan Januari 2017, Golani memaksakan penggabungan dengan HTS terhadap kelompok-kelompok Islam pesaing di Suriah barat laut, dengan demikian mengklaim kendali atas sebagian besar provinsi Idlib yang telah jatuh dari tangan pemerintah.

    Di wilayah kekuasaannya, HTS mengembangkan pemerintahan sipil dan mendirikan negara di provinsi Idlib, sambil menghancurkan para pemberontak yang menjadi pesaingnya.

    Selama proses ini, HTS menghadapi tuduhan dari penduduk dan kelompok hak asasi manusia atas pelanggaran brutal terhadap mereka yang berani menentang, yang oleh PBB digolongkan sebagai kejahatan perang.

    Mungkin menyadari ketakutan dan kebencian yang ditimbulkan kelompoknya, Golani telah berbicara kepada penduduk Aleppo, rumah bagi minoritas Kristen yang cukup besar, dalam upaya untuk meyakinkan mereka bahwa mereka tidak akan menghadapi bahaya apa pun di bawah rezim barunya.

    Ia juga meminta para pejuangnya untuk menjaga keamanan di wilayah yang telah mereka “bebaskan” dari kekuasaan Assad.

    “Saya pikir yang terutama adalah politik yang baik,” kata Aron Lund, seorang peneliti di lembaga pemikir Century International.

    “Semakin sedikit kepanikan lokal dan internasional yang Anda rasakan dan semakin Golani tampak seperti aktor yang bertanggung jawab alih-alih ekstremis jihad yang beracun, semakin mudah pekerjaannya. Apakah itu benar-benar tulus? Tentu saja tidak,” katanya.

    “Tetapi itu adalah hal yang cerdas untuk dikatakan dan dilakukan saat ini.”

    Sumber: CNN/Times of Israel